Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI

BIOMASSA

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penyediaan Energi

Dosen Pembimbing : Ir. Yunus Tonapa Sarungu, MT.

Oleh :

Husna Immah NIM 161411038

Kemuning Aqshabrilyan NIM 161411041

Yashinta Amellia NIM 161411060

Yurike Dwiayu Rahmaningsih NIM 161411062

Yusvan Fauzi D.D. NIM 161411063

Kelompok 5

Kelas 3 B

Prodi D3 Teknik Kimia

Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri Bandung

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izinNya, Kami
dapat menyelesaikan makalah “Biomassa” ini. Tidak lupa Kami ucapkan terimakasih kepada
pihak pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
gagasannya.

Dan harapan Kami, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Dikarenakan keterbatasan Kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu, Kami berharap kritik dan saran dari pembaca sekalian demi kesempurnaan
makalah ini.

Bandung, 11 Oktober 2018

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi yang berasal dari minyak bumi mulai menipis dan untuk
memperolehnya kembali kita memerlukan waktu yang sangat lama. Melihat
kondisi demikian, orang orang mulai berpikir untuk menggunakan energi lain
yang berasal dari sumber terbarukan salah satunya biomassa.
Biomassa merupakan salah satu energi terbarukan yang berasal dari bahan
bahan organik bahkan limbah, sehingga selain murah dan mudah didapatkan juga
dapat mengurangi jumlah limbah atau sampah yang ada di bumi. Produk yang
didapatkan dari jenis energi terbarukan ini juga tidak kalah dengan energi yang
berbahan dasar fosil ataupun energi lainnya. Begitu pula proses konversi energi
yang dilakukan untuk memperoleh biomassa beragam dan tidak menghabiskan
biaya yang terlalu besar. Lebih lengkap mengenai biomassa akan dijelaskan dalam
makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Biomassa?


2. Bagaimana cara memperoleh Energi Terbarukan Biomassa?
3. Bagaimana pengaplikasian Energi Terbarukan Biomassa di Industri?

1.3. Tujuan

1. Pembaca dapat memahami Energi Terbarukan Biomassa


2. Pembaca dapat mengetahui cara memperoleh Energi Terbarukan Biomassa
3. Pembaca dapat mengetahui pengaplikasian Energi Terbarukan Biomassa di
Industri
BAB II BIOMASSA

2.1 Pengertian

Gambar 1. Jenis sumber biomassa

Biomassa adalah material yang berasal dari organisme hidup yang meliputi
tumbuh-tumbuhan, hewan dan produk samping lainnya seperti sampah kebun, hasil
panen dan lain sebagainya.

Biomassa sendiri dikelompokkan dalam berbagai macam golongan


berdasarkan sumber bahan baku dan proses pengolahan yang dilakukan, contohnya
adalah bioetanol yang berasal dari tanaman, biodiesel yang berasal dari minyak sawit
dan kedelai, biogas yang berasal dari kotoran manusia dan hewan, biobriket serta
biokerosen yang berasal dari minyak nabati.

Dalam sektor energi, biomassa digunakan sebagai sumber bahan bakar. Selain
itu biomassa digunakan untuk bahan pangan, pakan ternak, bahan bangunan dan
sebagainya. Pada umumnya yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa
yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk
primernya (Anonim, 2009).
2.2 Sejarah

Gambar 2. Sejarah biomassa

 Pada tahun 1840, produksi biomassa secara gasifikasi mulai digunakan


secara komersial untuk pertama kalinya diPerancis.
 Pada tahun 1880, Henry Ford, founder Ford Motor Company,
menggunakan ethanol sebagai bahan bakar salah satu mobil pertamanya,
Quadricycle.
 Pada tahun 1910, batu bara mulai menggantikan penggunaan kayu
dirumah – rumah.
 Pada tahun 1950, listrik dan gas alam mulai menggantikan penggunaan
kayu dirumah – rumah.
 Pada tahun 1990, di Amerika Serikat, The Clean Air Act mengontrol
penjualan bahan bakar beroksigen dengan tingkat Karbon Monoksida yang
tinggi.
 Pada tahun 2014, industri mulai menggunakan biomassa sebagai sumber
energi untuk melindungi atmosfer.
2.3 Proses pembuatan
a. Bahan baku

Gambar 3. Sumber biomassa

1. Limbah Pertanian
Sejumlah limbah pertanian dapat digunakan untuk produksi energi
biomassa. Berbagai limbah tersebut diantaranya adalah jerami, ampas tebu,
kotoran ternak, serta kotoran unggas yang bisa digunakan sebagai bahan bakar
untuk menghasilkan panas dan listrik.

2. Biogas
Biogas diproduksi melalui pemecahan bahan organik seperti kotoran
manusia, material tanaman, pupuk kandang, dll. Semua bahan organik tersebut
diuraikan melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme
anaerobik untuk menghasilkan karbon dioksida dan metana. Gas yang
dihasilkan lantas digunakan untuk bahan bakar seperti menyalakan kompor,
digunakan sebagai pemanas, atau untuk membangkitkan listrik.

3. Tanaman Energi
Terdapat juga sejumlah tanaman energi yang ditanam secara komersial
sebagai sumber energi. Tanaman ini dibudidayakan dalam skala besar dan
diproses untuk menghasilkan bahan bakar. Berbagai tanaman sumber energi
ini diantaranya adalah jagung, kedelai, rami, serta gandum. Produk bahan
bakar yang dihasilkan meliputi butanol, etanol, metanol, propanol, serta
biodiesel.

4. Kayu
Kayu dibakar sebagai bahan bakar di banyak tempat di seluruh dunia.
Kayu dianggap sebagai bentuk sederhana dari biomassa. Energi yang
dilepaskan oleh pembakaran kayu digunakan untuk memasak, untuk
menghasilkan panas, dsb.
Kayu juga digunakan untuk produksi listrik pada skala besar seperti
dalam kasus pembangkit listrik tenaga uap. Hanya saja, pembakaran kayu
disertai dengan emisi sejumlah besar karbondioksida ke udara, kemudian
dapat mengakibatkan gas rumah kaca.

b. Proses
Menurut Heriansyah (2005) mata rantai konversi biomassa menjadi energi
panas, listrik dan bahan bakar kendaraan, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Proses produksi biomassa secara umum

Sumber energi biomassa akan diproses berdasarkan karakteristik sumber


tersebut. Mulai dari proses penyimpanannya, proses transportasi nya, dan proses
pengolahan awalnya. Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan
didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan.
Setelah itu, sumber energi biomassa akan diproses secara termokimiawi.
Konversi termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal
untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar.
Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi konversi yang
menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.
Proses konversi sumber energi biomassa terbagi menjadi 4, yaitu combustion
(pembakaran) yang menghasilkan panas., charcoal production (produksi arang)
yang ,menghasilkan bahan bakar padat untuk memanaskan boiler, pirolisis yang
menghasilkan bahan bakar cair untuk permesinan dan turbin sehingga
menghasilkan panas, dan gasifikasi yang menghasilkan bahan bakar gas untuk
permesinan dan turbin sehingga menghasilkan panas.
Panas yang dihasilkan ini akan dikonversi menjadi energi listrik melalui turbin
dan generator. Panas akan menghasilkan uap dalam boiler, kemudian uap akan
ditransfer kedalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan
generator. Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-
magnet dalam generator. Proses pembakaran langsung terhadap biomassa
memiliki kelemahan, sehingga pada penerapan saat ini mulai menerapkan
beberapa teknologi untuk meningkatkan manfaat biomassa sebagai bahan bakar
(Pambudi, 2008).
2.4 Liquifikasi

proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses kondensasi,biasanya


melalui pendinginan atau perubahan dari padat ke cairan dengan peleburan, pemanasan
atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan lan untuk memutuskan ikatan rantai

contoh bahan baku yang menggunakan proses liquifaction ini adalah batu
bara.Batubara merupakan salah satu kekayaan alam terbesar yang dimiliki Indonesia.
Salah satu kekurangan batubara bentuknya yang berupa padatan serta memiliki massa
yang besar dengan densitas yang kecil dan kalori yang kecil pula berbeda dengan minyak
bumi yang memiliki nilai kalori yang besar. maka batubara tersebut harus ditingkatkan
nilai kalornya dan salah satunya yaitu dengan dicairkan menggunakan proses liquifaction
ini sehingga dapat digunakan menghasilkan minyak untuk transportasi dan pemanasan,
mengantisipasi pasokan minyak mentah yang mungkin terganggu.

1. Direct Liquifaction

Bagian dari plant ini terdiri dari tahap coal cleaning dan preparation (membuang
ash dalam batu bara,grinding(penghalusan) ukuran dan drying (pengeringaan), coal
liquefaction (tahap pencairan batubara), ekstraksi padatan dan cairan, serta recycle gas
hidrogen. Batubara yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan ukurannya dan
kemudian dilikuifikasi pada temperature 750-800oF dan tekanan 3200 psig. Kondisi
yang sulit tersebut mendorong proses craking dari batubara untuk menghasilkan
liquid dan gas hidrokarbon.
Fraksi berat dari liquid produk yang mengandung solid mineral dari batubara
dipisahkan dari nafta dan produk distilat yang kemudian dikirim menuju unit
pemisahan liquid-solid untuk diekstraksi dari solid dengan pelarut superkritis. Fraksi
liquid berat kemudian direcycle menuju liquefaction reactoruntuk dikonversi menjadi
produk ringan. Hasil Eksraksi dapat berperan sebagai hidrogen donor yang berfungsi
sebagai pelarut dalam proses liquifikasi batubara direaktor. Gas dikeluarkan langsung
dari reaktor dan fraksinasi produk likuifikasi kemudian dikirim menuju hidrogen dan
hydrocarbon gas recovery. Hidrogen yang terecovery direcyle kembali ke reaktor
likuifikasi atau dikirim ke upgarding produk. Gas plant merecover campuran butane
dan propane sebagai produk yang dapat dijual dan menghasilkan fuel gas (metana dan
etana) yang dapat digunakan dalam proses pemanasan dan pembangkit tenaga listrik.
2. Indirect Liquifaction

Proses pencairan batubara dengan menggunakan metode gasifikasi disebut juga


dengan pencairan secara tak langsung dimana batubara yang ingin dicairkan
terlebih dahulu dijadikan dalam bentuk gas
Prinsipnya secara sederhana yaitu mengubah batubara ke dalam bentuk gas
terlebih dahulu untuk kemudian membentuk Syngas (campuran gas CO dan H2).
Syngas kemudian dikondensasikan oleh katalis (proses FischerTropsch)
menyebabkan karbon monoksida dan hidrogen berkondensasi menjadi rantai
hidrokarbon yang panjang untuk menghasilkan produk ultra bersih yang memiliki
kualitas tinggi.

2.5 Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses biokimia.
Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolis, fermentasi
dan anaerobic digestion.

a. Hidrolisis
reaksi kimia dimana H2O (molekul dari air) akan diurai/dipecah
kedalam bentuk kation H+ (hidrogen) serta anion OH– (hidroksida)
melalui proses kimiawi.
b. Fermentasi
pengubahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbon dioksida atau
asam amino organik menggunakan ragi, bakteri, fungi atau
kombinasi dari ketiganya di bawah kondisi anaerobik
c. An-aerobic digestion
penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH dan gas lain
melalui proses biokimia (Anonim,2009).

Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomass tergolong


dalam konversi biokimiawi.Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa
dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan C. Akan tetapi, karbohidrat
harus mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol
hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai
untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus
didestilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol diatas 99,5%.
2.6 Biobriket

Biomassa adalah suatu limbah benda padat yang bisa dimanfaatkan lagi sebagai
sumber bahan bakar. Biomassa meliputi limbah kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan,
komponen organik dari industri dan rumah tangga. Briket merupakan bahan bakar padat yang
terbuat dari limbah organik, limbah pabrik maupun dari limbah perkotaan. Bahan bakar padat
ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti bahan bakar minyak yang
paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif
singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana (Widarti, Ir.
Suwono, & Ridho Hantoro, 2010).
Biobriket adalah bahan bakar padat yang dapat diperbaharui yang dibuat dari
campuran biomassa. Limbah tersebut dibuat dari biomassa yang dimampatkan sehingga
dibutuhkan perekat didalamnya. Karakteristik briket yang baik adalah briket yang
permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan
bakar, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut mudah dinyalakan, tidak
mengeluarkan asap, emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun, kedap air dan hasil
pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama, menunjukkan upaya laju
pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik (Miskah, 2014).
Kelebihan penggunaan biobriket limbah biomassa antara lain: biaya bahan bakar lebih murah,
tungku dapat digunakan untuk berbagai jenis briket, lebih ramah lingkungan (green energy),
merupakan sumber energi terbarukan (renewable energy), membantu mengatasi masalah
limbah dan menekan biaya pengelolaan limbah (Nugrahaeni, 2008).
Gambar Biobriket
Sumber bahan baku biobriket dari bahan hayati adalah kulit kopi, ampas tebu dan
kayu serta tongkol jagung. Butiran halus bioarang dari hasil karbonisasi bahan hayati
membutuhkan perekat sehingga biobriket tidak mudah hancur. Jenis perekat berpengaruh
terhadap kadar air, kadar abu dan nilai kalor. Kadar air semakin rendah jika jumlah bioarang
semakin banyak (Karim, 2014).
Pembuatan briket terdiri dari beberapa tahap utama, yaitu: sortasi bahan,
pencampuran serbuk dan perekat, pengempaan serta pengeringan. Sortasi bahan didahului
dengan penghancuran bentuk serat menjadi struktur serasah (cacahan). Alat yang digunakan
untuk membuat struktur serat menjadi bentuk cacahan antara lain hammer mill, cutting mill,
ataupun slicer. Pengecilan ukuran adalah suatu bentuk proses penghancuran dari pemotongan
bentuk padatan menjadi bentuk yang lebih kecil oleh gaya mekanik. Terdapat empat cara
yang diterapkan pada mesin-mesin pengecilan ukuran, yaitu (1) kompresi, pengecilan ukuran
dengan tekstur yang keras (2) impact atau pukulan, digunakan untuk bahan padatan dengan
tekstur kasar (3) attrition, digunakan untuk menghasilkan produk dengan tekstur halus dan
(4) cutting, digunakan untuk menghasilkan produk dengan ukuran dan bentuk, tekstur
tertentu. Bahan baku untuk membuat briket harus cukup halus untuk dapat membentuk briket
yang baik. Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar pada waktu melakukan perekatan
sehingga mengurangi keteguhan tekan dari briket yang dihasilkan. Perbedaan ukuran serbuk
mempengaruhi keteguhan tekan dan kerapatan briket yang dihasilkan. Tujuan pencampuran
serbuk dengan perekat adalah untuk memberikan lapisan tipis dari perekat pada permukaan
partikel arang. Tahap ini merupakan tahapan penting dan menentukan mutu briket yang
dihasilkan. Campuran yang dibuat tergantung pada ukuran serbuk, macam perekat, jumlah
perekat dan tekanan pengempaan yang dilakukan. Proses perekatan yang baik ditentukan dari
hasil pencampuran bahan perekat yang dipengaruhi oleh bekerjanya alat pengaduk (mixer),
komposisi bahan perekat yang tepat dan ukuran pencampurannya. Pengempaan dilakukan
untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat.
Setelah perekat dicampurkan dan tekanan mulai diberikan maka perekat yang masih dalam
keadaan cair akan mulai mengalir ke segala arah permukaan bahan. Pada saat bersamaan
dengan terjadinya aliran, perekat juga mengalami perpindahan dari permukaan yang diberi
perekat ke permukaan yang belum terkena perekat. Perbedaan tekanan berpengaruh terhadap
keteguhan tekan dan kerapatan arang briket. Pada umumnya, semakin tinggi tekanan yang
diberikan maka akan cenderung memberikan hasil arang briket dengan kerapatan dan
keteguhan tekan yang semakin tinggi. Tujuan dari pengeringan adalah untuk mengurangi
kadar air dalam briket agar sesuai dengan ketentuan kadar briket yang berlaku. Suhu
pengeringan yang umum dilakukan adalah 60°C selama 24 jam [ CITATION Jes08 \l 1033 ].
Kriteria sederhana suatu bahan dapat menjadi bahan bakar adalah: 1) memiliki nilai
kalor tinggi yang mencukupi standar, 2) Jumlah ketersediaan bahannya yang cukup, 3)
mudah terbakar, 4) nyaman dalam penggunaan. Arang yang baik untuk bahan bakar adalah
sebagai berikut: 1) warna hitam dengan nyala kebiru-biruan, 2) mengkilap pada pecahannya,
3) tidak mengotori tangan, 4) Terbakar tanpa berasap, tidak memercik dan tidak berbau, 5)
dapat menyala terus tanpa dikipas, 6) berdenting seperti logam [ CITATION Jes08 \l 1033 ].
Bahan bakar padat memiliki spesifikasi dasar antara lain sebagai berikut:
 Nilai kalor (Heating value/caloric value)
Nilai kalor bahan bakar padar terdiri dari GHV (gross heating value/nilai kalor atas)
dan NHV (net heating value/nilai kalor bawah) Nilai kalor bahan bakar adalah jumlah
panas yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu gram bahan bakar tersebut dengan
meningkakan temperatur 1 gr air dari 3,5°C-4,5°C, dengan satuan kalori. Makin tinggi
berat jenis bahan bakar, makin rendah nilai kalor yang diperolehnya. Adapun alat
yang digunakan untuk mengukur kalor disebut kalorimeter bom (Bomb Calorimeter).
 Kadar Air (Moisture)
Kandungan air dalam bahan bakar, air yang terkandung dalam kayu atau produk kayu
dinyatakan sebagai kadar air.
 Kadar Abu (Ash)
Abu atau disebut dengan bahan mineral yang terkandung dalam bahan bakar padat
yang merupakan bahan yang tidak dapat terbakar setelah proses pembakaran. Abu
adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padat dipanaskan hingga berat konstan.
 Volatile matter (Zat-zat yang mudah menguap)
Volatile matter (zat-zat yang mudah menguap) merupakan salah satu karakteristik
yang terkandung dari suatu biobriket. Semakin banyak kandungan volatile matter
pada biobriket, maka semakin mudah biobriket untuk terbakar dan menyala, sehingga
laju pembakaran semakin cepat.
 Fixed Carbon (FC)
Kandungan fixed carbon, yaitu komponen yang bila terbakar tidak membentuk gas
yaitu KT (karbon tetap) atau disebut FC (fixed carbon), atau bisa juga disebut
kandungan karbon tetap yang terdapat pada bahan bakar padat yang berupa arang
(char).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran bahan bakar padat, yaitu:
 Ukuran partikel
Salah satu faktor yang mempengaruhi pada proses pembakaran bahan bakar padat
adalah ukuran partikel bahan bakar padat yang kecil. Dengan partikel yang lebih kecil
ukurannya, maka suatu bahan bakar padat akan lebih cepat terbakar.
 Kecepatan aliran udara
Laju pembakaran biobriket akan naik dengan adanya kenaikan kecepatan aliran udara
dan kenaikan temperatur.
 Jenis bahan bakar
Jenis bahan bakar akan menentukan karakteristik bahan bakar. Karakteristik tersebut
antara lain kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap) dan kandungan
moisture (kadar air). Semakin banyak kandungan volatile matter pada suatu bahan
bakar padat maka akan semakin mudah bahan bakar padat tersebut untuk terbakar dan
menyala.
 Temperatur udara pembakaran
Kenaikan temperatur udara pembakaran menyebabkan semakin pendeknya waktu
pembakaran.
 Karakteristik bahan bakar padat yang terdiri dari kadar karbon, kadar air (moisture),
zat-zat yang mudah menguap (volatile matter), kadar abu (ash), nilai kalori.
[ CITATION Jes08 \l 1033 ]

Tahapan Pembuatan :

1. Pengelompokan bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan briket dikelompokkan
berdasarkan jenisnya (sersah dedaunan, ranting kecil, pecahan dahan, sekam, serbuk
gergaji, dan sebagainya) .

2. Pengarangan.
Pengarangan atau karbonasi adalah suatu proses untuk menghilangkan
unsur-unsur yang terdapat dalam briket yang apabila dibakar akan membentuk asap dan
mengganggu lingkungan.

3. Pencampuran dan penghalusan


Semua arang dari masing-masing jenis bahan dicampurkan kemudian
dihaluskan dengan cara dipukul-pukul atau dengan menggunakan alat sampai hancur.
Dalam pembuatan briket, serbuk arang harus diperhatikan kehalusannya. Biasanya ukuran
serbuk antara 40-80 mesh.

4. Pembuatan dan pencampuran perekat


Arang yang sudah hancur kemudian dicampur dengan sedikit perekat agar
bahan campuran dapat digumpalkan. Dengan pemakaian perekat maka tekanan yang
diperlukan akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan briket tanpa memakai bahan
perekat

5. Pencetakan
Pencetakan briket dilakukan dengan pemberian tekanan menggunakan alat
kempa. Pemberian tekanan pada briket dapat mengakibatkan pemadatan atau pengecilan
volume sehingga luas persinggungan atau luas kontak diperbesar dan memungkinkan
terjadinya ikatan antar partikel yang lebih baik

6. Pengeringan
Suhu dan waktu pengeringan yang dipergunakan dalam pembuatan briket
tergantung dari kadar jumlah air campuran dan mesin pengering. Suhu pengeringan yang
umum dilakukan adalah sebesar 60 °C selama 24 jam. Tujuan dari pengeringan adalah
agar briket menjadi kering dan kadar airnya dapat disesuaikan dengan ketentuan kadar air
briket yang berlaku. Pengeringan dapat dilakukan dengan bermacam-macam alat seperti
kiln, oven atau penjemuran
2.7 Karbonisasi

Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan organik menjadi


arang. Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4,
H2, formaldehid, metana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti
CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang
tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.

Berdasarkan perbedaan besarnya temperatur pemanasan, proses karbonisasi terdiri atas:

1. Low temperature carbonization pada suhu 500°C - 700°C

2. Medium temperature carbonization pada suhu 700°C - 900°C

3. High temperature carbonization pada suhu > 900°C

Tujuan Karbonisasi

Tujuan dari proses karbonisasi adalah menaikkan kadar karbon padat dan
menghilangkan zat terbang (volatile matter) yang terkandung dalam batubara serendah
mungkin sehingga dihasilkan semi kokas atau kokas dengan kandungan zat terbang yang
ideal 8-15% dengan nilai kalori yang cukup tinggi di atas 6.000 kkal/kg. Kandungan zat
terbang berhubungan erat dengan kelas batubara, makin tinggi zat terbangnya maka makin
rendah kelas batubara, karena zat terbang akan mempercepat pembakaran karbon padatnya.
Dengan karbonisasi juga akan menghasilkan produk akhir yang tidak berbau dan berasap.

Proses karbonisasi dilakukan melalui dua cara:

1. Proses Karbonisasi dengan pemanasan secara langsung

Proses Karbonisasi dengan pemanasan secara langsung dalam tungku Beehive yang
berbentuk kubah. Tungku Beehive merupakan tungku yang paling tua dimana batubara
dibakar pada kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat terbang saja yang akan terbakar. Jika
zat terbang terbakar habis, proses pemanasan dihentikan.Kelemahannya antara lain terdapat
produk samping berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau habis terbakar,
disamping itu produktivitas sangat rendah.

2. Karbonisasi batubara dengan pemanasan tidak langsung

Karbonisasi batubara dengan pemanasan tidak langsung atau proses distilasi kering di mana
sirkulasi udara dikontrol seminimal mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke
dalam tanur bakar yang memuat batubara. Pada suhu sekitar 375°C - 475°C, batubara
mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding.

Ketika suhu mencapai 475°C - 600°C, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa
hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas.
Pada suhu 600°C - 1100°C, proses stabilisasi kokas dimulai. Ketika lapisan plastis sudah
bertemu di tengah oven, berarti seluruh batubara telah terkarbonasi menjadi kokas,
dilanjutkan dengan proses pendinginan (quenching). Setelah kokas selesai dibuat di oven,
perlu pendinginan secepatnya supaya kokas tersebut tidak berubah jadi abu.

Cara ini selain menghasilkan kokas juga diperoleh produk samping berupa tar, amoniak, gas
methana, gas hidrogen dan gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar. sedangkan produk cair berupa tar, amoniak dan lain-lain dapat diproses lebih lanjut
untuk menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya berupa senyawa aromatik.

Dewasa ini karbon aktif yang berasal dari biomasa banyak dikembangkan para peneliti
karena bersumber dari bahan yang terbarukan dan lebih murah. Bahkan karbon aktif dapat
dibuat dari limbah biomasa seperti kulit kacang-kacangan, limbah padat pengepresan biji –
bijiaan, ampas, kulit buah dan lain sebagainya. Proses pembuatan arang aktif dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu pengaktifan secara fisika dan secara kimia. Pengaktifan secara fisika
pada dasarnya dilakukan dengan cara memanaskan bahan baku pada suhu yang cukup tinggi
(600 – 900 °C) pada kondisi miskin udara(oksigen), kemudian pada suhu tinggi tersebut
dialirkan media pengaktif seperti uap air dan CO2. Sedangkan pada pengaktifan kimiawi,
bahan baku sebelum dipanaskan dicampur dengan bahan kimia tertentu seperti KOH, NaOH,
K2CO3 dan lain sebagainya. Biasanya pengaktifan secara kimiawi tidak membutuhkan suhu
tinggi seperti pada pengaktifan secara fisis, namun diperlukan tahap pencucian setelah
diaktifkan untuk membuang sisa – sisa bahan kimia yang dipakai.
2.8 Pirolisis

Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui pemanasan tanpa atau
sedikit oksigen atau reagen lainnya, dimana material mentah akan mengalami pemecahan
struktur kimia menjadi fase gas. Biasanya terdapat tiga produk dalam proses pirolisis yakni :
gas, pyrolisis oil, dan arang yang proporsinya tergantung dari metode pyrolisis, karakteristik
biomasaa, dan parameter reaksi.

Proses pirolisis dibagi menjadi tiga fase :

1. Fase pengeringan
Pada suhu 200 C pengeringan fisik disertai produksi uap air, jika yang dimasukkan
bahan biomassa yang basah maka perlu disertakan atau dimasukkan steam (uap air
panas) ke dalam reaktor.
2. Fase pirolisis
Pirolisis terjadi pada suhu 200 – 500 C. Struktur makromolekul pecah menjadi gas,
komponen organik cair, dan karbon padat.
3. Fase evolusi gas
Evolusi gas terjadi pada suhu 500 -1200 C. Produk pirolisis diturunkan menjadi
karbon padat dan produk organik cair yang menghasilkan gas yang stabil.
Hidrokarbon yang merupakan makromolekul dipecah menjadi metana dan karbon
padat. Metana bereaksi dengan uap air dan dikonversi menjadi karbon monoksida dan
hidrogen. Begitu juga dengan karbon padat yang bereaksi dengan uap air dan
dikonversi menjadi karbon monoksida dan hidrogen.

Secara umum reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :

3(C6H10O5) C6H8O + 8 H2O + CH4 + 2 CO + 2CO2 + 7C

Hasil Pirolisis berupa tiga jenis produk yaitu padatan (charcoal/arang), gas(fuel gas),
dan cairan (bio-oil). Gas berupa karbon dioksida, karbon monoksida, dan metana.
Proses pirolisis secara umum digunakan dalam industri kimia misalnya untuk
menghasilkan arang aktif, karbon aktif, methanol, dan bahan kimia lainnya dari kayu, untuk
mengkonversi Etilena diklorida menjadi Vinil klorida untuk membuat PVC, untuk
menghasilkan kokas dari batu bara, untuk mengubah biomassa menjadi gas sintetis dan
biochar, untuk mengubah limbah plastik kembali menjadi minyak yang dapat digunakan.

2.9 Gasifikasi

Gasifikasi merupakan proses yang menggunakan panas untuk merubah


biomassa padat atau padatan berkarbon lainnya menjadi gas sintetik “seperti gas
alam“ yang mudah terbakar. Melalui proses gasifikasi, kita bisa merubah hampir
semua bahan organik padat menjadi gas bakar yang bersih, netral. Gas yang
dihasilkan pada gasifikasi disebut gas produser yang kandungannya didominasi
oleh gas CO, H2, dan CH4.
Bahan bakar yang umum digunakan pada gasifikasi adalah bahan bakar
padat, salah satunya adalah batubara. Jika ditinjau dari produk yang dihasilkan,
pengolahan batubara dengan gasifikasi lebih menguntungkan dibandingkan
pengolahan dengan pembakaran langsung. Dengan teknik gasifikasi, produk
pengolahan batubara lebih bersifat fleksibel karena dapat diarahkan menjadi bahan
bakar gas atau bahan baku industri yang tentunya memiliki nilai jual yang lebih
tinggi. Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu reaktor. Reaktor tersebut
berfungsi sebagai tungku tempat berlangsungnya proses gasifikasi dimana terjadi
kontak antara bahan bakar dengan medium penggasifikasi di dalam gasifier.
Proses Gasifikasi :

1) Pengeringan

Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas
yang diserap dari proses oksidasi. Reaksi ini erletak pada bagian atas reaktor dan
merupakan zona dengan temperature paling rendah di dalam reaktor yaitu di
bawah 150ᵒ C. Proses pengeringan ini sangat penting dilakukan agar
pengapian pada burner dapat terjadi lebih cepa dan lebih stabil.

2) Pirolisis

Pirolisis adalah proses pemecahan struktur bahan bakar dengan menggunakan


sedikit oksigen melalui pemanasan menjadi gas. Pada pirolisis, pemisahan
volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari
arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap
dari proses oksidasi. Suatu rangkaian proses fisik dan kimia terjadi selama proses
pirolisis yang dimulai secara lambat pada T 700 °C. Komposisi produk yang
tersusun merupakan fungsi temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama
pirolisis berlangsung. Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH
(polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis,
yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang.

3) Oksidasi

Untuk melakukan reaksi oksidasi (pembakaran) terdapat tiga elemen penting


yang saling mengisi satu sama lain yaitu panas,bahan bakar, dan udara. Reaksi
pembakaran sangat berkaitan dengan keberadaan ketiga elemen tersebut karena
apabila salah satu dari ketiga elemen tersebut tidak ada maka hampir dapat
dipastikan tidak akan terjadi proses pembakaran.

4) Reduksi (Gasifikasi)

Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang


disokong oleh panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang
dihasilkan pada proses ini adalah gas bakar, seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi
berikut ini merupakan empat reaksi yang umum telibat pada gasifikasi.
C + H2O → H2 + CO – 131.38 kJ/kg mol
karbon CO2 + C → 2CO – 172.58 kJ/mol
CO + H2O → CO2 + H2 – 41.98 kJ/mol
C + 2H2 → CH4 + 74.90 kJ/mol karbon

Tahapan proses gasifikasi

a. Water-gas reaction

merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus yang dapat berasal dari
bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang
berbeda, seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang
diproduksi dari penguapan air. Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction
adalah:
C + H2O -> H2 + CO – 131.38 kJ/kg mol karbon
b. Boudouard reaction
merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam gasifier
dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard
reaction adalah:

CO2 + C -> 2CO – 172.58 kJ/mol karbon


c. Shift conversion

merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus untuk memproduksi


hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan
peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbonmonoksida pada gas
produser. Reaksi ini digunakan pada pembuatan gas sintetik. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:

CO + H2O -> CO2 + H2 – 41.98 kJ/mol

d. Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi


pada methanation adalah:

C + 2H2 -> CH4 + 74.90 kJ/mol karbon

Kelebihan dan Kekurangan Energi Biomassa

1. Meminimalisir limbah organik

Seperti kita ketahui, keberadaan limbah organik semakin hari semakin menumpuk. Adapun
limbah organik yang biasa kita jumpai adalah tongkol, jerami dan lain sebagainya. Tak hanya
itu saja, limbah kota, pengolahan kayu, ranting hingga limbah kayu pun termasuk limbah
yang tidak begitu bermanfaat. Sementara jika limbah-limbah tersebut tidak diolah atau
langsung dibuang justru bisa memproduksi gas berbahaya seperti gas metana.

Sementara hasil dari pembakaran limbah berbentuk abu ini mempunyai volume sebesar 1 %
saja jika dibandingkan limbah padat. Nah, untuk itulah perlu dilakukan proses karbonasi
untuk meningkatkan kadar kalor serta meminimalisir emisi dari limbah organik melalui
pemanfaatan biomassa ini. Salah satu caranya adalah dengan membuat briket untuk bahan
bakar yang bersifat padat.

2. Mengurangi efek gas rumah kaca

Salah satu manfaat sumber dari energi biomassa adalah untuk meminimalisir efek gas rumah
kaca. Seperti kita ketahui, gas rumah kaca sampai saat ini masih menjadi momok bagi
masyarakat di seluruh dunia. Gas rumah kaca ini meliputi kandungan nitrogen oksida,
metana, karbon dioksida dan gas-gas lainnya berada di dalam atmosfer. Sehingga semakin
meningkatnya konsentrasi gas-gas tersebut maka bisa memicu peningkatan temperatur atau
suhu udara di atmosfer lebih panas. Sementara itu, ketersediaan dari biomassa atau tanaman
sendiri memicu pengurangan konsentrasi karbon dioksida. Hal inilah yang membuat
biomassa sendiri bisa mengurangi efek gas rumah kaca.

3. Meminimalisir polusi udara yang semakin meningkat

Seperti kita ketahui peningkatan kapasitas kendaraan, khususnya di Indonesia sendiri selain
memicu kepadatan lalu lintas di jalan raya sendiri bisa mengakibatkan meningkatnya polusi
udara yang bisa memicu meningkatnya penyakit paru-paru apabila terhirup oleh masyarakat
jika tidak dikendalikan dengan tepat. Namun dengan pemanfaatan biomassa justru bisa
meminimalisir terjadinya polusi udara. Sementara pembakaran biomassa sendiri pada broiler
bisa meminimalisir efek dari polusi asap sehingga penggunaannya lebih bersih dan efisien.

4. Sumber energi terbarukan

Kelebihan dari sumber energi biomassa adalah merupakan salah satu sumber energi
terbarukan. Energi biomassa berasal dari sumber-sumber seperti tanaman dan juga hewan.
Seperti yang kita ketahui tanaman dapat tumbuh berulang-ulang pada lahan yang sama tanpda
harus mengeluarkan biaya yang signifikan, sedangkan hewan dapat dibudidayakan. Bahan
baku yang selalu ada inilah yang membuat energi biomassa menjadi salah satu sumber energi
yang tidak pernah habis.

5. Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil

Selanjutnya adalah dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Bahan bakar
fosil seperti minyak bumi, batu bara dan lainnya jika terus digunakan maka jumlah
persediaannya akan semakin menipis dan terbatas. Untuk pembentukan bahan bakar fosil
sendiri dibutuhkan dalam waktu yang sangat lama, sehingga bahan bakar fosil merupakan
salah satu sumber energi yang tidak bisa diperbarui. Hadirnya energi alternatif biomassa
sangat berguna untuk mengurangi ketergantungan dari bahan bakar fosil.

Meskipun memiliki beberapa keutungan, akan tetapi energi biomassa juga memiliki beberapa
kelemahan, antara lain:

1.Sumber terbatas

Meskipun salah satu sumber energi terbarukan, akan tetapi untuk mendapatkan bahan energi
ini dibilang sangatlah sulit. Karena tanaman tertentu yang digunakan untuk pembuatan energi
ini tidak semua dapat tumbuh dalam setiap tahunnya.

2. Mahal

Selain terbatas, energi biomassa juga sangat mahal untuk diproduksi. Hal ini dikarenakan
dibutuhkan banyak sumber daya untuk mengubah bahan baku menjadi sumber energi yang
dapat digunakan. jika dihitung-hitung, biaya produksi energi biomassa sangatlah mahal jika
dibandingkan dengan biaya produksi bahan bakar fosil. Akan tetapi saat ini sudah ada
beberapa riset yang mencoba untuk menekan biaya dari pembuatan energi ini.
Pengembangan Sumberdaya Biomassa di Indonesia

Potensi sumber daya biomassa di Indonesia salah satu yang terbesar dibandingkan
negara lain, menurut laman Kementerian ESDM, potensinya apabila dikembangkan adalah 50
Giga Watt (GW). Selain itu, data dari (ZREU,2000) menyebutkan bahwa Indonesia
memproduksi 146,7 Juta ton atau setara 470 Giga Joule (GJ)biomassa per tahun yang mana
sumber utamanya berasal dari residu pertanian yaitu sebesar 150 GJ per tahun dan karet kayu
120 GJ per tahun. Berikut adalah sebaran potensi biomassa di Indonesia.

Untuk meggenjot pangsa pasar energi biomassa yang dalam hal ini ditujukan dengan
membangun Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), pemerintah dalam hal ini
Kementerian ESDM telah mengeluarkan peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Pembangkit
Listrik Tenaga Biogas oleh PT PLN (Persero).

Dalam peraturan tersebut yaitu pasal 23, disebutkan bahwa harga jual listrik kepada
PLN untuk tegangan menengah yaitu Rp. 1.150,00/kWh dan tegangan rendah yaitu Rp.
1.500,00/kWh. Peraturan ini juga menjadi angin segar bagi para investor jika ingin
membangun PLTBm di Indonesia. Hal itu yang disampaikan Dirjen Energi Baru Terbarukan
Konversi Energi Kementerian ESDM, Rida Mulyana seperti dilansir tribunnews.com

Saat ini, pembangunan PLTBm pertama kali dilakukan di Gorontalo seperti dikutip
dari bisnis.liputan6.com pada 21 Juli 2014. PLTBm tersebut dinamai PLTBm Pulubala yang
menurut Dahlan Iskan diharapkan bisa menjadi PLTBm percontohan dan akan mendorong
daerah-daerah lain untuk membangun PLTBm. Sumber utama PLTBm ini adalah dengan
memanfaatkan potensi tongkol jagung yang melimpah di Provinsi Gorontalo.

Selain di Gorontalo, pembangunan PLTBm di Indonesia mulai menjamur di beberapa


daerah seperti di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kapasitas dari pembangunan
PLTBm tersebut memiliki kapasitas sebesar 10 MW dan juga dipadukan degan Pembangkit
Listrik Energi Terbarukan Biogas (PLTBg). Adapun bahan baku dari PLTBm ini berasal dari
bahan bakar kayu.

Bergeser dari Kalimantan, di ibu kota Jakarta juga tak mau kalah. Anak perusahaan PT
PLN (persero) PT Indonesia Power berencana membangun pembangkit listrik tenaga
biomassa (PLTBm) di Marunda untuk dapat memanfaatkan sampah yang ada di Jakarta Utara
menjadi energi listrik.

Di Provinsi Bali, PT Charta Putra Indonesia berencana menggarap proyek PLTBm


dengan memanfaatkan bahan baku berasal dari bambu. Adapun Proyek PLTBm ini nantinya
akan berkapasitas sekitar 700 KW dengan investasi sebesar 300 Juta Dollar Amerika.
Diharapkan PLTBm ini dapat beroperasi pada 2018 dan dapat mengaliri tiga desa.

Selain dari daerah di atas, saat ini pengembangan dari PLTBm juga tersebar di
beberapa wilayah seperti PLTBm di Tanjung Batu, Kepulauan Riau, PLTBm Tempilang di
Bangka Belitung yang saat ini dalam proses kontruksi. Tak ketinggalan, di wilayah timur yaitu
rencana PLTBm Sidarap di Sulawesi Selatan, PLTBm Bondohuka di NTT, PLTBM Piru di
Maluku dan PLTBm Merauke di Papua.

Pengembangan Energi Biomassa di Dunia

Sumber biomassa terbesar di Brazil adalah tanaman tebu dan residu hasil hutan.
Industri gula di Brazil sudah ada sejak negara tersebut dibentuk. Berawal dari produksi secara
tradisional dan berkembang sejak tahun 1930, ketika Getúlio Vargas, presiden Brazil saat itu,
membentuk The Sugar and Alcohol Institute (IAA). Namun, perubahan drastis terjadi ketika
Pemerintah Brazil menetapkan Proálcool (Program Alkohol Nasional) pada tahun 1970-an
dan selanjutnya industri gula disana berkembang secara masif.
Saat ini, Brazil adalah produsen tebu terbesar di dunia yang menyuplai 25% produksi
tebu dunia, 13,5% produksi gula dunia dan 55% produksi ethanol dunia. Penanaman tebu
mencapai 5 juta ha. Produksi tebu mencapai 340 juta, 25  juta gula dan lebih dari 14 miliar
liter ethanol. Sedangkan, industri ethanol sendiri telah menyediakan Bahan Bakar Nabati
(BBN) untuk 4 juta kendaraan. Industri gula dan ethanol telah menghasilkan 12 miliar dollar
atau setara 156 triliun rupiah dan menciptakan 600.000 jenis aktivitas pekerjaan yang terkait.
Hampir seluruh penanaman tebu disana didedikasikan untuk produksi ethanol.

Ethanol sebagai Bahan Bakar

Khusus untuk ethanol, sebagai bahan bakar kendaraan, kualitasnya jauh lebih baik
dari bahan bakar konvensional atau fosil. Ethanol memiliki oxygen content tinggi, tingkat
pembakaran sempurna, meningkatkan peforma mesin dan mengurangi emisi karbon. 
Berdasar pada Brazilian Development Bank  and Centre for Strategic Studies and
Management Science, Technology and Innovation (BNDES), penggunaan bioethanol di
Brazil dimulai sejak 1931. Dengan tujuan mengurangi konsumsi BBM dengan pemanfaatan
diversifikasi produk gula.

Dimulai dari pencampuran ethanol 5% pada bahan bakar fosil, selanjutnya Proálcool
menetapkan konsumsi untuk 3 miliar liter bioethanol dan memberikan insentif untuk
pengembangan produksi dan konsumsi bioethanol di Brazil.

Perkembangan program yang baik diikuti pula beberapa inovasi seperti


kehadiran flex vehicles (kendaraan berbahan bakar campuran ethanol dan atau bahan bakar
fosil). Teknologi ini diterima sangat luar biasa oleh masyarakat di Brazil dan
menstimulasi industri fuel ethanol untuk berkembang pesat. Puncak perkembangan terlihat
pada tahun 2009 saja, dimana industri gula di Brazil berhasil memproduksi 25 juta
m3 ethanol.

Dapat diartikan rasio nilai energi dari ethanol dan surplus ampas tebu adalah 9 kali
lebih besar dari input energi fosil, apabila ethanol, surplus ampas tebu ditambahkan dengan
surplus listrik maka nilai energi dari pengolahan ethanol dan produk samping adalah 9,3 kali
lebih besar dari yang dihasilkan oleh input energi fosil.
BAB III KESIMPULAN

Biomassa adalah material yang berasal dari organisme hidup yang meliputi tumbuh-
tumbuhan, hewan dan produk samping lainnya seperti sampah kebun, hasil panen dan lain
sebagainya. Untuk mendapatkan energi biomassa dapat diperoleh dengan teknologi konversi
Liquifikasi, Karbonisasi, Gasifikasi, Biobriket, Biokimia, dan Pirolisa. Energi biomassa
memiliki kekurangan dan kelebihan. Namun demikian, energi biomassa sudah banyak
diaplikasikan di Indonesia maupun di dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Energy Efficiency & Renewable Energy. “ BioenergizeME Virtual Science Fair : Biomass
History A Timeline. https://www.energy.gof/eere/bioenergy/bioenergizeme-virtual-scieence-
vair-biomass-history-timeline. [Diakses pada tanggal 4 Oktober 2018, pukul 19.05].
Setiawan, Rakhmat. “Fakta Mengagumkan Tentang Energi Biomassa!”.
https://www.kompasiana.com/cakmat/. [Diakses pada tanggal 4 Oktober 2018, pukul
19.00].
https://www.academia.edu/23891050/BAB_II_TINJAUAN_PUSTAKA_II.1_Dasar_Teori_II
.1.1_Biobriket
http://eprints.polsri.ac.id/918/3/BAB%20II.pdf
Purnamasari, Indah. nd. “Pirolisis”. https://www.academia.edu. Diakses 4 Oktober 2018.
Sitorus, Hyuga. 2015. “Karbonisasi”. https://tulussitorus.blogspot.com. Diakses 4 Oktober
2018.
Wikipedia. 2018. “Karbon Aktif”. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Karbon_aktif. Diakses 4
Oktober 2018.
Hidayat Aril, 5 Januari 2018 “Perkembangan Industri Gula di Brazil”
http://enero.co.id/pengembangan-dan-energy-balance-ethanol-di-brazil/ Di kutip pada 4
Oktober 2018
Fadhilah Alfin,29 Agustus 2017 ”Mengupas Perkembangan Energi Biomassa di Indonesia”
https://medium.com/@alfinfadhilah/mengupas-perkembangan-energi-biomassa-di-indonesia-
e8a9cf4cb7fc Di kutip pada 4 Oktober 2018
Zuuber P., van de Vooren J., 2008: Sugarcane Ethanol, contributions to climate change
mitigation and environment, Wageningen Academic Publishers
Meeyer J., Rein P., Turner P., Mahtias K., 2013: Good Management Practices for the Cane
Sugar Industry, Verlag Dr. Albert Bartens KG

Anda mungkin juga menyukai