Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan

Usus halus dibagi menjadi 3 bagian 3 bagian yakni duodenum, jejunum dan
ileum. Panjang duodenum (25 cm), jejunum (2,5 m) dan ileum (3,6 m). Duodenum
dan jejunum merupakan tempat utama dari proses pencernaan dan penyerapan.
Pankreas dan saluran bilier menyalurkan enzim perncernaan, bikabonat, dan empedu
ke dalam lumen dari duodenum. Lapisan sel epitel sepanjang usus halus memisahkan
isi lumen dari tubuh dan menjadi penghalang dari luar agar nutrient dapat diserap
dengan semestinya. Sel epitel berganti dengan cepat dan mengalami pengelupasan
(eksfoliasi) di puncak dari mikrovili.
Komponen makanan yang tidak diserap akan berlanjut ke katup ileosekal
(sfingter) untuk kemudian memasuki usus besar. Usus besar kurang lebih panjangnya

4
1,5 m, mencakup sekum (sebuah kantong tempat usus halus dan usus buntu
(apendiks) menempel. Kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid serta
rectum (kanalis analis). Usus besar mempunyai sel goblet yang memproduksi mucus
dan sel khusus untuk penyerapan air; tidak ditemukan adanya vili dan tidak
memproduksi enzim pencernaan. Sfingter internal (otot polos) dan sfingter eksternal
(otot volunter) mengatur pengeluaran feses. (Black & Hawks, 2009)
Peristaltik menggerakkan kimus secara aboral (menjauh dari mulut) dengan
kecepatan 10 cm per kontraksi, dan kimus membutuhkan 2-4 jam untuk bergerak
dalam usus halus sepanjang 6 meter. Kontraksi usus yang paling sering adalah
segmentasi dilakukan secara ritmik, dan dibeberapa lokasi mengalami perubahan
dalam kontraksi dan relaksasi. Makan akan memperlambat pergerakan kimus secara
aboral. System saraf enteric mengendalikan frekuensi dari segmentasi dan peristaltik.
Kecepatan instrinsik berkisar 11-13 kontraksi per menit dalam duodenum, dan
menurun menjadi 8-9 per menit dalam ileum terminal. Kecepatan ini dipengaruhi oleh
faktor saraf dari luar dan masukkan hormon. (Black & Hawks, 2009).

B. Tinjauan Teori Ileus Obtruktif


1. Pengertian Obtruktif
Ileus obstruktif merupakan suatu keadaan yang menyebabkan isi usus tidak
bisa melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan atau hambatan
mekanik. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan di dalam lumen usus, dinding
usus, atau benda asing di luar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi
pada suatu segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus.Ileus
obstruktif merupakan suatu keadaan yang darurat sehingga memerlukan
penanganan segera (Novita Sari. 2015).
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan
tanda adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau
tindakan (Indrayani, 2013).
Ileus obstruktif merupakan salah satu penyebab akut abdomen,
dimana penderita dengan keluhan nyeri pada abdomen disertai mual, muntah,
perut distensi dan obstipasi (Laysa Kasminata. Et.al. 2013).

5
2. Anatomi Usus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang


membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm. (M. N. Indrayani. 2013).
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini
agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif
lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan
jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo
pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada
perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio
abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis (M. N. Indrayani. 2013).
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua
ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar

6
dan masuknya cabangcabang arteri vena mesenterica superior antara kedua
lapisan peritoneum yang membentuk messenterium. (M. N. Indrayani. 2013).
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani. Diameter usus
besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau tiga inci
pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan
sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai
hati, kolon ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura koli dekstra
(fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis
dari fleksura koli dekstra sampai fleksura kolisinistra. (M. N. Indrayani. 2013).
Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah,
membentuk fleksura kolisinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi
kolon descendens.
Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan
lanjutan kolon descendens. Ia tergantung kebawah dalam rongga pelvis dalam
bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum.
Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan
oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis
dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum melanjutkan diri sebagai anus
dalan perineum. (M. N. Indrayani. 2013).
3. Fisiologi Usus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk ker ja enzim-enzim. Sekresi empedu
dari hatimembantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan

7
disempurnakan oleh sejumnlah enzimdalam getah usus (sukus enterikus). Banyak
di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-
zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri
atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem
saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus,dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. (M.
N. Indrayani. 2013).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi air, natrium,
khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan
bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan
mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml
diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari (M. N.
Indrayani. 2013).
Gerakan retrograd dari kolon memper lambatt ransit materi dari kolon
kanan, meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasisegmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikol
inergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola
yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0
cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg. (M. N. Indrayani. 2013).
4. Epidemiologi
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai
oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Sekitar
44% dari obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang
mengalami strangulasi, hernia merupakan penyebab obstruksi usus yang paling
banyak.3 Sumber data yang berasal dari 7 negara berikut didapatkan penyebab
terbanyak obstruksi usus di negaranya yakni, Inggris 73% disebabkan oleh
adhesi, Amerika Serikat 75% disebabkan oleh adhesi, India 50% disebabkan oleh
hernia, Arab Saudi 57% disebabkan oleh Adhesi, Nigeria 65% disebabkan oleh

8
hernia, Uganda 75% disebabkan oleh hernia, serta China 78% disebabkan oleh
hernia. sedangkan data di Indonesia tahun 2004 tercatat sekitar 7.024 kasus ileus
obstruktif yang dirawat inap (Novita Sari. 2015).
5. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik
dibedakan menjadi antara lain (Novita Sari, 2015).
a. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus(dari gaster
sampai ileum terminal).
b. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum
terminal sampairectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya,
(M. N. Indrayani. 2013),antara lain :
a. Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian
sehingga makananmasih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit. Obst ruksi sederhana ( simple obstruction) : obstruksi/ sumbatan
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan
aliran darah).
b. Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/ sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
c. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren.
6. Etiologi
Menurut M. N. Indrayani. 2013, Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada
usus halus antara lain:
a. Hernia inkarserata :
Usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika
percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
diadakan herniotomi segera.
b. Non hernia inkarserata, antara lain :
1) Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat
berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun

9
multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan
peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena
adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
2) Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering
bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi
umumnya berupa ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi
dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan
pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.
3) Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di
mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi
untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
4) Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri,
maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase
makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah
mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus
obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.
5) Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi . Proses keganasan, terutama
karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan

10
obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis
di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
6) Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang menyebabkan
batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang
besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma, ter
utama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.
7. Patofisiologi
Obstruksi intestinal dapat terjadi secara parsial atau total serta dapat
diklasifikasikan dengan mekanik dan non-mekanik berdasarkan penyebabnya.
Pada obstruksi mekanik, usus secara fisik tertahan oleh gangguan dari luar
usus, dinding usus, dan lumen usus. Sedangkan pada obstruksi non-mekanik
atau dikenal dengan ileus paralisis atau ileus adinamik, tidak terjadi obstruksi
fisik baik dari dalam atau pun luar usus. Tetapi peristaltis akan berkurang atau
bahkan tidak ada karena adanya gangguan pada neurmuskular usus sehingga
terjadi pergerakkan isi usus yang melambat (Ignatavicius & Workman, 2010;
deWitt & Kumagai, 2012).
Komponen isi usus dapat terdiri dari cairan, makanan, dan saliva hasil
cerna; sekresi lambung, pankreas, dan empedu; serta udara yang tertelan. Pada
obstruksi, baik mekanik dan non-mekanik, isi usus akan terakumulasi pada
bagian obstruksi proksimal. Ketika isi usus tidak bisa bergerak bebas, bagian
yang obstruksi akan mengalami distensi (Timby & Smith, 2010). Distensi
yang terjadi merupakan akibat dari ketidakmampuan usus untuk menyerap dan
mengerakkan isi usus di sepanjang saluran cerna. Untuk mengkompensasi hal
tersebut, peristaltis akan meningkat dalam upaya untuk menggerakkan isi usus
tersebut. Peningkatan peristaltis akan menstimulasi peningkatan sekresi
intestinal yang akhirnya akan memperbesar distensi yang sudah terjadi. Usus
kemudian akan mengalami edema dan terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan elektrolit ke dalam rongga
peritoneal. Dilatasi dan dilatasi usus oleh karena obstruksi menyebabkan
perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan sehingga potensial untuk terjadi

11
translokasi kuman seperti sepsis dan peritonitis (Hinkle & Cheever, 2014;
Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, & Camera, 2011).
Retensi cairan dalam usus akibat penurunan kemampuan absorpsi
intestinal dalam menyerap cairan intraluminal ke vaskuler dan rongga
peritoneal mengakibatkan penurunan volume cairan sirkulasi darah yang
cukup berat sehingga dapat terjadi hipotensi dan syok hipovolemik. Jika aliran
darah tidak adekuat, jaringan usus akan menjadi iskemik dan kemudian
mengalami nekrosis sehingga dapat terjadi perforasi. Pada kondisi yang paling
berbahaya, usus akan menjadi sangat distensi sehingga aliran darah tertahan
dan menyebabkan edema, sianosis, dan gangrene pada segmen usus yang
terkena. Kondisi ini disebut strangulasi instestinal atau infark intestinal. Jika
tidak dikoreksi dengan cepat, maka usus akan nekrotik dan ruptur dan dapat
mengakibatkan infeksi masif dan kematian (Ignatavicius & Workman, 2010;
Black & Hawks, 2009).
Lokasi obstruksi menentukan kondisi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Jika terjadi pada posisi tinggi seperti pilori, alkalosis metabolik akan
terjadi karena kehilangan asam lambung akibat muntah. Ketika obstruksi
terjadi pada usus halus, dehidrasi akan terjadi dengan sangat cepat. Tetapi
dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit tidak akan muncul pada awal
gejala pada obstruksi usus besar. Jika obstruksi terjadi pada bagian kolon
proksimal, komponen feses yang mengeras terakumulasi hingga sensasi
ketidaknyamanan muncul.
Muntah akan menyebabkan hilangnya ion hidrogen dan kalium dari
dalam perut, menyebabkan penurunan klorida dan kalium dalam darah dan
alkalosis metabolik. Jika terjadi kehilangan cairan alkali seperti yang terjadi
pada obstruksi ileum dan kolon maka klien akan mengalami asidosis
metabolik. Dehidrasi dan asidosis berkembang dari hilangnya air dan natrium.
Dengan kehilangan cairan akut, syok hipovolemik dapat terjadi (Hinkle &
Cheever, 2014; Black & Hawks, 2009; Ignatavicius & Workman, 2010).
8. Manifestasi Klinis
a. Gejala awal biasanya nyeri kram seperti kolik, mual, muntah dapat terjadi.
Jika obstruksi selesai, gelombang peristaltik awalnya menjadi sangat kuat
dan akhirnya menganggap arah sebaliknya, dengan isi usus mendorong ke
arah mulut bukannya menuju rektum. Jika obstruksi berakhir, gelombang

12
peristaltik awalnya menjadi sangat kuat dan akhirnya mengarah sebaliknya,
dengan isi usus mendorong ke arah mulut bukannya menuju rektum. Jika
obstruksi terjadi di ileum, muntah fecal berlangsung. Pertama, pasien akan
memuntahkan isi perut, maka isi empedu bernoda dari duodenum dan
jejunum, dan akhirnya, dengan masing-masing serangan hebat dari nyeri.
b. Mual dan muntah, yang disebabkan karena refleksif atau sebagai mekanisme
kompensasi akibat tekanan yang berlebihan, dari usus sehingga mendorong
isi dari usus untuk keluar. Muntah fekal pun dapat terjadi apabila obstruksi
terjadi di bagian ileum.
c. Halitosis (napas bau).
d. Obstipasi, tidak ada flatus.
e. Tanda-tanda jelas dari dehidrasi menjadi jelas: haus yang terus menerus,
mengantuk, malaise, sakit, dan lidah kering dan selaput lendir.
f. Hiperperistaltik, perut menjadi buncit. Semakin rendah obstruksi di saluran
pencernaan, yang lebih ditandai perut distensi. Jika obstruksi terus dikoreksi,
syok hipovolemik terjadi dari dehidrasi dan kehilangan volume plasma. Pada
auskultasi terdengar meteorismus dan tympani pada perkusi.
g. Suhu biasanya naik diatas 100ºF (37,8ºC) tanpa strangulation atau peritonitis
dapat terjadi.
Tanda dan gejala berbeda pada setiap lokasi. Identifikasi tanda dan gejala sebagai
berikut (Lewis, 2011):
Manifestasi Klinis Usus Kecil Usus Besar
Onset Cepat Bertahap (gradual)
Muntah Sering Jarang
Nyeri Kolik, seperti kram, Kram abdomen, nyeri relatif
intermiten pada skala rendah
Pergerakan Usus Pada awalnya masih Konstipaasi absolut
ada feses
Distensi Abdomen Meningkat dengan Meningkat
cepat
Sumber: Lewis, 2011
h. Diagnosis

13
Menurut M. N. Indrayani. 2013, pada anamnesis obstruksi tinggi sering
dapat ditemukan penyebab misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa syok,oliguri dan gangguan
elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan diusus,
hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik
tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan
pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai
bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan
setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan
dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan
pembengkakan atau massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi
kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan
kembung yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi
diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran
setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun
kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon
bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar.
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising
usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada
tinggi, atau tidak terdengar sama sekali.
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak,terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan
gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan
letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium
inloop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam
mendiagnosis secara awal ileus obstruktifus secara dini.
i. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa,
berat jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya
dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukos it normal atau sediki t meningkat ,

14
jika sudah tinggi kemungkinan sudah ter jadi peritonitis. Kimia darah sering
adanya gangguan elektrolit.
b. Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus
obstruksi. Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar
mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap
tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal
lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya
tidak tampak.
c. Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid
level,distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi
usus halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi usus yang
terbatas dengan gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat
terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang mengalami
distensimenunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen.
Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan
barium kontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk
mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa langsung dilakukan biopsi. (M. N.
Indrayani. 2013).
Menurut Lewis, et al. (2011) Pemeriksaan Penunjang pasien dengan Ileus
Obstruksi adalah :

1) Laboratorium : Hb, Leukosit, perubahan pH untuk indikasi strangulasi atau


perforasi. Nilai Ht untuk menggambarkan hemokonsentrasi. Hb dan Ht untuk
menilai indikasi perdarahan dari neoplasma atau strangulasi dari nekrosis.
2) Rontgen abdomen dalam posisi terlentang untuk melihat adanya gas atau
cairan di intestinal. Kondisi udara di intraperitoneal adalah tanda perforasi.
3) Sigmoidescopy dan kolonoscopy dapat memberikan gambaran langsung
untuk menunjukan tempat obstruksi
4) Radiogram barium
5) Pemeriksaan CT-Scan
6) Serum Elektrolit, amylase, BUN, Creatinin melihat status dehidrasi
7) Analisa Gas Darah terutama menilai status asidosis metabolik akibat
vomiting.
8) Penilaian BAB untuk perdarahan.

15
j. Komplikasi
Menurut (Laysa Kasminata. Et.al. 2013). Komplikasi ileus obtruksi anrata lain:
1) Perforasi
2) Peritonitis
3) Syok Septik
4) Syok Hipovolemia
5) Abses

k. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di
rumah sakit (M. N. Indrayani. 2013).
a. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien
dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah
dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen
dengan pemantauan dan konservatif.
b. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ
vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan
adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :
Strangulasi, Obstruksi lengkap, Hernia inkarserata, tidak ada perbaikan
dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen
dan kateter).
c. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup.Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik.

16
Evidence-based Algorithm for Management and Treatment of ASBO :

 Tidak ada tanda dan gejala


dari strangulasi dan peritonitis
 Pernah mengalami operasi
 6 minggu sebelum serangan
akut
 Obstruksi disebagian usus
 Kemungkinan adanya
penyakit lain

Manajemen nonoperasi Manajemen operasi


 NGT atau dekompresi  Laparoscopic esploration
 Pemberian cairan IV  laparatomi
 Observasi klinik

Tidak adanya
Pemberian cairan kontras di dalam Indikasi operasi karena
kontras medium colon selama 24- keterlambatan pengobatan
36 jam
 adanya tanda pertioneal
 Ileus terus menerus > 72 jam
Penampilan kontras di kolon  Volume cairan > 500ml dalam 3
dengan 24 jam pertama. Untuk hari
kemungkinan adanya obstruksi  Nyeri berlangsung selama 4 hari
usus. atau lebih
 CRP > 75mg/l
 WBC > 10.0000/mm3
 Cairan intraperitoneal > 500ml
on CT
 Peningkatan dinding usus dari
hasil CT

17
(Sumber: Saverio & al, 2013)

C. Konsep Keperawatan
1. Teori Self Care Orem
Pelaksanaan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan kepada
kebutuhan individu untuk melakukan intervensi keperawatan secara mandiri serta
dapat mengatur dalam segala kebutuhannya. Model ini tidak hanya menyentuh aspek
fisik, tetapi juga psikologis, lingkungan, sampai dengan perawatan klien setelah
pulang ke rumah.
Dalam konsep keperawatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori self care
diantaranya :
a. Perawatan Diri Sendiri (self care)
Dalam teori self care, Orem mengemukakan bahwa self care meliputi : pertama,
self care itu sendiri, yang merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta
dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta mempertahankan
kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan ; kedua, self care agency, merupakan
suatu kemampuan inidividu dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat
dipengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain ;
ketiga, adanya tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri yang
merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk
perawatan diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan
yang tepat ; keempat, kebutuhan self care merupakan suatu tindakan yang
ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan
berhubungan dengan kehidupan manusia serta dalam upaya mempertahankan
fungsi tubuh, self care yang bersifat universal itu adalah aktivitas sehari-hari
(ADL) dengan mengelompokkan ke dalam kebutuhan dasar manusianya.
b. Self Care Defisit

18
Merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum dimana segala
perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan dan dapat
diterapkan pada kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya perkiraan
penurunan kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self
care, baik secara kualitas maupun kuantitas. Orem mengidentifikasi lima
metode yang dapat digunakan dalam membantu self care :
1) Tindakan untuk atau lakukan untuk orang lain.
2) Memberikan petunjuk dan pengarahan.
3) Memberikan dukungan fisik dan psikologis.
4) Memberikan dan memelihara lingkungan yang mendukung pengembangan
personal.
5) Pendidikan.
Perawat dapat membantu individu dengan menggunakan beberapa atau semua
metode tersebut dalam memenuhi self care.
c. Teori Sistem Keperawatan
Teori yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri pasien
terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri yang didasari pada kebutuhan diri
sendiri, kebutuhan pasien dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan
mandiri. Dalam pandangan teori Orem memberikan identifikasi dalam sistem
pelayanan keperawatan diantaranya :
1) Sistem bantuan secara penuh (Wholly Compensatory System)
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara
penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi
tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam
pergerakan, pengontrolan dan ambulasi serta adanya manipulasi gerakan.
2) Sistem bantuan sebagian (Partially Compensatory System)
Merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri secara sebagian saja dan
ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal di mana
pasien ini memiliki kemampuan seperti cuci tangan, gosok gigi, cuci muka
akan tetapi butuh pertolongan perawat dalam ambulasi dan perawatan luka.
3) Sistem suportif dan edukatif
Merupakan system bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan
dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan
perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien mampu

19
melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran.
Pemberian system ini dapat dilakukan pada pasien yang memerlukan
informasi.
Self care pada pasien jantung digambarkan sebagai suatu proses dimana
pasien berpartisipasi secara aktif managemen penderita jantung baik secara
mandiri maupun dengan bantuan keluarga maupun petugas kesehatan.
Pemahaman tentang konsep self care menurut Dorothea Orem adalah
tindakan yang mengupayakan orang lain memiliki kemampuan untuk
dikembangkan ataupun mengembangkan kemampuan yang dimiliki agar
dapat digunakan secara tepat untuk mempertahankan fungsi optimal
(Tomey & Alligood, 2014). Self care requesites merupakan bagian dari
teori self care Orem, yang didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan
pada upaya perawatan diri yang bersifat universal dan berhubungan dengan
proses kehidupan manusia serta dalam upaya untuk mempertahankan fungsi
tubuh. Orem mengembangkan self care requesites kedalam tiga jenis yaitu
universal self care requesites, development self care requesites, health
deviation self care requesites (Tomey & Alligood, 2014).
Menurut Orem (Tomey & Alligood, 2014), self care requesites merupakan bagian
utama dalam kehidupan yang dijalani setiap individu. Aktifitas yang dilakukan
terkait dengan universal self care requesites ditujukan untuk memelihara kecukupan
akan udara, air dan makanan yang berguna untuk metabolisme dan menghasilkan
energi. universal self care requesites secara langsung mempengaruhi pasien dengan
Ileus Obstruksi sebagai contoh klien yang mengalami sesak karena distensi abdomen
akan beruapaya memenuhi kebutuhan akan oksigen. Development self care
requesites merupakan upaya yang dilakukan untuk memenuhi proses perkembangan.
Sedangkan health deviation self care requesites sering dikaitkan dengan kondisi
sakit yang dialami pasien, yaitu bagaimana kemampuan klien merasakan kondisi
sakitnya atau ketidakmampuan dalam melaksanakan fungsi secara normal.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan menurut Lewis (2011) pada pasien dengan obstruksi
Intestinal adalah
a. Pre Operasi
1) Diare
2) Ketidakseimbangan nutrisi

20
3) Ansietas
4) Koping inefektif
5) Inefektif manajemen kesehatan diri
b. Post operasi
1) Perubahan eliminasi usus
2) Resiko infeksi
3) Kurang pengetahuan
4) Nyeri

3. Rencana Keperawatan
a. Pre-operasi
1) Diare
Berhubungan dengan : inflmasi usus dan peristaltis abnormal
o Ditandai dengan :
- Nyeri dan kram abdomen
- Peningkatan frekuensi defekasi
- Fesess encer (cair)
o Hasil NOC :
- Diare berkurang atau tidak ada
- Pola defekasi kembali seperti biasa (konsistensi padat)
o Intervensi NIC
- Pantau dan catat frekuensi dan karakteristik feses untuk memantau
keefektifan penanganan
- Berikan obat diare sesuai resep
- Ajarkan pasein untuk menerapkan teknik relaksasi untuk
mengurangi ketegangan otot dan kegugupan
- Anjurkan klien untuk menjalankan diet rendah lemak, tinggi protein,
tinggi kalori, dan nutrisi yang sesuai untuk meminimalkan iritasi
usus.
2) Ketidakseimbangan nutrisi
Berhubungan dengan : intake kurang, kurangnya absorbsi usus
o Ditandai dengan :
- Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal
- Diare

21
- Asupan makanan tidak kuat
o Hasil NOC :
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya
- Berat badan menunjukan kenaikan
- Hemotokrit dalam rentang normal
o Intervensi NIC :
Monitoring nutrisi :
- Timbang dan catat berat badan pasien pada jam yang sama setiap
hari
- Monitor nilai albumin, total protein, hemoglobin, hematokrit untuk
menilai status nutrisi
- Monitor status energi pasien, termasuk malaise, fatigue
Terapi nutrisi :
- Berikan cairan parenteral untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
- Berikan suplemen tinggi protein, tinggi kalori
- Ajarkan kepada pasien dan keluarga diet serta cara pola makan yang
tepat untuk mengurangi kerja usus
3) Ansietas
Berhubungan dengan : perubahan status kesehatan, hubungan sosial, dan
tindakan pengobatan
o Ditandai dengan :
- Afektif seperti gugup, khawatir, rasa takut
o Hasil NOC :
- Pasien melaporkan perasaan ansietas dan mengidentifikasi
penyebab-penyebab
- Pasien menggambarkan aktivitas yang menurunkan perilaku
kecemasan
- Pasien terlibat percakapan bersama keluarga, caregiver, dan
individu pendukung lainnya
- Pasien mampu mempraktikan teknik relaksasi progresif
o Intervensi NIC :
- Kurangi stressor (membatasi akses individu pada pasien jika
sesuai)

22
- Berikan penjelasan yang benar kepada pasien tentang semua
tindakan yang akan di jalani
- Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaaanya dan
berdiskusi tentang apa yang dirasakan oleh klien
- Ajarkan teknik relaksasi untuk memperbaiki keseimbangan fisik
dan psikologis.
-
4) Koping inefektif
Berhubungan dengan : penyakit kronis, ketidak mampuan untuk
mengekspresikan dan mengungkapkan perasaan
o Ditandai dengan :
- Perubahan pola komunikasi
- Kekhawatiran kronis
- Penyataan tentang ketidak mampuan melakukan koping atau
meminta bantuan
o Hasil NOC :
- Pasien mengkomunikasikan perasaannya tentang situasi yang
dialami
- Pasien dapat mengontrol situasi secara lebih baik
- Pasien mendemonstasikan kemampuan untuk menggunakan dua
perilaku koping yang adaptif
o Intervensi NOC :
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaanya dan terima apa
yang dikatakan oleh pasien
- Identifikasi dan turunkan stimulus yang tidak perlu dalam lingkungan
untuk menghindari beban sensori dan persepsi berlebihan pada pasien
- Dorong pasien untuk membuat koputusan terhadap perawatannya
untuk harga diri dan mengatasi dan mengatasi situasi yang terjadi saat
ini
- Bantu pasien melihat situasi saat ini dan evaluasi perilaku koping
yang beragam untuk memandang secara realistik
5) Inefektif manajemen kesehatan diri
Berhubungan dengan : kurang pahamnya tentang penyakit, tidak taat terapi
dan diet

23
o Ditandai dengan :
- Kurang minatnya menjalani perilaku sehat
- Tidat taatnya dengan regimen terapi
o Hasil NOC :
- Pasien dapat menyusun dan mengikuti strategi untuk memaksimalkan
kesehatan
- Mengikuti rekomendasi program diet terapi
- Menyatakan dan menunjukan pengetahuan tentang tindakan
perlindungan kesehatan (misalnya melakukan pemeriksaan sendiri,
berpartipasi dalam skrining kesehatan)
o Intervensi NIC:
- Bantu pasien untuk memahami informasi terkait penyakitnya
- Berikan informasi dan dukungan kepada pasien yang membuat
keputusan mengenai perawatan kesehatannya
- Mempersiapkan pasien untuk memahami dan mempersiapkan diri
secara mental terhadap prosedur atau terapi yang diprogram
- Fasilitasi dkungan bagi pasien dari keluarga, teman dan komunitas.
b. Post-operasi (Gulanick & Meyers, 2014).
1) Perubahan eliminasi usus
o Berhubungan dengan :
- general anestesi
- perubahan usus selama operasi
o Ditandai dengan :
- hilangnya suara napas saat auskultasi
- tidak ada BAB atau flatus
- perasaan penuh/buncit
- nausea
- distensi abdomen
o Hasil yang diharapkan : pasien dapat flatus atau BAB dalam 72 jam
pasca operasi
o Hasil NOC
eliminasi usus
o Intervensi NIC
pengurangan perut kembung: managemen usus

24
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji bising usus, distensi abdomen, a. Bising usus merupakan tanda penurunan
adanya flatus atau BAB dan nausea aktivitas. Tetapi harus kembali normal
pada 48-72 jam setelah operasi. Adanta
flatus atau BAB merupakan indikasi
peristaltik. Tidak adanya bising usus,
flatus dan BAB dengan distensi
abdomen mungkin indikasi postop ileus
paralitik. Nausea terjadi akibat
b. Menjaga agar tidak makan sampai akumulasi pada intestinal.
adanya bising usus dan pasien b. Sampai aktifnya peritaltik, intake oral
dapat flatus. Cairan dapat diberikan dapat menyebabkan nausea dan vomiting
melalui IV
c. Memastikan kepatenan selang c. Memelihara lambung dari nausea,
nasogastrik dan memberikan vomiting dan aspirasi
perawatan mulut yang baik.
d. Menganjurkan dan membantu d. Meningkatkan ambulasi mempercepat
ambulasi awal pada hari pertama resolusi dari ileus melalui stimulasi
pasca operasi peristalstik

2) Risiko infeksi
o Berhubungan dengan :
- Prosedur panjang
- Kebocoran intraoperatif dari usus
- Penyisipan melalui rectum ke rongga perut
- Kontaminasi luka postoperasi
o Hasil yang diharapkan : pasien bebas dari infeksi dengan dasarnya dalah
suhu kurang dari 38.5ºC dan luka kering, bersih dan sembuh.
o Hasil NOC
Faktor resiko; penyembuhan luka:
o Intervensi NIC
Kontrol infeksi; perawatan luka.
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Membantu dalam proses bedah yang a. Waktu operasi yang lama,
panjang merupakan faktor resiko infeksi
postoperasi

25
b. Membantu kemerahan pada luka, rasa b. Pengkajian tanda dari luka
hangat, drainase, pembengkakkan, infeksi
nyeri.
c. Monitor suhu c. Suhu dutas 38,5ºC adalah tanda
infeksi
d. Monitor leukosit d. Peningkatan jumlah leukosit
adalah tanda infeksi

3) Kurang pengetahuan
o Berhubungan dengan :
- kurangnya pengalaman sebelumnya terkait bedah kolon
- dibutuhkan untuk managemen di rumah
- perawatan tindak lanjut jangka panjang
o Ditandai dengan :
- banyak pertanyaan
- ketiadaaan pertanyaan
- ketidakmampuan menyediakan perawatan diri
o Hasil yang diharapkan : klien mampu mengucapkan secara verbal dan
menampilkan kemampuan perawatan luka, diet yang tepat dan sesuai,
rencana aktifitas, laporan komplikasi, menerima perawatan yang
diperlukan.
o Hasil NOC
Peningkatan pengetahuan terkait proses penyakit, pengobatan dan
regiment.
o Intervensi NIC
Pengajaran tentang proses penyakit, kemampuan psikomotor, exercise
dan diet yang sesuai
Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji kemampuan pasien dalam a. Keaktifan partisipan dibutuhkan untuk
melakukan perawatan luka, berubah
aktifitas verbal yang sesuai, dan
menampilkan diet yang sesuai
b. Kaji pengetahuan pasien fungsi b. Pasien memahami bahwa pola kerja usus
usus belum kembali pada 2-3minggu post
operasi
c. Kaji pengetahuan pasien tentang c. Pasien dengan operasi abdominal akibat

26
terapi kanker lanjut dan mengikuti keganasan kanker mungkin memerlukan
perawatan terapi kemoterapi, irradiasion, atau
imunoterapi. Pengawasan lanjut
dibutuhkan mendeteksi kekambuhan
kanker

Penkes
a. Jika pasien dengan kolostomi :
 Ajarkan pada pasien atau  Hambatan ini meningkatkan integritas
pengasuhnya bagaimana kulit peristomal dan mencegah iritasi
menerapkan perawatan kulit akibat iritasi fecal
hambatan sekitar stoma  Infeksi kulit, iritasi, dan reaksi alergi
 Informasikan kepada pasien dapat terjadi disekitar stoma
barrier dapat tersisa pada kulit
sekitar 3-4 hari. Dapat hilang
setelah hari ke-4, dan kulit
sekitar stoma diperiksa  Langkah yang tepat untuk meningkatkan
 Bersihkan kulit dengan air integritas kulit dan mengurangi infeksi
hangat dan sabun ringan  Kosongkan kantong sebelum terjadi
 Catat jumlah, warna dan kebocoran materi fekal
konsistensi BAB  Perubahan dalam diet dan infeksi dapat
 Jika tidak ada BAB dari menyebabkan perubahan output fekal
kolonostomi, kaji stoma dengan dari stoma. Ketiadaaan output kolostomi
handscon dengan jari. Jika merupakan tanda obstruksi intestinal
tidak BAB atau flatus, laporkan
kepada dokter.

b. Ajakan pasien tentang pedoman


aktivitas yang sesuai:
 Tidak mengangkat lebih dari 10  Batasan aktifitas dapat mengurangi
kilo selama 6 minggu cidera pada otot abdomen dan resiko
terjadi prolaps stoma
 Exercise ringan (berjalan)  Mencegah DVT (deep vein thrombosis)
ddan pneumonia
 Mandi  Pasien yang mandi akan mengalami
penyembuhan luka
 Tidak mengemudikan  Mengoperasikan pedal kaki saat
kendaraan jika luka abdomen berkendara khususnya pedal rem,
belum sembuh meningkatkan regangan pada otot
abdomen.

c. Ajarkan pasien tentang diet


berikut :

27
 Tinggi kalori, tinggi protein  Meningkatkan penyembuhan
 Penambahan serat  Karena pasien mengalami kanker kolon,
akan beresiko meningkat. Diet tinggi
serat berhubungan dengan frekuensi
pergerakan usus. Makanan tinggi serat
meliputi biji-bijian, buah dan sayur.

d. Ajarkan pasien tentang d. Terapi ditawarkan jika adanya indikasi


rasionalisasi untuk beberapa patologis terkait tumor tidak hanya
rencana terapi lanjutan terbatas pada usus atau dinding usus
(kemoterapi, radiasi dan
imunoterapi ) e. Prosedur in imerupakan deteksi awal
e. Ajarkan pasien tentang pentingnya pada kekambuhan tumor. Biasanya
mengikuti kolonoskopi dijadwalkan setiap 6 bulan untuk pasien
dengan riwayat kanker kolon
f. Mendiskusikan resiko yang dialami f. Orangtua, saudara, dan orang dewasa
pasien dengan keluarga dengan usia diatas 40 tahun sebaiknnya
melakukan skrining setahun sekali untuk
kanker kolon
g. ajarkan kepada pasien untuk g. Merupakan tanda dan gelaja infeksi dan
memberi perhatian kepada kemungkinan obstruksi usus
kenaikan suhu (diatas 38,5ºC,
drainase luka yang berbau busuk,
kemerahan atau nyeri pada insisi
atau kehilangan pergerakan usus.

4) Nyeri
o Berhubungan dengan:
Luka insisi operasi
o Ditandai dengan :
- Verbalisasi nyeri, meringis, respirasi dangkal untuk rasa sakit.
- Perilaku menjaga, takikardia, perubahan BP, diaforesis, agitasi dan / atau
gelisah
o Hasil yang diinginkan
- Laporan pasien kontrol nyeri yang memuaskan pada tingkat kurang dari 3
sampai 4 menggunakan skala peringkat 0-10.
- Pasien menunjukkan peningkatkan kenyamanan seperti tingkat dasar untuk
HR, BP, dan pernapasan, dan otot rileks atau posisi tubuh.
o Hasil NOC

28
Status kenyamanan, kontrol nyeri, respon pengobatan.
o Intervensi NIC
Manajemen nyeri, analgesik gangguan administrasi.

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
a. Menilai tingkat nyeri pasien dan a. Penilaian ini penting untuk menentukan
karakteristiknya. jenis nyeri pasien mengalami untuk
membantu diagnosis dan pengobatan yang
tepat.
b. Mengevaluasi efektivitas seluruh
b. Pasien yang merasakan nyeri akan
manajemen nyeri, termasuk obat-
memerlukan beberapa jenis obat
obatan dan intervensi
penghilang rasa sakit. Oleh karena itu
nonfarmakologi.
rasa sakit lebih sulit untuk mengelola.
Manajemen nyeri paling mudah jika sakit
tidak diperbolehkan untuk puncak tetapi
konsisten dikendalikan. jika salah satu
obat atau teknik pelengkap tidak efektif,
intervensi lainnya harus dilaksanakan.
c. Menilai bagaimana pasien telah
c. Respon pasien terhadap nyeri yang sangat
berhasil menangani rasa sakit di
bervariasi dan harus dieksplorasi dengan
masa lalu.
masing-masing pasien
d. Banyak faktor yang mempengaruhi
d. Menilai keyakinan budaya pasien
kesediaan pasien untuk melaporkan nyeri.
tentang pelaporan nyeri.
beberapa takut kecanduan obat sakit dan
akan perlu diyakinkan bahwa kecanduan
bukanlah masalah dalam pengobatan
nyeri akut. lain percaya "toughing keluar"
adalah cara untuk menangani rasa sakit.
Defisit pengetahuan ini perlu ditangani.
mencari tahu bagaimana pasien telah
ditangani dengan nyeri masa lalu
memberikan wawasan tentang bagaimana
terbaik untuk secara efektif mengurangi
rasa sakit saat ini.
e. Mengantisipasi kebutuhan analgesik, e. Di tengah-tengah pengalaman yang
dan segera merespon laporan nyeri. menyakitkan, persepsi pasien waktu dapat
menjadi disorted. tanggapan segera
laporan nyeri dapat menyebabkan
kecemasan menurun pada pasien.
f. Meminimalkan ketidaknyamanan dan
f. Membantu pasien dalam splinting
membantu dengan batuk yang efektif dan
dada dengan bantal.
pernapasan dalam.

29
g. Membantu dengan penyisipan atau g. Berbagai tindakan dapat digunakan untuk
pemeliharaan kateter epidural atau secara efektif mengelola rasa sakit.
blok saraf interkostal yang sesuai.
h. Merencanakan kegiatan perawatan h. Ini memfasilitasi partisipasi yang lebih
untuk saat-saat ketika pasien yang aktif oleh pasien.
paling sakit. i. Nyeri yang dirasakan signifikan.
i. Mengajarkan intervensi menawarkan berbagai terapi alternatif,
nonfarmakologi tambahan seperti seperti stimulasi kulit atau strategi
terapi pijat, terapi musik, panas atau perilaku kognitif, semoga bermanfaat.
terapi dingin, citra, pernapasan
dikendalikan, dan sebagainya ketika
rasa sakit relatif terkendali.

Kolaborasi :
a. Berikan analgetik.
a. Analgetik memblok lintasan nyeri,
b. Observasi tingkat nyeri, dan respon
sehingga nyeri akan berkurang.
motorik klien, 30 menit setelah
b. Pengkajian yang optimal akan
pemberian obat analgetik untuk
memberikan perawat data yang obyektif
mengkaji efektivitasnya. Serta setiap
untuk mencegah kemungkinan
1 - 2 jam setelah tindakan perawatan
komplikasi dan melakukan intervensi
selama 1 - 2 hari.
yang tepat.

30

Anda mungkin juga menyukai