PENDAHULUAN
1. Terak timah (tin slag) yang digunakan diambil dari PT. Timah, Tbk Kota
Pangkalpinang.
2. Agregat kasar yang digunakan berasal dari Merak
3. Agregat halus yang digunakan berasal dari Desa Rebo Kab.Bangka
4. Filler yang digunakan adalah filler dari PT.ABI
5. Aspal yang digunakan adalah Aspal Penetrasi 60/70
6. Variasi penambahan limbah cangkang kelapa sawit pada campuran (AC-
WC) terdiri dari tiga macam, yaitu 0%, 25%, 50%, 75%, 100%
7. Spesifikasi standar yang digunakan adalah Spesifikasi Umum Bina Marga
2010
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Lapisan perkerasan yang terletak paling atas disebut lapisan permukaan, dan
berfungsi sebagai :
Gradasi agregat adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya. Ukuran butir
dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisa saringan. Gradasi agregat dinyatakan
dalam presentase lolos atau tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat
(Sukirman S., 1999). Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC-BC yang
mempunyai gradasi menerus tersebut ditunjukkan dalam persen berat agregat, harus
memenuhi batas-batas dan harus berada di luar daerah larangan (restriction zone)
yang diberikan dalam Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2. Gradasi agregat Gabungan untuk campuran lapis beton aspal
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina Marga,
2018
2.2.6 Aspal
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon yang berwarna coklat gelap atau
hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphatenes, resins dan oils. Aspal
bersifat viskoelastis shingga akan mencai jika dipanaskan dengan suhu yang cukup
dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal aspal dapat
menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi
dan masa pelayanannya. Aspal pada lapis perkersan berfungsi sebagai bahan ikat
antara agregat untuk membentuk suatu camuran, sehingga akan memberikan
kekuatan masing – masing agregat (Kerbs and walker, 1971). Selain sebagai
perekat, aspal juga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agragat dan pori-
pori yang ada dari agregat itu sendiri. Konstituen utama aspal adalah bitumen yang
terdapat di alam atau diperoleh dari hasil pengolahan minyak bumi. Aspal meimiliki
sifat sebagai perekat, dan ketahanan yang tinggi terhadap air (Asphalt Institute,
2001). Daya tahannya (durability) berupa kemampuan aspal mempertahankan sifat
aspal akibat pengaruh cuaca dan tergantung pada sifat campuran aspal dan agregat.
Sedangkan sifat adhesi dan kohesi yaitu kemampuan aspal mempertahankan ikatan
yang baik. Berdasarkan jenis aspal dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Aspal alam adalah aspal yang secara alamiah terjadi di alam tanpa proses
pemurnian atau penyulingan, umumnya merupakan tambang terbuka dan
merupakan hasil penyulingan secara alami yang bertahun-tahun. Dilihat dari
bentuk fisiknya, aspal alam dapat ditemukan dalam bentuk padat atau batuan
dan disebut aspal batu (rock asphalt) yang terdapat di pulau Buton, sedangkan
aspal cair (aspal danau) yang terdapat di Trinidad yang lebih dikenal dengan
lake asphalt (Sukirman, 1992).
2) Aspal batuan yang diperoleh dari hasil penyulingan minyak bumi, dimana
karakteristik aspal sangat tergantung pada lokasi dan keadaan geologi
setempat dimana minyak mentah tersebut ditambang. Dari residu penyulingan
diperoleh beberapa jenis aspal yaitu :
1) Aspal keras (Asphalt Cement)
Aspal keras pada suhu ruang (250 – 300 C) berbentuk padat. AC
dibedakan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat kekerasannya). Untuk
Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas,
volume lalu lintas tinggi sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi
digunakan untuk daerah bercuaca dingin, lalu lintas rendah. Aspal keras
yang biasa digunakan yaitu:
1) AC Pen 40/50
2) AC Pen 60/70
3) AC Pen 80/100
4) AC Pen 120/150
5) AC pen 200/300
Persyaratan aspal keras yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada Bina Marga 2018 dapat dilhat pada Tabel 2.3 di bawah ini.
2) Aspal Cair (Cut Black Aspal)
Aspal cair adalah campuran antara aspal keras dengan bahan pencair dari
hasil penyulingan minyak bumi. Maka cut back 9 asphalt berbentuk cair
dalam temperatur ruang. Aspal cair digunakan untuk keperluan lapis resap
pengikat (prime coat).
3) Aspal emuksi
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi. Pada proses ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan
didispersikan dalam air.
Tabel 2.3. Persyaratan aspal keras pen. 60/70
Aspal Pen.
No Jenis Pengujian Metode
60/70
1 Penetrasi pada 25⁰C (0,1 mm) SNI 2456;2011 60-70
2 Viskositas Kinematis 135⁰C (cSt) ASTM D2170-10 ≥ 300
3 Titik Lembek; ⁰C SNI 2434:2011 ≥ 48
4 Daktilitas pada 25⁰C (cm) SNI 2432:2011 ≥ 100
5 Titik Nyala (⁰C) SNI 2433:2011 ≥ 232
6 Kelarutan dalam trichloethylene (%) AASHTO T44-14 ≥ 99
7 Berat Jenis SNI 2441:2011 ≥ 1,0
8 Berat yang hilang, % SNI 06 -2441-1991 ≤ 0,8
9 Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≤2
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum Bina Marga 2018
Sifat utama aspal adalah mempunyai adhesi yang baik, kedap air, dan tahan
lama sehingga digunakan sebagai salah satu komponen utama dalam perkerasan
lentur. Sifat-sifat aspal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut
(Silvia, S., 1992):
1) Durabilitas adalah pengukuran seberapa baik aspal untuk mempertahankan
sifat-sifat aslinya dan apabila dibiarkan terhadap pelapukan normal atau proses
penuaan. Durabilitas merupakan pertimbangan dari kinerja perkerasan yang
dipengaruhi oleh perencanaan campuran, sifat agregat, pekerja dan variabel
lainnya seperti durabilitas aspal itu sendiri.
2) Adhesi dan kohesi
Adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lainnya dalam
campuran perkerasan. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk melekat pada
agregat sehingga menjadi satu kesatuan.
Dengan:
Dengan:
Gmb = berat jenis bulk benda uji padat
Wd = berat kering benda uji padat
Wssd = benda uji padat jenuh dalam air
Wsub = berat benda uji padat dalam air
𝐺𝑚𝑚 −𝐺𝑚𝑏
VIM = 100 × ....................................................(2.5)
𝐺𝑚𝑚
Dengan:
Dengan:
5. Ketahanan (stabilitas)
Stabilitas adalah beban maksimum yanngg dapat diterima suatu campuran
beraspal sampai saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram, atau
dengan kata lain kemampuan maksimum benda uji menerima beban sampai terjadi
pelelehan plastis tanpa mengalami perubahan bentuk yang tetap. Besarnya
stabilitas benda uji didapat dari pembacaan arloji stabilitas alat tekan Marshall yang
dikonversikan dalam kilogram (kg), (Silvia, S., 1999).
Stabilitas (kg) = pembacaan arloji tekan x angka korelasi beban (Tabel 2.4)
Dengan:
q = stabilitas (kg)
O = nilai pembacaan arloji stabilitas
𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
Marshall Quotient (MQ) = (kg/mm)..........................(2.8)
𝑓𝑙𝑜𝑤
Isi benda uji (cm³) Tebal benda uji (mm) Angka korelasi
1. Agregat Karar
Menurut spesifikasi Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina
Marga tahun 2018 , agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan
ayakan no.8 (2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet
dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya sesuai denagn
ketentuan yang diisyaratkan. Adapun ketentuan agregat kasar menurut spesifikasi
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga tahun 2018 dapat
dilihat pada Tabel 2.5.
2. Agregat Halus
Berdasarkan spesifikasi Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral
Bina Marga tahun 2018, agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri
dari pasir atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan
No.8 (2,36 mm). Agregat halus merupakan bahan yang bersih ,keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Komposisi agregat halus
harus memenuhi sesuai ketentuan yang terlihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min 60%
Uji kadar rongga tanpa pemadatan SNI 03-6877-2002 Min.45
Gumpalan lempung dan butir- SNI 03-4141-1996 Maks.1%
butir mudah pecah dalam agregat
Agregat lolos ayakan no.200 SNI ASTM C117:2012 Maks.10%
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum Bina Marga 2018
3. Gradasi Agregat
Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat
merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan
kemudahan dalam proses pelaksanaan.
Gradasi agregat diperoleh dari analisa saringan dengan menggunakan satu set
saringan dimana saringan yang paling besar diletakkan diatas dan yang paling halus
terletak dipaling bawah. Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal dapat
dilihat pada Tabel 2.2. Gradasi agregat dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
1) Bulat (Rounded)
Agregat yang dijumpai pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh air
sehingga umumnya berbentuk bulat. Partikel agregat bulat saling bersentuhan
dengan luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interlocking yang
lebih kecil dan mudah tergelincir.
2) Lonjong (Elongated)
Agregat ini dapat ditemui di sungai atau bekas endapan sungai. Agregat
dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya >1,8 kali diameter rata-rata. Indeks
kelonjongan adalah perbandingan dalam persen dari berat agregat lonjong terhadap
berat total. Sifat interlockingnya hampir sama dengan yang berbentuk bulat.
3) Kubus (cubical)
Agregat berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah
batu (crusher stone) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas, berbentuk
bidang rata sehingga memberikan interlocking/saling mengunci yang lebih besar.
Dengan demikian kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap
deformasi yang timbul. Agregat berbentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai
bahan konstruksi perkerasan jalan.
4) Pipih (Flaky)
Agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu
ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan
cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0.6 kali
diameter rata-rata. Indek kepipihan (flakiness index) adalah berat total agregat yang
lolos slot dibagi dengan berat total agregat yang tertahan pada ukuran nominal
tertentu. Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu pencampuran,
pemadatan, ataupun akibat beban lalu lintas, oleh karena itu banyaknya agregat
pipih ini dibatasi dengan menggunakan nilai indeks kepipihan yang diisyaratkan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.2.2 Alat
Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Cetakan benda uji aspal berbentuk silinder, dari baja.
2. Mesin pengguncang saringan (Sieve Shaker) untuk menyaring agregat melalui
satu set saringan.
3. Oven dan kompor.
4. Talam dan cawan.
5. Timbangan dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 20kg
dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 6 kg dengan ketelitian
0,1 gram.
6. Water bath untuk menciptakan suhu yang konstan pada benda uji aspal.
7. Alat penumbuk manual satu set.
8. Alat pengeluaran benda uji (dongkrak) untuk mengeluarkan benda uji aspal
yang sudah dipadatkan dari dalam cetakan.
9. Alat pengujian marshall (Marshall Compression Machine) satu set.
10. Satu set alat pengukur panjang.
1. Penetrasi
Pengujain ini dilakukan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal. Pengujian
ini dilakukan dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu dengan beban,
selang waktu, dan suhu tertentu. Pada penelitian ini pengujian penetrasi aspal keras
dilakukan pada temperatur 250 C dan pembebanan yang diberikan sebesar 100 gram
dalam waktu 5 detik. Penelitian ini dilakukan sebelum dan sesudah kehilangan
berat.
2. Titik lembek
Pengujian ini dilakukan untuk memenuhi temperatur aspal pada saat mulai
lembek. Titik lembek adalah suatu suhu pada saat bola baja, dengan berat tertentu
(3,45 – 3,55 gram) mendesak turun pada suatu lapisan aspal yang tertahan dalam
cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang
terletak dibawah cincin pada ketinggian tertentu, sehingga akibat dari kecepatan
pemanasan tertentu.
3. Daktilitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui elastisitas aspal keras, dimana benda
uji aspal keras ditarik pada kedua sisi dengan kecepatan 5 cm permenit pada suhu
250 C.
4. Berat jenis
Penentuan berat jenis aspal berfungsi untuk perhitungan akhir hasil pengujian
marshall dengan membandingkan antara berat aspal dengan air suling dengan
volume yang sama pada suhu 250 C.
5. Titik nyala dan titik bakar
Pengujian ini berguna untuk menetukan suhu dimana aspal terlihat menyala
singkat dipermukaan aspal (titik nyala), dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-
kurangnya 5 detik diatas permukaan aspal. Titik nyala dan titik bakar perlu
diketahui untuk memperkirakan suhu maksimum pemanasan aspal sehingga aspal
tidak terbakar.
Studi Literatur
Pengujian bahan
Memenuhi Tidak
Spesifikasi
Ya
Pembuatan Benda Uji AC-BC dengan menggunakan variasi
Tin Slag 0%, 25%, 50%, 75%,100%
Selesai
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian