DI
S
U
S
U
N
OLEH :
PENDIDIKAN BIOLOGI
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Manusia, Nilai moral, dan Hukum”, yang mana makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial dan budaya dasar.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan-
kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu, serta sumber yang
penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Ilmu sosial dan
budaya dasar bapak Drs. Yudi Harianto CU, M.IP. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ISI.......................................................................................................................................................
KESIMPULAN ..................................................................................................................................
SARAN...............................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Keadilan distributif, yaitu hubungan yang adil antara negara dengan negaranya.
Kedilan ini dalam bentuk kesejahteraan, subsidi, serta kesempatan hidup bersama
berdasarkan hak dan kewajiban.
2. Keadilan legal (bertaat), yaitu hubungan yang adil antara negara dengan warga
negaranya. Kedilan komutatif, yaitu hubungan yang adil dan sama antar warga negara
secara timbal balik.
Dilihat dari kenyataan yang ada, Indonesia sebagai negara hukum memang sudah terwujud
terbukti dengan telah adanya Undang-Undang yang mengatur kehidupan bernegara. Tetapi
pada penerapannya didalam kehidupan bernegara itu sendiri belum terlaksana dengan baik.
Terbukti dengan banyaknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh segelintir
orang namun hukum baginya tidak berjalan dengan semestinya. Hukum pada saat ini lebih
memihak kepada mereka yang memiliki kedudukan
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan
masalah. Rumusan masalah itu adalah :
C. TUJUAN
MANUSIA
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk
lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan
atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah makhluk yang
tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Nilai
1. Menurut Bambang Daroeso, Nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap
sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
2. Menurut Parsi Darmo Diharjo, Nilai adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat
bagi manusia baik lahir maupun batin.
Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut :
* Menyenangkan. * Menguntungkan.
* Berguna. * Memuaskan.
* Menarik. * Keyakinan.
Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa nila itu
subjektif, sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa nilai itu subjektif. Menurut aliran
idealisme, nilai itu objektisme, ada pada setiap sesuatu. Pendapat lain menyatakan bahwa
nilai sutu objek terletak pada subjek yang menilainya. Misalnya air menjadi sangat berharga
daripada emas bagi seseorang yang kehausan dipadang pasir. Nilai menjadikan manusia
terdorong untuk melakukan tindakan agar harapannya dapat terwujud dalam kehidupannya.
Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa
Indonesia moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin
yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Istilah moral dapat
dipersamakan dengan etika, akhlak, kesusilaan dan budi pekerti. Dalam hubungannya
dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Nilai moral berkaitan
dengan perilaku manusia tentang hal baik-buruk.
HUKUM
Hukum merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum. Norma hukum adalah peraturan
yang timbul dari hukum yang berlaku. Norma hukum perlu ada untuk mengatur kepentingan
manusia dalam masyarakat agar memperoleh kehidupan yang tertib. Norma hukum tertuang
dalam perundang-undangan.
Norma hukum dibutuhkan karena dua hal:
1. Karena bentuk sanksi dari norma agama, kesusilaan dan kesopanan belum cukup
memuaskan dan efektif untuk melindungi keteraturan dan ketertiban masyarakat.
2. Masih banyak perilaku lain yang belum di atur dalam norma agama, kesusilaan dan
kesopanan, misalnya perilaku dijalan raya.
Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaanan & kesopanan. Isi ketiga norma
tersebut bisa diangkat sebagai norma hukum.
Hukum bertujuan untuk menjamu kepastian hukum dalam masyarakat, memberikan faedah
bagi warga negara dan menciptakan keadilan dan ketertiban bagi warga negara. Norma
terbagi atas empat, yaitu :
1. Norma Agama. Sanksi yang diberikan tidak secara langsung, tapi hukuman dari Sang
pencipta pada hari akhir nanti.
2. Norma Kesusilaan. Sanksinya berupa tekanan batin sang pelaku.
3. Norma Kesopanan. Sanksinya yaitu dapat dikucilkan oleh masyarakat.
4. Norma Hukum. Hukuman berupa kurungan.
2. HAKIKAT FUNGSI PERWUJUDAN NILAI MORAL DAN HOKUM
Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia
mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang mempunyai
dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika berhubungan
dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena
manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan dengan
persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan estetika jauh
melangkah ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral
tersebut sebagaimana mestinya.
1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2. Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
3. Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan
kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.
Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi
sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu
kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya,
norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan.
1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas)
seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.
Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan,
objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai,
hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan hubungan yang dihasilkan
nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller berpendapat bahwa
hierarki terdiri dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai kerohanian. Dan masih
banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula pembagian hierarki di
Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran P4), yakni, nilai dasar, nilai instrumental,
dan yang terakhir nilai praksis.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living
law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam
ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang
bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu,
dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur
tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order)
yang bernama: m a s y a r a k a t. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial
masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari
dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).
· Hubungan Hukum Dan Moral
Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa
moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan
perundang-undangan yang immoral harus diganti.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral
atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum
dengan moral.
Tujuan Hukum
Banyak teori atau pendapat mengenai tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para ahli :
1. Prof. Subekti, SH: Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan.
Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian
yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn: Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara
sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama.
Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
3. Geny : Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia
kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
4. Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat merekayasa
masyarakat (law is tool of social engineering).
5. Muchatr Kusumaatmadja berpendapat bahwa tujuan pokok dan utama dari hukum
adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya
suatu masyarakat manusia yang teratur.
Tujuan hukum menurut hukum positif Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea
keempat yang berbunyi “..untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Pada umumnya hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri,
namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang
berlaku.
Penegakan Hukum
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan
kekuasaan (machstaat) apalagi bercirikan negara penjaga malam (nachtwachterstaat). Sejak
awal kemerdekaan, para bapak bangsa ini sudah menginginkan bahwa negara Indonesia harus
dikelola berdasarkan hukum.
Ketika memilih bentuk negara hukum, otomatis keseluruhan penyelenggaraan negara ini
harus sedapat mungkin berada dalam koridor hukum. Semua harus diselenggarakan secara
teratur (in order) dan setiap pelanggaran terhadapnya haruslah dikenakan sanksi yang
sepadan.
Penegakkan hukum, dengan demikian, adalah suatu kemestian dalam suatu negara hukum.
Penegakan hukum adalah juga ukuran untuk kemajuan dan kesejahteraan suatu negara.
Karena, negara-negara maju di dunia biasanya ditandai, tidak sekedar perekonomiannya
maju, namun juga penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) –nya
berjalan baik. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu
kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Friedmann berpendapat bahwa efektifitas hukum ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
1. Substansi hokum yaitu materi atau muatan hukum. Dalam hal ini peraturan haruslah
peraturan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat untuk mewujudkan
ketertiban bersama.
2. Aparat Penegak Hukum agar hukum dapat ditegakkan, diperlukan pengawalan yang
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang memiliki komitmen dan integritas
tinggi terhadap terwujudnya tujuan hukum.
3. Budaya Hukum yaitu budaya hukum yang dimaksud adalah budaya masyarakat yang
tidak berpegang pada pemikiran bahwa hukum ada untuk dilanggar, sebaliknya
hukum ada untuk dipatuhi demi terwujudnya kehidupan bersama yang tertib dan
saling menghargai sehingga harmonisasi kehidupan bersama dapat terwujud.
Banyak pihak menyoroti penegakan hukum di Indonesia sebagai ‘jalan di tempat’
ataupun malah ‘tidak berjalan sama sekali.’ Pendapat ini mengemuka utamanya dalam
fenomena pemberantasan korupsi dimana tercipta kesan bahwa penegak hukum
cenderung ‘tebang pilih’, alias hanya memilih kasus-kasus kecil dengan ‘penjahat-
penjahat kecil’ daripada buronan kelas kakap yang lama bertebaran di dalam dan luar
negeri.
Pendapat tersebut bisa jadi benar kalau penegakan hukum dilihat dari sisi korupsi saja.
Namun sesungguhnya penegakan hukum bersifat luas. Istilah hukum sendiri sudah luas.
Hukum tidak semata-mata peraturan perundang-undangan namun juga bisa bersifat
keputusan kepala adat. Hukum-pun bisa diartikan sebagai pedoman bersikap tindak ataupun
sebagai petugas.
Dalam suatu penegakkan hukum, sesuai kerangka Friedmann, hukum harus diartikan sebagai
suatu isi hukum (content of law), tata laksana hukum (structure of law) dan budaya hukum
(culture of law). Sehingga, penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui perundang-
undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum. Juga, yang tak
kalah pentingnya adalah bagaimana menciptakan budaya hukum masyarakat yang kondusif
untuk penegakan hukum.
Contoh paling aktual adalah tentang Perda Kawasan Bebas Rokok misalnya. Peraturan ini
secara normatif sangat baik karena perhatian yang begitu besar terhadap kesehatan
masyarakat. Namun, apakah telah berjalan efektif? Ternyata belum. Karena, fasilitas yang
minim, juga aparat penegaknya yang terkadang tidak memberikan contoh yang baik. Sama
halnya dengan masyarakat perokok, kebiasaan untuk merokok di tempat-tempat publik
adalah suatu budaya yang agak sulit diberantas.
Oleh karenanya, penegakan hukum menuntut konsistensi dan keberanian dari aparat. Juga,
hadirnya fasilitas penegakan hukum yang optimal adalah suatu kemestian. Misalnya, perda
kawasan bebas rokok harus didukung dengan memperbanyak tanda-tanda larangan merokok,
atau menyediakan ruangan khusus perokok, ataupun memasang alarm di ruangan yang
sensitif dengan asap.
Problematika Hukum
Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hokum
oleh pengemban kekuasaan.
1. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia
yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam
jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
2. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami
intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum
mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini
berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang
dianggap adil.
4. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan
keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit
untuk dijalankan.
5. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan
pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan
perundang-undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.
Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak
berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi
dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki
status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita
Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu
dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan
apa yang dijanjikan dalam hukum.
Pelanggaran Hukum
Problema hukum yang yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran hukum
masyarakat. Akibatnya banyak tarjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-hal kecil yang
sesungguhnya tidak perlu terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak membawa SIM dengan
sengaja dengan alasan hanya untuk sementara waktu.
Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap perundang-undangan
negara. Sanksi atas pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat
lahiriah dan memaksa masyarakat secara resmi (Negara) berhak memberi sanksi bagi warga
negara yang melanggar hukum.
Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum, antara lain:
Terbentuknya nilai dari hubungan yang bersifat ketergantungan sikap manusia terhadap
nilai dari suatu maka manusia akan berbuat sesuatu yang merupakan modal dasar dalam
menjalin kehidupan manusia. Dengan menilai dapat menentukan moral seseorang, apakah
baik buruknya sepanjang niali itu dalam arti positif berarti perubahan bermoral , begitu
juga sebaliknya jika nilai itu dalam arti negatif berarti perbuatan yang amoral. Perbuatan
yang bersifat amoral inilah yang dijadikan problema dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Tujuan hukum mengatur pergaulan hidup secara damai, ditinjau dari aspek lahiriah
yaitu untuk mencapai ketertiban atau kedamaian, dan jika di tinjau dari aspek batiniah yaitu
untuk mencapai ketenangan atau ketentraman. Statu contoh adalah masalah perkawinan.
Semua orang tahu bahwa tujuan dari perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga
sakinah mawadah warahmah, akan tetapi kenyataan-kenyataan yang ada banyak problem
yang terjadi dalam keluarga, misalnya: terjadi kekerasan dalam rumah tangga, seorang suami
tidak bertanggung jawab pada anak dan istri dan lain sebagainya. Dengan nilai dari
perkawinan tidak terwujud sebagaimana yang kita dambakan.
Secara hukum suatu perkawinan itu dapat diakui oleh negara apanila dilakukan
dihadapan catatan sipil (untuk penduduk non Islam) dan tercatat di Kantor Urusan Agama
(KUA, untuk penduduk Islam), namur kenyataannya masih banyak istilah kawin sirih (kawin
di bawah tangan), bahkan ada juga yang dikenal dengan “kawin kontrak”.
Problema yang demikian harus diperhatikan dan perlu dipikirkan secara arif dan
bijaksana baik oleh kalangan masyarakat awam maupun oleh pemerintah, karena sifat
perkawinan yang demikian ini sangat merugikan bagi kaum perempuan dan nasib anak-anak.
Karena dengan perkawinan sirih dan perkawinan sirih dan perkawinan kontrak ini, dengan
begitu mudah kaum laki-laki untuk meninggalkannya, bahkan ingin terlepas dari tanggung
jawabnya.
Perkawinan itu apabila dilakukan menurut prosedur atau menurut aturan-aturan yang
ada dalam suatu masyarakat, maka orang yang melaksanakan perkawinan demikian dikatakan
yang bermoral. Juga sebaliknya jika perkawinan yang dilakukan tidak melalui prosedur atau
tidak dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu maka
perkawinan itu dikenal dengan cara tidak bermoral. Maka yang perlu kita ketahui dalam hal
ini di samping hukum dasar yang tertulis ada hukum yang tidak tertulis, yaitu misalnya
“hukum adat perkawinan” yang setiap daerah mempunyai adat masing-masing. Manusia
sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat untuk terwujudnya apa yang dikatakan ketertiban
atau keamanan, dan ketenangan atau ketentraman maka harus patuh lepada hukum yanng
berlaku dan mennjalani nilai-nilai yang ada di masyarakat dengan baik dan sempurna.
4. KEADILAN, KETERTIBAN, DAN KESEJAHTERAAN
Keadilan adalah pengakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Pengakuan atas
hak hidup individu harus diimbangi melalui kerja keras tanpa merugikan pihak lain, karena
orang lain punya hak hidup seperti kita. Jadi kita harus member kesempatan pada orang lain
untuk mempertahankan hidupnya. Prinsipnya keadilan terletak apada keseimbangan atau
keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Tindakan-tindakan yang
menuntut hak dan lupa pada kewajiban merupakan pemerasan. Sedangkan tindakan yang
hanya menjalankan kewajiban tanpa menuntut hak berakibat pada mudah diperbudak atau
dipengaruhi orang lain.
Macam-macam Keadilan :
1. Keadilan Legal (keadilan moral)
Dalam suatu komunitas yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat
dasar yang paling cocok baginya (the man behind the gun). Rasa keadilan akan terwujud bila
setiap individu melakukan fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, keadilan
tidak akan terjadi bila ada intervensi pada pihak lain dalam melaksanakan tugas
kemasyarakatan dan hal ini dapat memicu pertentangan, konflik dan ketidakserasian.
2. Keadilan Distributive
Keadilan akan terlaksana bila hal yang sama diperlukan secara sama dan hal yang tidak
sama diperlakukan secara tidak sama diperlakukan secara tidak sama (justice is done when
equals are treated equally). Contoh : gaji pegawai lulusan smu dan sarjana harus dibedakan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling
menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan
dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni
kehidupan.
Manusia adalah individu yg terdiri dari jasad dan roh dan makhluk yang paling
sempurna, paling tertinggi derajatnya, dan menjadi khalifah di permukaan bumi.
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap
pentong oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang
berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai
berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
B. SARAN
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak
asasi manusia. Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif,
menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender. Penegakan hukum jangan dipertentangkan
dengan penegakan HAM. Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para
penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara
negara hukum dengan masyarakat sipil.
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/USER/Documents/Makalah%20ISBD%20%28%20Manusia,%20Nilai,%20M
oral%20dan%20Hukum%20%29%20_%20E%20F%20R%20I%20A%20W%20A%20N.htm
file:///C:/Users/USER/Documents/BAB%205-
Manusia,%20Nilai,%20Moral%20dan%20Hukum%20~%20Kelompok%202%20ISBD.htm
file:///C:/Users/USER/Documents/Makalah%20ISBD%20%20Manusia,%20nilai,%20moral%
20dan%20hukum.htm
file:///C:/Users/USER/Documents/Sharing%20%20makalah%20ISBD%20%28Manusia,%20
Nilai%20moral,%20dan%20Hukum%29.htm