Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam


hal mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya
disebabkan oleh kehilangan cairan (hipovolemik), Karena kegagalan pompa atau
karena perubahan resistensi vaskuler perifer.

Renjatan hipovolemik adalah diagnosa klinis yang terjadi karena berbagai


sebab. Renjatan merupakan kegawatan medic dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi (>20%) yang membutuhkan penanganan segera. Kelambatan
penanganan dapat menyebabkan kematian atau terjadinya gejala sisa.

Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkuranagnya volume darah


intravaskuler . jenis renjatan ini yang paling banyak dijumpai dan merupakan
penyebab kematian terbanyak terutama pada anak. Diseluruh dunia terdapat 6-20
juta kematian tiap tahun, meskipun penyebab nya berbeda-beda tiap negara. Di
negara berkembang penyebab utama hipovolemik adalah diare akut dan demam
berdarah dengue, sedang di negara maju penyebab terbanyak hipovolemik adalah
perdarahan akibat trauma

Kehilagan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel


sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi
penurunan hantaran oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan,
selain terjadi penurunan cardiac output juga terjadi pengurangan haemoglobin,
sehingga transport dari oksigen ke jaringan makin berkurang.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi syok

Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik


dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul
akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang
massif, trauma atau luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas
atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol
(syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat
respon imun (syok anafilaktik).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan
akibat gangguan mekanisme homeostasis.

2.2 Penyebab terjadinya syok

Adapun macam-macam penyebab terjadinya syok adalah :

Tabel 2.1 Penyebab syok

Jenis Syok Penyebab


Hipovolemik 1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare,
muntah, obstruksi usus dan lain-lain

Kardiogenik 1. Aritmia
 Bradikardi / takikardi

2
2. Gangguan fungsi miokard
 Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
 Penyakit jantung arteriosklerotik
 Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
 Regurgitasi mitral/aorta
 Rupture septum interventrikular
 Aneurisma ventrikel massif
 Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium
kiri/thrombus

Obstruktif Tension Pneumothorax


Tamponade jantung
Emboli Paru
Septik 1.Infeksi bakteri gram negative,
misalnya:
eschericia coli, klibselia pneumonia, enterobacter,
serratia,proteus,danprovidential.
2. Kokus gram positif,
misal:
stafilokokus, enterokokus, dan streptokokus
Neurogenik  Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang
belakang dan spinal syok (trauma
medulla spinalis dengan quadriflegia atau para
flegia)
 Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,
misal nyeri hebat

3
 Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya
penggunaan obat anestesi
 Rangsangan parasimpatis pada jantung yang
menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal
ini terjadi pada orang yang pingan mendadak
akibat gangguan emosional

Anafilaksis  Antibiotic
Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin,
ampoterisin B
 Biologis
Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan
gamma globulin
 Makanan
Telur, susu, dan udang/kepiting
 Lain-lain
Gigitan binatang, anestesi local

2.3 Distribusi Cairan Tubuh

Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk hidup yang
memiliki fungsi tertentu. Kelebihan cairan tubuh dikeluarkan melalui urin sedangkan
kehilangan cairan tubuh menyebabkan kehausan sampai dehidrasi.

Fungsi utama cairan tubuh :

 Transport zat-zat gizi ke dalam sel dan pembuangan sisa hasil metabolisme
dari dalam sel

4
 Menjadi media tempat berlangsungnya reaksi kimia, termasuk seluruh
metabolisme seluler

 Sebagai pelarut untuk elektrolit dan zat terlarut lainnya

 Membantu memelihara subu tubuh dan fungsi ekskresi

 Transport enzim, hormol, sel darah dan substansi lain

Intake cairan tubuh manusia didapatkan dari makanan, minuman, maupun hasil
oksidasi makanan, sedangkan output melalui insensible water loss (kulit, paru-paru),
keringat, feses, dan urine.

Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama : cairan


ekstraseluler dan cairan intraseluler, kemudian cairan ekstraseluler dibagi menjadi
cairan intertisial dan plasma.

Ada juga kompartemen cairan yang kecil disebut juga cairan transeluler.
Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga synovial, peritoneum, pericardial dan
intraocular juga cairan cerebrospinal. Cairan transeluler seluruhnya berjumlah 1
sampai 2 liter. Pada orang normal dengan berat 70 kilogram total cairan tubuh rata –
ratanya sekitar 60 % berat badan, atau sekitar 42 liter

Sekitar 28 liter dari 42 liter cairan tubuh berada dalam 75 triliun sel dan
keseluruhannya disebut cairan intraseluler, jadi cairan intraseluler merupakan 40 %
dari berat badan.

Seluruh cairan di luar sel disebut cairan ekstraseluler. Cairan ini merupakan 20 %
dari berat badan. Dua kompartemen terbesar dari cairan ekstraseluler adalah cairan
intertisial yang merupakan tigaperempat dari cairan ekstaseluler, dan plasma yang
merupakan seperempat cairan ekstraseluler.

5
2.4 Fisiologi jantung

Cardiac output merupakan volume darah yang dipompa oleh jantung dalam
satu menit, dan dapat ditentukan dengan mengkalikan frenkuensi denyut jantung dan
volume sekuncup. Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompa dalam
satu kali kontraksi jantung yang ditentukan oleh preload, kontraktilitas miokard, dan
after load.

Preload merupakan volume darah vena yang kembali ke jantung yang dipengaruhi
oleh kapasitas vena, status volume, dan perbedaan antara rata – rata tekanan vena
sistemik dan tekanan atrium kanan. Diperkirakan bahwa 70% total darah dalam tubuh
berada pada pembuluh darah vena. Tekanan pada vena dan volume darah pada vena
saling berhubungan, apabila volume darah berkurang makan tekanan vena juga akan
berkurang dan mengakibatkan aliran darah balik ke jantung juga berkurang.

Volume aliran darah balik vena ke jantung menentukan panjang myocardial muscle
fiber pada waktu pengisian ventrikel saat fase end diastolic. Panjang muscle fiber
akan mempengarhi kontraktilitasnya. After load merupakan tahanan perifer.

2.5 Fisiologi Hemostasis

Bila pembuluh darah luka, trombosit teraktivasi oleh karena terpajan oleh
kolagen subendotel, hal ini diakibatkan karena pada trombosit terdapat reseptor
glikoprotein 1b. Terjadi adhesi trombosit yangjuga bergantung pada factor protein
plasma, factor vonWillebrand, adhesi trombosit merupakan peningkatan kelekatan
trombosit satu sama lain dan juga dengan jaringan endotel, sehingga timbul suatu
sumbat hemostatik primer atau inisial. Proses adhesi trombosit akah diikuti oleh
agregasi trombosit, proses agregasi ini terjadi oleh karena terjadi kontak permukaan
dan pembebasan ADP dan kalsium dari trombosit lain yang melekat ke permukaan
endotel. Hal ini disebut juga gelombang agregasi primer. Makin banyaknya trombosit
yang terlibat, makin banyak ADP dan kalsium yang dilepas sehingga terjadi
gelombang agregasi sekunder disertai rekruitmen trombosit yang lebih banyak.

6
Proses agregasi berkaitan dengan perubahan bentuk
trombosit dari discoid menjadi bulat oleh karena
kontraksi dari mikrotubulus. Pengikatan ADP yang
dibebaskan oleh trombosit aktif ke membrane
trombosit akan mengaktifkan enzim fosfolipase, enzim
fosfolipase menghidrolisis fosfolipid menjadi asam
arakidonat. Asam arakidonat merupakan prekusor
mediator baik pada agregasi maupun inhibisi agregasi
pada jalur prostaglandin.

Pada jalur prostaglandin, asam arakidonat oleh enzim


cycloxigenase diubah menjadi endoperoksida siklik
(PGG2, PGH2), dari endoperoksidase siklik ini dihasilkan tromboxan A2 yang
merupakan vasokontriktor kuat. Tromboxan A2 yang aktif namun tidak stabil akan
mengalami penguraian menjadi tromboxan B2 yang inaktif namun stabil.

Selama proses adhesi dan agregasi dari trombosit, factor 3 ( tissue tromboplastin )
akan meningkatkan koagulasi dan pembentukan sumbat hemostatic sekunder yang
stabil.

Jalur Koagulasi

Jalur koagulasi instrinsik dimulai dari factor 12 ( factor Hageman) terkaktivasi oleh
karena kontak dengan kolagen dan konstituen dinding pembuluh darah subendotel.
Factor 12 yang aktif dengan kofaktor HMWK (factor Fitzgerald) akan mengubah
prakalikrein ( factor Fletcher ) menjadi Kalikrein, Kalikrein berfungsi untuk
mengaktifkan lebih banyak factor 12. Faktor 12 yang aktif dengan kofaktor HMWK
mengubah faktor 11 menjadi faktor 11 aktif. Faktor 11 yang aktif akan mengaktifkan
faktor 9 dengan membutuhkan ion kalsium. Faktor 9 aktif dan faktor 3 akan bereaksi
dengan faktor 8 membutuhkan ion kalsium dan PF3 untuk menghasilkan kompleks
aktivator 10 ( faktor 10 aktif ). Faktor 11 dengan fosfolipid dapat juga mengaktivasi
faktor 10.
7
Jalur bersama merupakan jalur ekstrinsik dan instrinsik bersama – sama
mengaktifkan protein plasma prothrombin II menjadi thrombin II aktif. Dengan
aktifnya faktor 10 memicu berakhirnya fase koagulasi. Faktor 10 yang aktif
bergabung dengan prothrombin dengan mmbutuhkan ion kalsium, faktor 5, dan PF3
mengubah prothrombin menjadi thrombin, thrombin selain dirubah ke fibrinogen,
mengaktivasi faktor 12. Faktor 12 dan fibrinogen membentuk fibrinopeptida, lalu
membentuk fibrin polimer yang stabil, fibrin polimer yang stabil bergabung dengan
sumbat trombosit menjadi sumbat hemostatic.

8
Mengenali berbagai macam jenis dari syok :

Infromasi Hipovolemik Kardiogenik Neurogenik Septik


Diagnostik (Hyperdynam
ic State)
Gejala Pucat; kulit Kulit basah, Kulit hangat, Demam, kulit
dan dingin, dingin; taki- denyut jantung teraba hangat,
tanda Basah; dan normal/rendah, takikardi,
takikardi; bradiaritmia; normo/oliguri, oliguri,
Oliguri, oliguri; hipotensi, hipotensi,
hipotensi; hipotensi; penurunan penurunan
peningkatan peningkatan resistensi perifer resistensi
resistensi resistensi perifer.
perifer perifer
Data Hematokrit Enzim jantung, Normal Hitung
laboratorium rendah ( fase EKG neutrofil,
akhir) pengecatan
gram, kultur

2.5 Patofisiologi syok secara umum

Faktor-faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.


b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan
kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan,
sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali
ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil,
yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer

9
meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan
pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan
pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah
akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran
darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.

Gambar2.1 Patofisiologi Syok

10
Gambar 2.3 Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan perkembangan
syok.

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh
tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).

Fase1 : kompensasi

Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui
mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah
dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan
darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat
peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit).

11
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer
dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan
sekresi vasopressin dan renin – angiotensin – aldosteron yang akan
mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan
dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.

Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah


jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan
dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga
metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic
menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya yang berakhir
dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam
karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons


terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya
mekanisme energy dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas
membrane sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang
dapast berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya aliran darah dan kerusakan
reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat memperburuk keadaan syok
dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos disertai tendensi
perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin,


serotonin, sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1),
xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets
agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal
pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok yang berlanjut justru

12
dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali
kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi
miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah,


tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled,
capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah
cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible

Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus


berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi
organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di
jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian
tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system sirkulasi
dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur,
nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan
tanda-tanda kegagalan system organ lain.

2.6 Diagnosis

Shock adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya.


Diagnosis bandingnya hanya terhadap penyebab dari syok. Diagnosis syok pada
stadium dini sangat penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering
kali hal ini tidak mudah. Karena itu sangat penting adalah kewaspadaan terhadap
kemungkinan terjadinya shock pada penderita dengan resiko tinggi. Pada
penderita pada resiko tersebut kita lakukan pemantauan yang lebih ketat sehingga
dapat dilakukan tindakan yang lebih dini bila terdapat tanda-tanda syok.

Diagnosis syok pada anak dan bayi kadang-kadang sulit, tanda-tanda


shock berat dengan gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba,
13
akral dingin dan sianosis mudah dikenali, tapi pada stok fase kompensasi dimana
tekanan darah sentral masih dapat dipertahankan, seringkali diagnsosi renjatan
syok sulit ditegakkan. Pengambilan anamnesa yang baik dan benar sangat
penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan, seperti adanya
muntah dan diare akan mengarahkan kita pada syok hipovolemik, trauma atau
pasca operasi kemungkinan menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena
perdarahan.

Manifestasi klinis tergantung pada:

 Penyakit primer penyebab shock


 Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang
 Lama nya syok serta kerusakan jaringan yang terjadi
 Tipe dan stadium renjatan

2.7 SYOK HIPOVOLEMIK

Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok


hipovolemik berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume
intravaskuler. Di Indonesia shock hipovolemik paling sering disebabkan oleh
gastroenteritis dan dehidrasi, syok perdarahan, dan syok karena kehilangan
plasma darah.

2.7.1 Patofisiologi

Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun


secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan
respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-
organ vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada
volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah dan system pompa jantung.
Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok.
Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
melalui:
14
1. Baroreseptor

Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh


darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap
baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke
pusat juga berkurang sehingga akan terjadi:

 Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre


 Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor

Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia.
Baroreseptor ini terdapat di sinus karotis, arkus aorta, atrium kiri dan kanan,
ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotis merupakan
baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan darah.

2. Kemoreseptor

Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun


sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila
terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini
adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.

3. Cerebral ischemic reseptor

Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi
sympathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari
pada reseptor-reseptor perifer .

4. Reseptor humoral

Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormone-


hormon stress seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormone
yang mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari
hormone ini adalah terjadinya takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemi.

15
Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah perifer dan preload,
isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh hipofisee posteriosr juga
meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.

5. Retensi air dan garam oleh ginjal

Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh
apparatus yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I.
angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang
mempunyai sifat vasokonstriktor kuat, merangsang pengeluaran aldosteron
sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan
sekresi vasopressin.

6. Autotransfusi

Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam tubuh untuk mempertahankan


agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat
keseimbangan antara jumlah cairan intravascular yang keluar ke ekstravaskular
atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara tekanan hidrostatik
intravascular akan menurun makan akan terjadi aliran cairan dari ekstra ke
intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini tergantung
dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka
proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.

Akibat dari semua ini maka akan terjadi vasokonstriksi yang luas, vasokonstriksi
yang paling kuat terjadi pada pembuluh darah skeletal, splancnic dan kulit,
sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi,
nahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat sebagai usaha kompensasi
tubuh utuk meningkatkan respon katekolamin pada syok. Vasokonstriksi ini
menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi dingin dan kulit menjadi pucat.

Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan meningkat pada
fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi bila proses berlanjut ini tidak
16
dapat dipertahankan dan tekanan darah akan semakin menurun sampai tidak
teratur. Hal ini menyebabkan Iskemia jaringan yang menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerobic dan terjadi asidosis metabolic. Hipovolemia
menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga keseimbangan pertukaran
O2 dan CO2 kedalam pembuluh darah lama dan akibatnya terjadi perbedaan
yang besar antara tekanan O2 dan CO2 arteri dan vena.

Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme


menjadi metabolisme anaerobic yang tidak efektif dan hanya menghasilkan 2
ATP dari setiap molekul glukosa. Pada metabolisme aerobik dengan oksigen dan
nutrisi yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa akan menghasilkan 36
ATP. Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi penumpukan asam laktat
dan pada khirnya metabolisme tidak akan mampu lagi menyediakan energi yang
cukup untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan pompa ionic
dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi
akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya
terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan organ
multiple dan renjatan yang ireversibel.

Respon dini terhadap kehilangan darah adalah terjadinya vasokontriksi pada


kulit, otot, dan organ visceral untuk mencukupi aliran darah ke ginjal, jantung
dan otak. Respon yang sering terjadi oleh karena berkurangnya volume darah
adalah peningkatan detak jantung untuk menjaga cardiac output. Pelepasan
katekolamine endogen meningkatkan tahanan perifer, yang akan meningkatkan
tekanan diastolic dan menurunkan pulse pressure, namun hanya sedikit
meningkatkan perfusi organ. Hormon – hormon vasoaktif lainnya juga
dilepaskan saat terjadi syok, antara lain histamine, bradykinin, beta- endorphins,
cascade prostanoid dan cytokines. Hormon – hormon ini memberikan efek pada
mikrosirkulasi dan permeabilitas vaskuler.

17
Aliran darah balik vena pada tahap awal syok masih dapat dipertahankan oleh
karena terjadi konstriksi pada vena – vena sehingga volume vena masih
mencukupi namun tidak merubah pada rata – rata tekanan vena sistemik. Hal
yang paling efektif yang dapat dilakukan untuk mengembalikan cardiac output
yang adekuat dan perfusi organ, adalah mengembalikan aliran darah balik vena,
dan menutup sumber perdarahan, dan mengembalikan volume darah.

2.7.2 Manifestasi klinis

Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah


cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan
stadium renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase
yaitu fase kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.

Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik

Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi Ireversible


Blood loss Sampai 25 25 – 40 > 40
(%)
Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia
Tekanan Normal Normal/menurun Tidak terukur
Sistolik
Nadi/volume Normal/menurun Menurun + Menurun ++
Capillary Normal / 3-5 detik Meningkat > 5 Meningkat ++
refill detik
Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly
pale
Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing
respiration
Kesadaran Gelisah Lethargi bereaksi Reaksi -/ hanya
terhadap nyeri

18
2.7.3 Diagnosis

Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan


cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang
interstitial seperti pada demam berdarah dengue atau sepsis.

Pasien dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunnjukkan


tanda gangguan perfusi seperti refill kapiler yang menurun, akral, dingin, dan
penurunan status mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada anak
dehidrasi. Tekanan darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari
30%. Pada syok akibat perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan
darah lebih dari 40% volume.

Tabel 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita

19
Pemeriksaan labaratorium

 Hemoglobin dan hematokrit


Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih
tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan
tubuh seperti pada DF atau diare dengan dehidrasi akatn terjadi
haemokonsentrasi.
 Urin
Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria
 Pemeriksaan BGA
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus
maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2
dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan
vena.
 Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita
dengan asidosis
 Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada
renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
 Pemeriksaan faal hemostasis
 Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

20
2.7.4 Penatalaksanaan

1. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2 100%), kalau perlu dapat diberikan
ventilator support.

2. Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonic digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume
vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya ke dalam
ruang intertisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan
pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCl fisiologis
meruapakan cairan pengganti yang baik namun cairan ini memiliki potensi
untuk terjadinya acidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah
apabila fungsi ginjal kurang baik.

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diperkirakan
pada evaluasi awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume
kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap milliliter darah
yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan restitusi
volume plasma yang hilang kedalam ruang intertisial dan intraseluler. Namun
lebih penting untuk menilai respon penderita pada resusitasi cairan dan bukti
perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai, misalnya urine output,
tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan
yang diperlukan untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh
melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan
perlu mencari sumber perdarahan yang tidak diketahui atau penyebab lain
syoknya.

21
2.7.5 Keputusan terapeutis berdasarkan respon kepada resusitasi cairan awal

A. Respon cepat
Penderita kelompok ini cepat memberi respon kepada bolus cairan awal dan
tetap hemodinamis normal kalau bolus cairan awal selesai dan ciran kemudian
diperlambat sampai kecepatan maintenance. Penderita seperti ini biasanya
kehilangan volum darah minimum ( kurang dari 20%). Untuk kelompok ini
tidak ada indikasi bolus cairan tambahan atau pemberian darah lebih lanjut.
Jenis darahnya dan corssmatch nya harus tetap dikerjakan. Konsultasi dan
evaluasi pembedahan diperlukan selama penilaian dan terapi awal, karena
intervensi operatif mungkinmasih diperlukan.

B. Respon Sementara (transient)


Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun
bila tetesan diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali karena
kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup.
Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini adalah antara 20-40% volume
darah. Pemberian cairan pada keoompok ini harus diteruskan, demikian pula
pemberian darah. Respon terhadap pemberian darah menentukan penerita
mana yang memerlukan operasi segera.

Respon cepat Respon Tanpa respon


sementara

Tanda vital Kembali ke Perbaikan Tetap abnormal


normal sementara. Tensi
dan nadi kembali
turun

Dugaan Minimal ( 10%- Sedang, masih Berat (>40%)


kehilangan darah 20%) ada (20-40%)

Kebutuhan Sedikit Banyak Banyak


kristaloid

22
Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera

Persiapan darah Type specific dan Type specific Emergensi


crossmatch

Operasi Mungkin Sangat mungkin Hampir pasti

Kehadiran dini Perlu Perlu Perlu


ahli bedah

C. Respon minimal atau tanpa respon


Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, ini
menandakan perlunya operasi sangat segera. Walaupun sangat jarang, namun
harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non hemorrhagic seperti
tamponade jantung atau kontusio myocard. Kemungkinan adanya syok non
hemorrhagic harus selalu diingat pada kelompok ini. Pemasangan CVP atau
Echocardiografi emergency dapat membantu membedakan kedua kelompok
ini.

VII. Tranfusi darah


Pemberian darah tergantung respon penderita terhadap oemberian cairan
seperti diterangkan sebelumnya

A. Pemberian darah Packed Red Cell vs Darah Biasa


Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell. Untuk mendapatkan
hasil maksimal dari darah, bank darah berusaha untuk pemberian terapi
komponen darah (packed cell, trombosit, fresh frozen plasma, dll). Tujuan
utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut
oksigen dari volume darah. Perbaikan volume darah dapat dicapai dengan
pemberian kristaloid, dengan keuntungan tambahan bahwa volume
interseluler dan intraseluler terkoreksi.

B. Darah Crossmatch, jenis specific dan tipe O


23
1. Yang lebih baik adalah darah yang sepenuhnya Matched. Namun
crossmatching lengkap memerlukan waktu sekitar 1 jam dihampir
semua bank darah. Untuk penderoita yang cepat menjadi stabil, harus
dicari darah yamng crossmatched dan harus tersedia untuk transfuse
bila diperlukan.
2. Jenis darah specific dapat disediakan oleh hamper seluruh bank darah
dalam 10 menit waktu. Darah ini sesuai dengan jenis darah ABO dan
RH, tetapi masih bias juga terdapat ketidaksesuaian antibody lain.
Darah tipe specific dipilih untuk penderita yang reesponnya sementara
atau singkat seperti diuraikandi seksi sebelumnya. Walaupun darah
tipe specific diperlukan, bank darahnya tetap harus menyesuaikan
crossmatching.
3. Bila darah tipe specific tidak ada, maka packed sell tipe O dianjurkan
untuk penderita dengan pendarahan xsanguianting. Untuk menghindari
sensitisasi dan komplikasi di kemudian hari, RH (-) lebih disujkai
untuk wanita usia subur. Untuk kehiolangan darah dengan terancam
jiwa, lebih disukai pengguna darah tipe specific yang tidak dilakukan
matching. Daripada tipe O, kecuali bilamana beberapa penderita tidak
dikenal sekaligus sedang mengalami perdarahan, dan risiko cukup
besar untuk salah memberikan darah.

2.7.6 Komplikasi

- Gagal ginjal akut


- ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)
- Depresi miokard-gagal jantung
- Gangguan koagulasi/pembekuan
- SSP dan Organ lain
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif
terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.
- Renjatan ireversibel.
24
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
2. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing; 2009
3. Longo DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th edition. USA:
The McGraw-Hill Companies; 2012
4. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta:
PT Indeks: 2010
5. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2010
6. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anesthesia. 5th edition. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2006
7. Rull G. Resuscitation in Hypovolaemic Shock. Available online at:
http://patient.co.uk. Assessed June 9th 2013
8. American College of Surgeons Committee on Trauma. ATLS 9th edition; 2012;
pg 64 – 75
9. Sacher RA, Mc Pherson RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: EGC: 2004

25

Anda mungkin juga menyukai