Anda di halaman 1dari 19

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN APENDIKSITIS DI


RUANG OKA RUMAH SAKIT UMUM QUEEN LATIFAH
YOGYAKARTA TAHUN 2018

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

Joni Kurniawan, S. Kep


183203016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2018

Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta


Telp (0274) 434200

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN APENDIKSITIS DI


RUANG OKA RUMAH SAKIT UMUM QUEEN LATIFAH
YOGYAKARTA TAHUN 2018

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( ) (Joni Kurniawan)

2
APENDIKSITIS
A. Pengertian
Menurut Brunner & suddarth, (2010), Appendiks adalah ujung seperti jari
yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci), melekat pada sekum tepat di
bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. Appendikitis
merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi
akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka.
Pria lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita. Appendiksitis lebih
sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun (Maurytania, A.R, 2014).
Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks,
dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga
peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses (Margaret, Rendy. 2012).
Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan
prosedur atau pendekatan endoskopi ( Padila 2012 ).

B. Etiologi
Walaupun belum banyak penelitian terkait dengan penyebab pasti
terjadinya appendiksitis, namun Menurut Brunner & suddarth, (2010), beberapa
penyebab terjadinya appendiksitis adalah:
1. Faktor yang berpengaruh:
a) Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari
feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
b) Infeksi: E. Coli dan steptococcus.
c) c) Tumor

C. Patognesis
Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:
1. Adanya Lisis lumen
2. Derajat sumbatan yang terus menerus
3. Sekresi mukus yang terus menerus

3
4. Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa appendiks
D. Patofisiologi

Sumbatan:
 Sekresi mucus
 Tekanan intra lumen ↑ Appendiks akut fokal:
 Gangguan drainase limphe
 Oedema + kuman Nyeri viseral ulu hati karena
 Ulserasi mukosa regangan mukosa

Tekanan intra lumen ↑↑: Appendiks supuratif:


 Gangguan vena
 Thrombus Nyeri pada titik McBurney
 Iskemia
peritonitis + kuman
lokal
 Pus

Appendiks gangrenosa
Tekanan intra lumen ↑↑↑:
 Gangguan arteri ↓
 Nekrosis + kuman
 gangren Peritonitis

Peritonitis umum
Sumber : Margaret, Rendy. (2012).

Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau


tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda
asing. Proses implamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam,
terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang
terimplamasi berisi pus.
Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:
1. Sembuh
2. Kronik
3. Perforasi
4. Infiltrat → abses

4
Pathway
Apendiks

Hiperplasi folikel Benda asing Erosi mukosa Fekalit Striktur Tumor


limfoid apendiks

Obstruksi

Mukosa terbendung

Apendiks teregang

Tekanan intraluminal
Nyeri
Aliran darah terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri


Pada dinding apendiks

Apendicitis

ke peritonium trombosis pd vena intramural

peritonitis pembengkakan dan iskemia

perforasi

Cemas pembedahan operasi

luka insisi Kerusakan jaringan


kulit

Defisit Self Nyeri jalan masuk kuman


Care Akut

Resiko infeksi

Sumber : Margaret, Rendy. (2012).

5
E. Manifestasi Klinik
Menurut Margaret, Rendy. (2012), manifestasi klinik dari appendiksitis
adalah:
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai
4. Terdapat konstipasi atau diare
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

F. Pemeriksaan Diagnosis
1. Anamnesa
a. Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik
McBurney).
b. Muntah (rangsang visceral)

c. Panas (infeksi akut)

2. Pemeriksaan fisik

a. Status generalis

1) Tampak kesakitan

2) Demam (≥37,7 oC)

3) Perbedaan suhu rektal > ½ oC

4) Fleksi ringan art coxae dextra

6
b. Status lokalis

c. Defenmuskuler (+) → m. Rectus abdominis

d. Rovsing sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri)
terasa nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic
usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan
peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.

e. Psoas sign (+) → Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney
(pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app
yang juga meradang.

f. Obturator sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi
supine, bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya
appendiks di pelvis.

g. Peritonitis umum (perforasi)

1) Nyeri diseluruh abdomen

2) Pekak hati hilang

3) Bising usus hilang.

h. Rectal : nyeri tekan pada jam 9-12

3. Pemeriksaan penunjang

a. laboratorium

1) Hb normal

2) Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis,


>10,000/mm3)

3) Hitung jenis: segmen lebih banyak

4) LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)

7
b. Rongent: appendicogram

Hasil positif berupa:

1) Non-filling

2) Partial filling

3) Mouse tail

4) Cut off

Rongent abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.

G. Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk
peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan
darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan
thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan denagn lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik
2. Operasi apendiktomi
3. Pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,

8
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan
minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan menjasi 30 ml/jam.
Keesokan harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk
duduk tegak di tempat tidur selam 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat
berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.

H. Kompilkasi
Menurut Margaret, Rendy. (2012), Komplikasi utama appendiksitis adalah
perforasi appendik yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidensi
perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup
demam dengan suhu 37,7OC atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri
abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu. Tanda-tanda perforasi meliputi
meningkatkan nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda
peritonotis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malise, dan
leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum aatu
pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat
ditegakkan dengan pasti ( Padila 2012 ).
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi
untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah
baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa,
koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik
berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil
kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara
intensif, bila ada (Margaret, Rendy 2012). Bila terbentukabses apendiks akan
teraba massa di kuadrankanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah
rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya
ampisilin, gentamisin, metronidazole, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses
akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6 – 12 minggu
kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses
daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif

9
juga perlu dibuatkan drainase (Brunner & suddarth 2010). Tomboflebitis supuratif
dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini
harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan
ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan
pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang dapat
terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi
intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan (Margaret, Rendy 2012).

I. Persiapan preoperative
Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan
menggantikan cairan yang hilang. Aspirin diberikan untuk mengurangi
peningkatan suhu. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Bila
ada kemungkinan atau terbukti ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang.
Enema tidak diberikan karena dapat menimbulkan perforasi (Margaret, Rendy
2012).

J. Penanganan post operatif


Tempatkan pasien pada posisi semifowler karena dapat mengurangi tegangan pada
insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Analgetik diberikan
untuk mengurangi nyeri. Cairan per-oral dapat diberikan bila dapat mentoleransi.
Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara
intravena. Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari
ke 5-7. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu (Brunner & suddarth
2010).

L. Pengkajian
Pengkajian
Riwayat :
Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan apendisitis
meliputi : umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan dan riwayat medik lainnya
pemberian barium, baik lewat mulut/rektol, riwayat diit terutama makanan yang
berserat.

10
Pengkajian
a. Data subyektif
Sebelum operasi
1) Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah.
2) Mual, muntah, kembung.
3) Tidak nafsu makan, demam.
4) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan.
5) Diare konstipasi.
Sesudah operasi
1) Nyeri daerah operasi.
2) Lemas, haus.
3) Mual, kembng.
4) Pusing
b. Data obyektif
Sebelum operasi
1) Nyeri tekan di titik Mc Berney.
2) Spasma otot.
3) Taksikardi, takipea.
4) Pucat, gelisah.
5) Bising usus berkurang atau tidak ada.
6) Demam 38-38,5oC.
Sesudah operasi
a. Terdapat luka operasi di kuadran kanan abonsmen.
b. Terpasang infus.
c. Terdapat ardin/pipa lambung.
d. Bising usus berkurang.
e. Selaput mulut mukosa kering.
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Leukosit 10.000 – 18.00 /mm3.
2) Nitrofit meningkat 75%.
3) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin induksi terjadinya perforasi
(jumlah sel darah merah).

11
d. Data pemeriksaan diagnostik
1) Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecolit pada katup.
2) Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian.
e. Potensial infeksi
1) Perforasi.
2) Periforstis.
3) Dehidrasi.
4) Sepsis.
5) Elektrolit darah tidak seimbang.
6) Pnemuoni.

M. Diagnosa keperawatan utama mencakup antara lain:


Preoperatif:

1. Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan


dengan kurang paparan sumber informasi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit).

3. Cemas b/d tidakan pembedahan yang akan dilakukan.

Post operatif:

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan pada
apendiktomi).
5. Nausea b/d anatesi
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri
7. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan

12
Preoperasi
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : KURANG PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT B.D KURANG PAPARAN SUMBER INFORMASI
NOC NIC Rasional

Pengetahuan tentang penyakit Pengetahuan penyakit


Aktifitas:
Setelah diberikan penjelasan selama
1.Jelaskan tentang penyakit apendiksitis 1. Meningkatan pengetahuan dan
3x24 jam, pasien mengerti proses
2.Jelaskan tentang program pengobatan dan mengurangi cemas
penyakitnya dan Program perawatan
tindakan operasi yang akan dilakukan 2. Mempermudah intervensi
serta Therapi yg diberikan dengan
3.Jelaskan tindakan untuk mencegah 3. Mencegah keparahan penyakit
kriteria :
komplikasi 4. Mereview
Pasien mampu:
4.Tanyakan kembali pengetahuan ps tentang
Menjelaskan kembali tentang proses
penyakit, prosedur prwtn dan pengobatan
penyakit, mengenal kebutuhan
perawatan dan pengobatan tanpa
cemas

13
2. DX. KEPERAWATAN: NYERI AKUT BERHUBUNGAN DENGAN AGEN INJURI KIMIA (PROSES PENYAKIT, DISKONTINUITAS

JARINGAN)

NOC NIC Rasional

Kontrol nyeri Manajement nyeri


1. untuk menentukan intervensi yang
1.Lakukan penilaian terhadap nyeri, lokasi, sesuai dan keefektifan dari therapi
Setelah dilkukan tindakan
karakteristik dan faktor-faktor yang dapat yang diberikan
keperawatan selama 3x24 jam nyeri
menambah nyeri 2. Membantu dalam mengidentifikasi
pasien berkurang dengan kriteria :
2.Amati isyarat non verbal tentang kegelisaan derajat ketidaknyamnan.
Indikator:
3.Fasilitasi linkungan nyaman 3. Meningkatkan kenyamanan
- Menggunakan skala nyeri untuk
4.Berikan obat anti nyeri. 4. Mengurangi nyeri dan
mengidentifikasi tingkat nyeri
5.Bantu pasien menemukan posisi nyaman ( memungkinkan pasien untuk
- Menyatakan nyeri berkurang
semifowler ). mobilisasi tampa nyeri
- Mampu istirahan/tidur
6.Berikan massage di punggung 5. Peninggin lengan menyebabkan
- Menggunakan tekhnik non
7.Tekan dada saat latihan batuk pasie rileks
farmakologi
6. Meningkatkan relaksasi dan
membantu untuk menfokuskan
perhatian shg dapat meningkatkan
sumber coping.

14
Post operasi
3. DX. KEPERAWATAN: NYERI AKUT BERHUBUNGAN DENGAN AGEN INJURI (INSISI PEMBEDAHAN PADA APENDIKTOMI)
NOC NIC Rasional

Kontrol nyeri Manajement nyeri


1. untuk menentukan intervensi yang
1. Lakukan penilaian terhadap nyeri, lokasi, sesuai dan keefektifan dari therapi
Setelah dilkukan perawatan selama
karakteristik dan faktor-faktor yang dapat yang diberikan
3x24 jam nyeri pasien berkurang
menambah nyeri 2. Membantu dalam mengidentifikasi
dengan kriteria:
2. Amati isyarat non verbal tentang derajat ketidaknyamnan
Indikator:
kegelisaan 3. Meningkatkan kenyamanan
- Menggunakan skala nyeri untuk
3. Fasilitasi linkungan nyaman 4. Mengurangi nyeri dan
mengidentifikasi tingkat nyeri
4. Berikan obat anti sakit memungkinkan pasien untuk
- Menyatakan nyeri berkurang
5. Bantu pasien menemukan posisi nyaman mobilisasi tampa nyeri
- Mampu istirahan/tidur
6. Berikan massage di punggung 5. Peninggin lengan menyebabkan
- Menggunakan tekhnik non
7. Tekan dada saat latihan batuk pasie rileks
farmakologi
6. Meningkatkan relaksasi dan
membantu untuk menfokuskan
perhatian shg dapat meningkatkan
sumber coping.

15
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN: DEFICITE SELF CARE B.D NYERI
NOC NIC
Rasional

Perawatan diri : (mandi,berpakaian)


Membantu perawatan diri pasien
1. Mempermudah jangkauan
setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Tempatkan alat-alat mandi disamping 2. Melatih kemandirian
selama 3x24 jam, pasien mampu
tempat tidur pasien. 3. Meningkatkan kepercayaan
melakukan mandi dan berpakaian sendiri
2. Libatkan keluarga dan pasien
dengan kriteria:
3. Berikan bantuan selama ps masih mampu
Indikator: mengerjakan sendiri
 Tubuh bebas dari bau dan menjaga
keutuhan kulit ADL berpakaian
1. Memudahkan intervensi
 Menjelaskan cara mandi dan berpakaian 1. Informasikan pada pasien dalam memilih
2. Melatih kemandirian
secara aman pakaian selama perawatan.
3. Menghindari nyeri bertambah
2. Sediakan pakaian di tempat yg mudah
4. Memberikan kenyamanan
dijangkau
5. Memberikan kepercayaan diri ps
3. Bantu berpakaian yg sesuai
4. Jaga privcy pasien.

16
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN: RISIKO INFEKSI BD TINDAKAN INVASIF, INSISI POST PEMBEDAHAN
NOC NIC Rasional
Kontrol infeksi dan kontrol resiko
Perawatan appendiktomy/ luka
setelah diberikan perawatan selama
3x24 jam tidak terjadi infeksi dengan Aktifitas: 1. Penanda proses infeksi
kriteria : 1. Amati luka dari tanda-tanda infeksi 2. Menghindari infeksi
Indikator: 2. Lakukan perawatan appendiktomy dengan tehnik 3. Mencegah infeksi
 Bebas dari tanda-tanda infeksi aseptic dan gunakan kassa steril untuk merawat dan 4. Mempercepat penyembuhan
 Angka leukosit normal menutup luka

 Ps mengatakan tahu tentang tanda- 3. Anjurkan pada pasien utnuk melaporkan dan
tanda infeksi mengenali tanda-tanda infeksi

Kontrol infeksi
Aktifitas:
1. Mencegah infeksi sekunder
1. Batasi pengunjung
2. Mencegah INOS
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien.
3. Meningkatkan daya tahan tubuh
3. Tingkatkan masukan gizi yang cukup
4. Membantu relaksasi dan
4. Anjurkan istirahat cukup
membantu proteksi infeksi
5. Pastikan penanganan aseptic daerah IV
5. Mencegah tjdnya infeksi
6. Berikan pendidikan kesehatan tentang risiko
6. Meningkatkan pengetahuan ps
infeksi

17
6. DX. GANGGUAN POLA TIDUR BD KONDISI LINGKUNGAN
NOC NIC Rasional
NOC: Tidur, istirahat, sehat. Peningkatan tidur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji aktifitas pola tidur klien 1. pola tidur yang biasanya secara
selama 3x24 jam klien dapat terpenuhi 2. Jelaskan tentang pentingnya tidur yang cukup individu, dapat dikumpulkan
kebutuhan tidurnya selama sakit, terapi. melalui pengkajian yg
Dengan kriteria : 3. Monitor pola tidur dan catat keadaan fisik, komprehensif dan holistic,
 Jumlah jam tidur cukup psikososial yang menggangu tidur dibutuhkan untuk menentukan
 Pola tidur normal 4. Tambah jam tidur bila perlu penyebab gangguan
 Kualitas tidur cukup 5. Diskusikan pada klien dan keluarga tentang 2. suara yang berlebihan dapat
 Tidak sering terbangun tehnik peningkatan pola tidur. menyebabkan gangguan tidur
 Merasa segar setelah bangun tidur manajemen lingkungan 3. kecemasan dan depresi biasanya
 Bangun pada waktu yang 1. batasi pengunjung terjadi pada orang tua dan dapat
direncanakan 2. jaga lingkungan dari bising menyebabkan imsomnia.
 TTV dalam batas normal 3. tidak melakukan tindakan keperawatan pada 4. Relaksasi dapat membantu klien
saat klien tidur mengurangi kecemasan
mengurangi cemas
1. tentukan tingkat kecemasan
2. latihan relaksasi

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. EGC: Jakarta.

University IOWA., NIC and NOC Project., 2010, Nursing outcome Classifications,
Philadelphia, USA.

McCloskey&Bulechek, 2010, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By


Mosby-Year book.Inc,Newyork.

Maurytania, A.R, 2014, Buku Saku Ilmu Bedah, Widya Medika, Yogyakarta.

Margaret, Rendy. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Nuha
Medika: Yokyakarta.

NANDA, 2010-2011, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia,


USA.

Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika: Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai