BAB I
Teorema 1.1. jika fungsi f dan turunan ke n+1 kontinu pada interval yang
mengandung a dan x, maka nilai fungsi pada x diberikan dengan
Cara memperoleh deret Taylor adalah membangun suku demi suku (term dan
term). Sebagai contoh, suku (term) pertama dalam deret adalah
Aproksimasikan orde pertama dari deret Taylor dibangun oleh penambahan term
lainnya untuk menghasilkan
Begitu juga dengan aproksimasi order kedua diperoleh dengan menambah suku
Dengan cara yang sama, term tambahan dapat dimasukkan untuk membangun
penjabaran deret Taylor yang lengkap
Term sisa dimasukkan untuk menghitung semua term dari ke tak terhingga
hubungan suku sisa dari aproksimasi. Pertama, tidak diketahui secara tepat
dengan , itu sangat berguna dalam menilai galat koperatif dari metode
jika cukup kecil, suku order lebih kecil yang lain dan pertama biasanya dihitung
untuk galat dengan persentasinya tinggi secara proporsional. Jadi hanya sedikit
suku diperlukan untuk memperoleh estimasi yang memadai.
Andaikan bahwa pemotongan penjabaran deret Taylor setelah suku order nol
untuk menghasilkan
Penggambaran visual dari prediksi order nol ditunjukkan gambar 2.2. Sisa atau
galat prediksi ini yang juga ditunjukkan dalam ilustrasi, terdiri dari suku deret tak
terhingga yang dipotong
Ini jelas tidak sesuai untuk menangani sisa dalam format deret terbatas.
Walaupun, turunan order lebih kecil biasanya dihitung untuk bagian yang lebih
besar dari sisa dari suku order lebih tinggi .
grafis. Teorema nilai turunan rata-rata menyaakan, jika fungsi dan turunan
pertamanya kontinu atas interval dan , maka terdapat paling sedikkit satu
titik yang mempunyai slope ditandai dengan yang paralel dengan garis
landai terjadi. Ilustrasi dalam fisika untuk teorema ini, andaikan anda berjalan
antara dua titik dengan rata-rata kecepatanakan ada paling sedikit satu saat selama
perjlanan ketika kamu akan bergerak pada kecepatan rata-rata. Dengan
menggunakan teorema ini slope sama dengan nilai dibagi dengan h
Jadi, kita peroleh versi persamaan berorder nol. Sedangkan order pertama ditulis
dengan
1.3 GALAT
disebut Galat . Jika tanda Galat ( positif atau negatif ) tidak dipertimbangkan,
Proses ini dilakukan secara berulang, atau secara iterasi dengan maksud secara
beruntun menghitung aproksimasi yang lebih baik. Jadi, persen galat relatif ( ) :
Dalam hal ini adalah nilai hampiran iterasi sekarang dan adaah niali
Yang hal ini adalah toleransi galat yang dispesifikasika. Nilai mementukan
ketelitian solusi numerik. Semakin kecil nilai semakin teliti solusinya, namun
Secara umum terdapat dua sumber utama penyebab galat dalam perhitungan
numerik :
a. Galat pemotongan
Galat pemotongan mengacu pada galat yang ditimbulkan akibat penggunaan
hampiran sebagai pengganti formula eksak. Maksudnya, ekspresi matematik yang
lebih kompleks “diganti” dengan formula yang lebih sederhana. Istilah
pemoongan muncul karena banyak metode numerik yang diperoleh denan
penghampiran fugsu menggunakan deret Taylor. Karena deret Taylor merupakan
deret yang tak berhingga, maka untuk penghampiran tersebut deret Taylor
dihentikan sampai suku orde tertentu saja. Galat pmotongan pada deret Taylor
dapat dikurangi dengan meningkatkan orde suku-sukunya, namun jumlah
komputasinya menjadi lebih banyak. Pada metode yang menerapkan skema
iterasi, galat pemotongan dapat dikurangi dengan memperbanayk iterasi.
b. Galat Pembulatan
Prosedur hampiran yang melibatkan barisan kalkulasi yang dibentuk dalam urutan
disebut algoritma. Kita digunakan pseudokod untuk menggambar suatu algoritma.
Tidak semua prosedur numerik memberikan output yang terpenuhi untuk
sembarag input. Sebagai konsekuensi, teknik berhhenti secara bebas dari teknik
numerik tidak terhubung kepada tiap algoritma untuk menghidari looping tak
terhingga.
Satu kriteria kita akan memaksa pada algorita yang perubahannya kecil pada niali
awal yang menyebabkan perubahan yang kecil pula pada penyelesaian. Algoritma
yang memenuhi sifat ini disebut satbil, sedangkan perubahan kecil pada nilai awal
mengakibatkan terjadi pada perubahan yang besar hasil tersebut tidak stabil.
Beberapa algoritma yang stabil hanya untuk pemilihan nilai awal tertentu, dan
dikenal dengan kondisi stabil.
Definisi 1.2.
Andaikan menotasikan suatu galat yang diperkenakan pada beberapa
langkah dalam kalkulasi dan menunjukan ukuran galat setelah n sub barisan
operasi.
dikatakan eksponensial
Pertambahan galat linier biasanya tidak dapat diabaikan ketika C dan kecil,
biasanya diabaikan, karena bentuk menjadi besar untuk nilai n yang relative
and z. Ketika A dan B sama dengan satu dan C sama dengan nol, sistem di atas
terintegralkan. Selain itu, ia tidak terintegralkan.
Contoh ini memberikan gambaran bahwa suatu model matematika yang dibentuk
dari fenomena alam memerlukan jawaban numerik yang akan memberikan arti.
Hal yang hampir tidak mungkin dilakukan jika menggunakan metode
numerik adalah tidak melibatkan alat komputasi (Kalkulator atau Komputer).
Salah satu alasan yang paling krusial adalah metode numerik selalu melibatkan
cara iterasi (proses yang berulang). Berikut ini sejumlah perangkat lunak yang
dapat digunakan untuk menerapkan suatu metode numerik:
SPREADSHEET
TURBO PASCAL
FORTRAN
MATHEMATICA
MAPLE
BASIC
C++
TURBO C
rasional dan irasional (yang ditulis dalam bentuk 2, maupun e). Bilangan non
eksak dikenal juga dengan sebutan bilangan aproksimasi yakni bilangan hasil
pembulatan/pendekatan/hampiran dari suatu bilangan eksak. Bilangan
aproksimasi dinyatakan dengan bilangan yang mempunyai derajat ketelitian.
desimal), atau 3,14159265 (teliti hingga delapan tempat desimal). Sementara itu
nilai eksak dari adalah bilangan desimal tak terbatas sehingga tidak mungkin
dapat ditulis.
Angka-angka yang menyatakan suatu bilangan disebut angka signifikan.
Jadi, bilangan 3,1416; 0,66667 dan 4,0687 masing-masing memuat lima angka
signifikan. Bilangan 0,0023 hanya mempunyai dua angka signifikan yaitu 2 dan
3 karena nol hanya menentukan tempat dari titik desimal.
Sering kali diinginkan untuk memotong/menyingkat penulisan bilangan
yang tersusun panjang di belakang tanda koma, misalnya 12,345678912344
memiliki 12 angka di belakang tanda koma. Proses pemotongan bilangan seperti
itu disebut pembulatan. Secara umum, bilangan-bilangan yang dibulatkan
mengikuti aturan berikut.
Untuk membulatkan suatu bilangan sampai ke n angka signifikan,
hilangkan semua bilangan yang ada setelah angka ke n+1. Apabila bilangan tepat
ke n+1 yang dihilangkan tersebut berkondisi :
a) Kurang dari 5 (setengah satuan), maka angka ke n tidak berubah (tetap).
b) Lebih besar dari 5 (setengah satuan), maka angka ke n bertambah satu (satu
satuan).
c) Tepat 5 (setengah satuan), maka angka ke n bertambah satu (satu satuan)
bila angka ke n ganjil, selain itu tetap.
Bilangan yang dibulatkan disebut teliti sampai n angka signifikan.
Contoh 1.3.
Bilangan-bilangan berikut dibulatkan sampai empat angka signifikan :
1,6583 1,658
30,0567 30,06
0,859378 0,8594
3,14159 3,142
Teorema 1.1
Teorema 1.2
dengan .
Teorema 1.3
, dengan
dengan
Teorema 1.4
Bila kontinu dan memiliki turunan ke yang kontinu dalam suatu interval
Bila maka deret Taylor di atas dikenal dengan sebutan deret Maclaurin.
Teorema 1.5 (Deret Taylor untuk fungsi dengan dua variabel)
1.4.1 Galat
a. Tipe Galat
b. Jenis Galat
Galat Relatif
Didefiniskan dengan :
Persentase galat dihitung dari galat relatif yang diberikan dalam bentuk :
Galat Global
Galat yang ada dalam aproksimasi suatu deret dapat dievaluasi oleh sisa
sesudah suku-suku ke-n. Untuk suatu barisan yang konvergen, suku-suku sisa
suku pertama dari deret tersebut maka galat maksimum yang dibuat dalam
aproksimasi tersebut diberikan oleh suku sisa.
1.4.2 Toleransi
Batasan nilai galat yang diterima disebut nilai toleransi. Toleransi biasa
disingkat Tol, didefinisikan sebagai batas penerimaan suatu galat. Toleransi
Galat Mutlak adalah nilai mutlsk dari selisih nilai eksak (nilai sebenarnya)
dengan nilai aproksimasi , dinotasikan dengan :
BAB II
nolnya fungsi
Metode biseksi secara sistematik bergerak dari ujung interval tertutup secara
bersama-sama sampai diperoleh sembarang titik pada interval kecil yang tertutup
sehingga titik tersebut dikatakan akar persamaan satu variabel.
Berikut ini prosedur metode biseksi.
a =
ya
tidak
<0 >0
Pencarian
dihentikan
adalah akar
Teorema 2.1
untuk n = 0, 1, ...
Untuk menentukan nilai c ditulis dua versi garis miring m dan garis lurus L.
Jadi, dihasilkan :
<0 >0
Pencarian
dihentikan
adalah akar
Defenisi 2.3.1 Titik tetap dari fungsi adalah bilangan riil x sedemikian
hingga .
Satu karakteristik dari metode iterasi adalah satu nilai awal untuk iterasi awal. Jadi
dengan suatu nilai awal .Maka kita dapat bangun suatu barisan { }
.
.
.
.
.
.
Catatan bahwa jika barisan diatas adalah konvergen ke bilangan tertentu, maka,
berhasil menentukan penyelesaian, sebaliknya, maka gagal memperoleh
penyelesaian.
.
(ii) Jika ada dalam dan adalah konstanta positif ada
tetap dalam .
f(x)
800
700
600
500
400
slope f(xi)
300
f(xi) 200
100 f(xi)-0
0 x
2 4 xi-1 6 xi 8 10
-100
Dari gambar tersebut, jika perkiraan awal dari akar adalah , gradien dapat
Metode ini diperoleh berdasarkan turunan pertama pada yang relevan dengan
kemiringan .
dua fungsi, dan dalam iterasinya. Ini sangat berguna jika fungsi
yang terlibat adalah mempunyai bentuk kompleks dan turunan fungsinya susah
diperoleh. Untuk memulai membangun rumus metode yang nantinya dikenal
dengan metode secant simak paparan berikut.
grafik dibawah
800
700
f(xi)
600
500
400
300
200
f(Xi-1) 100
2 4 6 8 10
-100
Xi-1 xi
Definisi x sebagai titik perpotongan antara sumbu-x dan garis lurus yang melalui
dua titik. Maka, x2 mendekati p daripada titik x1 atau x0. Persamaan yang
menghubungkan x2, x1 dan x dapat diperoleh dengan mempertimbangkan gradient
(2.21)
Nilai dari m dalam persamaan (2.21) adalah gradien dari garis secant yang melalui
dua aproksimasi pertama dan gradien dari garis yang melalui masing-masing titik
hasilkan
(2.23)
Persamaan (2.24) memberikan rumus iterasi dua titik untuk metode secant.
BAB II
METODE NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN
ALJABAR DAN/ATAU TRANSENDEN
Di dalam kerja ilmiah dan teknik sering dijumpai suatu masalah berkenaan dengan
upaya menyelesaikan persamaan yang berbentuk:
pangkat empat) maka ada rumus-rumus aljabar (metode faktorisasi dan metode
“pembagian suku banyak, misalnya) dapat digunakan untuk menentukan nilai-
nilai akarnya. Sebaliknya, bila suatu polinom berderajat lebih tinggi atau
tidak tersedia metode aljabar untuk solusinya. Oleh karena itu harus ditempuh
dengan cara aproksimasi. Dalam bagian ini, akan dibicarakan beberapa metode
yang menyatakan bahwa bila fungsi kontinu dalam selang/interval (a,b), dan
f(a) dan f(b) berlawanan tanda, maka untuk suatu bilangan α sedemikian hingga
nilai 0 untuk suatu nilai toleransi yang diberikan maka adalah nilai akar dari .
suatu nilai toleransi yang diberikan, maka berdasarkan Teorema 1.1 ada dua
kemungkinan yakni nilai akar berada di antara a dan atau nilai akar berada di
antara dan b. Dari salah satu kemungkinan ini, metode Biseksi kembali akan
jauh dari sebuah akar, bergerak sepanjang garis linear (kemiringan atau tangen
garis) ke perpotongannya di sumbu-x, dan mengambilnya sebagai titik
aproksimasi untuk yang berikutnya. Skema kalkulasinya mengikuti segitiga yang
dibangun dengan sudut inklinasi dari kemiringan garis pada kurva di yaitu
Secara umum metode Newton dirumuskan oleh :
Salah / Regular Falsi (RF). Untuk menggunakan aturan RF, diperlukan dua titik,
f ( x0 ) - f (a )
y - f (a ) = (x - a ) (2.19)
x0 - a
f ( x0 ) - f (a )
- f (a ) = ( x1 - a )
x0 - a
(2.20)
a f ( x0 ) - x0 �f (a )
� x1 =
f ( x0 ) - f (a )
f ( x1 ) - f (a )
y - f (a ) = (x - a ) (2.21)
x1 - a
a f ( x1 ) - x1 �f (a )
x2 = (2.22)
f ( x1 ) - f (a )
Secara umum, formula (2.20) dan (2.22) adalah
a �f ( xn ) - xn �f (a )
xn +1 = (2.23)
f ( xn ) - f (a )
BAB 3
INTERPOLASI
garis lurus. Misalkan diberikan dua buah titik, dan . Polinom yang
menginterpolasi kedua titik itu adalah persamaan garis lurus yang berbentuk:
(3.1)
Koefisien dan dapat dicari dengan proses substitusi dan eliminasi, sehingga
didapat:
dan
(3.2)
menghasilkan:
(3.3)
(3.4)
(3.4), i = 1, 2. Dari sini diperoleh tiga buah persamaan dengan tiga buah parameter
(3.5)
(3.6)
(3.7)
Gauss-Jordan.
Polinom yang menginterpolasi keempat titik itu adalah polinom kubik yang
berbentuk:
(3.8)
(3.4), i = 1, 2, 3. Dari sini diperoleh tiga buah persamaan dengan tiga buah
(3.9)
(3.10)
(3.11)
(3.12)
(3.13)
(3.15)
(3.16)
(3.17)
3. 2 POLINOM LANGRANGE
dan memenuhi
Kita akan bangun polinomial pangkat yang melalui titik ini. Dalam
Atau
Dengan
Dan
3.31
3.32
3.33
dan
3.34
atau
3.37
untuk memperoleh
3.38
3.39
3.40
3.42
3.44
3.45
Dengan demikian polinom Newton pada (3.41) dapat ditulis dalam hubungan
rekursi sebagai
i. Rekurens:
ii. Basis:
BAB 3
INTERPOLASI
“Bila f (x) kontinu dalam x0 ≤ x ≤ xn , maka untuk ε> 0 , ada polinom P (x)
Misalkan fungsi y (x) kontinu dan dapat diderensialkan disetiap titik dalam
suatu interval yaitu x∈[a,b] . Misalkan dipunyai n +1 pasang titik yang
didefinisikan oleh titik-titik (xi yi )i = 0,1,2,...n. Asumsikan polinom ∅(x) dengan
derajat kurang dari atau sama dengan n digunakan sebagai fungsi aproksimasi
untuk y (x) yaitu:
peroleh atau
Dari persamaan (3.3) jika x = x0, x x1, 2,..., xn maka ia akan bernilai nol
yang berarti bahwa fungsi ∅(x) bernilai eksak (∅(x) = y(x) ). Diferensialkan
terhadap x sebanyak n+1 kali diperoleh
y(n+1) ( )x −0 = L n( +1 !) atau L= ()
(3.6)
E (x) = Π(x) ()
atau
Selisih dari tiap nilai fungsi dalam konteks numerik, biasanya digunakan notasi-
notasi δ, ∇, dan ∆ yang dibaca “delta”.
( y1 − y0 ) (, y2 − y1 ) (, y3 − y2 ),...,( yn − yn−1 )
disebut selisih-selisih dari y. Bila selisih y tersebut berturut-turut ditulis sebagai
∆y0,∆y1,...∆yn−1, dengan kata lain:
maju pertama. Selisih dari selisih maju pertama disebut selisih maju kedua dan
ditulis ∆2 y0,∆2 y1,∆2 y2,... dengan cara yang sama, dapat didefinisikan selisih maju
Untuk selisih yang lebih tinggi dengan mudah dapat ditentukan karena
koefisien pada ruas kanan adalah koefisien binomial.
∇y1 = y1 − y0,
∇y2 = y2 − y1,...,
∇yn = yn − yn−1
dan ∇ disebut operator selisih mundur.
Dengan cara yang sama, dapat didefinisikan selisih mundur berderajat tinggi. Jadi
diperoleh:
Contoh 3.1.
Penyelesaian:
Tabel 3.6. Tabel Selisih Maju untuk Data dalam Tabel 3.5.
x y Selisih ke-1 Selisih ke-2 Selisih ke-3 Selisih ke-4
0 1
-0,479
0,1 0,521 -0,154
-0,633 0,006
0,2 -0,112 -0,148 0
-0,781 0,006
0,3 -0,893 -0,142 0
-0,923 0,006
0,4 -1,816 -0,136
-0,059
0,5 -2,875
D. Selisih Polinom
y (x) = + + ...+ an
y (x + h)− y (x) = +
∇y(x) = + +...+
Yang menunjukkan bahwa selisih pertama dari polinom berderajat n
adalah polinom berderajat (n–1). Demikian pula, selisih kedua adalah polinom
berderajat (n–2) dan koefisien dari xn−2 adalah a n h0 ! n
yang merupakan
konstanta. Atas dasar hal tersebut, selisih ke (n+1) dari polinom berderajat n
adalah nol.
Sebaliknya, bila selisih ke n dari suatu daftar fungsi adalah konstanta dan
selisih-selisih ke (n+1), ke (n+2), ... dan seterusnya semuanya nol, maka daftar
fungsi tersebut menyatakan polinom berderajat n. Hal tersebut pelru dicatat bahwa
hasil yang kita peroleh itu akan baik hanya bila nilai-nilai dari x berjarak sama
antara yang satu dengan yang lainnya (nilai-nilai x yang berdekatan).
Diberikan set yang terdiri dari (n+1) buah nilai-nilai dari x dan y, yaitu
Bila kita pakai syarat (kondisi) bahwa y dan yn (x) harus memenuhi set dari titik-
titik tersebut, kita peroleh
; ; ; ;
Bila x = x0 + ph dan subtitusikan a0,a a1, 2,...,an pada persamaan (3.8) kita
peroleh
` dan (3.9) disebut formula interpolasi selisih maju Newton dan dipakai
untuk interpolasi yang dekat ke awal dari nilai x.
Persamaan (3.10) hanya dipakai dalam praktek saja karena bentuk y(n+1) (x) tidak
meberikan informasi apapun.
yang berarti
dan menentukan kondisi bahwa y dan yn (x) sesuai pada daftar titik-titik xn ,
xn−1,..., x2, x1, x0 , kita peroleh (setelah disederhanakan):
Formula (3.13) disebut formula interpolasi selisih mundur Newton dan
digunakan untuk interpolasi yang dekat ke akhir dari nilai-nilai pada daftar (nilai
x).
Contoh 3.4.
Carilah polinom berderajat tiga bila diketahui y(0) = 1, y(1) = 0, y(2) = 1, y(3) =
10 kemudian carilah y(4).
Penyelesaian:
Tabel selisih untuk data pada contoh ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3.9.
x y ∆ ∆2 ∆3
0 1
-1
1 0 2
1 6
2 1 8
3 10
Dalam soal ini h = 1. jadi, dengan formula x = x0 + ph dipilih x0 = 0, kita
peroleh p = x. Subtitusikan nilai p ke dalam (3.9), diperoleh
Catatan :
Proses pencarian nilai y untuk sebarang x di luar daerah yang diketahui disebut
ekstapolasi, dan contoh tadi menunjukkan bahwa bila suatu daftar fungsi adalah
suatu polinom, maka interpolasi dan ekstrapolasi memberikan nilai yang eksak.
Relasi Simbolik
dan umumnya E yn r = yr+n dengan mudah diperoleh hubungan antar ∆ dan E, dan
kita peroleh :
Sebagai contoh, akan ditunjukkan relasi µ2 = 1+1/ 4δ2 . Dari definisi diketahui
bahwa:
Jadi
Dengan demikian µ= 1+1 / 4δ2 . Akhirnya operator D dapat didefinisikan sebagai
Karena deret di dalam kurung adalah ekspansi ehD , kita peroleh hasil
E ≡ ehD (3.19)
dengan x = x0 + ph .
Misalkan
yang memenuhi kondisi (3.25). Dalam persamaan (3.27), tulis pembilang fungsi
tersebut sebagai
π(x) (x = x − x0 )(x − x1 ) (... x − xi−1 )(x− xi )(x − xi+1 )...(x − xn )
(3.28)
maka diperoleh bentuk
ti (x) = (3.29)
Dengan demikian berlakulah keadaan
BAB IV
SISTEM PERSAMAAN LINIER
AX = b
(4.1)
X = CX + d
(4.2)
Dibangun dimana
x ( k ) = Cx ( k -1) + d
(4.4)
Akan dipertimbangkan tiga tehnik iterasi iterasi klasik umumnya untuk system
linier. Metode Jacobi, Gauss-Seidel dan SOR.
AX = b
(4.5)
DX = (- L - U ) X + b
(4.6)
X = D -1 ( - L - U ) X + D -1b
(4.7)
X = CX + d (4.8)
� (-a x x j ( k -1) ) + b
i. j i . j
Hasil ini dalam bentuk teknik iterative Jacobi pada persamaan (4.9)
x ( k ) = Cx( k -1) + d
Dimana C = D -1 (- U - L) dan d = D -1b . Metode ini dapat dimodifikasi sehingga
(k )
hasilnya diharapkan dapat convergen ke satu titik tertentu. Sejak x1 diharapkan
( k -1)
menjadi aproksimasi lebih baik untuk x1 dari x1 , nampaknya teralasan bahwa
x1( k ) dapat digunakan dalam penempatan x1( k -1) dalam perhitungan x3( k ) . Sama
(k ) (k ) (k )
juga x1 dan x2 bisa digunakan dalam perhitungan x3 . Dengan kata lain, kita
(k ) (k ) (k ) (k ) (k )
hitung xi menggunakan nilai perhitungan x1 , x2 , x3 ,..., xi -1 . Cara ini
disebut metode Gauss-Seidel.
1 � n n �
x j (k ) = b j - �ai. j x j ( k ) - �ai. j x j ( k -1) �untuk i = 1, 2,..., n dan
� k = 1, 2,..., n
ai .i � j =1 j =1+ i �
(4.12)
n
ai , j > �a
j =1, j �1
i, j untuk i = 1, 2,..., n (4.15)
Maka Ax=b mempunyai penyelesaian unik, dan metode Jacobi dan Gauss-Seidel
konvergen untuk sembarang pemilihan nilai awal x (0) .
Metode SOR disebut juga dengan metode Relaksasi Keatas Suksesif. Metode
SOR adalah percepatan dari metode Gauss-Seidel dengan memperkenalkan faktor
relaksasi w . Prinsipnya, Metode SOR merupakan perbaikan secara langsung dari
metode Gauss-Seidel dengan merupakan factor relaksasi (pembobot) pada setiap
tahap/ proses iterasi.
( )
T
X i ( k ) = x1( k ) , x 2 ( k ) , x i -1( k ) , x i ( k -1) L , x n ( k -1)
(k )
Komponen ke m dari ri adalah
i -1 n
rmi ( k ) = bm - �amj x j ( k ) - �amj x j ( k -1)
j =1 j =1
i -1 n
rmi ( k ) = bm - �amj x j ( k ) - �amj x j ( k -1) - ami x j ( k -1)
j =1 j =1
(k )
Pada faktanya, komponen ri ke-I adalah
i -1 n
rii ( k ) = bi - �aij x j ( k ) - �a x ij j
( k -1)
- aii x j ( k -1)
j =1 j =i +1
Jadi
i -1 n
aii x j ( k -1) + rii ( k ) = bi - �aij x j ( k ) - �a x ij j
( k -1)
j =1 j = i +1
(k )
Sebut kembali bagaimanapun, Metode Gauss-Seidel, xi telah dipilih sebagai
1 � i -1 n �
xi ( k ) = bi - �aij x j ( k ) - �aij x j ( k -1) �
�
aii � j =1 j = i +1 �
(k )
Konsekuensinya, metode Gauss-Seidel dikarakteristikan sebagai pilihan xi
untuk memenuhi
rii ( k )
xi ( k ) + rii ( k ) = aii xi ( k -1) +
aii
Kita peroleh hubungan lain antara vector residu dan Metode Gasuss-Seidel.
( )
T (k )
X i ( k ) = x1( k ) , x 2( k ) , x i -1( k ) , x i ( k -1) L , x n ( k -1) . Komponen ke-1 dari ri +1 adalah
i -1 n
ri , j +1( k ) = bi - �aij x j ( k ) - �a x ij j
( k -1)
- aii x j ( k )
j =1 j = i +1
(k )
Pemilihan xi +1 sedemikian hingga satu koordinat dari vector residu adalah nol.
Jika kita modifikasi prosedur Gauss-Seidel menjadi
rii ( k )
xi ( k ) = xi ( k -1) + w
aii
Maka untuk pemilihan w bilangan positif tertentu dapat mengurangi norma dari
vector residu dan menghasilkan konvergensi yang lebih cepat secara signifikan.
rii ( k )
xi ( k ) = xi ( k -1) + w disebut metode relaksasi. Kita daapat formulakan menjadi
aii
w � i -1 n �
x j ( k ) = (1 - w ) xi ( k -1) + bi - �aij x j ( k ) -
� �a x ij j
( k -)
� (4.16)
ai , j � j =1 j =i +1 �
Untuk menentukan bentuk matriks dari SOR kita tulis kembali sebagai
i -1 n
aii xi ( k ) + w �aij x j ( k ) = (1 - w ) xi ( k -1) + w �aij x j ( k -1) + wbi
j =1 j =i +1
( D - w L) X ( k ) = [(1 - w ) D + wU ] X ( k -1) + wb
menjadi
X ( k ) = Tw X ( k -1) + Cw b
Theorm 4.2 (konvergensi) Jika A adalah matriks definit positif, yaitu A adalah
simetris dan X T AX > 0 untuk setiap dimensi n vector kolom X �0 , dan
0 < w < 0 , maka metode SOR konvergen ke sembarang nilai awal pilihan x (0) .
BAB IV
DIFERENSIASI DAN INTEGRASI NUMERIK
dy
(i ) untuk suatu nilai x di dalam interval [ x0 , xn ]
dx
xn
(ii ) �
y dx
x0
Lingkup bahasan dalam bagian ini adalah pada nilai-nilai data berjarak sama.
u (u - 1) 2 u (u - 1)(u - 2) 3
y = y0 + u Dy0 + D y0 + D y0 + L (4.1)
2! 3!
Dengan
x - x0
x = x0 + uh atau u = (4.2)
h
Dari kalkulus diketahui bahwa aturan rantai untuk derivatif fungsi y = f (u) dan
dy dy du
u = g ( x) diberikan dalam bentuk: = =
dx du dx
dy
Dengan aturan ini, formula derifatif yang diturunkan dari persamaan (4.1)
dx
adalah
dy dy du 1 2u - 1 2 3u 2 - 6u + 2 3
= . = [Dy0 + D y0 + D y0 + ...] (4.3)
dx du dx h 2 6
dy
Formula (4.3) dapat digunakan untuk menghitung nilai untuk nilai-nilai yang
dx
tidak didaftar. Untuk nilai-nilai x yang didaftar, dapat diturunkan formula dengan
cara sebagai berikut:
Pilih x = x0 sehingga u = 0 diperoleh dari (4.2). Subsitusikan nilai tersebut ke
(4.3) diperoleh :
dy �
� 1� 1 1 1 �
� � = �
Dy0 - D 2 y0 + D 3 y0 - D 4 y0 + ...� (4.4)
�dx �
x = x0 h� 2 3 4 �
dy � 1 � 2
� 6u - 6 3 12u 2 - 36u + 22 4 �
� �= D
2 �
y0 + D y 0 + D y0 + ...� (4.5)
�dx � h � 6 24 �
Subsitusikan u = 0 nilai ke (4.5) diperoleh:
�d2y� 1 �2 11 �
� 2� = 2 D y0 - D 3 y0 + D 4 y0 - ...�
� (4.6)
�dx �
x= x
h
0
� 12 �
Berikut ini beberapa formula derivatif yang dapat diturunkan dengan cara
sebagaimana dikekemukan di atas.
(a) Formula selisih belakang Newton:
dy �
� 1� 1 1 �
� � = �
�yn + �2 yn + �3 yn + ...� (4.7)
�dx �
x = x0 h� 2 3 �
�d2y� 1 �2 11 5 �
� 2� = 2� � yn + �3 yn + �4 yn + �5 yn + ...� (4.8)
�dx �
x = x0
h � 12 6 �
(b) Formula selisih tengah/pusat Stirling :
dy �
� Dy-1 + Dy0 1 D3 y-2 + D3 y-1 1 D 5 y-3 + D5 y-2
1� �
� � = � - + + ...� (4.9)
�dx �
x = x0 h� 2 6 2 30 2 �
�d2y� 1 �2 1 1 �
� 2� = 2� D y-1 - D 4 y-2 + D 6 y-3 + ...� (4.10)
�dx �
x = x0
h � 12 90 �
Berikut ini formula yang sejenis dengan dua formula sebelumnya ((4.4) dan (4.6))
1� 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 �
y0 ' = D - D + D - D + D - D + D - D + ... �
�
h� 2 3 4 5 6 7 8 �
(4.11)
1� 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 �
= �
D + D - D + D - D + D - D + D + .. �y-1
h� 2 6 12 20 30 42 56 �
1 �2 11 5 137 6 7 7 1 6 1 7 363 8 �
y0 " = D - D3 + D 4 - D5 +
2 �
D - D + D - D + D + ... �y0
h � 12 6 180 10 6 7 560 �
1 � 2 1 4 1 5 13 6 11 7 29 8 �
= 2 �
D - D + D - D - D - D + .. �y-1 (4.12)
h � 12 12 180 180 560 �
Untuk nilai derivatif yang diinginkan dekat ke akhir dari suatu daftar, salah satu
formula berikut ini dapat digunakan:
1� 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 �
yn ' = �+ � + � + � + � + � + � + � + ... �yn
�
h� 2 3 4 5 6 7 8 �
1� 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 �
= �- � - � - � - � - � - � - � + ... �yn +1 (4.13)
�
h� 2 6 12 20 30 42 56 �
1 �2 11 5 137 6 7 7 363 8 �
yn " = � + �3 + �4 + �5 +
2 �
�+ �+ � + ... �yn
h � 12 6 180 10 560 �
1� 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 �
= �- � - � - � - � - � - � - � + ... �yn +1 (4.14)
�
h� 2 6 12 20 30 42 56 �
4.1.2. Nilai Maksimum dan Nilai Minimum dari Suatu Daftar Nilai Fungsi
Dari kalkulus, diketahui bahwa nilai maksimum dan minimum dari suatu fungsi
dapat dicari dengan menetapkan derivatif (turunan) pertama sama dengan nol,
sehinggga diperoleh nilai variabel yang menyebabkan suatu fungsi itu maksimum
atau minimum. Dengan cara yang sama seperti disebutkan di atas, dapat
digunakan pula untuk nilai maksimum dan minimum dari suatu daftar fungsi.
dy
Konsep maksimum atau minimum fungsi mengharuskan =0
dp
Karena itu, ruas kanan (4.16) dengan menganggap sesudah suku ketiga suku-suku
tersebut bernilai sama dengan nol, diperoleh bentuk kuadrat dalam p yakni:
c0 + c1 p + c2 p 2 = 0 (4.17)
dengan
1 1
c0 = Dy0 - D 2 y0 + D 3 y0
2 3
c1 = D y0 - D y0
2 3
(4.18)
1 3
c2 = D y0
2
�sin xdx
a
b. metode analitik ada (bisa dipakai), tetapi agak kompleks untuk digunakan
misalnya ketika akan menyelesaikan integral berikut ini:
b
1
�
1+ x
a
4
dx
c. Fungsi yang akan diintegrasi, bentuk eksplisitnya tak diketahui, tetapi diberikan
nilai-nilai variabel bebasnya dan nilai-nilai fungsi yang berkorespondensinya
di dalam suatu interval [a,b]
dimana bentuk eksplisit dari f ( x) tidak diketahui, dan dari data (keterangan)
tersebut akan dihitung nilai integral tentu berikut:
b
I =�
y dx (4.19)
a
a = x0 < x1 < x2 < ... < xn = b . Oleh karena itu, xn = x0 + nh . Dengan demikian
diperoleh:
xn
I= �
y dx
x0
(4.20)
x
n
� p ( p - 1) 2 p ( p - 1)(p - 2) 3 �
I=� �y0 + pDy0 + D y0 + D y0 + ...�
dx
x0 � 2 6 �
(4.21)
Dari formula umum (4.23), kita peroleh macam-macam formula integrasi dengan
mengambil nilai n bulat positif tertentu. Diskusi pada bagian ini dibatasi pada
nilai n=1 dan n=2 . Hal ini dikarenakan selain hanya sebagai demonstrasi teknis
penurunan formula juga formula yang dihasilkan untuk nilai-nilai ini cukup sering
digunakan dalam pemakaian praktis. Formula yang diperoleh dengan memilih
nilai n = 1 dekenal dengan nama formula aturan Trapezoida sedangkan untuk n =
2 dikenal dengan nama aturan Simpson 1/3. Untuk formula aturan Simson 3/8 dan
aturan Weddle berturut-turut diperoleh dengan memilih n = 3 dan n = 6 dari
formula umum 4.23.
Untuk n = 1 dalam formula umum (4.23) dan semua turunan yang lebih dari
turunan pertama sama dengan nol, formula tersebut menjadi:
x2
y dx = h �
� y + 1 Dy0 �
� 0 2 �
x1
= h �y0 + 1 ( y1 - y0 ) �
� 2 �
h
= [ y0 + y1 ] (4.24)
2
Dengan cara yang sama untuk interval berikutnya [ x1 , x2 ] , diperoleh juga:
x2
h
y dx = [ y
� 1 + y2 ] (4.25)
x1
2
[ xn-1 , xn ] , diperoleh:
xn
h
�y dx = 2 [ y
xn-1
n -1 + yn ] (4.26)
dari sekumpulan nilai x yang berjarak sama pada interval [ a, b] kita tulis nilai-
Sehingga diperoleh
h h� h2 h3 �
[ y0 + y1 ] = �y0 + y0 + hy0 '+ y0 "+ y0 "'+ K �
2 2� 2 6 �
h2 h3
= hy0 '+ y0 + y0 "+K (4.29)
2 6
Dari (4.28) dan (4.29) diperoleh
x1
h 1 3
�
y dx - [y +y ] =
x0
2
0 1 -
12
h y0 "+ L (4.30)
(b - a ) 2
E=- h y "( x ) (4.32)
12
Karena nh = (b - a )
xn
h
diperoleh �y dx = 3 [ y
xn-2
n -2 + 4 yn -1 + yn ] Jumlah keseluruhan integral yang
dimiliki adalah
xn
h
y dx = [ y
� 0 + 4( y1 + y3 + y5 + K + yn -1 ) + 2( y2 + y4 + y6 + K + yn -2 ) + yn ] (4.33)
x0
3
(b - a ) 4 (4)
=- h y ( x) (4.34)
180
dengan y (4) ( x) adalah nilai terbesar dari derivatif ke-4.
Metode ini sering digunakan untuk memperbaiki hasil aproksimasi oleh metode
selisih terhingga. Metode ini dipakai untuk evaluasi numerik dari integral tentu,
misalnya dalam penggunaan aturan trapezoida. Misal diberikan integral tentu
dalam bentuk:
b
�
y dx
a
Dengan aturan trapezoida (4.27) untuk dua interval bagian yang berbeda yang
Dan
E1 = -
1
12
()
(b - a )h2 2 y " x (4.36)
()
Karena suku y " x dalam (4.36) adalah nilai terbesar dari y " ( x ) , maka cukup
beralasan untuk menganggap bahwa y " x dan y " x ( ) () adalah sama. Sehingga
diperoleh
E1 h12
=
E2 h2 2
dan berdasarkan perbandingan itu diperoleh pula
E2 h2
= 22 2
E2 - E1 h2 - h1
h22
E2 = ( I 2 - I1 ) (4.37)
h22 - h12
h2
I3 = I2 - 2 ( I 2 - I1 )
h2 - h12
I1h22 - I 2 h12
I3 = (4.38)
h22 - h12
diperoleh:
I ( h, 1 h = 1 �
4 I ( 1 h) - I (h) � (4.39)
2 3� 2 �
BAB 5
PENDIFERENSIALAN DAN PENGINTEGRALAN NUMERIK
(5.1)
(5.2)
(5.3)
(5.4)
(5.5)
(5.6)
(5.7)
(5.8)
5.2 PENGINTEGRALAN NUMERIK
5.2.1 ATURAN TRAPEZODIAL
Di dalam kalkulus, integral adalah satu dari dua pokok bahasan yang mendasar
disamping turunan (derivative). Dalam kuliah kalkulus integral, anda telah
diajarkan cara memperoleh solusi analitik (dan eksak) dari integral Tak-tentu
maupun integral Tentu. Integral Tak-tentu dinyatakan sebagai
∫ f (x)dx = F(x) + C (P.5.1)
Solusinya, F(x), adalah fungsi menerus sedemikian sehingga F'(x) = f(x), dan C
adalah sebuah konstanta. Integral Tentu menangani perhitungan integral di antara
batas-batas yang telah ditentukan, yang dinyatakan sebagai
b
I = ∫ f (x)dx (P.5.2)
a
Secara geometri, integrasi Tentu sama dengan luas daerah yang dibatasi oleh
kurva y = f(x), garis x = a dan garis x = b (Gambar 6.1). Daerah yang dimaksud
ditunjukkan oleh bagian yang diarsir.
y
y = f(x)
a b x
yang dalam hal ini a dan b batas-batas integrasi, f adalah fungsi yang dapat
diberikan secara eksplisit dalam bentuk persamaan ataupun secara empirik dalam
bentuk tabel nilai.
Metode Pias
Dihubungkan dengan tafsiran geometri inttegral Tentu, titik-titik pada tabel sama
dengan membagi selang integrasi [a, b] menjadi n buah pias (strip) atau segmen
(Gambar 5.2). Lebar tiap pias adalah
h = (P.5.3)
Luas daerah integrasi [a, b] dihampiri sebagai luas n buah pias. Metode integrasi
numerik yang berbasis pias ini disebut metode pias. Ada juga buku yang
menyebutnya metode kuadratur, karena pias berbentuk segiempat.
Kaidah integrasi numerik yang dapat diturunkan dengan metode pias adalah:
1. Kaidah segiempat (rectangle rule)
2. Kaidah trapesium (trapezoidal rule)
3. Kaidah titik tengah (midpoint rule)
Dua kaidah pertama pada hakekatnya sama, hanya cara penurunan rumusnya
yang berbeda, sedangkan kaidah yang ketiga, kaidah titik tengah, merupakan
bentuk kompromi untuk memperoleh nilai hampiran yang lebih baik.
y = f( x )
x x x
0 1
∫ f (x)dx≈hf(x1) +
x0
x1
2 ∫ f (x)dx≈h [ f(x0) + f(x1)]
x0
yang dalam hal ini, I sama dengan luas daerah integrasi dalam selang [a, b]. Luas
daerah tersebut diperoleh dengan membagi selang [a, b] menjadi n buah pias
segiempat dengan lebar h, yaitu pias dengan absis [x0 , x1], [x1 , x2], [x2 , x3], ... ,
dan pias [xn-1 , xn]. Jumlah luas seluruh pias segiempat itu adalah hampiran luas I
(Gambar 5.4). Kaidah integrasi yang diperoleh adalah kaidah segiempat
gabungan (composite rectangle's rule):
b
∫ f (x)dx ≈hf (x0) + hf (x1) + hf (x2) + ... + hf (xn-1)
ab
∫ f (x)dx ≈hf (x1) + hf (x2) + hf (x3) + ... + hf (xn) +
a
a
dengan fr = f(xr) , r = 0, 1, 2, ..., n .
y = f(x)
...
(P.5.10)
Persamaan (P.6.10) ini dikenal dengan nama kaidah trapesium. Catatlah bahwa
kaidah trapesium sama dengan kaidah segiempat.
y
x0 x1 x
Bila selang [a, b] dibagi atas n buah pias trapesium, kaidah integrasi yang
diperoleh adalah kaidah trapesium gabungan (composite trapezoidal's rule):
b x1 x2 xn
∫ f (x)dx≈∫ f (x)dx + ∫ f (x)dx + ... + ∫ f (x)dx
a x0 x1 xn−1
h h h
≈ [ f(x0) + f(x1)] + [ f(x1)+ f(x2)] + ... + [ f(xn-1) + f(xn)]
2 2 2
h
[ f(x0) + 2f(x1) + 2f(x2) + ... + 2f(xn-1) + f(xn)]
n−1
h
≈ ( f0 + 2 ∑ f1 + fn) (P.5.11)
2 i=1
y = f(x)
x0 = 0 x1 = h x2 = 2h x
Persaman (P.5.27) ini dinamakan kaidah Simpson 1/3. Sebutan "1/3" muncul
karena di dalam persamaan (P.5.26) terdapat faktor "1/3"
(sekaligus untuk membedakannya dengan kaidah Smpson yang lain, yaitu
Simpson 3/8).
Misalkan kurva fungsi sepanjang selang integrasi [a, b] kita bagi menjadi n+1
buah titik diskrit x0, x1, x2, …, xn, dengan n genap, dan setiap tiga buah titik (atau
2 pasang upaselang) di kurva dihampiri dengan parabola (polinom interpolasi
derajat 2), maka kita akan mempunyai n/2 buah potongan parabola. Bila
masingmasing polinom derajat 2 tersebut kita integralkan di dalam upaselang
(subinterval) integrasinya, maka jumlah seluruh integral tersebut membentuk
kaidah Simpson 1/3 gabungan:
b x2 x4 xn
Itot = ∫ f (x)dx »∫ f (x)dx + ∫ f (x)dx + ... + ∫ f (x)dx
a x0 x2 xn−2
≈ h ( f0 + 4f1 + f2) + h
( f2 + 4f3 + f4) + ... + h
( fn-2 + 4fn-1 + fn)
3 3 3
h
≈ ( f0 + 4f1 + 2f2 + 4f3 + 2f4 + ... + 2fn-2 + 4fn-1 + fn)
3
disebut aturan titik tengah. Satu cara untuk memperoleh aturan titik tengah untuk
menggunakan polynomial interpolasi konstan untuk menghasilkan
(6.23)
di mana x1 = . Maka,
(6.24)
Contoh 5.2.4.1
Gunakan (5.24) untuk mengaproksimasi
Penyelesain :
Secara umum, kita subbagian interval dari pengintegralan [a,b] menjadi n interval
yang sama dengan lebar h = dan gunakan aturan trapezoidal dasar pada tiap-
Dimana mk adalah titik tengah dari sub interval ke-k. Aturan titik tengah komposit
adalah O(h2).
BAB 6
PENYELESAIAN NUMERIK DARI PERSAMAAN DIFFERENSIAL
BIASA
ditulis dengan.
dan nilai awal
.....................................................................
Dapa ditulis:
Metode sederhana untuk menyelesaikan PDB dan SPDB non linier adaah metode
Euler yaitu dengan menggunakan deret taylor pertama yaitu
Diketahui maka
dan
dan
Contoh 6.1.1
Gunakan metode Euler untuk menyelesaikan NMA secara Aproksimasi
Penyelesaian:
Dari masalah dan serta . Untuk langkah .
Dan seterusnya..
berikut:
euler disebut meode erde pertama semenjak dikembangkan dua suku dalam
Selain dengan bantuan deret taylor metode euler jga dapat menggunakan aturan
Atau
Galat pemotong disbut juga galat per langkah, semakin kecil nilai h semakin kecil
pula galat perhitungannnya, galat yang terkumpul pada kir langkah dimulai dari
akhir
Galat komulatif total sebbenarnya adalah
y0i + 1 = f( xi + 1 , I+1 )
Jadi,kedua slope pada persamaan diatas dapat dikombinasikan untuk
menghasilkan rata-rata slope untuk interval :
-
y= =
= yi +
i+1 = yi +
Koreksi :
= yi +
Maka, nilai prediksi digunakan untuk menghitung slop pada titik tengah:
= f( , )
yi+1 = yi + f( , )h
Dari observasi bahwa karena yi+1 tidak dikedua buah sisinya, koreksi tidak dapat
digunakan secara iterative untuk memperbaiki penyelesaian. Dari rumus titik
tengah dari integral seperti berikut:
f(xi )
Dimana xi adalah titik tengah dari interval ( a,b ), dapat diekspresikan sebagai :
Secara umum bentuk iterasi dari fungsi increment dapat dituliskan seperti berikut:
( 6.24 )
( 6.26 )
( 6.27 )
( 6.28 )
( 6.29 )
Diawali dengan kasus sederhana dari metode Runge Kutta order kedua
( RK2 ) yang mensimulasi keakuran metode deret Taylor order 2. Metode itu
berguna untuk memahami bentuk lain dari metode Runge-Kutta.
( 6.30 )
dianggap konstanta dan begitu juga untuk subskrip y, sehingga dapat ditulis:
( 6.32 )
( 6.33 )
Dalam metode dari order 2, hasil penulisan iterasi dapat ditulis dalam bentuk:
( 6.34 )
dimana:
6.34 ) dengan penjabaran deret Taylor order kedua, sehingga diperoleh tiga
persamaan yaitu:
diketahui, maka dapat kita asumsikan satu nilai untuk memperoleh tiga nilai
lainnya yaitu dengan tiga metode dibawah ini:
( 6.35 )
dimana:
Catatan :
dimana:
c. Metode Ralston .
Ralston ( 1962 ) dan Rabinowits ( 1978 ) memilih
diperoleh:
( 6.37 )
dimana:
Contoh 6.4.1.1.
Gunakan metode titik tengah dan metode Ralston secara numerik untuk
mengintegralkan . Dari x = 0 ke x = 4
Penyelesaian :
,maka:
Catatan bahwa diperkirakan slope ini lebih dekat ke nilai rata-rata untuk
interval ( 4,4375 ) daripada slope pada titik awal interval ( 8,5 ) yang
dulunya digunakan pada pendekatan Eulere,
Slope pada titik tengah kemudian dapat disubtitusikan ke persamaan ( 6.36
) untuk memprediksi:
.
Perhitungan diulang, dan disimpulkan dalam tabel berikut:
x yeksak
y y
y
1,00000 0
3,277344 1,8
3,101563 3,4
2,347656 5,8
2,140625 7,0
2,855469 5,0
4,117188 2,9
4,800781 1,7
3,031250 1,0
Untuk metode Ralston, k1 untuk interval pertama juga sama dengan 8,5 dan untuk
k2.
(6.38)
Dimana
(6.39)
Catatan jika turunan dari fungsi hanya x metode runge-kutta order ketiga berubah
menjadi aturan Simpson 1/3.
(6.40)
Dimana
(6.4 )
Contoh 6.4.3.1
Gunakan metode Runge Kutta order 4 untuk menyelesaikan NMA secara
hampiran
interval
Penyelesaian :
Diketahui bahwa nilai awal, . Untuk [
dan
*Iterasi Pertama
diperoleh
Diperoleh
*Iterasi Kedua
k1 = f (t1 , y1 ) = t1 + y1
1 1 1 1
k2 = f (t1 + h, y1 + k1h) = t1 + h + y1 + k1h
2 2 2 2
1 1 1 1
k3 = f (t1 + h, y1 + k2 h) = t1 + h + y1 + k2 h
2 2 2 2
k4 = f (t1 + h, y1 + k3 h) = t1 + h + y1 + k3h
Kemudian substitusi nilai t1 = 0.1, h = 0.1, y1 = 2.215512 kepada persamaan diatas
diperoleh
k1 = 0.1 + 2.215512 = 2.315512
1 1
k2 = 0.1 + (0.1) + 2.215512 + (2.315512)(0.1) = 2.481288
2 2
1 1
k3 = 0.1 + (0.1) + 2 + (2.481288)(0.1) = 2.489577
2 2
k4 = 0 + 0.1 + 2 + (2.489577)(0.1) = 2.664470
Maka substitusi nilai k1 = 2.315512, k2 = 2.481288, k3 = 2.489577 dank4 = 2.664470
kepada
1
y2 = y0 + (k1 + 2k2 + 2k3 + k4 )h
6
Diperoleh
1
y2 = 2 + (2 + 2(2.315512) + 2(2.481288) + (2.664470)(0.1) = 2.464208
6
Hampiran ( (
0 2.0 2.0 0
0.1 2.215512 2.215512
0.2 2.464208 2.464208
0.3 2.749576 2.749576
0.4 3.075473 3.075474
0.5 3.446162 3.446164
0.6 3.866354 3.866356
0.7 4.341255 4.341258
0.8 4.876619 4.876623
0.9 5.478809 5.478809
1.0 6.154845 6.154845
Dari table diatas, pertambahan galat pembulatan dari PDB y ' = t + y untuk
h = 0.1 membentuk garis lurus, sehingga hasil dari penyelesaian hampiran stabil
pada interval [0,1].
1 1
k2 = f ( xi + h, yi + k1h )
5 5
� 3 3 9 �
k3 = f �xi + h, yi + k1h + k2 h �
� 10 40 40 �
� 3 3 9 6 �
k4 = f �xi + h, yi + k1h - k2 h + k3h �
� 5 40 10 5 �
� 11 5 70 35 �
k5 = f �xi + h, yi - k1h + k2 h + k3h + k 4 h �
� 54 2 27 27 �
� 7 1631 175 575 44.275 253 �
k6 = f �xi + h, yi + k1h + k2 h + k3 h + k4 h + k5 h �
� 8 55.296 512 13.824 110.592 4096 �
BAB VI
SOLUSI NUMERIK MASALAH NILAI AWAL
81
6.1 PENGERTIAN MASALAH NILAI AWAL DAN METODE LANGKAH
TUNGGAL
Sejumlah fenomena alam (masalah-masalah di dalam sains dan teknik) dapat
dibuat model matematikanya dalam bentuk persamaan atau sistem persamaan
diferensial. Oleh karena itu, jika ingin menganalisis suatu fenomena alam
dapat dilakukan dengan menganalisis solusi persamaan atau sistem persamaan
diferensial terkait dengannya.
Ada banyak metode analitik dan numerik yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persamaan atau sistem persamaan diferensial. Dalam bagian ini,
akan lebih difokuskan pada sebuah persamaan diferensial biasa (ordinary
differential equations) dengan menggunakan metode numerik.
Definisi 6.1
Masalah Nilai Awal(MNA) adalah sebuah masalah yang melibatkan satu atau
lebih fungsi yang tidak diketahui beserta turunan-turnannya dalam sebuah
persamaan yang memenuhi syarat awal yang diberikan.
Dengan definisi di atas, MNA untuk sistem persamaan diferensial orde
pertama diberikan dalam bentuk berikut ini
Dengan simbol “prime” menyataan turuna pertama terhadap x,y adaah sebuah vetor
Teorema 6.1
Jika persamaan (6.1) adalah sebuah persamaan diferensial sedemikian hingga
f(x,y) kontinu dalam interval dan f memenuhi syarat Lipschitz yaitu
y′= f ( x)
Nilai x berada atu sangant dekat terhadap kurva solusi eksak yakni langkah (step-
size). Ukuran langkah biasanya diambil konstan.
Dalam metode numerik ada dua tipe metode untuk menyelesaikan permasalahan
(6.1). Tipe yang pertama adalah tipe metode langkah tunggal (one-step method).
/
Metode yang termasuk dalam tipe ini misalnya, metode Taylor, Euler, Mid
Point Rule, dan Runge-Kutta. Sedangkan tipe yang kedua adalah tipe metode
langkah tunggal (one-step method). Metode yang termasuk dalam tipe ini adalah
metode-metode Adam, Nyström, Adams-Bashforth, dan Milne-Simpson. Di sini
akan difokuskan hanya pada metode langkah tunggal.
Defenisi 6.2
Sebuah metode langkah tunggal bentuk eksplisit berkenaan dengan penyelesaian
persamaan (1.6) adalah sebuah metode yag mana dapat ditulis kedalam bentuk berikut
ini.
Dengan disebut fungsi increment dan bergantung hanya pada
dan n=0,1,....N
Defenisi 6.3
Metode (6.4) dikatakan konvergen untuk menyelesaikan maslah nilai awal (6.1) jika
Lipschitz.
Defenisi 6.4
Metode (6.4) adalah stabil jika untuk sebuah persamaan differensial yang memenuhi
|| untuk semua
Teorema 6.2
Teorema 6.3
semua y jika memenuhi sebuah syarat Lipschitz pada y dalam interva itu
bentuk
6.3. APROKSIMASI FUNGSI SOLUSI MNA DENGAN METODE PICARD
Dari teorema dasar kalkulus, integrasi persamaan differensial memberikan
bentuk :
y= y0 -
Pada persamaan (6.9), fungsi y yang tidak diketahui muncul sebagai integran.
Persamaan (6.9) disebut persamaan integral. Dengan demikian persamaan
tersebut dapat diselesaikan dengan metode aproksimasi pertama untuk y diperoleh
dengan meletakkan yo untuk y diruas kanan dari persamaan no (6.9) dan ditulis :
y(1)= y0 +
Integral pada ruas kanan sekarang dapat diselesaikan dan hasil dari y (1)
substitusikan ke y dalam integral dari (6.9) untuk memperoleh aproksimasi kedua
y(2) .
y(2)= y0 +
y(n) = y0 +
Dengan y(0) = y0
Jadi berdasarkan uraian di atas metode Picard menghasilkan suatu barisan dari
aproksimasi y(1), y(2), ... , y(n).
Mulai dari bagian ini hingga akhir bagian, metode numerik yang digunakan untuk
menyelesaikan MNA ( hanya melalui nilai-nilai fungsi yang diketahui
sebaelumnya. Misalkan ingin x = xr = xo + r h diketahui nilai-nilai dengan r = 1,
2, 3, . . ., n.
Untuk n = 1. Persamaan nya akan menjadi :
y( = y1 = y 0 -
= y0 +
= y0 + = y0 +
= y0 + hf
= yn + hf
beresiko tinggi. Asumsi ini akan sangat mendekati yang diharapkan jika nilai h
<< 1. Jika ini dilakukan konsekuensinya adalah semakin banyaknya iterasi yang
harus dilakukan.
Runge-Kutta dibuat untuk mendapatkan ketelitian yang lebih tinggi dan kelebihan
dari metode ini adalah bahwa untuk memperoleh hasil-hasil tersebut hanya
diperlukan nilai-nilai fungsi dari titik-titik sebarang yang dipilih pada suatu
interval bagian.
dengan:
) (6.15)
Dengan
implisit memerlukan waktu lebih lama dibandingkan metode eksplisit. Hal ini
dikarenakan perlunya proses ekstra untuk mendapatkan nilai yang sama atau
sangat dekat dengan . Metode implisit juga dikenal dengan sebutan metode
corrector karena cara kerja metode ini adalah mengoreksi setiap nilai aproksimasi
(6.16)
<<0.1). untuk k = 0, nilai paling mudah diambil dari metode Euler (pers
6.12). Dua metode implicit yang cukup dikenal adalah metode Aturan Nilai
Tengah (Mid Point Rule) dan metode Gauss-Legendre.
�y + yn �
yn +1 = yn + hf � n +1 �
� 2 �
Belahan Poincaré yaitu sebuah bidang potong berdimensi dua tempat dimana
trayektori- trayektori dari sebuah penyelesaian sistem dinamik melewatinya. Dari
belahan Poincaré akan diperoleh sebuah photo fase (phase portrait) yang di dalam
ilmu Fisika disebut juga dengan photo stroboscopic. Belahan Poincaré secara
umum diperlukan untuk menyederhanakan proses penganalisaan suatu sistem
dinamik guna mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai sifat-sifat
sistem tersebut (sifat stabil atau tidak stabilnya orbit-orbit periodik, misalnya).
Gambar 7.2:
Suatu bentuk belahan Poincare dari
masalah Henon-Heiles.
(i). Henon-Heiles dengan E= 0.125
(ii). Henon-Heiles dengan E=
0.16667
Dari semua bentuk belahan Poincaré di atas setiap invarian kurva, gugusan
"pulau" invarian ellip, dan "lautan" chaotik mengandung makna yang sangat
berarti dimana mereka menggambarkan sifat-sifat trayektori.
Guna mendapatkan data trayektori dari sebuah sistem dinamik yang berada pada
atau cukup dekat pada bidang Poincaré yang diinginkan dapat digunakan metode
Interpolasi Linear. Metode ini dapat diilustrasikan melalui proses geometri berikut
ini. Asumsikan sebuah trayektori x(t) dalam ruang melintasi sebuah bidang
(7.3)
(7.4b)
(7.4c)
pada bidang potong. Oleh karena itu cara yang diilustrasikan di atas dinamakan
interpolasi linear.
(7.5)
dengan syarat awal x(0) = x0 dan x′(0) = v0 memiliki sejumlah aplikasi pada
berbagai bidang. Aplikasi yang dimaksud tiga diantaranya adalah model
matematika untuk sistem suspensi pada mobil, pendulum teredam atau tidak
teredam, dan rangkaian listrik. Bervariasinya nilai-nilai koefisien a2 , a1, dan a0
serta fungsi f(t) pada persamaan (7.5) memberikan interprestasi yang berbeda.
Salah satu bentuk khusus dari persamaan diferensial ini dan merupakan model
matematika pada sistem suspensi mobil diberikan dalam bentuk :
(7.6)
dengan :
m = porsi massa mobil yang didukung oleh sistem suspensi
δ = koefisien peredam shock absorber (proporsional)
k = konstanta kekakuan pegas/per (proporsional)
f (t ) = fungsi gaya
x = fungsi waktu untuk perubahan vertikal dari posisi diam
x ′ = kecepatan perubahan x
x ′′ = percepatan perubahan x
v0 = kecepatan awal dari pusat massa
Dalam menyelesaikan persamaan (7.6) tidaklah sulit, bila fungsi gaya f(t)
= 0 (persamaan diferensial orde dua homogen). Sebaliknya, penyelesaian dapat
menjadi rumit jika fungsi gaya f(t) ≠ 0 (persamaan diferensial orde dua non
homogen). Oleh karena itu, penyelesaian persamaan diferensial (7.6) dapat
dilakukan dengan cara numerik.
Kerja suspensi mobil merupakan sistem kerja spring (pegas), shock
absorber, dan massa. Sistem kerja suspensi mobil dapat dijelaskan oleh diagram
berikut (Giordano and Weir, 1994).
(7.7)
dengan F0 adalah amplitudo dari fungsi gaya dengan periode dan berfrekwensi
. Selain itu untuk kondisi jalan dengan efek “berlobang dan tidak rata” (bumpy
(7.9)
(7.10)
Secara umum, kondisi jalan yang dikaitkan dengan fungsi gaya f(t) memiliki
beberapa
tipe (Gambar 7.6.)
(7.11)
dengan :
τ = step size
Algoritma yang digunakan untuk mendapatkan sejumlah data output yang
meliputi data hasil perhitungan integrasi secara numerik dan kesesuain parameter
δ dan k yang memberikan informasi tentang waktu pulih sistem Coil Spring-
Shock Absorber yang “terbaik” sebagai berikut :
1. Set Fungsi Turunan berkenaan dengan sistem (7.7) dengan pilihan kondisi
jalan bumpy road dan/atau wash board yang diberikan dalam bentuk sebuah
fungsi sinus atau kosinus, atau kombinasi salah satu fungsi tersebut dengan
fungsi eksponen;
2. Buat pilihan simulasi : misalnya cara simulasi terhadap parameter δ atau cara
simulasi terhadap parameter k ;
3. Set Data Input;
Ketika pilihan pertama dalam butir kedua yang dipilih, setting data input
adalah step size, jumlah iterasi, syarat awal x(0) = x0, y(0) = v0 , F0 , a , ω
, jumlah parameter δ yang akan disimulasi (dalam hal ini diberlakukan
(7.12)
Gambar 7.7. Grafik gerakan sistem suspensi sebuah mobil import dengan
spesifikasi sistem suspensi sebagaimana ditunjukkan persamaan (7.12).