Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seorang individu
yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi
yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin,
1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial
budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi
sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).
2. Etiologi Isolasi Sosial

1
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
a. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku
menarik diri
1) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari
masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang
sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri.
Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi
terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja
sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan
gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan
jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya
dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
2) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptive. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan.
Ini merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan
berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi

2
norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang
dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap
hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini, (Stuart and sudden, 1998).
b. Faktor Persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan
seseorang menarik diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari
berbagai stressor antara lain:
1) Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya
menurunya stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang
berarti dalam kehidupanya, misalnya karena dirawat di rumah
sakit.
2) Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhanya hal ini dapat menimbulkan ansietas
tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami
gangguan hubungan (menarik diri), (Stuart & Sundeen, 1998)
3) Stressor intelektual
a) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu
pengembangan hubungan dengan orang lain.
b) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit
berkomunikasi dengan orang lain.
c) ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan
dengan orang lain akan persepsi yang menyimpang dan

3
akan berakibat pada gangguan berhubungan dengan orang
lain
4) Stressor fisik
a) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan
seseorang menarik diri dari orang lain
b) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau
malu sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain
(Rawlins, Heacock,1993)
3. Tanda dan Gejala dari Isolasi Sosial
Menurut Budi Anna Keliat (1998), tanda dan gejala Isolasi Sosial: MD
adalah sebagai berikut :
a. Apatis
b. Ekspresi sedih
c. Afek tumpul
d. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
e. Komunikasi kurang/tidak ada.
f. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
g. Tidak ada kontak mata
h. Klien sering menunduk.
i. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
j. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
k. Tidak melakukan kegiatan sehari
l. Sering tidur, posisi tidur klien seperti posisi tidur janin.
Sedangkan Tanda & Gejala menurut Townsend,1998 :
a. Sedih, afek tumpul
b. Menjadi tidak komunikatif
c. Asyik dengan fikirannya sendiri
d. Meminta untuk sendirian
e. Mengekspresikan perasaan kesendirian/penolakan
f. Disfungsi interaksi dengan teman sebaya, keluarga, orang lain.

4
4. Akibat dari Isolasi Sosial
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya
terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi
ini merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana
halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus/ rangsangan eksternal.
B. Pohon Masalah

Akibat : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Core problem : Isolasi sosial : MD

Penyebab : Harga Diri Rendah

(Budi Anna Keliat, 1999)

C. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif
a) Klien mengatakan saya tidak mampu.
b) Klien mengatakan tidak bisa.
c) Klien mengatakan tidak tahu apa-apa.
d) Klien mengatakan dirinya bodoh.
e) Klien mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif
a) Klien tampak lebih suka sendiri.
b) Klien tampak bingung.
c) Klien berkeinginan mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup.

5
d) Klien terlihat apatis.
e) Ekspresi wajah klien sedih.
f) Klien sering melamun.
g) Afek klien tumpul.
h) Klien tampak banyak diam.
i) Komunikasi klien kurang atau tidak ada.
j) Kontak mata klien kurang.
2. Resiko Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
Data Subjektif :
a) Mengungkapkan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
b) Mengungkapkan melihat gambaran tanpa stimulus nyata
c) Mengatakan mencium bau tanpa stimulus nyata
d) Merasa makan sesuatu
e) Merasa ada sesuatu dikulitnya
f) Merasa takut pada suara/ bunyi/gambar
g) Ingin memukul atau melempar
Data Objektif :
a) Berbicara dan tertawa sendiri
b) Bersikap seperti mendengar atau melihat sesuatu
c) Berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi
3. Gangguan Konsep Diri : Harga diri Rendah
Data Subjektif
a) Mengungkapkan tidak mampu dan tidak bisa, tidak tau apa – apa
b) Mengkritik diri sendiri
c) Mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
Data Objektif
a) Tampak lebih suka sendiri
b) Bingung bila diminta memilih alternatif tindakan

6
c) Ingin mencederai diri atau mengakhiri diri (Budi Anna Keliat,
1999).
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri
E. Intervensi
1. Tindakan keperawatan untuk pasien.
a. Tujuan : Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu
1) Membina hubungan saling percaya
2) Menyadari penyebab isolasi social
3) Mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain
4) Mengenal kerugian tidak berhubungan
5) Berinteraksi dengan orang lain
b. Tindakan
1) Membina Hubungan Saling Percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan
saling percaya, adalah :
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama
panggilan yang Saudara sukai, serta tanyakan nama dan
nama panggilan pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan: apa yang Saudara akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan
tempatnya di mana
e) Jelaskan bahwa Saudara akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien
isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu yang lama dan
interaksi yang singkat dan sering, karena tidak mudah bagi

7
pasien untuk percaya pada orang lain. Untuk itu Saudara
sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada
pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang
bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan
membuahkan hasil. Bila pasien sudah percaya dengan
Saudara program asuhan keperawatan lebih mungkin
dilaksanakan.
2) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah
sebagai berikut :
a) Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi dengan orang lain
b) Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain
3) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan
orang lain
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien
memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka.
4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
Dilakukan dengan cara:
a) Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain
b) Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan
fisik pasien
5) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap
Saudara tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan
pasien dalam berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan
tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk
itu Saudara dapat melatih pasien berinteraksi secara bertahap.
Mungkin pasien hanya akan akrab dengan Saudara pada

8
awalnya, tetapi setelah itu Saudara harus membiasakan pasien
untuk bisa berinteraksi secara bertahap dengan orang-orang di
sekitarnya.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat
Saudara lakukan sebagai berikut:
a) Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara
berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di
hadapan Saudara
b) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang
(pasien, perawat atau keluarga)
c) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan
jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan
seterusnya.
d) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien.
e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah
berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri
dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
F. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan adalah mengukur respon
pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah
pencapaian tujuan (Perry & Potter, 2005).
Adapun hasil evaluasi yang efektif pada implementasi keperawatan
dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut :
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2. Pasien dapat menyebutkan penyebab isolasi social
3. Pasien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian dari isolasi
social
4. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

9
Evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku klien
setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi
karena merupakan sistem pendukung yang penting.
1. Apakah klien dapat mengenal apa itu isolasi sosial, situasi, waktu
dan frekuensi isolasi sosial.
2. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika isolasi
sosial muncul.
3. Apakah klien dapat mengontrol isolasi sosialnya dengan
menggunakan empat cara baru, yaitu : menghardik, menemui orang
lain dan bercakap-cakap, melaksanakan aktivitas yang terjadwal
dan patuh minum obat.
4. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya mempraktikkan
empat cara mengontrol isolasi social
5. Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau
keluarganya untuk mengontrol isolasi sosialnya
6. Apakah klien dapat mematuhi untuk minum obat
7. Apakah keluarga mampu menjelaskan masalah isolasi sosial yang
dialami oleh pasien
8. Apakah keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di
rumah
9. Apakah keluarga mampu melaporkan keberhasilan merawat pasien
di rumah.

10
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) PASIEN DENGAN
ISOLASI SOSIAL

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 ISOLASI SOSIAL Pasien


(Mengidentifikasi Penyebab Menarik Diri)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
a. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
b. Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya.
c. Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif :
a. Klien tampak menyendiri.
b. Klien terlihat mengurung diri.
c. Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial (Menarik Diri)
3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan
dengan orang lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap.
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.

11
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan
orang lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi
a. Salam Terapeutik.
“Assalamualaikum..!!! selamat pagi bu…… perkenalkan nama
saya ...., biasa dipanggil.... Saya mahasiswa ....... yang akan dinas di
ruangan ...... ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam
07:00 sampai jam 14:00 siang. Saya akan merawat ibu selama di
rumah sakit ini. Nama ibu siapa? Senangnya ibu di panggil apa?”
b. Evaluasi / Validasi.
“Bagaimana perasaan Bu…… hari ini? O.. jadi Bu merasa bosan dan
tidak berguna.”
“Apakah Ibu masih suka menyendiri ??”
c. Kontrak.
1) Topik:
“Baiklah Bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
perasaan Bu dan kemampuan yang Bu miliki? Apakah
bersedia? Tujuannya Agar ibu dengan saya dapat saling
mengenal sekaligus ibu dapat mengetahui keuntungan
berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain.”
2) Waktu : “Berapa lama Bu mau berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit saja ya?”
3) Tempat : “Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana
kalau di ruang tamu?.”
2. Fase kerja

12
“Dengan siapa ibu tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan
ibu? apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut? Siapa
anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu? apa yang
membuat ibu tidak dekat dengan orang lain? Apa saja kegiatan yang
biasa ibu lakukan saat bersama keluarga? Bagaimana dengan teman-
teman yang lain? Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan
ketika bergaul dengan orang lain? Apa yang menghambat ibu dalam
berteman atau bercakap-cakap dengan orang lain?Menurut ibu apa
keuntungan kita kalau mempunyai teman? Wah benar, kita mempunyai
teman untuk bercakap-bercakap. Apa lagi ibu? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai
teman apa ibu? ya apa lagi? (sampai menyebutkan beberapa) jadi
banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu ingin ibu
belajar berteman dengan orang lain? Nah untuk memulainya sekarang
ibu latihan berkenalan dengan saya terlebih dahulu. Begini ibu, untuk
berkenalan dengan orang lain dengan orang lain kita sebutkan dahulu
nama kita dan nama panggilan yang kita sukai. Contohnya: nama saya
Khairil Anwar, senang sipanggil Anwar. Selanjutnya ibu menanyakan
nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya nama Bapak siapa ?
senangnya dipanggil apa? Ayo bu coba dipraktekkan! Misalnya saya
belum kenal dengan ibu. coba ibu berkenalan dengan saya.Ya bagus
sekali ibu!! coba sekali lagi ibu..!!! bagus sekali ibu!! Setelah
berkenalan dengan ibu, orang tersebut diajak ngobrol tentang hal-hal
yang menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi,
pekerjaan dan sebagainya, Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan
bercakap-cakap dengan teman ibu. (dampingi pasien bercakap-cakap)”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan
dengan orang lain!”

13
b. RTL
“Baiklah ibu, dalam satu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-
cakap dengan teman? Dua kali ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan
latihan? Ini ada jadwal kegiatan, kita isi jam 11:00 dan 15:00
kegiatan ibu adalah bercakap-cakap dengan teman sekamar. Jika ibu
melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu
melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman
maka ibu tulis B, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T.
apakah ibu mengerti? Coba ibu ulangi? Naah bagus ibu.”
4. Kontrak yang akan datang
Topik : “Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang pengalaman ibu bercakap-cakap dengan teman-teman
baru dan latihan bercakap-cakap dengan topik tertentu. apakah
ibu bersedia?”
Waktu : “Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?”
Tempat : “Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Baiklah bu besok saya akan kesini jam
11:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum
Wr,Wb.”

14
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 2 ISOLASI SOSIAL
(Membimbing Klien Berhubungan Dengan Orang Lain)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
a. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
a. Klien menyendiri di kamar.
b. Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
c. Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3. Tujuan
a. Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain.
b. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan..
a. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang.
b. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, Selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi/ Validasi :
“Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap
dengan teman? Apakah ibu sudah mulai berkenalan dengan orang
lain? Bagaimana perasaan ibu setelah mulai berkenalan?”
c. Kontrak :

15
Topik : “Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan
latihan bagai mana berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang
lain agar ibu semakin banyak teman. Apakah ibu bersedia?”
Waktu : “Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?”
Tempat : “Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau
di ruang tamu?”
2. Fase Kerja
“Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang perawat yang juga
dinas di ruangan...., ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu masih
ingat bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat,
jika pasien lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan) nah
silahkan ibu mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat
lain) wah bagus sekali ibu, selain nama, alamat, hobby apakah ada yang
ingin ibu ketahui tetang perawat A dan B? (bantu pasien
mengembangkkan topik pembicaraan) wah bagus sekali, Nah ibu apa
kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ini? Bagaimana kalau kita
menemani teman ibu yang sedang menyiapkan makan siang di ruang
makan sambil menolong teman ibu bisa bercakap-cakap dengan teman
yang lain. Mari bu.. (dampingi pasien ke ruang makan) apa yang ingin
ibu bincangkan dengan teman ibu. ooh tentang cara menyusun piring
diatas meja silahkan ibu( jika pasien diam dapat dibantu oleh perawat)
coba ibu tanyakan bagaimana cara menyusun piring di atas meja kepada
teman ibu? apakah harus rapi atau tidak? Silahkan bu, apalagi yang
ingin bu bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman
ibu melakukan menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan
bercakap-cakap ibu.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif :

16
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat A
dan B dan bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan
makan siang di ruang makan? Coba ibu sebutkan kembali
bagaimana caranya berkenalan?”
b. RTL
“Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal
kegiatan bercakap-cakap ketika membantu teman sedang
menyiapkan makan siang. Mau jam berapa ibu latihan? Oo ketika
makan pagi dan makan siang.”
c. Kontrak yang akan datang :
Topik : “Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya akan
mendampingi ibu berkenalan dengan 4 orang lain dan latihan
bercakap-cakap saat melakukan kegiatan harian lain, apakah ibu
bersedia?”
Waktu : “Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00 ?
Tempat : “Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Baiklah ibu besok saya akan kesini jam 10:00
sampai jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum”

17
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 3 ISOLASI SOSIAL
(Membimbing Klien Berkenalan Secara Bertahap : Klien – Perawat – Pasien
Lain)
A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
a. Data subjektif :
1) Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lain.
2) Klien mengatakan masih sedikit malas berinteraksi dengan
orang lain.
b. Data objektif :
1) Klien tampak sudah mau keluar kamar.
2) Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3. Tujuan.
a. Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
b. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian.
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
“Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?”
b. Evaluasi/ Validasi :
“Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian? Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap
dengan otrang lain? Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap-
cakap? Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan bercakap-cakap,
apakah sudah dilakukan? Bagus ibu.”
c. Kontrak :

18
1) Topik : “Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya
akan mendampingi bu berkenalan atau bercakap-cakap dengan
tukang masak, serta bercakap-cakap dengan teman sekamar saat
melakukan kegiatan harian. Apakah ibu bersedia?”
2) Waktu : “Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit?”
3) Tempat : “Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau
di ruang tamu?”
2. Fase Kerja
“Baiklah ibu, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru
masak sedang memasak dan jurumasak disana berjumlah lima orang
disana. Bagaimana jika kita berangkat sekarang? Apakah ibu sudah siap
bergabung dengan banyak orang? Nah ibu sesampainya disana ibu
langsung bersalaman dan memperkenalakan diri seperti yang sudah
kita pelajari, ibu bersikap biasa saja dan yakin bahwa orang-orang
disana senang dengan kedatangan ibu. baik lah bu kita berangkat
sekarang ya bu. (selanjutnya perawat mendampingi pasien di kegiatan
kelompok, sampai dengan kembali kerumah).”
“Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat
melakukan kegiatan harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh
merapikan kamar baiklah dengan siapa ibu ingin didampingi? Dengan
Nn. E? baiklah bu. kegiatannya merapikan tempat tidur dan menyapu
kamar tidur ya bu( perawat mengaja pasien E untuk menemani pasien
merapikan tempat tidur dan menyapu kamar, kemudian memotivasi
pasien dan teman sekamar bercakap-cakap).”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan juru
masak di dapur ? kalau setelah merapikan kamar bagaimana ibu?
apa pengalaman ibu yang menyenangkan berada dalam kelompok?
Adakah manfaatnya kita bergabung dengan orang banyak?”

19
b. RTL :
“Baiklah ibu selanjutnya ibu bisa menambah orang yang ibu kenal.
Atau ibu bisa ikut kegiatan menolong membawakan nasi untuk
dimakan oleh teman-teman ibu. Jadwal bercakap-cakap setiap pagi
saat merapikan tempat tidur kita cantumkan dalam jadwal ya ibu.
setiap jam berapa ibu akan berlatih? Baiklah pada pagi jam 08:00
dan sore jam 16:00.”
c. Kontrak yang akan datang :
1) Topik : “Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan
mendampingi ibu dalam melakukan berbincang-bincang saat
menjemput pakaian ke laundry. Apakah ibu bersedia?”
2) Waktu : “Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00”
3) Tempat : “Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Baiklah B besok saya akan
kesini jam 11:00 sampai jumpa besok B. saya permisi
Assalamualaikum.”

20
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 4 ISOLASI SOSIAL
(Membantu Klien Mengidentifikasi Keuntungan Berhubungan Dengan
Orang Lain Dan Kerugian Bila Tidak Berhubungan Dengan Orang Lain)
A. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
a. Data subjektif :
1) Klien mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.
2) Klien mengatakan mampu berinteraksi dengan orang lain.
b. Data objektif :
1) Klien sudah mau keluar kamar.
2) Klien bisa melakukan aktivitas di ruangan.
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3. Tujuan.
a. Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
b. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik.
“Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu. Apakah ibu masih kenal
dengan saya?”
b. Evaluasi/ Validasi :
“Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? masih ada perasaan
kesepian, rasa enggan berbicara dengan orang lain? Bagaimana
dengan kegiatan hariannya sudah dilakukan? Dilakukan sambil
bercakap-cakap kan ibu? sudah berapa orang baru yang ibu kenal?
Dengan teman kamar yang lain bagaimana? Apakah sudah bercakap-
cakap juga? Bagaimana perasaan ibu setelah melakukan semua
kegiatan? Waah ibu memang luar biasa.”

21
c. Kontrak :
Topik : “Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan
mendampingi ibu dalam menjemput pakaian ke laundry atau latihan
berbicara saat melakukan kegiatan sosial. Apakah ibu bersedia?”
Waktu : “Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit?”
Tempat : “Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau
di ruang tamu?”
d. Fase Kerja
“Baiklah, apakah bu sudah mempunyai daftar baju yang akan di
ambil? (sebaiknya sudah disipakan oleh perawat) baiklah ibu mari
kita berangkat ke ruangan laundry. (komunikasi saat di ruangan
laundry).”
“Nah ibu caranya yang pertama adalah ibu ucapkan salam untuk ibu
siti, setelah itu ibu bertanya kepada ibu .... apakah pakaian untuk
ruangan melati sudah ada? Jika ada pertanyaan dari ibu ..... ibu
jawab ya.. setelah selesai, minta ibu ..... menghitung total pakaian
dan kemudian ibu ucapkan terimakasih pada Ibu siti.. Nah sekarang
coba ibu mulai ( perawat mendampingi pasien).”
e. Fase Terminasi
1) Subjektif dan objektif :
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap saat
menjemput pakaian ke ruangan laundry? Apakah pengalaman
yang menyenangkan bu?”
2) RTL :
“Baiklah bu, selanjutnya ibu bisa terus menambah orang yang
ibu kenal dan melakukan kegiatan menjemput pakaian ke
ruangan laundry.”
3) Kontrak yang akan datang :
Topik : “Baik lah bu bagaimana kalau besok kita berbincang-
bincang lagi tentang kebersihan diri. Apakah ibu bersedia?”

22
Waktu : “Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00”
Tempat : “Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Baiklah bu besok saya akan
kesini jam 11:00 sampai jumpa besok bu. saya permisi
Assalamualaikum"

23
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) KELUARGA PADA KLIEN DENGAN
ISOLASI SOSIAL

A. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


1. Tujuan : setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien
isolasi sosial
2. Tindakan : Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat
membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah
yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah
meliputi:
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Menjelaskan tentang :
2) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
3) Penyebab isolasi sosial.
4) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
a) Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara
bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
b) Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu
dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian
yang wajar.
c) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
d) Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
5) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi social
6) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah
dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi.
7) Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga

24
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 KELUARGA : Memberikan
penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial, penyebab
isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
1. Fase Orientasi :
“Assalamu’alaikum Pak” ”Perkenalkan saya perawat H, saya yang
merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini” ”Nama Bapak siapa? Senang
dipanggil apa?” ” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana
keadaan anak S sekarang?” “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang
tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya” ”Kita diskusi di sini
saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah
jam?”
2. Fase Kerja:
”Apa masalah yang Bapak/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah
dilakukan?” Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini
adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien
gangguan jiwa yang lain”. Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul
dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara hanya sebentar
dengan wajah menunduk” ”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki
pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain,
seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang
terdekat”
“Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa
mengalami halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang
sebetulnya tidak ada.” “Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak
dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi S. Dan untuk
merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga
harus membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya adalah
bersikap peduli dengan S dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan
jangan mencela kondisi pasien.”Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat

25
rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S. Misalnya sholat bersama,
makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga
bersama.”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara
itu” ” Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu
sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangannya juga
lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak.
Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana
kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini,
kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama
keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana S, kamu mau coba kan,
nak ?”
”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya
contohkan” ”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali”
”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
3. Fase Terminasi:
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita
latihan tadi?” “Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi
sosial dan tanda-tanda orang yang mengalami isolasi sosial. Selanjutnya
bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang
mengalami masalah isolasi sosial. Bagus sekali Pak, Bapak bisa
menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut. Nanti kalau ketemu S
coba Bapak/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga
agar mereka juga melakukan hal yang sama. Bagaimana kalau kita betemu
tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ?. Kita ketemu disini saja ya
Pak, pada jam yang sama. Assalamu’alaikum”

26
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 2 KELUARGA : Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah isolasi sosial
langsung dihadapan pasien.
1. Fase Orientasi :
“Assalamu’alaikum Pak/Bu” ” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari
berberapa hari yang lalu?” “Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama
waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.”
”Sekarang mari kita temui S”
2. Fase Kerja :
”Assalamu’alaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?””Bapak/Ibu S
datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal
kegiatannya!” (kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai
berikut). ”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah
kita latihkan beberapa hari lalu” (Saudara mengobservasi keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada
pertemuan sebelumnya). ”Bagaimana perasaan S setelah berbincang-
bincang dengan Orang tua S?” ”Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke
ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengan keluarga)
3. Fase Terminasi :
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu
sudah bagus. ”Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat
tadi kepada S. Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan
pengalaman Bapak melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari.
Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak. Assalamu’alaikum”

27
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 3 KELUARGA : Membuat Perencanaan
Pulang Bersama Keluarga
1. Fase Orientasi:
“Assalamu’alaikum Pak/Bu” ”Karena besok S sudah boleh pulang, maka
perlu kita bicarakan perawatan di rumah.” ”Bagaimana kalau kita
membicarakan jadwal S tersebut disini saja” ”Berapa lama kita bisa
bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
2. Fase Kerja:
”Bapak/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat,
mungkinkah dilanjutkan di rumah? Di rumah Bapak/Ibu yang
menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal
kegiatan maupun jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau S terus
menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi
segera hubungi perawat K di puskemas Indara Puri, Puskesmas terdekat
dari rumah Bapak, ini nomor telepon puskesmasnya: (0651) 554xxx
”Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S
selama di rumah
3. Fase Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S
untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM
Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak.! Baiklah pak/bu saya sudah selesai
menyampaikannya. Kalau begitu saya mau pamit. Permisi,
Wassalammualaikum Wr Wb”

28
DAFTAR PUSTAKA

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 13 maret 2019 pada
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/
Dalami, dkk. (2009) riset keperawatan sejarah & metodogi. Jakarta : EGC
Forum sains indonesia (2010) mengenal penyakit skizofrenia. Jakarta : salemba
medika
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :
EGC
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :
Salemba Medika
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Purba. (2008) asuhan keperawatan (askep) isolasi sosial. Jakarta : bina aksara
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Wilkinson. (2007) metodologi research. Yogyakarta : yayasan penerbit fakultas
psikologi UGM

29

Anda mungkin juga menyukai