Anda di halaman 1dari 28

9

Laporan pendahuluan

A. Konsep pemenuhan kebutuhan

1. Pengertian

Congestive Heart Failure sering disebut gagal jantung kongestif,

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup

untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Gagal jantung

merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban

(overload) cairan dan perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya

gagal jantung kongestif meliputi gangguan kontraktilitas jantung

(disfungsi sistolik) atau pengisian jantung (diastole) sehingga curah

jantung lebih rendah dari nilai normal. Curah jantung yang rendah dapat

memunculkan mekanisme kompensasi yang mengakibatkan peningkatan

beban kerja jantung dan pada akhirnya terjadi resistensi pengisian jantung.

(Smeltzer, 2013)

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan

patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan

jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau

hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan

pengisian. (Muttaqin,2009).

Congestive Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan

akan oksigen dan nutrisi (Kasron, 2016).


10

2. Etiologi

Pada Congestive Heart Failure, jantung tidak mampu memompa

darah dalam jumlah cukup untuk menjaga lancarnya sirkulasi. Akibatnya

terjadi penumpukan darah dan tekanan ekstra dapat menyebabkan

akumulasi cairan ke dalam paru-paru. Gagal jantung terutama berkaitan

dengan masalah-masalah pemompaan otot jantung di bilik jantung, yang

mungkin disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti infraktus otot jantung

(serangan jantung), endocarditis (infeksi pada jantung), hipertensi (tekanan

darah tinggi), atau valvular insufficiency. Jika penyakit mempengaruhi

jantung sebelah kiri, darah akan kembali ke paru-paru. Jika penyakit

mempengaruhi jantung sebelah kanan, sirkulasi sistemik dapat kelebihan

beban. Ketika gagal jantung menjadi signifikan, sistem sirkulasi

keseluruhan dapat terpengaruh.

Menurut Kasron (2016), ada beberapa penyebab dari gagal jantung

diantaranya:

a. Kelainan Otot Jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang

mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis

koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau infalamasi.

b. Aterosklerosis Koroner

Aterosklerosis Koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung karena

terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan


11

asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium

(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

Peradangan dan penyakit otot jantung degeneratif, berhubungan

dengan gagal jantug karena kondisi yang secara langsung merusak

serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

c. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal

Meningkatnya beban kerja jantung dan pada akhirnya mengakibatkan

hipertrophi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard)

dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan

meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak

jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal,

dan akhirnya akan terjadi CHF.

d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif

Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara

langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas

menurun.

e. Penyakit Jantung Lain.

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme

yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk

jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk

mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau

stenosis katup AV), peningkatan mendadak afterload akibat


12

meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi malignan) dapat

menyebabkan CHF meskupun tidak ada hipertrofi miokardial.

f. Faktor Sistemik

Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan

beratnya CHF meningkatnya laju metabolisme, demam, tirotoksikosis,

hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk

memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga

dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik

atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan

kontraktilitas jantung. Disritmia jantung juga dapat terjadi dengan

sendirinya atau secara sekunder akibat CHF menurunkan efisiensi

keseluruhan fungsi jantung.

Penyebab gagal jantung menurut Wijaya & Putri (2013)

a. Meningkatkan preload: regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel

b. Meningkatkan afterload: stenosis aorta, hypertensi sistemik

c. Menurunkan kontraktilitas ventrikel: IMA, kardiomiopati

d. Gangguan pengisian ventrikel: stenosis katup antrioventrikuler,

perikarditif konstriktif, tamponade jantung

e. Gangguan sirkulasi: aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang

melalui respon mekanis

f. Infeksi sistemik atau infeksi paru: respon tubuh terhadap infeksi akan

memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme

yang meningkat
13

g. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi

terhadap ejaksi ventrikel kanan.

3. Manifestasi klinis

Menurut Kasron (2016), respon tubuh terhadap perubahan yang di

alami saat terjadinya gagal jantung terbagi atas dua kategori diantaranya:

a. Gagal jantung kiri

Kongestif jantung menonjol pada gagal jantung ventrikel kiri karena

ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.

Manifestasi klinis yang terjadi yaitunya :

1) Dyspnea

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu

pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu yang mana beberapa pasien

dapat mengalaminya pada malam hari dinamakan Paroksimal

Nocturnal Dyspnea (PND).

2) Batuk

Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering

dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu

batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak,

yang kadang disertai bercak darah.

3) Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang sehingga menghambat

jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya

pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena


14

meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia

yang terjadi karena distress pernafasan serta batuk.

4) Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stess akibat kesakitan

bernafas dan pengetahhuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan

baik.

5) Sianosis

b. Gagal jantung kanan

1) Kongestif jaringan perifer dan viseral

2) Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema

pitting, penambahan berat badan.

3) Hepatomegali

Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat

pembesaran vena di hepar.

4) Anorexia dan mual

Terjadi akibat pembesaran vena dan statis dalam rongga abdomen.

5) Nokturia

Nokturia atau rasa ingin BAK pada malam hari, terjadi karena

perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.

Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah

jantung akan membaik dengan istirahat.

6) Kelemahan
15

Lemah yang menyertai CHF sisi kanan disebabkan kerena

menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan

produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jantung.

4. Patofisiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2013), patofisiologi CHF yaitu:

Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan

kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih

dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik dijelaskan

dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO : Cardiac

Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate) X volume

sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi sistem

saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan

mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.

Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi

jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus

menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada

CHF dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,

volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat

dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada setiap

kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan

afterload. Preload adalah sinonim dengan hukum. Starling pada jantung

yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding

langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan


16

serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan

kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan

perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload mengacu

pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa

darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan

arteriole.

Menurut Wijaya & Putri (2013), patofisiologi CHF yaitu:

a. Mekanisme Dasar

Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu

kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang

menurun mengurangi cardiak output dan meningkatkan volume

ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik

ventrikel) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri

(LEDV). Dengan meningkatnya LEDV , maka terjadi pula

peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel

berhubungan langsung kedalam anyaman vaskuler paru-paru

meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan

hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik

kapiler, maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan

lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan

terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat

akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis

meningkatkan tekanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian


17

kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada

jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti

sistemik. Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru

dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup

trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional

dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau

perubahan orientasi otot palpilaris dan korda tendinae akibat dilatasi

ruang.

b. Respon kompensatorik

1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis

Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas

adrenergik simpatik yang dengan merangsang pengeluaran

katekolamin dan saraf saraf adrenergik jantung dan medula

adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktilitas akan

meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi

vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri

dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke

organ–organ yang metabolismenya rendah (kulit dan ginjal) untuk

mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi

akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk

selanjutnya menambah kekuatan kontriksi.

2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin-

angiotensin aldosteron (RAA)


18

Aktivitas sistem RAA menyebabkan retensi natrium dan air oleh

ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.

Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas

miokardium.

3) Atropi ventrikel

Respon kompensatorik terakhir pada heart failure adalah

hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding .

4) Efek negatif dari respon kompensatorik

Pada awalnya respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang

menguntungkan, namun pada akhirnya mekanisme kompensatorik

dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan

memperburuk derajat gagal jantung. Resistensi jantung yang

bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini

menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan

sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah

mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang

terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (kekurangan jumlah

keluaran urine dan kelemahan tubuh). Vasokonstriksi arteri juga

meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi

terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena

dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan

miokard akan oksigen (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi

miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan


19

meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan

ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen

miokardium maka akan terjadi iskemia miokard. Akhirnya dapat

timbul beban miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung

yang berulang. (Kasron, 2016)

5. Klasifikasi

a. New York Heart Assosiation (NYHA) membuat klasifikasi fungsional

CHF dalam 4 kelas yaitu :

1) Kelas I

Apabila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

2) Kelas II

Apabila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari

aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

3) Kelas III

Apabila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa

keluhan.

4) Kelas IV

Apabila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun

dan harus tirah baring. (Kasron, 2016)

b. Klasifikasi gagal jantung menurut ACC atau AHA

Klasifikasi dikembangkan oleh American College of Cardiology atau

American Heart Association yang didasarkan kepada temuan yang


20

terukur pada jantung. Klasifikasi ini terdiri atas empat tahap atau

dikenal dengan ACC atau AHA yaitu :

1) Tahap A

Menunjukan seorang pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami

gagal jantung tetapi belum menunjukkan perubahan pada jantung.

2) Tahap B

Dianggap sebagai tahap berisiko tinggi tetapi sejumlah perubahan/

gejala mulai terlihat.

3) Tahap C

Tahap pertama ketika diagnosis gagal jantung telah ditetapkan.

Pada tahap ini biasa orang baru menyadari gejala dan mulai

mengunjungi dokter untuk diagnosis serta pengobatan.

4) Tahap D

Gagal jantung tahap akhir, ketika pasien tidak lagi merespons

terhadap terapi konvesional.

Masing-masing tahap ACC/AHA memerlukan pengobatan tersendiri.

(Syamsudin, 2011)

6. Komplikasi

Komplikasi dari CHF Menurut (Kasron, 2016) meliputi :

a. Syok kardiogenik

b. Episode tromboli karena pembentukan bekuan vena karena statis

darah.

c. Efusi dan tampenadeperikardium.


21

d. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

Komplikasi Menurut (Ardiansyah, 2012) :

a. Syock Kardiogenik

Syock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel

kiri, dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan

dan penghantaran ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala yang kas

terjadi pada kasus shock kardiogenik yang disebabkan oleh infark

miokardium akut. Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau

lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal diseluruh

ventrikel, karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan

oksigen miokardium.

b. Edema Paru-paru

Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul

dibagian tubuh man saja, termasuk faktor apapun yang menyebabkan

cairan interstitinal paru-paru meningkat dari batas negatif menjadi

batas positif. Penyebab kelainan paru-paru yang paling umum adalah:

1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) yang mengakibatkan

peningkatan tekanan kapiler paru-paru, sehingga membanjiri ruang

interstitial dan alveoli.

2) Kerusakan pada membran kapiler paru-paru yang disebabkan oleh

infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang

berbahaya (misalnya gas klorin atau gas sulfur dioksida). Masing-

masing infeksi tersebut menyebabkan kebocoran protein plasma,


22

sehingga dengan cepat keluar dari kapiler.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CHF menurut Kasron (2016), meliputi :

a. Non Farmakologis

1) CHF Kronik

a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan

menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat dan

pembatasan aktivitas.

b) Diet pembatasan natrium (< 4 gr/hari) untuk menurunkan

edema.

c) Menghentikan obat-obatan yang dapat memperparah kondisi

seperti NSAIDs (obat non-steroid anti-inflamasi) karena efek

prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.

d) Pembatasan cairan ( kurang lebih 1200 – 1500 cc/hari )

e) Olahraga ringan secara teratur.

2) CHF Akut

1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)

2) Pembatasan cairan (< 1500 cc/hari)

b. Farmakologis

1) First line drugs (diuretik)


23

Tujuan pemberian diuretik ini yaitu untuk mengurangi afterload

pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada

disfungsi diastolik.

Obatnya adalah : thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop

diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk

neningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic.

2) Second Line drugs (ACE inhibitor)

Tujuan pemberian obat ini yaitu meningkatkan cardiac output dan

menurunkan kerja jantung. Obatnya adalah :

a) Digoxin

Untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan

untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan

ventrikel untuk relaksasi.

b) Hidralazin

Untuk menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.

c) Isobarbide dinitrat

d) Untuk mengurangi preload dan afterload, disfungsi sistolik,

hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

e) Calsium channel bloker

f) Untuk kegagalan diastolik, meningkatkan relaksasi dan

pengisian ventrikel tetapi tidak dianjurkan untuk CHF kronik.

g) Beta blocker
24

h) Sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.

Digunakan pada disfungsi diastolik untuk mengurangi HR,

mencegah iskemi miokard, menurunkan tekanan darah,

hipertrofi ventrikel kiri.

8. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik menurut (Kasron, 2016)

a. EKG (elektroardiogram)

Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan aksis,

iskemia dan kerusakan pola ritme jantung.

b. Tes Laboratorium Darah

- Enzim hepar meningkat dalam gagal jantung atau kongesti.

- Elektrolit kemungkinan berubah karena perpindahan cairan,

penurunan fungsi ginjal.

- Oksimetri nadi kemungkinan situasi oksigen rendah.

- AGD gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik

ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2.

- Albumin mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan

protein.

c. Radiologis

- Sonogram Ekokardiogram berfungsi untuk menunjukkan dimensi

pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub,

penurunan kontraktilitas ventrikel.

- Scan jantung adalah Tindakan penyuntikan fraksi dan


25

memperkirakan gerakan dinding.

- Rontgen dada menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan

mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam

pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses

keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu : Pengumpulan

data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang di lakukan secara

akurat dan sistematis untuk menentukan status kesehatan,

mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat di

peroleh melalui anamneses, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,

serta pemeriksaan penunjang lainnya.

a. Anamnesa

1) Identitas penderita

a) Identitas klien

Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,

alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,

tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan

diagnosa medik.

b) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

serta status hubungan dengan pasien.


26

2) Keluhan utama

Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta

pertolongan pada tenaga kesehatan seperti, dispnea, kelemahan

fisik, dan edema sistemik.

3) Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan

pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang

didapat dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni

munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut.

Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.

4) Riwayat penyakit dahulu

Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada

pasien apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas

infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia.

Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien

pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga

alergi yang dimiliki pasien (Wijaya & Putri, 2013).

5) Riwayat keluarga

Tanyakan pasien penyakit yang pernah dialami oleh kelurga. Bila

ada keluarga yang meninggal tanyakan penyebab meninggalnya.

Penyakit jantung pada orang tuanya juga menjadi faktor utama

untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya. (Ardiansyah,

2012).
27

b. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas atau istirahat

Gejala: keletihan, kelemahan terus sepanjang hari, insomnia, nyeri

dada dengan aktivitas, dyspnea pada saat istirahat atau pada

pengerahan tenaga.

Tanda: gelisah, perubahan status mental (letargi, Tanda-Tanda

Vital berubah pada aktivitas).

2) Sirkulasi

Gejala:

- Riwayat hipertensi, episode gagal jantung kanan sebelumnya

- Penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia,

syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, sabuk

terlalu kuat (pada gagal jantung kanan)

Tanda:

- Tekanan darah mungkin menurun (gagal pemompaan)

- Tekanan nadi menunjukan peningkatan volume sekuncup

- Frekuensi jantung takikardia ( gagal jantung kiri)

- Irama jantung: sistemik, misalnya: fibrilasi atrium, kontraksi

ventrikel prematur atau takikardia blok jantung

- Nadi apikal disritmia

- Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diasnostik, S4 dapat terjadi,

S1 dan S2 mungkin lemah


28

- Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katup

atau insufisiensi x

- Nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan

dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misal: nadi jugularis

coatis abdominal terlihat

- Warna kulit kebiruan, pucat, abu-abu, sianosis

- Punggung kuku pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler

lambat

- Pembesaran hepar dapat teraba, reflek hepato jugularis

- Bunyi napas: krekel, ronchi

- Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya

pada ekstremitas

- Distensi vena jugularis.

3) Integritas ego

Gejala:

- Ansietas, khawatir, takut

- Stres yang berhubungan dengan penyakit atau finansia

Tanda:

- Berbagai maninfestasi perilaku, missal: ansietas, marah

ketakutan

4) Eliminasi
29

Gejala: Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih

malam hari (nokturnal), diare atau konstipasi

5) Makanan atau cairan

Gejala:

- Kehilangan nafsu makan

- Mual atau muntah

- Penambahan berat badan signifikan

- Pembengkakan pada ekstremitas bawah

- Pakaian atau sepatu terasa sesak

- Diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses, lemak,

gula, dan kafein

- Penggunaan diuretik (Wijaya & Putri, 2013).

Tanda:

- Penambahan berat badan cepat

- Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, atau

pitting)

6) Hygiene

Gejala: Keletihan, kelemahan, kelemahan selama aktivitas

perawatan diri

Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal

7) Neurosensory

Gejala: Kelemahan, peningkatan episode pingsan


30

Tanda: Letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah

tersinggung

8) Nyeri atau kenyamanan

Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan.

Tanda: Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri),

perilaku melindungi diri

9) Pernapasan

Gejala:

- Dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan

beberapa bantal

- Batuk dengan atau tanpa sputum

- Riwayat penyakit paru kronis

- Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atau medikasi

Tanda:

- Pernapasan takipnea, nafas dangkal, pernapasan laboral,

penggunaan otot aksesoris

- Pernapasan nasal faring

- Batuk kering atau nyaring atau non produktif atau mungkin

batuk terus menerus dengan tanpa sputum

- Sputum: mungkin bercampur darah, merah mudah atau

berbuih, edema pulmonal

- Bunyi napas: mungkin tidak terdengar dengan krekels banner

dan mengi
31

- Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan, warna

kulit pucat atau sianosis (Wijaya & Putri, 2013).

2. Diagnosis keperawatan

Menurut (Herdman, T dan Kamitsuru, s 2018) dalam buku NANDA

diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien CHF, yaitu :

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi

jantung (00029)

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan

(00026)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

dan kebutuhan O2 (00092)

3. Intervensi

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi

jantung

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam, diharapkan

pompa jantung efektif dan status sirkulasi adekuat

b. Kriteria hasil

1) Tanda-Tanda Vital dalam batas normal Tekanan Darah: 120/80

mmHg, Nadi: 80x/menit, respirasi: 18-20x/menit, suhu: 37o

2) Perkusi perifer adekuat

3) Edema ekstremitas berkurang

4) Dapat melakukan aktivitas tanpa dipsnea dan nyeri

c. Intervensi
32

Cardiac Care (4040)

1) Observasi monitor TTV

2) Kaji keadaan kulit

3) Ajaran pasien tirah baring

4) Berikan terapi oksigen

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan

kelebihan volume cairan teratasi

b. Kriteria hasil:

1) Terbebas dari edema, efusi,anaskara

2) Bunyi nafas bersih, tidak ada dysneu/ortopneu

3) Terbebas dari distensi vena jugularis

4) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru,output

jantung dan vitalsign

c. Intervensi

Rluid Management (4120)

1) Pantau pengeluaran urine

2) Pantau Tanda-Tanda Vital

3) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi

abdomen, dan konstipasi

4) Pertahankan posisi duduk atau tirah baring dengan posisi

semifowler.

5) Pemberian obat sesuai indikasi


33

6) Konsultasi dengan ahli gizi

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

dan kebutuhan O2

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 3x24jam diharapkan

pasien dapat menunjukan toleransi terhadap aktivitas

b. Kriteria hasil:

1) Tanda-Tanda Vital dalam batas normal selama dan sesudah

aktivitas Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Nadi: 80x/menit,

respirasi: 18- 20x/menit, suhu: 37 oc

2) Tidak ada keluhan sesak napas

3) Klien dapat beraktivitas secara bertahap.

c. Intervensi

Activity therapy (4310)

(1) Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas

(2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas

(3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas

(4) Kolaborasi dalam program rehabilitasi jantung

4. Implementasi

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi

jantung Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa penurunan

cardiac output adalah auskultasi bunyi jantung. Tindakan ini sangat


34

penting karena menurut Smeltzer (2008), jantung diauskultasi

mengenai adanya bunyi jantung S3 dan S4. Adanya tanda tersebut

berarti bahwa pompa mulai mengalami kegagalan, dan pada setiap

denyutan, darah yang tersisa di dalam ventrikel semakin banyak.

Frekuensi dan irama juga harus dicatat. Frekuensi yang terlalu cepat

menunjukkan bahwa ventrikel membutuhkan waktu yang lebih banyak

untuk pengisian, serta terdapat stagnasi darah yang terjadi di atrium

dan akhirnya juga di paru.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan

Memberikan terapi obat furosemide merupakan implementasi untuk

diagnosa kelebihan volume cairan, hal ini sesuai dengan (Rampengan,

2007) yang menyatakan bahwa pemakaian obat loop deuretik

(furosemid, bumelanide, torasemide) intravena dapat menurunkan

dilatasi vena dan deuresis, namun dapat merangsang aktifasi

neurohormon dan sistem saraf simpatis. Karena diuretik memiliki efek

anti hipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium

sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan

tekanan darah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Vittoria,

2011), Untuk pasien gagal jantung dengan klasifikasi NYHA II-IV

dapat diberikan terapi obat diuretik sebagai implementasinya sehingga

dapat meningkatkan pelepasan air dan garam natrium di dalam tubuh

klien dan dapat menyebabkan penurunan volume cairan secara

siknifikan.
35

Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas terapi, maka pasien yang

mendapat diuretik harus ditimbang setiap hari selain itu turgor kulit

dan selaput lendir harus dikaji akan adanya tanda-tanda dehidrasi atau

edema dan denyut nadi juga harus dipantau (Smeltzer, 2008). Hal ini

sudah dilakukan dalam implementasi untuk diagnosa kelebihan

volume cairan, yaitu mengobservasi piting edema dan balance cairan

pada klien.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

dan kebutuhan O2

Bedrest total adalah salah satu implementasi yang dilakukan pada

diagnosa intoleransi aktifitas. Menurut Smeltzer (2003), istirahat akan

mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan

menurunkan tekanan darah. Lamanya berbaring juga akan merangsang

deuresis karena berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat

juga akan mengurangi kerja otot pernafasan dan penggunaan oksigen.

Frekuensi jantung menurun, yang akan memperpanjang periode

pemulihan sehingga memperbaiki efisiensi kontraktilitas jantung.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan setiap hari setelah semua implementasi dilakukan.

Menurut Suprajitno dalam Wardani, (2013) Evaluasi disusun

menggunakan SOAP dimana :


36

- S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif

oleh keluarga atau pasien setelah diberikan implementasi keperawatan.

- O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif.

- A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

- P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Anda mungkin juga menyukai