Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan
pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam
glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria atau hematuria. Meskipun lesi utama pada
glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi
gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827
sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun
respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit glomerulonefritis telah
menyebabkan kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya. Indonesia pada tahun 1995,
melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien
terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%),
Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan
terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa
mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
1.2 Rumusan Masalah
2. Bagaimana Anatomi Ginjal?
3. Bagaimana Fisiologi Filtrasi Glomerulus?
4. Apa yang dimaksud dengan Glomerulonefritis?
5. Bagaimana Patofisiologi Glomerulonefritis?
6. Apa Saja Klasifikasi Glomerulonefritis?
7. Apa Penyebab dari Glomerulonefritis?
8. Apa Saja Komplikasi dari Glomerulonefritis?
9. Bagaimana Penatalaksanaan Glomerulonefritis?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Glomerulonefritis?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami tentang penyakit glomerulonefritis dan bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan glomerulonefritis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui Anatomi Ginjal.
2) Untuk mengetahui Fisiologi Filtrasi Glomerulus.
3) Untuk mengetahui definisi Glomerulonefritis.
4) Untuk mengetahui Patofisiologi Glomerulonefritis.
5) Untuk mengetahui Klasifikasi Glomerulonefritis.
6) Untuk mengetahui Penyebab dari Glomerulonefritis..
7) Untuk mengetahui Komplikasi dari Glomerulonefritis.
8) Untuk mengetahui Penatalaksanaan Glomerulonefritis.
9) Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien Glomerulonefritis.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal
antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari
korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid
terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah
korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan,
sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus
yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.

Gambar 0-1 Anatomi Ginjal


Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru
tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse
henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut badan
malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam
pembentukan urine tidak kalah pentingnya.

3
Gambar 0-2 Perdarahan Pada Ginjal
2.1.1 Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah
ekskresi air.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3ˉ.
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk
sel darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling
penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat

4
dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan
dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke
dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan
disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan
tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-
substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.
2.1.2 Sistem Glomerulus Normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari
arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua
arteriola itu disebut kutub vaskuler. Diseberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan
tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut,
ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada
kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar
kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-
tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel
epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapatmembrana
basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana
basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialahlamina rara interna,
lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel
parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana
basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan

5
membrana basalis tubuler pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal
kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (”crescent”). Bulan sabit bisa segmental
atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke
bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan
medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi
air dan slut.

Gambar 0-3 Bagian-bagian Nefron


Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai
penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang
sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A.
Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel
endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-
tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A.
Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel
mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian
medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan
mungkin bereran dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada

6
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-
saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.

Gambar 0-4 Kapiler Glomerulus Normal


Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel
endotel, membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion
negatif yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-
sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki
isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh
dinding kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.

7
Gambar 0-5 Anatomi Sistem Ginjal
2.2 Fisiologi
2.2.1 Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui
dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua
substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein
dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti
albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus
sebelum meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron
glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler
glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

A. DEFINISI

Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu proses
imunologis.

Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus yang
seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-
penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus
Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus

8
(glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik.
Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien
dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan
myeloma). (Sukandar, 2006).

B. ETIOLOGI

Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini dapat
terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub
klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan,
yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari
peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap
diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang
kurang baik.

Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :


1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.

C. KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal ginjal
kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
- Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh
infeksi stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada
membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
- Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan

9
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak
glomerulus sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat uremia.
- Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju
perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut
dan kecil, kematian akibat uremia.
2. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.

Klasifikasi menurut sumber yang lain :

1. Congenital (herediter)
1.1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior.
Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik
dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Hilangnya pendengaran
secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir,
umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
1.2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Beberapa
kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai
dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
Klasifikasisindromnefrotikkonenital
- Idiopatik : sindrom nefrotik congenital tipe finlandia, sklerosis mesangal difus,
jenis lain
- sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
- sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain

2. Glomerulonefritis Primer
2.1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang
tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif.
20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya
menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab,

10
sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga
penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2.2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai
pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai
lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.
2.3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma
nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus
dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA
asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau
infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

3. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis
pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta
hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah

Berdasarkan derajat penyakitnya :

- Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan
akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler-
kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit
oleh Streptococcus (glomerulonephritis pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah
infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth J, 2000 )
- Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera
dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin)

11
dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah
diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan
jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang
mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang
baik. ( Corwin, Elizabeth, J. 2000 )

2.3 Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah
dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel
yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul
subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah
pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat
tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri,
atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau
antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau
granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.
Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.

12
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas
diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler.
Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang
nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang
dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga
dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan
terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis
akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana
basalis ginjal.

13
D. PHATWAY

E. MANIFESTASI KLINIS
Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab, dan
penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai
kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis pasti.
- Hematuria
- Silinder sel darah merah didalam urin
- Proteinuria lebih dari 3-5 mg/hari
- Penurunan GFR
- Penurunan volume urin
- Retensi cairan

14
- Apabila keadaan tersebut disebabkan oleh glomerulonefritis pasca streptococcus akut,
akan dijumpai enzim-enzim streptococcus, misalnya antistreptolisin-O dan
antistreptokinase.
-
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
- Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
- Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
- Leukosituria serta torak selulet
- Granular
- Eritrosit(++)
- Albumin (+)
- Silinder lekosit (+).
- Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
- Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada
hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
mempunyai sasaran berikut:

 Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)


 Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
 Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors) 4.
Menentukan strategi terapi rasional
 Menentukan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan


pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK, perjalanan penyakit termasuk

15
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal (Sukandar,
2006).
2. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit
termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai
sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionuklida
(gamma camera imaging) hampir mendekati faal ginjal yang sebenarnya (Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan
pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG) (Sukandar,
2006).
- Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
a. Diagnosis etiologi PGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos abdomen ,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan
Micturating Cysto Urography (MCU) (Sukandar, 2006).
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG)

G. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi

16
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal
dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan
terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
5. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
6. Malnutrisi
7. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani komplikasi
dengan tepat.
- Medis
a. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis
selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak
0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka
selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.
Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
c. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
d. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

- Keperawatan

17
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
b. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu telah normal kembali.
c. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
d. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi.

Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut
(Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
- Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan
hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
- Kualitas hidup normal kembali
- Masa hidup (survival rate) lebih lama
- Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi
penolakan.
- Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GLOMERULONEFRITIS
3.1 Pengkajian
 Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa
diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut,
ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang
mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai
hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
 Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
 Riwayat penyakit
 Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus
(penyakit autoimun lain).
 Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan
seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare yang dialami klien.
 Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
 Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
 Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
 Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine

 Pernafasan
Gejala : nafas pendek

19
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
 Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
 Pengkajian berpola
 Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh
tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
 Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat
diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
 Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan
klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak
selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal
selama 1 minggu.
 Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
 Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.

 Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan
yang lama.
 Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta anak mengalami
kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
 Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.

20
 Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
 Hb menurun ( 8-11 )
 Ureum dan serum kreatinin meningkat.
o Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
o Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
 Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
 Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
 Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit , leukosit )
 Pemeriksaan darah
o LED meningkat.
o Kadar HB menurun.
o Albumin serum menurun (++).
o Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat

1.2 Intervensi Keperawatan


No Diagnosis Tujuan & KH Intervensi Rasional
1. Gangguan perfusi Klien akan 1. Monitor dan catat 1. Untuk mendeteksi
jaringan menunjukkan perfusi tekanan darah gejala dini
berhubungan jaringan serebral setiap 1-2 perubahan tekanan
dengan retensi air normal ditandai jam/hari selama darah dan
dan hipernatremia. dengan tekanan fase akut. menentukan
darah dalam batas 2. Jaga kebersihan intervensi
normal, penurunan jalan napas, selanjutnya.
retensi air, tidak ada siapkan suction. 2. Serangan dapat
tanda-tanda 3. Atur pemberian terjadi karena
hipernatremia. anti hipertensi, kurangnya perfusi
monitor reaksi oksigen ke otak.
klien.

21
4. Monitor status 3. Anti hipertensi
volume cairan dapat diberikan
setiap 1-2 jam, karena tidak
monitor urine terkontrolnya
output (N: 1-2 hipertensi yang
ml/kgBB/jam. dapat
5. Kaji status menyebabkan
neorologis kerusakan ginjal.
(tingkat 4. Monitor sangat
kesadaran, perlu karena
refleks, respon perluasan volume
pupil) setiap 8 cairan dapat
jam. menyebabkan
6. Atur pemberian tekanan darah
diuretic: Esidriks, meningkat.
lasix sesuai order. 5. Untuk mendeteksi
secara dini
perubahan yang
terjadi pada status
neurologis,
memudahkan
intervensi
selanjutnya.
6. Diuretic dapat
meningkatkan
ekskresi cairan.
2. Peningkatan Klien dapat 1. Timbang berat 1. Peningkatan berat
volume cairan mempertahankan badan tiap hari, badan merupakan
berhubungan volume cairan dalam monitor output indikasi adanya
dengan oliguri. batas normal ditandai urine tiap 4 jam. retensi cairan,
dengan urine output 2. Kaji adanya penurunan output
1-2 ml/kgBB/jam. edema, ukur urine merupakan
lingkar perut indikasi munculnya
setiap 8 jam, dan gagal ginjal.

22
untuk anak laki- 2. Peningkatan lingkar
laki cek adanya perut dan
pembengkakan pembengkakan
pada skrotum. pada skrotum
3. Monitor reaksi merupakan indikasi
klien terhadap adanya ascites.
terapi diuretic, 3. Diuretic dapat
terutama bila menyebabkan
menggunakan hipokalemia, yang
tiazid/furosemide membutuhkan
. penanganan
4. Monitor dan catat pemberian
intake cairan. potassium.
5. Kaji warna, 4. Klien mungkin
konsentrasi dan membutuhkan
berat jenis urine. pembatasan
6. Monitor hasil tes pemasukan cairan
laboratorium. dan penurunan laju
filtrasi glomerulus,
dan juga
membutuhkan
pembatasan intake
sodium.
5. Urine yang keruh
merupakan indikasi
adanya
peningkatan
protein sebagai
indikasi adanya
penurunan perfusi
ginjal.
6. Peningkatan
nitrogen, ureum
dalam darah, dan

23
kadar kreatinin
merupakan indikasi
adanya gangguan
fungsi ginjal.
3. Perubahan status Klien akan 1. Sediakan makan 1. Diet tinggi
nutrisi (kurang dari menunjukkan dan karbohidrat karbohidrat
kebutuhan tubuh) peningkatan intake yang tinggi. biasanya lebih
berhubungan ditandai dengan porsi 2. Sajikan makan cocok dan
dengan anorexia. akan dihabiskan sedikit-sedikit menyediakan kalori
minimal 80%. tapi sering, esensial.
termasuk 2. Menyajikan makan
makanan sedikit-sedikit tapi
kesukaan klien. sering, memberikan
3. Batasi masukan kesempatan bagi
sodium dan klien untuk
protein sesuai menikmati
order. makanannya,
dengan menyajikan
makanan
kesukaannya dapat
meningkatkan
nafsu makan.
3. Sodium dapat
menyebabkan
retensi cairan, pada
beberapa kasus
ginjal tidak dapat
memetabolisme
protein, sehingga
perlu untuk
membatasi
pemasukan cairan.

24
4. Intoleransi aktivitas Klien akan 1. Buat jadwal atau 1. Dengan periode
berhubungan menunjukkan adanya periode istirahat istirahat yang
dengan fatigue. peningkatan aktivitas setelah aktivitas. terjadwal
ditandai dengan 2. Sediakan atau menyediakan
adanya kemampuan ciptakan energi untuk
untuk aktivitas atau lingkungan yang menurunkan
meningkatnya waktu tenang, aktivitas produksi dari sisa
beraktivitas. yang menantang metabolisme yang
sesuai dengan dapat
perkembangan meningkatkan stres
klien. pada ginjal.
3. Buat rencana 2. Jenis aktivitas
atau tingkatan tersebut akan
dalam menghemat
keperawatan penggunaan energi
klien agar tidak dan mencegah
dilakukan pada kebosanan.
saat klien 3. Tingkatan dalam
sementara dalam perawatan/pengelo
keadaan istirahat mpokan dapat
pada malam hari. membantu klien
dalam memenuhi
kebutuhan
tidurnya.
5. Risiko kerusakan Klien dapat 1. Sediakan kasur 1. Menurunkan risiko
integritas kulit mempertahankan busa pada tempat terjadinya
berhubungan integritas kulit tidur klien. kerusakan kulit.
dengan ditandai dengan kulit 2. Bantu merubah 2. Dapat mengurangi
immobilisasi dan tidak pucat, tidak ada posisi klien tiap 2 tekanan dan
edema. kemerahan, tidak ada jam. memperbaiki
edema dan keretakan 3. Mandikan klien sirkulasi,
pada kulit/bersisik. tiap hari dengan penurunan risiko
sabun yang terjadinya
kerusakan kulit.

25
mengandung 3. Deodorant/sabun
pelembab. berparfum dapat
4. Dukung/beri menyebabkan kulit
sokongan dan kering,
elevasikan menyebabkan
ekstremitas yang kerusakan kulit.
mengalami 4. Meningkatkan
edema. sirkulasi balik dari
5. Jika klien laki-laki, pembuluh darah
skrotum dibalut. vena untuk
mengurangi
pembengkakan.
5. Untuk mengurangi
kerusakan kulit.

26
BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis
akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan
remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan
menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi
ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta
hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada
yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering
ditemukan adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi
ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama
stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipehbrtensi
kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca
infeksi strepkokus.

1.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu penulis menyarankan kepada para pembaca khususnya teman-teman mahasiswa agar
mencari reverensi lain selain dari makalah ini, dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat kami jadikan pedoman dalam membuat makalah yang berikutnya.

27
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta.
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 20th,
2016.http://inspiratif95.blogspot.co.id/Kesehatan
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC

Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC

Price, Sylvia. Wilson, Lorraine. 2005. PATOFISIOLOGI: KONSEP KLINIS PROSES PENYAKIT EDISI 6.
Jakarta: EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid:
I. Edisi: IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Dongoes, E. Marlyn, dkk.1999. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN EDISI 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Muttaqin, Arif. Sari, kumala.2011. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN.


Jakarta: Salemba Medika.

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Napza
    Napza
    Dokumen12 halaman
    Napza
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Dokumen25 halaman
    Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • MODEL TEORI PROMKE
    MODEL TEORI PROMKE
    Dokumen8 halaman
    MODEL TEORI PROMKE
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Dokumen25 halaman
    Makalah Asuhan Keperawatan Endometriosis Pada Ibu Hamil
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Dokumen19 halaman
    Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    rusman sanchez
    Belum ada peringkat
  • HUBUNGAN KELUARGA DAN KESEHATAN
    HUBUNGAN KELUARGA DAN KESEHATAN
    Dokumen18 halaman
    HUBUNGAN KELUARGA DAN KESEHATAN
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Dokumen18 halaman
    Asuhan Keperawatan Glomerunefritis
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Askep Leukemia
    Askep Leukemia
    Dokumen10 halaman
    Askep Leukemia
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Alergi
    Alergi
    Dokumen10 halaman
    Alergi
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Tugas Promkes Si Mas Pahong
    Tugas Promkes Si Mas Pahong
    Dokumen9 halaman
    Tugas Promkes Si Mas Pahong
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • JUDUL
    JUDUL
    Dokumen31 halaman
    JUDUL
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bu Enok Paliatif
    Tugas Bu Enok Paliatif
    Dokumen19 halaman
    Tugas Bu Enok Paliatif
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • ALERGI
    ALERGI
    Dokumen10 halaman
    ALERGI
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Makalah Alergi
    Makalah Alergi
    Dokumen13 halaman
    Makalah Alergi
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Maternitas
    Maternitas
    Dokumen9 halaman
    Maternitas
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat
  • Tugas Pak Bakhtiar Teori Keperawatan NOLA J
    Tugas Pak Bakhtiar Teori Keperawatan NOLA J
    Dokumen6 halaman
    Tugas Pak Bakhtiar Teori Keperawatan NOLA J
    Rezhapithalokhachynkrickhy Ajjaforever Enambelazkosonkqenam
    Belum ada peringkat