Mutu Pelayanan keperawatan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh profesi keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan pasien dalam mempertahankan keadaan dari segi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual pasien (Suarli dan Bahtiar, 2012). Mutu pelayanan keperawatan adalah asuhan keperawatan professional yang mengacu pada 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu, (reability, tangibles, assurance, responsiveness, dan empathy) (Bauk et al, 2013). Mutu pelayanan keperawatan merupakan suatu pelayanan yang menggambarkan produk dari pelayanan keperawatan itu sendiri yang meliputi secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual pada individu sakit maupun yang sehat dan dilakukan sesuai standar keperawatan (Asmuji, 2012). Berdasarkan pernyataan ketiga teori diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan keperawatan merupakan kegiatan atau upaya pelayanan yang dapat dilakukan secara mandiri atau bersama-sama dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara holistik. B. Pelayanan kesehatan Pelayanan adalah produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006) Kotler (1997) dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik dari pelayanan sebagai berikut : a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen. Misalnya : pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah sakit tersebut. b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan secara bersamaan. Misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya. c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi karena merupakan non standardized dan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari siapa pemberi pelayanan, penerima pelayanan dan kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut diberikan. Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien di ruang rawat inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga. d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya : jam tertentu tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu. Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: a. Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen mulai dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya b. Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi dan berkomuniksi dengan klien. c. Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan kepada klien dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kepuasan klien C. Pelayanan Keperawatan Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan pelayanan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness. Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996,DPP PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No: 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan. Mutu pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Namun pada dasarnya, definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat. (Rakhmawati, 2009) D. Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan Menurut Nursalam cit Triwibowo (2013) tujuan mutu pelayanan keperawatan terdapat 5 tahap yaitu: a. Tahap pertama adalah penyusunan standar atau kriteria. Dimaksudkan agar asuhan keperawatan lebih terstruktur dan terencana berdasarkan standar kriteria masing-masing perawat. b. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria. Informasi disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam proses asuhan keperawatan dan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan. c. Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Dalam memilih informasi yang akurat diharuskan penyeleksian yang ketat dan berkesinambungan. Beberapa informasi juga didapatkan dari pasien itu sendiri. d. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data. Perawat dapat menyeleksi data dari pasien dan kemudian menganalisa satu-persatu. e. Tahap kelima adalah evaluasi ulang. Ditahap ini berfungsi untuk meminimkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan pada asuhan dan tidakan keperawatan. Tujuan keperawatan merupakan hal yang harus direncanakan secara optimal oleh perawat. Tujuan keperawatan menurut Gillies cit Asmuji (2012) menyebutkan: a. Tujuan keperawatan harus jelas, sehingga tercipta output keberhasilan yang optimal. Dari hasil yang optimal maka akan mendukung kinerja dan meningkakan kerja perawat. b. Tujuan yang memiliki kriteria sulit dan menantang harus dikolaborasikan dengan tim sejawat lain maupun tim medis lainnya. Disini perawat tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan secara persepsi tetapi secara rasional berdasarkan hasil diskusi. c. Tujuan keperawatan diharuskan dapat diukur, berisi ketentuan kuantitatif sehingga akan lebih mudah membandingkan seberapa besar pencapaian keberhasilan tersebut. d. Tujuan keperawatan harus berdasarkan waktu yang ditentukan, agar pencapaian target lebih baik lagi. Waktu yang optimal dilaksanakan dengan target dan tidak mengesampingkan kolaborasi dengan pasien. E. Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan Menurut Nursalam (2013) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri atas beberapa faktor yaitu: a. Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), biasanya komunikasi dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh masyarakat awam yang telah mendapatkan perawatan dari sebuah instansi. Yang nantinya akan menyebarkan berita positif apabila mereka mendapatkan perlakuan yang baik selama di rawat atau menyampaikan berita negatif tentang mutu pelayanan keperawatan berdasarkan pengalaman yang tidak mengenakkan. b. Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing pasien bervariasi maka mutu pelayanan keperawatan juga harus menyesuaikan berdasarkan kebutuhan pribadi pasien. c. Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan cenderung menilai sesuatu berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami. Didalam mutu pelayanan keperawatan yang baik akan memberikan pengalaman yang baik kepada setiap pasien, namun sebaliknya jika seseorang pernah mengalami hal kurang baik terhadap mutu pelayanan keperawatan maka akan melekat sampai dia mendapatkan perawatan kembali di suatu instansi. d. Komunikasi eksternal (company’s external communication), sebagai pemberi mutu pelayanan keperawatan juga dapat melakukan promosi sehingga pasien akan mempercayai penuh terhadap mutu pelayanan keperawatan di instansi tersebut. Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan keperawatan itu sendiri meliputi 7 kriteria diantaranya : 1) Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan sebuah tindakan keperawatan kepada pasien harus mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada pada diri perawat sendiri. Karena intropeksi diri yang baik akan menghasilkan atau meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. 2) Meningkatkan kerja sama, perawat harus berkerjasama dalam melakukan asuhan keperawatan baik dengan tim medis, teman sejawat perawat, pasien dan keluarga pasien. 3) Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat lebih memiliki pengetahuan yang luas dan berfungsi dalam penyelesaian keluhan pasien dengan cermat dan baik. 4) Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang paling dekat dengan pasien. oleh karena itu, perawat dituntut untuk mengetahui keluhan pasien dengan mendetail dan melakukan pendokumentasian teliti setelah melakukan asuhan. 5) Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu melakukan penilaian dan tindakan keperawatan sesuai dengan prioritas utama pasien. 6) Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat juga harus melakukan evaluasi pasien agar tindakan perawatan berjalan dengan baik, dan perawat mampu melakukan pemantauan evaluasi secara berkelanjutan. Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu: a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat) Meishenheimer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam memberikan perawatan. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan mutu pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga, masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien. b. Sudut Pandang Perawat Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga profesional yang memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefinisikan mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan melakukan asuhan keperawatan yang profesional terhadap pasien (individu, keluarga, masyarakat) dan sesuai standar keperawatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta alokasi sumber daya yang tepat (Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan dan logistik. d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan Meishenheimer (1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi terhadap perawatan terhadap pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional institusi. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan bahwa mutu dapat berarti memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya. f. Sudut Pandang Organisasi Profesi Badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal maupun nasional lebih menekankan pada mendukung konsep mutu pelayanan sambil menyimpan uang pada program yang spesifik. Dan selain itu juga menekankan pada institusi-institusi pelayanan keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan kualitas dengan mempunyai seluruh persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik yang lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada level yang berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan keperawatan tersebut telah sesuai standar minimum untuk menjamin keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya terbatas pada standar pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-undang yang berlaku (Meishenheimer , 1989). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan. Sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi profesi tersebut membuat dan memfasilitasi kebijakan regulasi keperawatan yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Dimana regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan pemberi pelayanan keperawatan telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan. Tujuan standar keperawatan menurut Gilies (1989) adalah: a. Meningkatkan asuhan keperawatan. b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan c. Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dan tindakan yang tidak terapeutik Standar pelayanan keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalah : a. Standar 1 : Falsafah Keperawatan b. Standar 2 : Tujuan Asuhan Keperawatan c. Standar 3 : Pengkajian Keperawatan d. Standar 4 : Diagnosa Keperawatan. e. Standar 5 : Perencanaan Keperawatan f. Standar 6 : Intervensi Keperawatan g. Staridar 7 : Evaluasi Keperawatan. h. Standar 8 : Catatan Asuhan Keperawatan.