Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas akibat masuknya antigen dalam
tubuh. Masuknya antigen dapat melalui jalan apa saja, jalan napas/hirupan,
paparan kulit, termasuk makanan yang masuk saluran pencernaan. Masuknya
antigen kedalam tubuh dikenali oleh limfosit dan antibodi dalam tubuh sebagai
benda asing yang harus dilawan. Terjadilah reaksi alergi yakni antigen-
antibodi. Aktifitas limfosit akan menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan
peningkatan kadar antibodi dalam tubuh. Bersama dengan sel fagosit , sistem
komplemen, limfosit dan antibodi berupaya mengeliminasi antigen. Pada
individu normal (tanpa bakat alergi), reaksi tersebut berlangsung normal tanpa
menimbulkan gejala abnormal seperti gatal-gatal,kemerahan di kulit, hingga
sesak napas. Namun, pada individu dengan bakat alergi, reaksi antigen-antibodi
akan menyebabkan dilepaskannya senyawa-senyawa bioaktif (histamine,
prostaglandin, tromboksan,dll) oleh sel mast.
Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri
menunjukkan bahwa angka kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa
tahun terahkir.Tampaknya alergi merupakan kasus yang cukup mendominasi
kunjungan penderita di klinik rawat jalan Pelayanan Kesehatan Anak. Menurut
survey rumah tangga dari beberapa negara menunjukkan penyakit alergi adalah
adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien berobat ke
dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari semua
kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80% diantaranya menunjukkan
gangguan berulang yang menjurus pada kelainan alergi. BBC beberapa waktu
yang lalu melaporkan penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat
pesat.Angka kejadian alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir.Setiap
saat 30% orang berkembang menjadi alergi. Anak usia sekolah lebih 40%
mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai astma, 6 juta orang mempunyai
dermatitis (alergi kulit). Penderita Hay Fever lebih dari 9 juta orang
(Judarwanto, 2005).

1
Angka penderita alergi semakin meningkat, oleh sebab itu dalam makalah ini
akan membahas mengenai Alergi untuk menambah pemahaman mengenai
Alergi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Alergi ?
2. Apa tanda dan gejala Alergi ?
3. Apa etiologi terjadinya Alergi ?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya Alergi ?
5. Bagaimana klasifikasi Alergi ?
6. Bagaimana pengobatan Alergi ?
C. Tujuan
Tujuan dari membuat makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
mengenai Alergi.
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai Alergi.

BAB II
PENDAHULUAN
A. Definisi
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap
antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya (Baratawidjaja dan
Rengganis, 2014)
Istilah hipersensitivitas berkenaan dengan ketidaktepatan reaksi
imunologis, daripada usaha untuk menyembuhkan, reaksi ini menciptakan
kerusakan jaringan dan merupakan suatu bentuk penting dalam proses
perjalana penyakit secara keseluruhan (Mohanty dan Leela, 2014).

2
Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem
kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami
cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan
mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama.
Karena itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya
yang merupakan komponen dalam system imun yang berfungsi sebagai
pelindung yang normal pada sistem kekebalan.
Reaksi ini terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan
mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I
hipersensitivitas sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan
dengan alergi.
Gejala dapat bervariasi dari ketidaknyamanan sampai kematian.
Hipersensitivitas tipe I ditengahi oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan
basofil. Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit pada antigen sel,
menandai mereka untuk penghancuran. Hal ini juga disebut hipersensitivitas
sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM. Kompleks imun (kesatuan
antigen, protein komplemen dan antibodi IgG dan IgM) ditemukan pada
berbagai jaringan yang menjalankan reaksi hipersensitivitas tipe III.
hipersensitivitas tipe IV (juga diketahui sebagai selular) biasanya
membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe
IV ikut serta dalam berbagai autoimun dan penyakit infeksi, tetapi juga dalam
ikut serta dalam contact dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T,
monosit dan makrofag1.

B. Etiologi
Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu :
1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.
2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.
3. Faktor genetik.
4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang, berbagai jenis
makanan dan zat lain.
Setelah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang
melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus,
termasuk basofil yang berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel mast yang
ditemukan di dalam jaringan.

3
Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan
antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk
melepaskan zat-zat atau mediator kimia yang dapat merusak atau melukai
jaringan di sekitarnya.
Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan,
yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon kekebalan.
Kadang istilah penyakit atopik digunakan untuk menggambarkan sekumpulan
penyakit keturunan yang berhubungan dengan IgE, seperti rinitis alergika dan
asma alergika. Penyakit atopik ditandai dengan kecenderungan untuk
menghasilkan antibodi IgE terhadap inhalan (benda-benda yang terhirup,
seperti serbuk bunga, bulu binatang dan partikel-partikel debu) yang tidak
berbahaya bagi tubuh. Eksim (dermatitis atopik) juga merupakan suatu
penyakit atopik meskipun sampai saat ini peran IgE dalam penyakit ini masih
belum diketahui atau tidak begitu jelas. Meskipun demikian, seseorang yang
menderita penyakit atopik tidak memiliki resiko membentuk antibodi IgE
terhadap alergen yang disuntikkan (misalnya obat atau racun serangga).
C. Gejala
Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri dari
mata berair,mata terasa gatal dan kadang bersin. Pada reaksi yang esktrim bisa
terjadi gangguan pernafasan, kelainan fungsi jantung dan tekanan darah yang
sangat rendah, yang menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis,
yang bisa terjadi pada orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera
setelah makan makanan atau obatobatan tertentu atau setelah disengat lebah,
dengan segera menimbulkan gejala.
D. Klasifikasi
Klasifikasi Reaksi Hipersensitivitas menurut waktu timbulnya reaksi
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2014) :
1. Reaksi cepat;
2. Reaksi intermediet;
3. Reaksi lambat.
Klasifikasi menurut Gell dan Coombs (1963) Berdasarkan perbedaan
imunopatogenesis, Gell dan Coomb pada tahun 1963 mengusulkan 4 tipe
reaksi hipersensitivitas, yaitu reaksi tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan tipe 4 (subowo,
1993) dengan menyertakan perbedaan masing-masing mekanisme, sel dan
mediatornya (Mohanty dan Leela, 2014).
1. Reaksi hipersensitivitas tipe I

4
Hipersensitivitas Juga dikenal sebagai hipersensitivitas tipe cepat atau
anafilaksis, yang dapat terjadi pada kulit (urtikaria dan eksim), mata
(konjungtivitas), nasofaring (rinorea, rinitis), jaringan bronkhopulmonari
(asma) dan traktus gastro-intestinal (gastroenteritis).
Reaksinya dapat menyebabkan simtom ketidaknyamanan minor
sampai kematian. Waktu yang diperlukan 15-30 menit dari saat terjadinya
paparan antigen (alergen), meskipun kadang-kadang mempunyai onset
yang lebih panjang (10-12 jam ). Reaksi hipersensitivitas tipe I,
diperantarai antibodi IgE. Komponen sel utama yang terlibat: sel mast atau
basofil. Reaksi dapat diperbesar dan/atau dimodifikasi oleh platelet,
neutrofil dan eosinofil. Biopsi dari tempat terjadinya reaksi, mengandung
terutama sel mast dan basofil. Mekanisme reaksi didahului dengan produksi
IgE dalam respon terhadap antigen tertentu (alergen).
IgE mempunyai afinitas yang tinggi untuk reseptornya pada sel
mast dan basofil. Paparan berikutnya dengan alergen yang sama,
membentuk ikatan silang dengan IgE yang terikat pada sel dan
membebaskan berbagai senyawa aktif secara farmakologis.. Ikatan
silang diatas penting dalam memacu sel mast. Degranulasi sel mast
dan didahului dengan kenaikan Ca++ influk, merupakan proses yang
menentukan ionofor yang meningkatkan Ca++ sitoplasmik juga
mendukung degranulasi, sedangkan antigen yang mengosongkan
Ca++ sitoplasmik menekan terjadinya degranulasi.
E. Patofisiologi
Patofisiologi alergi terjadi akibat pengaruh mediator pada organ target.
Mediator tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu mediator yang sudah ada
dalam granula sel mast (performed mediator) dan mediator yang terbentuk
kemudian (newly fored mediator). Menurut asalnya mediator ini dibagi dalam
dua kelompok, yaitu mediator dari sel mast atau basofil (mediator primer), dan
mediator dari sel lain akibat stimulasi oleh mediator primer (mediator
sekunder).
Mekanisme alergi terjadi akibat induksi IgE yang spesifik terhadap alergen
tertentu berikatan dengan mediator alergi yaitu sel mast.4,19 Reaksi alergi
dimulai dengan cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast atau
basofil dengan alergen. Rangsang ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan
sistem nukleotida siklik yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP dan

5
masuknya ion Ca++ ke dalam sel. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan
mediator lain.
Mediator yang telah ada di dalam granula sel mast diantaranya histamin,
eosinophil chemotactic factor of anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil
chemotactic factor (NCF). Histamin memiliki peranan penting pada fase awal
setelah kontak dengan alergen (terutama pada mata, hidung, dan kulit).
Histamin dapat menyebabkan hidung tersumbat, berair, sesak napas, dan kulit
gatal.
Histamin menyebabkan kontraksi otot polos bronkus dan menyebabkan
bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan dilatasi venula kecil,
sedangkan pada pembuluh darah yang lebih besar konstriksi karena kontraksi
otot polos. Histamin meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca
kapiler. Perubahan vaskular menyebabkan respons wheal-flare (triple respons
dari Lewis) dan jika terjadi secara sistemik dapat menyebabkan hipotensi,
urtikaria, dan angioderma. Pada traktus gastrointestinal, histamin menaikkan
sekresi mukosa lambung dan apabila pelepasan histamin terjadi secara
sistemik, aktivitas otot polos usus dapat meningkat dan menyebabkan diare dan
hipermotilitas.
Newly synthesized mediator diantaranya adalah leukotrein, prostagladin,
dan tromboksan. Leukotrein dapat menyebabkan kontraksi otot polos,
peningkatan permeabilitas, dan sekresi mukus. Prostaglandin A dan F
menyebabkan kontraksi otot polos dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
sedangkan prostaglandin E1 dan E2 secara langsung menyebabkan dilatasi otot
polos bronkus. Kalikrein menghasilkan kinin yang mempengaruhi
permeabilitas pembuluh darah dan tekanan darah. ECF-A menarik eosinofil ke
daerah tempat reaksi dan memecah kompleks antigen-antibodi dan
menghalangi newly synthetized mediator dan histamin. Plateletes Activating
Factor (PAF) menyebabkan bronkokonstriksi dan menaikkan permeabilitas
pembuluh darah, mengaktifkan faktor XII yang akan menginduksi pembuatan
bradikinin. Bradikinin menyebabkan kontraksi otot bronkus dan vaskular
secara lambat, lama, dan hebat. Bradikinin juga merangsang produksi mukus
dalam traktus respiratorius dan lambung. Serotonin dalam trombosit yang

6
dilepaskan waktu agregasi trombosit melalui mekanisme lain menyebabkan
kontraksi otot bronkus yang pengaruhnya sebentar.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran kadar IgE total dan spesifik dengan menggunakan metode
ELISA atau RIA.
2. Tes kulit untuk menetukan IgE spesifik dalam kulit pasien, seperti tes tusuk
(prick test), tes tempel (pacth test) :
a. Tes tusuk (Prick Test)
Hasil tes negatif apabila tidak ada bentol atau eritema atau hasil tes
sama dengan kontrol
Hasil tes positif apabila terjadi bentul atau eritema
1) Positif 1 : bila didapatkan tidak ada bentul dan diameter eritema <
20 mm.
2) Positif 2 : bila didapatkan tidak ada bentul dan diameter eritema >
20 mm.
3) Positif 3 : bila didapatkan bentul dan eritema.
4) Positif 4 : bila didapatkan dengan psudopodia.
b. Tes tempel (Patch Test)
Tes negatif bila tidak ada reaksi terhadap zat yang ditempati yang
menunjukkan alergi.
Hasil tes positif
1) Positif 1 : bila ada eritema.
1) Positif 2 : bila ada eritema dan papula.
2) Positif 3 : bila ada eritema, papula dan vesikuler.
c. Tes provokasi untuk alergi makanan :
1) Tes hidung
Hasil tes positif bila dalam beberapa menit timbul bersin-
bersin, pilek, hidung tersumbat, kadang-kadang batuk, pada mukosa
hidung tampak bengkak.
2) Tes provokasi bronkial
Tes yang sering dipakai adalah tes kegiatan jasmani, tes inhalasi
antigen, tes inhalasi metakolin, tes inhalasi histamin.
a) Pengukuran kadar histamin dalam darah atau urin dengan
metode ELISA atau HPLC.
b) Analisis immunoglobulin serum dapat menunjukkan
peningkatan basophil dan eosinofil.
c) Biopsy usus
d) Foto thorax
Untuk melihat komplikasi asma dan sinus paranasal untuk
mengetahui komplikasi rinitis.
e) Spirometri
Untuk menentukan obstruksi saluran nafas baik beratnya
maupun reversibilitas.

7
F. Tipe-tipe Alergi
1. Alergi tipe I : Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan
kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam
bereaksi secara imunologi terhadap bahanbahan yang umumnya
imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat
atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan
berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat
atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
alergen. Terdapat 2 kemungkinan yang terjadi pada mekanisme reaksi
alergi tipe I, yaitu :
A : Alergen langsung melekat/terikat pada Ig E yang berada di permukaan
sel mast atau basofil, dimana sebelumnya penderita telah terpapar allergen
sebelumnya, sehingga Ig E telah terbentuk. Ikatan antara allergen dengan Ig
E akan menyebabkan keluarnya mediatorme diator kimia seperti histamine
danleukotrine.
B : Respons ini dapat terjadi jika tubuh belum pernah terpapar dengan
allergen penyebab sebelumnya. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan
berikatan dengan sel B, sehingga menyebabkan sel B berubah menjadi sel
plasma dan memproduksi Ig E. Ig E kemudian melekat pada permukaan sel
mast dan akan mengikat allergen. Ikatan sel mast, Ig E dan allergen akan
menyebabkan pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator kimia. Efek
mediator kimia ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi,
oedem, spasme pada otot polos. Oleh karena itu gejala klinis yang dapat
ditemukan pada alergi tipe ini antara lain : rinitis (bersin-bersin, pilek) ;
sesak nafas (hipersekresi sekret), oedem dan kemerahan (menyebabkan
inflamasi) ; kejang (spasme otot polos yang ditemukan pada anafilaktic
shock).

Histamine

8
A leukotriene

Keterangan :
Alergen/eksogen nonspesifik seperti asap, sulfurdioksida, obat
yang masuk melalui jalan nafas akan menyebabkan saluran bronkus yang
sebelumnya masih baik menjadi meradang. Alergen diikat Ig E pada sel
mast dan menyebabkan sel yang berada di bronkus mengeluarkan mediator
kimia (sitokin) sebagai respons terhadap alegen. Sitokin ini mengakibatkan
sekresi mukus, sehingga sesak nafas. Adapun penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh reaksi alergi tipe I adalah :
• Konjungtivitis
• Asma
• Rinitis
• Anafilaktic shock
2. Reaksi Alergi tipe II {Antibody-Mediated Cytotoxicity (Ig G)}
Reaksi alergi tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan
pada sel tubuh oleh karena antibodi melawan/menyerang secara langsung
antigen yang berada pada permukaan sel. Antibodi yang berperan biasanya
Ig G. Berikut (gambar 2 dan 3a) mekanisme terjadinya reaksi alergi tipe II.

Gambar 3. Reaksi
alergi tipe II
Keterangan :

9
Tipe ini melibatkan K cell atau makrofag. Alergen akan diikat
antibody yang berada di permukaan sel makrofag/K cell membentuk
antigen antibody kompleks. Kompleks ini menyebabkan aktifnya
komplemen (C2 –C9) yang berakibat kerusakan.

Keterangan :
Alergen (makanan) akan diikat antibody yang berada di permukaan K
cell, dan akan melekat pada permukaan sel darah merah. Kompleks ini
mengaktifkan komplemen, yang berakibat hancurnya sel darah merah.
Contoh penyakit-penyakit :
 Goodpasture (perdarahan paru,anemia)
 Myasthenia gravis (MG)
 Immune hemolytic (anemia Hemolitik)
 Immune thrombocytopenia purpura
 Thyrotoxicosis (Graves' disease)
 Terapi yang dapat diberikan pada alegi tipe II: immunosupresant
cortikosteroidsprednisolone).
3. Reaksi Alergi Tipe III (Immune Complex Disorders)
Merupakan reaksi alegi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal
dari kompleks antigen antibody berada di jaringan. Gambar berikut ini
menunjukkan mekanisme respons alergi tipe III. Secara ringkas penulis
merangkum reaksi alergi tipe 3 seperti pada gambar 5.

10
Keterangan : Adanya antigen antibody kompleks di jaringan, menyebabkan
aktifnya komplemen. Kompleks ini mengatifkan basofil sel mast aktif dan
merelease histamine, leukotrines dan menyebabkan inflamasi.

Keterangan gambar :
Alergen (makanan) yang terikat pada antibody pada netrofil (yang berada
dalam darah) dan antibody yang berada pada
jaringan,mengaktifkankomplemen. Kompleks tersebut menyebabkan
kerusakan pada jaringan. Penyakit :
a. the protozoans that cause malaria
b. the worms that cause schistosomiasis and filariasis
c. the virus that causes hepatitis B, demam berdarah.
d. Systemic lupus erythematosus (SLE)
e. "Farmer's Lung“ (batuk, sesak nafas)
Kasus lain dari reaksi alergi tipe III yang perlu diketahui menyebutkan
bahwa imunisasi/vaksinasi yang menyebabkan alergi sering disebabkan
serum (imunisasi) terhadap Dipteri atau tetanus. Gejalanya Disebut dg.
Syndroma sickness, 8.9 yaitu :
a. Fever
b. Hives/urticaria
c. Arthritis
d. Protein in the urine.
4. Reaksi Alergi Tipe IV {Cell-Mediated
Hypersensitivities (tipe lambat)}

11
Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan
intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini melibatkan sel-sel imunokompeten,
seperti makrofag dan sel T. Ekstrinsik : nikel, bhn kimia Intrinsik: Insulin-
dependent diabetes mellitus (IDDM or Type I diabetes), Multiple sclerosis
(MS), Rheumatoid arthritis, TBC.

Keterangan :
Makrofag (APC) mengikat allergen pada permukaan sel dan akan
mentransfer allergen pada sel T, sehingga sel T merelease interleukin
(mediator kimia) yang akan menyebabkan berbagai gejala.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan
eleminasi
2. Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian :
a. Antihistamin dan obat-obat yang menghambat degranulasi sel mast dapat
mengurangi gejala-gejala alergi.
b. Kortikosteroid yang dihirup bekerja sebagai obat peradangan dan dapat
mengurangi gejala suatu alergi.
3. Untuk gejala yang berat dan lama, bila terapi lain tidak memuaskan
dilakukan imunoterapi melalui : Terapi desensitisasi berupa penyuntikan
berulang allergen dalam jumlah yang kecil dapat mendorong pasien
membentuk antibody IgG terhadap alergen.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap
antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya (Baratawidjaja dan
Rengganis, 2014)

12
Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem
kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami
cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan
mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama.
Karena itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya
yang merupakan komponen dalam system imun yang berfungsi sebagai
pelindung yang normal pada sistem kekebalan.
Reaksi ini terbagi menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan
mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I
hipersensitivitas sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan
dengan alergi.
Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu : Defisiensi limfosit T yang
mengakibatkan kelebihan IgE, Kelainan pada mekanisme umpan balik
mediator, Faktor genetik, Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu
binatang, berbagai jenis makanan dan zat lain.

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Napza
    Napza
    Dokumen12 halaman
    Napza
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Dokumen25 halaman
    Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • ANATOMI GINJAL
    ANATOMI GINJAL
    Dokumen28 halaman
    ANATOMI GINJAL
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Dokumen25 halaman
    Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Dokumen19 halaman
    Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    rusman sanchez
    Belum ada peringkat
  • MODEL TEORI PROMKE
    MODEL TEORI PROMKE
    Dokumen8 halaman
    MODEL TEORI PROMKE
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • HUBUNGAN KELUARGA DAN KESEHATAN
    HUBUNGAN KELUARGA DAN KESEHATAN
    Dokumen18 halaman
    HUBUNGAN KELUARGA DAN KESEHATAN
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bu Enok Paliatif
    Tugas Bu Enok Paliatif
    Dokumen19 halaman
    Tugas Bu Enok Paliatif
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Tugas Promkes Si Mas Pahong
    Tugas Promkes Si Mas Pahong
    Dokumen9 halaman
    Tugas Promkes Si Mas Pahong
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Askep Leukemia
    Askep Leukemia
    Dokumen10 halaman
    Askep Leukemia
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Alergi
    Alergi
    Dokumen10 halaman
    Alergi
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Dokumen18 halaman
    Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • JUDUL
    JUDUL
    Dokumen31 halaman
    JUDUL
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • ALERGI
    ALERGI
    Dokumen10 halaman
    ALERGI
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Maternitas
    Maternitas
    Dokumen9 halaman
    Maternitas
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Tugas Pak Bakhtiar Teori Keperawatan NOLA J
    Tugas Pak Bakhtiar Teori Keperawatan NOLA J
    Dokumen6 halaman
    Tugas Pak Bakhtiar Teori Keperawatan NOLA J
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat