Anda di halaman 1dari 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Craniotomy
Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan
pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak.1
Tindakan bedah tersebut bertujuan untuk membuka tengkorak sehingga dapat
mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang ada di dalam otak.
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung
kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK,
mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner and
Suddarth).
Kraniotomi dapat dilakukan pada tumor otak, perdarahan otak seperti
subdural hematoma, epidural hematoma, aneurisma serebri, malformasi
arteriovenous, infeksi otak seperti abses serebri serta trauma otak.3 Buang dan
Haspani mendapatkan bahwa kasus kraniotomi terbanyak dilakukan pada
pasien trauma sebanyak 40% di rumah sakit di Kuala Lumpur.
B. Indikasi Cranioctomy
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakarnial adalah sebagai
berikut :
1. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker
2. Mengurangi tekanan intrakarnial
3. Mengevaluasi bekuan darah
4. Mengontol bekuan darah
5. Pembenahan organ-organ intrakarnial
6. Tumor otak
7. Perdarahan (hemorage)
8. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
9. Peradangan dalam otak
10. Trauma pada tengkorak
C. Klasifikasi Cranioctomy
1. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi diantara
tulang dan lapisan duramater
2. Subdural Hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada
rongga diantara lapisan duramater dengan araknoidea
D. Manifestasi Klinik Cranioctomy
1. Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
2. Gangguan penglihatan dan berbicara.
3. Mual dan muntah.
4. Pusing.
5. Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
6. Hemiparese.
7. Terjadi peningkatan intrakranial.
E. Komplikasi Post Cranioctomy
1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini.
7. Infeksi.Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus
aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan
pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah
perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
8. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
9. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan
menutup waktu pembedahan
F. Penatalaksanaan Keperawatan Cranioctomy
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.
Perawatan pasca pembedahan :
1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan
sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien
post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang
mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh
untuk pencegahan infeksi. pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO
(nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif
d. Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus
tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang
menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi
dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
a. Sistem Perkemihan.
1) Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal.
2) Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi  retensio urine.
3) Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi
buli-buli).
4) Dower catheter  kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml /
jam  komplikasi ginjal.
b. Sistem Gastrointestinal.
1) Mual muntah  40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama
dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO
meningkat.
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
3) Kaji paralitic ileus  suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
4) jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
5) Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung.
6) Meningkatkan istirahat.
7) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
8) Memonitor perdarahan.
9) Mencegah obstruksi usus.
10) Irigasi atau pemberian obat.

Anda mungkin juga menyukai