Anda di halaman 1dari 9

J. Solum Vol. VI No.

2 Juli 2009:86-94 ISSN: 1829-7994

PENGUKURAN INFILTRASI TANAH BUKIT PINANG-PINANG


KAWASAN HUTAN HUJ AN TROPIK GUNUNG GADUT PADANG
DI LABORATORIUM

Yulnafatmawita, Asmar , Ricci Enr ella


Jurusan Tanah Fak. Pertanian Unand Padang

Abstr act

A research about infiltration rate of soils from Pinang-Pinang area, a super wet tropical
rain forest gunung Gadut Padang, was conducted in soil laboratory Agriculture Faculty, Andalas
University. Pinang-pinang area is located in Kecamatan Pauh, in the upper footslope of Gadut
mountain, functiong as water regulation for the area down under, especially Padang city. This is
caused by the fact that water from the Pinang-Pinang area will fow to the sea through Kuranji
river. This area is supposed to be protected to avoid natural disaster in the area down under.
This research was aimed to determine infiltration rate of soils under different land use in the
Pinang-Pinang region. There were three land use in this area, forest, mixed garden, and bush.
Undisturbed soil samples were taken from each land use by using 11-cm in diameter and 40 cm
height tubes. Soils samples were tightly closed, and brought into laboratory. Infiltration rate
from each soil samples were determined in laboratory. The results showed that mixed garden
gave the highest infiltration rate (38.4 cm jam-1) among the land use tested, and then followed
by forest land use, and then bush land.

Key Words: infiltration, land use, tropical rain forest

PENDAHULUAN dan aliran permukaan (run off) dapat


diminimalisir (Hairiah et al., 2004).
Hutan berperan sebagai sumber daya Pembukaan hutan akan mengubah
alam yang harus dipertahankan perannya bagi lingkungan, diantaranya
keberadaannya. Hutan bukan saja sebagai sebagai pengatur hidrologi. Hal ini
sumber papan, sumber keragaman hayati, disebabkan oleh perubahan proses fisika,
dan sebagainya, tetapi juga sebagai pengatur kimia, dan biologi pada tanah akibat
hidrologi suatu kawasan. Hal ini disebabkan pembukaan lahan. Salah satu proses yang
karena hutan mampu menampung air hujan signifikan terjadi adalah penumpukan dan
dan menyimpannya di dalam profil tanah, dekomposisi bahan organik tanah. Akibat
yang selanjutnya dikeluarkan ke daerah pembukaan hutan, sumber bahan organik
sekitar dan di bawahnya sedikit demi sedikit berkurang sedangkan laju perombakan
secara kontnyu. Dengan demikian, daerah bahan organik meningkat dari biasanya. Hal
aliran sungai tidak akan mengalami ini disebabkan oleh meningkatnya suhu
kebanjiran di musim hujan dan kekeringan permukaan tanah karena cahaya matahari
di musim kemarau. langsung mencapai tanah. Selanjutnya,
Secara alami lahan hutan mempunyai disamping tidak adanya kanopi tanaman
kondisi fisik yang berbeda dari lahan lainnya. yang mampu mereduksi energi kinetik butir
Pada hutan terdapat biopores yang hujan, terdekomposisinya serasah
disebabkan oleh kehidupan fauna tanah dan mengakibatkan air hujan yang jatuh selama
akar tanaman, serta lapisan serasah. Kedua musim penghujan langsung memukul
faktor ini, biopore dan serasah, sangat permukaan tanah. Hal ini berakibat
menguntungkan karena lapisan serasah akan pecahnya dan bahkan terdispersinya agregat
berfungsi sebagai penahan tumbukan butir tanah. Butir halus tanah akan menyumbat
hujan pada tanah, sedangkan biopores pori yang mengakibatkan kecepatan
berperan untuk meloloskan air hujan yang masuknya air ke dalam tanah atau disebut
jatuh dipermukaan kedalam profil tanah. dengan laju infiltrasi tanah menurun. Jika
Akibatnya laju infiltrasi dapat dipertahankan, kecepatan jatuhnya butir hujan melampaui

86
Pengukuran Infiltrasi Tanah (Yulnafatmawita et al.):86-94 ISSN: 1829-7994

laju infiltrasi tanah, maka akan terjadi aliran belukar (SB). Apakah perubahan
permukaan (run off) yang sekaligus penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun
mengangkut partikel tanah yang sudah campuran dan semak belukar mengubah
terdispersi dan bahan-bahan lain termasuk peran dari kawasan Pinang-Pinang ini
bahan organik (erosi) ke bagian yang lebih sebagai pengatur hidrologi, dirasa perlu
rendah. untuk dikaji. Salah satu parameter yang
Bukit Pinang-Pinang adalah salah dapat diukur untuk mengevaluasi peran
satu kawasan hutan hujan tropik yang hutan sebagai pengatur hidrologi yaitu laju
terletak di kaki bagian atas gunung Gadut dan kapasitas infiltrasi tanahnya.
dengan altitude ± 550 m dpl. Daerah ini Infiltrasi adalah suatu istilah yang
secara administratif termasuk kecamatan diterapkan pada proses masuknya air
Pauh kota Padang Sumatra Barat. Curah kedalam tanah umumnya oleh aliran ke
hujan di daerah ini relatif tinggi yaitu 6500 bawah melalui seluruh atau sebagian dari
mm per tahun, tanpa musim kering yang permukaan tanah. Kecepatan proses ini
nyata (Rasyidin dan Wakatsuki, 1994). relatif terhadap kecepatan pemberian air,
Bukit Pinang-Pinang ini dilalui oleh dua sehingga akan menentukan berapa banyak
sungai Batang Lantiak dan Sungai Gaduik air yang memasuki zona perakaran serta
Gadang. Kedua sungai ini bersatu menjadi berapa banyak yang akan menjadi aliran
Batang Kuranji yang bermuara di samudra permukaan. Oleh sebab itu, kecepatan
Indonesia melalui kota Padang, ibu kota infiltrasi bukan saja mempengaruhi
propinsi Sumatera Barat. Jadi kawasan pengaturan air bagi lingkungan tanaman,
Pinang-Pinang berfungsi sebagai pengatur tetapi juga jumlah aliran permukaan dan
hidrologi kota Padang. Oleh sebab itu, bahaya terjadinya erosi tanah. Bila proses
kawasan ini perlu dipertahankan agar tingkat infiltrasi terhambat, maka resapan air
erosi rendah, antisipasi banjir pada musim berkurang, sedangkan jumlah aliran
hujan, dan kekeringan pada musim kemarau. permukaan yang akan menyebabkan erosi
Akan tetapi, maraknya illegal tanah akan bertambah. Oleh sebab itu,
logging akhir-akhir ini telah mengubah pengetahuan tentang proses erosi yang
ekosistem hutan menjadi ekosistem lainnya. dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah serta cara
Pada lahan yang relatif datar (slope antara 3- pemberian air merupakan suatu syarat
8%) sudah mulai ditebang sejak lima- pengelolaan tanah secara efisien (Hillel,
puluhan tahun yang lalu. Daerah ini 1982).
dimanfaatkan oleh penduduk sekitarnya Laju maupun kapasitas infiltrasi
untuk menanam tanaman tua seperti durian, merupakan parameter yang penting dalam
manggis, duku, dan coklat, serta beberapa upaya mengetahui tingkat erosi suatu lahan.
tanaman muda seperti pisang, ubi kayu yang Hal ini berhubungan dengan besar kecilnya
bisa mereka panen diantara musim buah atau aliran permukaan yang terjadi. Di samping
sebelum tanaman tua di panen. Daerah ini itu, infiltrasi penting untuk ketersediaan air
kita kenal sebagai daerah kebun campuran. tanah bagi tanaman, pengisian air bawah
Selanjutnya, pembukaan lahan pada altitude tanah dan penyediaan aliran pada sungai di
yang lebih tinggi tidak dimanfaatkan lagi musim kemarau. Sehingga informasi
oleh penduduk untuk bertani. Hal ini tentang infiltrasi sangat diperlukan (Hillel,
disebabkan oleh luasan yang sempit dan 1982). Oleh sebab itu, penelitian ini
mempunyai lereng yang sudah agak curam dilakukan bertujuan untuk mengetahui laju
(slope > 15%). Daerah ini ditumbuhi oleh infiltrasi yang terjadi pada masing-masing
tanaman berkayu yang rendah serta semak, penggunaan lahan di daerah Pinang-Pinang,
seperti rimbang (Melastoma sp), krinyuh kawasan hutan hujan tropik Gunung Gadut
(C.odorata) paku resam, dsb., sehingga Padang yang pengukurannya dilakukan di
daerah ini dikenal dengan semak belukar. laboratorium.
Akibat illegal logging di daerah
Bukit Pinang-Pinang ini, maka diperoleh
tiga macam penggunaan lahan, yaitu hutan
(H), kebun campuran (KC), dan semak

87
J. Solum Vol. VI No. 2 Juli 2009:86-94 ISSN: 1829-7994

BAHAN DAN METODA e. Pada dinding paralon bagian dalam


diberi skala, ditarik dua garis dengan
Pengukuran infiltrasi ini seharusnya jarak 10 cm. Sehingga didapat garis
dilakukan lansung di lapangan, yaitu dengan batas atas dan garis batas bawah.
menggunakan alat double ring infiltrometer. f. Kemudian tanah diairi sampai air
Akan tetapi, karena jarak lokasi penelitian mencapai garis batas atas.
jauh dari sumber air dan sulitnya medan g. Jarak penurunan air berdasarkan interval
untuk pengangkutan air ke lokasi penelitian waktu dicatat sampai air yang
(puncak bukit), maka penelitian dilakukan di terinfiltrasi konstan. Yaitu sampai
laboratorium. Sampel tanah utuh dilapangan waktu yang diperlukan oleh muka air
diambil dengan cara menggunakan paralon turun sampai garis batas bawah punya
berukuran diameter 11 cm dan tinggi 40 cm. interval yang sama
Tanah diambil sampai kedalaman tanah 30 h. Laju serta kapasitas infiltrasi selama
cm, karena pada kedalaman tersebut sudah pengukuran dihitung
ditemui batuan dan kerikil yang
menghalangi masuknya paralon ke dalam Hasil pengukuran laju infiltrasi
tanah. Sampel tanah ditutup pada kedua belum dapat digunakan untuk menduga laju
ujung paralon dan kemudian dibawa ke infiltrasi pada waktu yang diinginkan. Hal
laboratorium. Penelitian ini dilakukan ini karena pengukuran infiltrasi dengan alat
dengan menggunakan metoda survai. ukur infiltrasi ini ada kelemahan-kelemahan
Pengambilan contoh tanah dilakukan secara yaitu, (1) tidak adanya efek butir air hujan
“Purposive Random Sampling” yaitu yang mengakibatkan pemadatan dan
berdasarkan penggunaan lahan. Dalam hal penyapuan bahan halus, (2) tidak adanya
ini, pengambilan contoh tanah dilakukan efek tekanan udara. Oleh karena itu
pada 3 penggunaan lahan (hutan, kebun diperlukan suatu pendekatan yang dianggap
campuran, dan semak belukar). Masing- lebih mendekati dengan keadaan lapangan.
masing penggunaan lahan diukur laju Dalam hal ini degunakan pendekatan model
infiltrasinya. Horton (1940 cit Hillel 1982), yang
Cara pengambilan sampel tanah persamaannya ditulis sebagai berikut :
utuh di lapangan dan pengukuran infiltrasi di
laboratorium ditampilkan dalam uraian f = fc + ( fo – fc ) x e  kt
berikut:
a. Terlebih dahulu lokasi yang akan diukur
I = fc t +
 fo  fc  xe1  e kt 
dibersihkan dari rumput dan bahan
organik segar. k
b. Paralon diletakkan pada tempat dimana
tanah akan diambil, lalu tanah sekeliling f = Laju infiltrasi (mm/jam)
paralon digali sehingga tanah yang
berada di bawah paralon bisa masuk ke fo= Laju infiltrasi awal (mm/jam)
dalam paralon. fc= Laju infiltrasi tetap / konstan
c. Kemudian paralon yang sudah berisi
(mm/jam)
tanah tadi ditutup ujung pangkalnya
dengan plastik dan dibawa ke t = waktu ( menit )
laboratorium.
k = Konstanta geofisik
d. Air disiapkan secukupnya di
laboratorium demikian pula stop watch e = 2,718
dan alat tulis
I = Kumulatif infiltrasi (mm)

88
Pengukuran Infiltrasi Tanah (Yulnafatmawita et al.):86-94 ISSN: 1829-7994

`
Gambar 2 : Alat pengukur infiltrasi di laboratorium.

Data yang diperoleh dari pengukuran kecil dari 2˚ C antara musim hujan dan
infiltrasi merupakan infiltrasi nyata. musim kemarau Kelembaban relatif setiap
Kemudian data tersebut dimasukkan ke bulan adalah 73 % - 80 % dengan rata-rata
dalam rumus Horton, (1940) Lampiran 5. kelembaban tahunan adalah 77 % (Ogino,
Hasil atau data infiltrasi ini diplot ke dalam 1994).
grafik. Nilai infiltrasi yang sudah
dimasukkan dalam rumus Horton Sejar ah Penggunaan Lahan
dibandingkan dengan kriteria infiltrasi
menurut Kohnke (1968 cit Lee, 1998) pada Dari hasil pengamatan di lapangan
Lampiran 6. dan data yang diperoleh dari masyarakat
sekitar pada survai awal diketahui bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN pada hutan hujan tropis Bukit Pinang-Pinang
terdapat tiga penggunaan lahan yaitu kebun
Keadaan Umum Daer ah Penelitian campuran,semak belukar, dan hutan.

Daerah penelitian ini berada pada Kebun Campur an


posisi antara 100°29’40” dan 100°30’20”
BT serta antara 0°54’55” and 0°55’45” LS, Kebun campuran merupakan suatu
dengan ketinggian 390-560 m diatas lahan yang berasal dari hutan yang
permukaan laut. Curah hujan tahunan lebih ditinggalkan setelah ditebang, kemudian
dari 6500 mm dan tidak ada musim kering ditanami oleh masyarakat dengan tanaman
yang nyata (Rasyidin dan Wakatsuki, 1994). tahunan untuk menambah pendapatan
Ordo tanah daerah penelitian ini termasuk masyarakat. Pada kawasan Bukit Pinang-
Inceptisol dengan bentuk fisiografinya kipas Pinang ini, lahan yang dijadikan kebun
alluvium dan memiliki bahan induk yang campuran pada umumnya ditemui pada
umumnya berupa rombakan andesit dari daerah kaki bukit, yaitu lahan pada
gunung api. Pada bagian puncak bukit ketinggian 390-398 m dpl dengan
terdapat tiga tipe subgroup tanah yaitu Typic kelerengan 3% hingga 8%, dan luas sekitar
Dystropepts, Lithic Dystropept, dan Lithic 10,72 hektar, yaitu 11,18 % dari luas
Eutropepts dan dibagi lagi dalam tujuh Pinang-Pinang. Pada kawasan ini terdapat
famili tanah (Hermansah et al., 2000). tanaman manggis (Garcinia mangostana, L),
Daerah penelitian ini mempunyai durian (Durio zibetinus), dan coklat
karakteristik iklim monsoon (musim hujan) (Theobroma cacao, L) sebagai tanaman tua
tropik basah dengan rata-rata suhu tahunan serta pisang (Musa, sp) dan ubi kayu
27˚ C dengan perbedaan suhu yang relatif (Manihot uttilissima) sebagai tanaman muda.

89
J. Solum Vol. VI No. 2 Juli 2009:86-94 ISSN: 1829-7994

Tanaman pisang dan ubi kayu dapat dipanen


penduduk diantara panen tanaman tua. Hutan pada kawasan Bukit Pinang
Disamping ditanami dengan Pinang masih tergolong hutan primer, tetapi
tanaman budidaya yang berproduksi, tanah telah banyak ditebang secara liar oleh
pada lahan ini juga ditumbuhi oleh masyarakat sekitar, sehingga pohon-pohon
tumbuhan liar yang tumbuh secara alami yang berdiameter besar sudah mulai jarang
dipermukaan tanah (understorey plants). ditemui. Ciri-ciri hutan seperti terdapatnya
Vegetasi yang tumbuh pada lahan ini pepohonan yang berkanopi cukup rapat serta
didominasi oleh rumput-rumputan masih ditemukan sarasah yang cukup tebal
(Graminae sp) , keladi (Caladium sp), (± 5 cm pada permukaan tanah) masih
anggrek tanah (Orchidaceae sp), krinyuh ditemukan di kawasan ini. Lantai hutan
(Caladium surinameuse), dan sebagainya. bersih dari pohon atau tanaman rendah
Dengan demikian, permukaan lahan tidak karena ilim mikro di bawah hutan ini tidak
ada yang terbuka atau dengan kata lain memungkinkan tumbuhnya tanaman. Suhu
tanaman liar yang tumbuh berperan sebagai permukaan tanah juga terasa lebih dingin
penutup tanah. Tanaman penutup tanah dari daerah di luar hutan.
tersebut di pangkas secara reguler, Berdasarkan peta penggunaan lahan,
khususnya ketika saat panen tanaman pokok kawasan lahan hutan ditemui pada
akan dilakukan. Oleh sebab itu, ketinggian 480-495 m (pinggang bukit) dan
pengembalian bahan organik ke dalam tanah pada 550 m dpl (puncak bukit), dengan
lebih cepat dan berlanjut dari waktu ke ukuran paling luas dibandingkan
waktu. penggunaan lahan lainnya, yaitu ± 63,96 Ha
(66,43%) dari keseluruhan luas bukit Pinang
Semak Belukar Pinang. Ttapi, hutan ini juga umumnya
punya kelerengan > 40%. Perubahan
Pada umumnya lahan semak penggunaan lahan hutan ini disebabkan
banyak terdapat pada lahan-lahan bekas karena pada kawasan ini telah terjadi
penebangan hutan yang baru dibuka (< 20 penebangan hutan secara liar oleh
tahun yang lalu), tetapi tidak ditanami oleh masyarakat, baik diambil kayunya untuk
masyarakat sehingga dibiarkan terbuka. dijual maupun untuk kebutuhan sehari-hari
Daerah ini tidak bisa dijadikan lahan (sebagai kayu bakar) ataupun untuk
perkebunan, karena pada umumnya lahan ini dijadikan lahan pekebunan.
punya kendala kelerengan yang curam (≥
40%) dan luasan yang sempit di pinggang Laju Infiltr asi Tanah Pada Masing-
bukit (pada ketinggian 480-495 m). Masing Penggunaan Lahan
Semakin banyak terjadi penebangan hutan di
lereng yang curam maka lahan semak akan Hasil penetapan laju infiltrasi pada
semakin luas. Berdasarkan peta topografi daerah Pinang-Pinang kawasan hutan hujan
dan peta penggunaan lahan dapat dilihat luas tropik Padang dapat dilihat pada Tabel 1.
lahan semak ini 21,80 Ha yaitu 22,44 % dari Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa laju
total luas Bukit Pinang Pinang. Lahan yang infiltrasi nyata tanah berbeda menurut
sudah lama ditinggalkan setelah penebangan kriteria pada masing-masing penggunaan
ditumbuhi oleh tanaman semak yang sangat lahan. Terjadinya perbedaan laju infiltrasi
rimbun. Tumbuhan yang tumbuh pada lahan tanah tersebut disebabkan oleh beberapa hal
semak ini diantaranya krinyuh (Caladium diantaranya perbedaan vegetasi yang tumbuh
surinameuse), jelatang, sikaduduak di atasnya dan kondisi tanah. Kondisi tanah
(Melastoma malabatricum), paku resam yang dapat mempengaruhi diantaranya
(Gleicenia linearis), linju, pandan, rimbang tekstur tanah, kandungan bahan organik,
dan tanaman semak lainnya berat volume, total ruang pori, dan kadar air
tanah.
Hutan

90
Pengukuran Infiltrasi Tanah (Yulnafatmawita et al.):86-94 ISSN: 1829-7994

Tabel 1. Hasil penetapan laju infiltrasi daerah Pinang-Pinang kawasan hutan hujan tropik
Gunung Gadut Padang.
No Penggunaan Lahan Laju Infiltr asi Kr iter ia
mm/jam
1 Hutan 154.48 Cepat

2 Kebun Campuran 384.22 Sangat Cepat

3 Semak Belukar 96.45 Sedang Cepat

Besarnya laju infiltrasi tanah erat dan semak belukar (±398%) disebabkan oleh
hubungannya dengan tekstur tanah. Pada dua hal utama, yaitu karena tekstur tanah
tabel terlihat bahwa penggunaan lahan yang kasar dan kandungan BO nya yang
kebun campuran mempunyai laju infiltrasi tinggi.
nyata sangat cepat (384,22 mm/jam), yaitu Kandungan bahan organik tanah erat
melebihi (± 250%) laju infiltrasi pada kaitannya dengan vegetasi yang tumbuh
ekosistem hutan. Sedangkan laju infiltrasi pada lahan yang bersangkutan. Ada empat
tanah pada penggunaan lahan semak belukar hal pengaruh vegetasi (tanaman) di atas
lebih rendah (± 62%) dari ekosistem hutan. permukaan tanah, yaitu kanopi tanaman dan
Berdasarkan hasil penelitian Yulnafatmawita serasah pada permukaan tanah dapat
et al (2007), tekstur tanah pada hutan yaitu mereduksi energi kinetik butir hujan,
lempung liat berdebu, pada semak belukar sehingga aggregat tanah bisa terjaga atau
antara liat-liat berdebu, sedangkan pada tidak rusak. Air hujan yang sampai pada
kebun campuran berkisar antara kelas kanopi akan mengalir melalui batang dan
lempung-lempung berdebu. Dari ke tiga mengikuti akar tanaman masuk kedalam
jenis penggunaan lahan tersebut tekstur tanah. Akar tanaman sendiri berperan
tanah pada kebun campuran lebih kasar dari membentuk pori makro sehingga jumlah air
hutan, dan hutan lebih kasar dari semak yang masuk ke dalam tanah bisa lebih
belukar. Jadi jelaslah bahwa semakin kasar banyak dan kemungkinan limpasan
tekstur tanah, maka semakin cepat masuknya permukaan dapat dihindari. Selanjutnya,
air dari permukaan ke dalam profil tanah. bahan organik yang berasal dari sisa
Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah tanaman, eksudat akar, dan akar yang
pori makro yang dijumpai pada tanah membusuk, serta akar rambut mampu
bertekstur kasar dibanding tanah bertekstur membentuk dan memantapkan aggregat
halus. tanah, sehingga jika dibasahi oleh air hujan
Selain tekstur, kandungan bahan aggregat tidak mudah pecah. Dengan
organik tanah mempunyai pengaruh yang demikian, kesempatan infiltrasi lebih besar,
besar terhadap laju infiltrasi. Pada kondisi kapasitas infiltrasi meningkat, serta aliran
teksur yang sama, laju infiltrasi tanah akan permukaan dapat dieliminasi.
berbeda akibat perbedaan bahan organik Di samping tekstur dan kandungan
tanahnya. Lahan hutan dan semak belukar BO tanah, nilai berat volume (BV) tanah
yang mempunyai tekstur hampir sama tapi juga mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah.
laju infiltrasi pada lahan hutan lebih besar Tanah dengan tekstur yang sama, kapasitas
dari semak belukar. Hal ini disebabkan oleh infiltrasinya akan meningkat dengan
bahan organik pada hutan lebih besar dari penurunan nilai BV tanah. Hal ini
pada semak belukar. Demikian juga dengan disebabkan karena pada tanah dengan BV
kandungan BO pada kebun campuran yang yang rendah berarti tanah tersebut
lebih tinggi dibanding hutan dan semak mempunyai ruang pori yang lebih besar dari
belukar. Jadi, tingginya laju infiltrasi pada tanah yang mempunyai BV tinggi. Oleh
kebun campuran dibanding hutan (±250%) sebab itu, tanah dengan BV rendah tersebut

91
J. Solum Vol. VI No. 2 Juli 2009:86-94 ISSN: 1829-7994

semak belukar kebun campuran hutan Semak Belukar Kebun Campuran Hutan

450 1.4
(b)
(a)
laju infiltrasi (mm/jam)

400 1.2

Laju infiltrasi (cm)


350
1
300
0.8
250
200 0.6
150 0.4
100 0.2
50
0
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
0 20 40 60 80 100 120 140
t (menit)
t (menit)

Gambar 2. Laju infiltrasi penggunaan lahan bukit Pinang-Pinang (a) setelah dimasukkan dalam
rumus Horton (1940) dan (b) laju infiltrasi nyata

mampu menyimpan air lebih banyak. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat


Diantara tiga penggunaan lahan yang ada, bahwa kumulatif infiltrasi pada beberapa
maka kebun campuran mempunyai nilai BV penggunaan lahan berkisar antara 760 –
lebih rendah (0.85 gcm-3) dari hutan (0.91 5204 mm. Keragaman kumulatif infiltrasi
gcm-3) dan hutan lebih rendah dari BV tanah ini disebabkan oleh sifat fisika tanahnya dan
pada ekosistem semak belukar (0.96 gcm-3) penggunaan lahan. Penggunaan lahan kebun
(Yulnafatmawita et al., 2007). campuran memiliki kumulatif infiltrasinya
lebih besar. Tingginya nilai kumulatif
infiltrasi ini disebabkan terutama disebabkan
Kumulatif Infltr asi Tanah Pada Masing-
oleh terutama tekstur tanahnya yang kasar,
Masing Penggunaan Lahan
kandungan BO nya yang tinggi, serta nilai
BV nya yang rendah. Di samping itu, sistem
Hasil penetapan kumulatif infiltrasi
penutupan permukaan tanah yang rapat
daerah Pinang-pinang kawasan hutan hujan
dengan adanya understorey plants, berfungsi
tropik gunung Gadut Padang dapat dilihat
melindungi permukaan tanah dari tumbukan
pada Tabel 2.
butir hujan secara langsung dan menahan air
dari aliran permukaan, sehingga jumlah air
yang memasuki profil tanah meningkat.

Tabel 2. Kumulatif infiltrasi daerah Pinang-pinang kawasan hutan hujan tropik Gunung Gadut
Padang.
No Penggunaan Lahan Kumulatif Infiltr asi
(mm)
1 Semak belukar 759.96

2 Kebun campuran 5203.57

3 Hutan 1363.38

92
Pengukuran Infiltrasi Tanah (Yulnafatmawita et al.):86-94 ISSN: 1829-7994

6000

Kumulatif Infiltrasi (mm) 5000

4000

3000

2000

1000

0
Semak belukar Hutan Kebun
campuran
Penggunaan Lahan

Gambar 3. Grafik kumulatif infiltrasi penggunaan lahan di Bukit Pinang-pinang.

Selain itu, akar, ranting, dan daun Akan tetapi, perubahan penggunaan
tanaman yang mati akan tertimbun menjadi lahan dari hutan menjadi semak belukar
bahan organik tanah yang dapat tanpa ditanami, setelah dua puluhan tahun
meningkatkan kumulatif infiltrasi. Dalam ditebang, menurunkan laju infiltrasi tanah
tanah, pergerakan akar akan mengubah menjadi 62% nya. Hal ini bukan saja
struktur tanah dan pori-pori tanah, dimana disebabkan oleh lahannya yang miring
volume perakaran akan mempengaruhi pori (slope > 40% ), tetapi juga oleh teksturnya
makro dalam tanah. Tanah menembus tanah yang lebih halus dibanding tanah kebun
yang padat, kemudian ketika akar mati campuran dan hutan, serta BV nya lebih
menyisakan pori makro dalam tanah. tinggi. Oleh sebab itu, pembukaan lahan
Semakin banyak perakaran, maka pori hutan tanpa ditanami atau dibiarkan terbuka
makro akan bertambah sehingga dan ditumbuhi semak belukar dapat
kemampuan tanah dalam menyerap dan berbahaya bagi kelestarian lingkungan
menyimpan air juga semakin tinggi. daerah sekitarnya. Oleh sebab itu,
Berdasarkan kriteria penilaian laju pembukaan lahan di daearh berlereng curam
infiltrasi tanah, didapatkan bahwa perubahan > 15% dan dibiarkan tanpa tanaman
penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun menurunkan kemampuan tanah masuk dan
campuran, dengan adanya understorey plants tersimpan dalam profil tanah.
yang menutupi permukaan tanah, mampu
melebihi nilai laju infiltrasi tanah di bawah KESIMPULAN
hutan. Hal ini disebabkan oleh, di samping
tekstur tanahnya yang lebih kasar, sangat Berdasarkan hasil analisis infiltrasi
dipengaruhi oleh kandungan BO tanahnya di laboratorium, perubahan penggunaan
yang tinggi serta sistem pengelolaan lahan di daerah Bukit Pinang-Pinang
lahannya tidak dilakukan pengolahan. Oleh kawasan hutan hujan tropik G. Gadut
sebab itu, sejauh ini penggunaan lahan Padang, maka dapat disimpulkan sebagai
kebun campuran pada kelerengan 3-8%, berikut:
tanpa pengolahan tanah, dan permukaan
tanah ditutupi oleh tanaman, dari segi laju 1. Perubahan penggunaan lahan dari
infiltrasinya, dapat melebihi kemampuan Hutan menjadi Kebun Campuran,
lahan hutan melewatkan air dan dengan permukaan tanah ditutupi
menyimpannya dalam profil tanah, setelah tanaman rendah (understorey plants)
lima-puluhan tahun. dan tanah tanpa diolah, maka setelah
50-tahunan laju infiltrasi tanah

93
J. Solum Vol. VI No. 2 Juli 2009:86-94 ISSN: 1829-7994

meningkat dari 154 menjadi 384 infiltration- capacity. Soil Sci.


mm jam-1 dan kumulatif infiltrasi Soc. Am. Proc. 5, 399-417 hal
dari 1363 menjadi 5204 mm.
2. Perubahan penggunaan lahan dari
Hutan menjadi Semak Belukar, Ogiono, K.,.Hotta, M., Tamin, R. dan
tanpa ditanami dan diolah, maka Yoneda, T. 1984. Forest ecology of
setelah 50-tahunan laju infiltrasi gunung Gadut Area. Sumatra Nature
tanah menurun dari 154 menjadi 96 Study (Botany, Kyoto.
mm jam-1dan kumulatif infiltrasi
dari 1363 menjadi 760 mm. Lee, R. 1998. Hidrologi hutan.
Diterjemahkan oleh Subagio.S.
DAFTAR PUSTAKA Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 219 hal
Hairiah, K., Suprayogo, D., Widianto.,
Berlian., Suhara, E., Mardiastuning, Siswanto 2001. Sistem Drainase Resapan
A., Widodo, R.H., Prayogo, C., dan Untuk Meningkatkan Pengisian Air
S. Rahayu. 2004. Alih Guna Lahan Tanah.
Hutan Menjadi Lahan Agroforestri http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_
Berbasis Kopi: Ketebalan Seresah, natur/vol3/5.pdf. Hal 129 - 137
Populasi Cacing Tanah Dan
Makroporositas Tanah. hal 68-80 Suprayogo, D., Widianto, Lusiana, B., dan
http://www.worldagroforestry.org/S Van Noordwijk, M. 2002. Neraca air
EA/Publications/files/journal/JA002 sistem agroforestry. cit
0-04.PDF. Hairiah, K., Widianto, Utami, S.R.
dan B. Lusiana (eds), WaNuLCAS
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu tanah. Model Simulasi untuk Sistem
Akademik Pressindo. Jakarta. 286 Agroforestry. International Centre
hal for Research in Agroforestry
(ICRAF), Bogor, Indonesia.
Harto, S. 1993. Analisa Hidrologi. 187 hal.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
192 hal Wosten, J.H.M., Lilly, A., Nemes, A., and
Le Bas, C. 1998. Using existing soil
Hermansah, Kubota, D., dan Masunaga, T. data to derive hydraulic parameters
2000. Soil quality charac for simulation models in
terization in relation to tree spesies environmental studies and in land
diversity in tropical rain forest, West use planning. Report 156, SC-DLO,
Sumatra, Indonesia I. Comparison of Wageningen (the Netherlands), 106
two 1-ha plots. Tropics Vol. 9(2) hal
133-145.
Yulnafatmawita, Hermansah, dan Amrizal
Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Physics. Saidi. 2007. Dinamika Karbon
Diterjemahkan oleh Purnomo. R.H. Organik Tanah Bukit Piang-Pinang
Fakultas Pertanian Unsri Kawasan Hutan hujan Tropis Super
Indralaya, 1996. 335 hal Basah Gunung Gadut Padang.
Laporan Penelitan Fundamental
Horton, R.E. 1940. An Approach toward a DP2M DIKTI.
physical interpretation of

94

Anda mungkin juga menyukai