15
6 25 anuari 2017 1. Kunjungan 1. Risky, Spt.
kelompok ternak 2. Drh. Sutrisna
Gerbang Desa
Kecamatan Dukun
7 26 Januari 2017 1. Pengobatan ternak 1. Bambang
(sapi, kambing) Witowo, Spt
Scabies, Prolaps 2. Drh. Ainul
Uteri, IB, Diare, 3. Waris
2. Kunjungan pasar (Inseminator)
hewan
Balongpanggang
8 27 Januari 2017 1. Pengobatan ternak 1. Drh. Ainul
(sapi) BEF, 2. Waris
Helminthiasis, IB, (Inseminator)
dan Partus
9 30 Januari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Drh. Ainul
IB
10 31 Januari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Drh. Ainul
IB dan 2. Waris
2. Monitoring pasar (Inseminator)
hewan
11 1 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Sidiq
(IB) (Inseminator)
12 2 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Cipto
(IB) (Inseminator)
13 3 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Joko
(IB) (Inseminator)
14 6 Februari 2017 1. Tidak ada panggilan
pelayanan keswan
15 7 Februari 2017 1. Tidak ada panggilan
pelayanan keswan
16
16 8 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Drh. Sutrisna
(IB)
17 9 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Drh. Sutrisna
(sapi, kambing),
Penanganan Post-
Partus, BEF, IB
18 10 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Waris
IB (Inseminator)
19 13 Februari 2017 1. Kunjungan 1. Risky, Spt.
kelompok ternak 2. Drh. Sutrisna
Weding Kecamatan
Sidayu
20 14 Februari 2017 1. Monitoring pasar 1. Risky, Spt.
hewan dan 2. Drh. Sutrisna
2. Pelayanan kesehatan
hewan
21 15 Februari 2017 1. Tidak ada panggilan
pelayanan Keswan
22 16 Februari 2017 1. Survei Pasar hewan 1. Risky, Spt.
Kecamatan.Panceng 2. Drh. Sutrisna
23 17 Februari 2017 1. Tidak ada panggilan
pelayanan keswan
24 20 Februari 2017 1. Tidak ada panggilan
pelayanan keswan
25 21 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Drh. Sutrisna
(sapi) Bloat dan
2. Monitoring pasar
hewan
26 22 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Drh. Sutrisna
(sapi) Bloat
27 23 Februari 2017 1. Pelayanan keswan 1. Drh. Ainul
(sapi)
17
2. Pemeriksaan
kebuntingan
28 24 Februari 2017 1. Tidak ada panggilan
pelayanan keswan
29 27 Februari 2017 1. Tidak ada
panggilan
pelayanan keswan
30 28 Februari 2017 1. Diskusi dan 1. Bambang
perpisahan Witowo, Spt.
(penyerahan vandel) 2. Drh. Ainul
3. Waris
(Inseminator)
4. Risky, Spt
5. Drh. Sutrisna
18
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Puskeswan Balongpanggang dan Panceng juga terdapat sarana pendukung
kegiatan peternakan yang berupa pasar hewan. Pasar hewan terdapat di
Desa Kedungpring (sapi) dan Desa Surowiti (sapi). Potensi ternak yang
berada di wilayah Kabupaten Gresik tercantum pada Tabel 5.1 dibawah ini
:
Tabel 5.1. Populasi Ternak Kabupaten Gresik (2016)
Populasi
No Kecamatan
Kambing Domba Sapi
1 Menganti 3740 56
2 Kedamean 4675 1156
3 Driyorejo 2504 757
4 Wri’nginanom 8575 2504
5 Duduk 5610 1121
sampeyan
6 Cerme 3028 2903
7 Kebomas 1455 479
8 Gresik 252 55
9 Manyar 3774 3008
10 Bungah 5383 3895
11 Sidayu 5398 2512
12 Ujung Pangkah 3591 2241
13 Panceng 2988 2966
14 Dukun 6475 3345
15 Benjeng 3590 1602
16 Balongpanggang 5795 1510
17 Sangkapura 1908 1913
18 Tambak 1288 994
TOTAL 70029 33017 *52161
Dinas Pertanian Kabupaten Gresik (2016)
*: Data populasi tersebut didapat dari survei yang dilakukan oleh Dinas
Pertanian Kabupaten Gresik setiap tahunya.
20
5.2 Kondisi Umum Kabupaten Gresik
Berikut ini kondisi umum daerah Kabupaten Gresik yang ditinjau
dari beberapa hal, yaitu :
21
Gambar 5.2. Peta Wilayah Kabupaten Gresik (Dinas Pertanian
Kabupaten Gresik, 2016)
22
Total 123
Dinas Pertanian Kabupaten Gresik (2016)
23
Culicoides (C. brevitarsis, C. nipponensis, C. oxystoma), Nyamuk
Anopheles (A. bancrofti), Culex (Cx. annulirostris), Aedes (A.
albopictus) (Gambar 5.4) dan lalat penghisap darah yang mengalami
peningkatan pada saat musim penghujan.
24
Lingkungan sekitar dan kandang peternak di wilayah kerja
Puskeswan Balongpanggang dan Panceng belum cukup baik. Peternak di
wilayah kerja Puskeswan Balongpanggang dan Panceng belum memiliki
kandang yang layak untuk memelihara ternak sapi mereka. Persyaratan
kandang yang layak dan baik selain dilihat dari letak bangunan kandang,
diperhatikan juga dari konstruksi kandang. Menurut Prawirokusumo
(2009) konstruksi kandang sapi potong terdiri atas arah mata angin pada
kandang, ventilasi, atap, dinding, dan lantai kandang. Seperti contoh
Bapak Abdul Wahid dengan lantai kandang yang kurang bersih karena
masih banyak terdapat kotoran. Pembuangan kotoran yang kurang baik,
menyebabkan penumpukan kotoran, sehingga meningkatkan populasi
vektor nyamuk dan lalat. Kondisi tersebut beresiko terhadap kesehatan
peternak dan hewan ternak. Peternak di wilayah kerja Puskeswan
Balongpanggang dan Panceng belum menyadari tentang betapa penting
kebersihan kandang bagi ternak dan lingkungan sekitar, sehingga masih
banyak ditemukan populasi nyamuk pada musim penghujan dan tingkat
kejadian penyakit pada ternak juga tinggi, seperti penyakit BEF.
25
sapi adalah 37,50C-39,50C, hipersalivasi, konjungtivitis, dan anoreksia,
Ternak dengan gejala klinis kaki depan sebelah kanan tampak mengalami
pincang ada 3 ekor ternak. Ternak dengan gejala klinis mengeluarkan
leleran hidung ada 4 ekor, sesuai dengan pernyataan Kementan (2014),
yaitu gejala awal yang muncul adalah demam tinggi secara mendadak
(40,5 – 41°C), nafsu makan hilang, peningkatan pernafasan, dan kesulitan
bernafas (dyspneu), diikuti dengan keluar Ieleran hidung dan mata
(lakrimasi) yang bersifat serous. Jalan kaku dan pincang karena rasa sakit
yang sangat, kemudian dapat terjadi kelumpuhan dan kesakitan pada
kaki, otot gemetar, serta lemah. Kekakuan mulai dari satu kaki ke kaki
yang lain, sehingga hewan tidak dapat berdiri selama 3 hari atau lebih.
Leher dan punggung mengalami pembengkakan. Produksi susu menurun
dengan tajam. Terkadang pada tahap akhir kebuntingan diikuti dengan
keguguran.
Tabel 5.6 Kasus Bovine Ephemeral Fever (BEF) tanggal 17 Januari 2017-26
Februari 2017
26
2 Simental 24 Januari - Demam BEF 1. Sapi 27
2017 - Tidak milik Januari
nafsu Bapak 2017
makan Kandari di sapi
- Leleran Kecamatan sudah
hidung Ujung sehat
- Tidak bisa Pangkah atau
berdiri dilakukan sembuh
pemberian .
obat, yaitu
Vitamin B
Kompleks,
Dimedryl
3 PO(pera 24 Januari - Tidak BEF 1. Sapi 27
nakan 2017 nafsu Bapak Januari
ongol) makan Taslimu di 2017
- Demam Kecamatan sapi
- Leleran Panceng sehat
hidung dilakukan kembali
- Hipersaliv pemberian atau
asi obat, yaitu sembuh
Vitamin B
Kompleks,
Dimedryl
4 Limosin 27 Januari - Demam BEF 1. Sapi 29
2017 - Tidak milik Januari
Nafsu Bapak 2017.
Makan Supriyanto sapi
- Leleran di sembuh
hidung Kecamatan tetapi
- Pincang Balongpang masih
gang agak
27
- Hipersaliv dilakukan pincang
asi pemberian .
obat, yaitu
Vitamin B
Kompleks,
Dimedryl
5 Simental 9 februari - Demam BEF 1. Sapi 27
2017 - Tidak milik Januari
Nafsu Bapak 2017
makan Rahim di sapi
- Pincang Kecamatan sehat
- Hipersaliv Balongpang kembali
asi gang atau
- Anoreksia dilakukan sembuh
pemberian
obat, yaitu
Vitamin B
Kompleks,
Dimedryl
(Dinas Pertanian Kabupaten Gresik, 2017)
28
atau tidak, dan dilihat konsistensi feses dari ternak, kemudian hasil yang
didapat ditulis dalam ambulator saperti pada Lampiran 3.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik maka gejala klinis yang
ditemukan di tempat PKL adalah demam tinggi dengan suhu mencapai
40-41oC, anoreksia, hipersalivasi, keluar leleran dari hidung, dan
kekakuan sendi sehingga sulit berjalan, dari hasil tersebut maka dapat
digunakan sebagai data untuk peneguhan diagnosa apabila ternak tersebut
mengalami BEF. Gejala klinis yang didapat dari 5 kasus yang sudah
ditangani pada saat PKL sesuai dengan peryataan The Center for Food
Security and Public Health (2008), yaitu ternak yang mengalami BEF
memiliki gejala klinis dimulai dari demam tinggi dengan suhu dapat
mencapai 40,5-41oC, anoreksia, hipersalivasi, keluar leleran serous dari
hidung, konjungtivitis kekakuan sendi, dan sulit berjalan.
Diagnosa BEF bisa dilakukan dengan beberapa uji serologis,
antara lain uji serum netralisasi, ELISA. Biasanya serum diambil dua kali
yaitu pada saat sakit dan 2-3 minggu kemudian. Titer antibodi yang
meningkat pada pengambilan kedua dapat mengonfirmasi adanya infeksi
BEF. Saat ini uji serum netralisasi dan ELISA paling sering digunakan
terutama untuk melakukan monitoring penyakit yang disebabkan oleh
virus arbo. Uji serum netralisasi, dibutuhkan laboratorium yang memiliki
fasilitas produksi sel (biakan jaringan). Di Indonesia, fasilitas
laboratorium yang memiliki fasilitas biakan jaringan sangat terbatas.
Sedangkan uji ELISA baik indirect ELISA dan blocking ELISA yang
menggunakan antibodi monoklonal lebih banyak digunakan sebagai uji
saringan dan dapat diaplikasikan di laboratorium sederhana yang tidak
memiliki fasilitas produksi kultur jaringan (Lim et al., 2007).
Penggunaan antibodi monoklonal memberikan cut off point yang
jelas dan spesifik dibandingkan dengan tanpa menggunakan monoklonal.
Penggunaan virus utuh pada uji ELISA dapat dilakukan bila
menggunakan antibodi monoklonal. Sedangkan bila tidak menggunakan
antibodi monoklonal, maka pendekatan molekuler saat preparasi antigen
ELISA perlu dilakukan (Zheng and Qiu 2012).
29
Terdapat diagnosa banding di tempat PKL yang memiliki gejala
klinis seperti BEF, yaitu Pneumonia dan Septicaemia Epizootica
(SE).Perbedaan dari penyakit Pneumonia tersebut dengan BEF adalah
apabila Pneumonia ternak akan demam, keluar leleran pada hidung,
respirasi yang cepat dan dangkal, sesak napas karena terjadi radang pada
paru-paru, dan batuk (Rahayu, 2014), sedangkan ternak yang mengalami
BEF maka ternak juga akan demam dan terdapat leleran pada hidung
tetapi ternak tidak mengalami sesak napas. Perbedaan dari penyakit
Septicaemia Epizootica (SE) dengan BEF adalah apabila SE ternak akan
mengalami demam dengan suhu maksimal setelah 12 jam terinfeksi yaitu
39,6 OC (Priadi dan Natalia, 2000), kulit memerah, anoreksia, diare dan
feses berdarah, kebengkakan dan busung pada kepala, leher,
submandibula, thorak bagian ventral, ekstremitas, atau pangkal ekor,
mata merah, terdapat ekskresi hidung, serta terdapat lesi di kerongkongan
yang mengakibatkan sesak napas dan kesulitan menelan (Direktorat
Kesehatan Hewan, 2014), sedangkan ternak yang mengalami BEF maka
ternak juga akan demam, terdapat leleran yang keluar dari hidung, dan
anoreksia, tetapi ternak tidak mengalami diare, feses berdarah, kulit
memerah, mata merah, bengkak pada kepala, leher, submandibula,
thorak, ekstremitas, atau ekor, tidak terdapat lesi pada kerongkongan,
sesak napas, dan sulit menelan.
30
Gambar 5.7 Kasus BEF Pada Sapi Keluar leleran dari Hidung
(The Center for Food Security & Public Health,
2008)
31
Analgesik dan antipiretik yang diberikan mengandung cairan
injeksi methampiron 250 mg. Methampiron atau dapat juga disebut
Metamizole merupakan golongan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug
(NSAID) pyrozolone dengan aktivitas analgesik dan antipiretik yang biasa
digunakan pada kesehatan manusia maupun kesehatan hewan. Rumus
kimia dari methampiron adalah C13H16N3NaO4S.Na. Obat tersebut
berbentuk bubuk kristal putih, sangat larut dalam air dan larut dalam
alkohol. Mekanisme kerja obat ini akan menghambat central
cyclooxygenase (COX-3).
Efek analgesik dari NSAID dengan menghambat enzim
cyclooxygenase (COX), sehingga akan mengurangi proses inflamasi, efek
antipiretik terjadi dengan cara menghambat sintesis prostaglandin di
sistem syaraf pusat, sehingga akan menurunkan demam, sedangkan
aktifitas antiinflamasi yaitu dapat mengurangi hiperalgesia dan edema
pada jaringan yang mengalami inflamasi. Pemberian methampiron dapat
dilakukan secara intramuscular (IM) pada sapi dengan dosis 10-20
mL/ekor (Jasiecka et al., 2014 dan Nikolova et al., 2012).
Antihistamin yang diberikan mengandung diphenhidramin HCl 10
mg. Diphenhidramin HCl berperan dalam menghambat reseptor H1 dan
menekan reaksi inflamasi yang disebabkan oleh histamin. Diphenhidramin
HCl dapat digunakan untuk mengobati alergi dan menghambat histamin
yang dapat menyebabkan vomit (mutah). Efek samping dari
diphenhidramin HCl adalah berupa sedasi, karena diphenhidramin HCl
dapat menghambat histamin N-methyltransferase dan juga dapat
menghambat reseptor Central Nervus System (CNS). Pemberian
diphenhidramin HCl dapat dilakukan secara IM pada sapi dengan dosis
pemberian yaitu 1 mL/20 kgBB, apabila berat badan rata-rata sapi adalah
300 kg, maka volume pemberian adalah 15 mL secara IM (Papich, 2011).
Vitamin B1 atau yang sering disebut tiamin merupakan kompleks
molekul organik yang mengandung satu inti tiazol dan pirimidin. Dalam
badan zat ini akan diubah menjadi tiamin pirofosfat. Vitamin B1 dapat
mengobati gangguan saraf dan sendi, mengobati inkoordinasi otot,
32
mengobati gangguan pencernaan seperti indigesti rumen dan konstipasi,
meningkatkan nafsu makan, dan membantu proses metabolisme energi
dalam tubuh terutama energi dari karbohidrat. Pemberian vitamin B1 dapat
dilakukan secara IM dengan dosis 1 mL/100 kgBB, apabila berat badan
rata-rata sapi adalah 300 kg maka volume pemberian adalah 3 mL.
Vitamin B1 tidak menimbulkan efek toksik jika diberikan pada hewan dan
apabila kelebihan maka akan cepat diekskresikan melalui urin, tetapi
jangan diberikan pada hewan yang hipersensitivitas pada vitamin B1
(Plumb, 2008).
Antibiotik yang diberikan mengandung oxytetracycline.
Oxytetracycline merupakan antibiotik golongan tetracycline. Mekanisme
kerja dari golongan antibiotik tersebut, yaitu dengan mengikat ribosom
bagian 30S dan menghambat sintesis protein. Oxytetracycline bersifat
bakteriostatik, bersifat broad spectrum (spektrum luas) termasuk
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif, bakteri gram negatif,
beberapa protozoa seperti Plasmodium dan Entamoeba, Rickettsiae,
Chlamydia, Ehrlichiae, dan Mycoplasma, tetapi resisten terhadap
golongan bakteri dari famili Enterobacteriaceae seperti Escherichia coli.
Pemberian oxytetracycline dapat dilakukan secara IM pada sapi dengan
dosis pemberian, yaitu 5-10 mL/100 kgBB, apabila berat badan rata-rata
sapi adalah 300 kg, maka volume pemberian adalah 15 mL. (Papich,
2011), sedangkan pada sapi yang bunting, tetapi terinfeksi BEF maka
diberikan antibiotik yang mengandung penisilin G.
Penisilin G merupakan golongan antibiotik beta-laktam yang
bekerja dengan cara mengikat Penicillin-Binding Proteins (PBP) untuk
melemahkan atau menyebabkan lisis dari dinding sel dan bersifat
bakterisidal. Spektrum dari penisilin G adalah bakteri gram positif, bakteri
anaerob, dan bakteri gram negatif yang rentan terhadap penisilin G seperti
Pasteurella spp. dan Mannheimia haemolytica, tetapi resisten terhadap
semua bakteri Enterobacteriaceae multocida dan Staphylococcus spp.
yang merupakan bakteri penghasil enzim beta-laktamase. Penisilin G
dapat diberikan secara IM dengan dosis 10 mL/150 kgBB, apabila berat
33
badan rata-rata sapi adalah 300 kg, maka volume pemberian adalah 20 mL
(Papich, 2011).
Menurut Center for Food Security and Public Health (2008), pada
kasus BEF sering ditemui hewan dalam kondisi Hypocalsemia, penaganan
yang dilakukan dengan injeksi Calsium Borogluconate, jika terjadi infeksi
sekunder diberikan antibiotik, dan dilakukan terapi cairan dengan Isotonic
Fluid. Penanganan yang dapat mempercepat kesembuhan, hewan
diposisikan terlentang, disediakan air dan pakan jika diperlukan, tetapi
hewan tidak boleh berdiri dan bergerak. Hewan tidak boleh dipaksa untuk
makan karena dapat beresiko menimbulkan Aspirasi Pneumonial. Posisi
lateral recumbensi, hewan akan berguling untuk mencegah kerusakan otot.
Menurut Walker (2016), pengobatan yang efektif hewan
diistirahatkan, disiapkan makan dan minum, kandang dibersihkan, hewan
tidak boleh stres karena kemungkinan bisa kambuh. Obat antiinflamasi
yang diberikan lebih awal dan dalam dosis berulang selama 2-3 hari
efektif. Pemberian oral harus dihindari kecuali jika refleks menelan
berfungsi. Pengobatan antibiotik untuk mengendalikan infeksi sekunder
dan rehidrasi dengan cairan isotonik.
34
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil pada saat melakukan kegiatan Praktek
Kerja Lapang di Puskeswan Balongpanggang dan Puskeswan Panceng
Dinas Pertanian Kabupaten Gresik adalah sebagai berikut :
1. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik maka gejala klinis yang ditemukan
di tempat PKL adalah demam tinggi dengan suhu mencapai 40-41oC,
anoreksia, hipersalivasi, keluar leleran dari hidung, dan kekakuan sendi
sehingga sulit berjalan, dari hasil tersebut maka dapat digunakan sebagai
data untuk peneguhan diagnosa apabila ternak tersebut mengalami BEF.
Gejala klinis yang didapat dari 5 kasus yang sudah ditangani pada saat
PKL, ternak yang mengalami BEF memiliki gejala klinis dimulai dari
demam tinggi dengan suhu dapat mencapai 40,5-41oC, anoreksia,
hipersalivasi, keluar leleran serous dari hidung, konjungtivitis kekakuan
sendi, dan sulit berjalan.
2. Pengobatan BEF dilakukan satu kali (tanpa pengulangan) dan hewan
dapat sembuh sekitar 2 sampai 3 hari pasca pengobatan. Obat yang
diberikan antara lain antipiretik dan analgesik yang mengandung cairan
injeksi methampiron 250 mg, antiinflamasi, antihistamin yang diberikan
mengandung diphenhidramin HCl 10 mg, suportif dan antibiotik yang
diberikan mengandung oxytetracycline diberikan ketika sudah berlanjut
parah.
6.2 Saran
Peternak harus lebih meningkatkan kesadaran terhadap sanitasi
,kebersihan kandang untuk mencegah ternak terinfeksi penyakit yang
disebabkan akibat kandang yang kurang bersih.
Puskeswan Balongpanggang dan Panceng Dinas Pertanian
Kabupaten Gresik sebaiknya mengadakan acara rutin tiap beberapa bulan
sekali seperti penyuluhan terhadap peternak tentang kepentingan menjaga
35
kebersihan kandang untuk mencegah hewan terinfeksi penyakit BEF, dan
juga memberikan pengetahuan tentang diagnosa awal terjadinya BEF
36