Ankkn
Ankkn
Spondilitis tuberkulosis
Abstract
Indonesia ranks as the 3rd contributor of tuberculosis in the world, with estimation that are 583.000 new cases every
year. Spinal involvement incrases morbidity due to the risk of permanent deformity and neurological deficit. Ironically,s
pine is the most common site osteoarticular tuberculosis. Culture of Mycobacterium tuberculosis is the gold standard
of diagnosis, though it is not always easy to obtain. Modern imaging technique should be used to identify the site and
extent of infection in order to perform individual treatment of the patient. Management of tuberculosis spondylitis is
aimed to provide eradication of infection, stability of vertebral column and correction or termination of kyphotic process.
Orthopaedic department FKUI-RSCM has development total therapy approach, which consists of conservative and
Abstraks
Indonesia adalah kontributor tuberkulosis nomor 3 di ia dengan sekitar 583.000 kasus baru per tahun. Keterlibatan
tulang belakang akan memperberat morbiditas karena adanya potensi deformitas dan defisit neurologis yang
permanen. Ironisnya, tulang belakang adalah lokasi infeksi tuberkulosis tulang dan sendi tersering. Kultur kuman
tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis, walaupun terdapat kesulitan untuk mendapatkan biakan yang
positif. Sebaiknya digunakan teknik pencitraan modern untuk mengidentifikasi lokasi dan luasnya keterlibatan penyakit
sehingga penatalaksanan dapat disesuaikan secara individual. Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan
untuk eradikasi infeksi, memberikan stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis. Sub
bagian Bedah Orthopaedi FKUI-RSCM mengembangkan metode total therapy yang merupakan gabungan tindakan
konservatif dan operatif berdasarkan masalah yang ada pada masing-masing pasien.
PENDAHULUAN
Spondilitis tuberkulosis merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah
dengan penemuan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dna Peru1,2. Sir Percival
Pott (1799) mendiskripsikan penyakit ini dalam monografisnya yang klasik dan sejak saat
itu spondilitis tuberkulosis dikenal juga sebagai penyakit Pott (Pott’s disease).
Pada paruh terakhir abad XX, dengan penemuan oabt anti tuberkulosis dan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat, insidens spondilitis tuberkulosis menurun
tajam di negara maju sedangkan bagi negara-negara berkembang tetap merupakan
masalah. Saat ini terdapat kecenderungan peningkatan insidens tuberkulosis di negara
maju maupun berkembang dengan fokus utama pada paru-paru yang diikuti keterlibatan
osteoartikuolar. Dengan demikian seorang dokter, baik yang bertugas di kota besar
maupun perifer, akan semakin sering menemukan kasus spondilitis. Untuk itu diperlukan
kemampuan seorang dokter untuk mendeteksi adanya spondilitis tuberkulosis dan
khususnya seorang penatalaksanaannya spesialis bedah tulang. Tinjauan pustaka ini
membahas spondilitis tuberkulosis dengan tujuan untuk perkembangan terakhir diagnosis
dan penatalaksanaannya.
EPIDEMIOLOGI
PATOGENESIS
GAMBARAN KLINIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Penderita spondilitis tuberkulosis dapat mengalami peningkatan laju endap darah
tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Al-Marri 20 melaporkan 144 anak
dengan tuberkulosis didapatkan 33% anak dengan laju endap darah yang normal.
Hasi SA21 melaporkan peningkatan CRP (C-reactive protein) pada 66% dari 35
penderita spondilitis tuberkulosis, yang berhubungan dengan pembentukan abses.
Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
Pemeriksaan dengan ELISA (enzyme-linked immunoadsorbent assay) dilaporkan
memiliki sensitifitas 60-80% 5, tetapi dapat menghasilkan negatif palsu pada penderita
dengan anergi. 5,25 Pada populasi dengan tuberkulosis endemis, titer antibodi cenderung
tinggi sehingga sulit dideteksi kasus tuberkulosis aktif. 25
Identifikasi dengan polymerase chain reaction (PCR) masih terus dikembangkan.
Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis, “melekatkan” nukleotida
tertentu pada fragmen DNA, amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai
terbentuk rantai DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel electrophroresis. Bila
DNA target tidak ada, nukleotida tidak akan melekat dan tidak akan terjadi amplifikasi.
Keuntungan prosedur ini adalah waktu yang dibutuhkan relatif singkat. Masalahnya
adalah teknis pemeriksaan yang sulit, mahal dan kemungkinan dalam prosedur ini terjadi
amplifikasi DNA dari “bingkai” kuman tuberkulosis. 26
Penyuntikan tuberkulin pada kulit akan menghasilkan reaksi imunologis yang
dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi tuberkulosis. Interpretasi pemeriksaan ini
tergantung dari paparan terhadap tuberkulosis, status imunologis dan riwayat vaksinasi
BCG sebelumnya. Penderita anergi akibat misalnya penyebaran tuberkulosis luas,
pengobatan imunosupresif, amlnutrisi akan menghasilkan hasil negatif palsu. 5,22
Pencitraan
Suatu pencitraan yang ideal harus dapat memberikan keterangan mengenai 17
• Jumlah vertebra yang terlibat, sudut kifosis yang terjadi
• Seberapa jauh destruksi tulang telah terjadi, apakah hanya terbatas pada kolumna
anterior atau sudah mencapai kolumna posterior
• Ada tidaknya keterlibatan jaringan lunak, termasuk pembentukan abses dan
sekuesterisasi diskus interverbralis
• Ada tidaknya kompresi medula spinalis dan tingkat keseriusannya.
Skintigrafi
Tidak terdapat gambaran skintigrafi yang patognomonik untuk spondilitis
tuberkulosis. Watts melaporkan pada 56 kasus tuberkulosis osteoartikular terjadi
perubahan ambilan (uptake) Tc99 secara difusa sebanyak 63% kasus. Hasil yang negatif
pada sisanya yang kemungkinan disebabkan adanya segmen tulang avaskular akibat
pembentukan abses. 5 anwar IB23 melaporkan sensitifitas sebesar 84% pada penggunaan
tc99 injection pada penderita spondilitis tuberkulosis.
Foto polos masih merupakan alat diagnostik yang penting. Pada foto olos
didapatkan informasi mengenai jumlah vertebra yang terlibat, derajat destruksi tulang,
sudut kifosis, sedangkan keterlibatan elemen posterior tidak bisa dinilai dan penilaian
abses paraspinal hanya dapat dilakukan secara kasar. 17,24
Gambaran klasik berupa destruksi vertebra yang dimulai dari sudut superior atau
inferior anterior korpus. Vertebra berdekatan dengan diskovertebral juntion. Apabila
terlihat destruksi korpus vertebra pada foto polos, proses inflamasi telah berlangsung
paling sedikit 6 bulan 13 atau tulang telah kehilangan 30-40% mineral yang dikandungnya.
14
CT scan
CT scan menggambarkan luasnya infeksi secara lebih akurat dan mendeteksi lesi
lebih dini dibandingkan foto polos. Hofmann dkk24 melaporkan 25% penderita mereka
memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT scan dan MRI yang lebih polos. CT
scan efektif kalsifikasi pada abses jaringan lunak. Selain itu CT scan dapat digunakan
untuk memandu prosedur biopsi.
Lesi terlihat osteolitik iregular, bermula pada korpus dan kemudian menyebar
sehingga vertebra kolaps dan terjadi herniasi diskus ke dalam vertebra yang hancur.
CT scan dapat menggambarkan keterlibatan elemen posterior bilateral akan
berakibat instabilitas tulang belakang sehingga tindakan operatif merupakan indikasi dan
prosedur anterior strut grafting mungkin tidak adekuat sehingga dibutuhkan
instrumentasi posterior.4,17,24
Bakteriologis
Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis. Tantangan
yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi diagnosis klinis dan radiologis
secara mikrobakteriologis. Masalah terletak pada bagaimana mendapatkan spesimen
dengan jumlah basil yang adekuat. Pemeriksaan mikroskopis dengan pulasan Ziehl-
Nielsen membutuhkan 104 basil per mililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan
103 basil per mililiter spesimen.5
Kesulitan lain dalam menerapakan pemeriksaan bakteriologis adalah lamanya
waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi
baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya. Saat ini mulai dipergunakan sistem BACTEC
(Becton Dickinson Diagnostic Intrument System). Dengan sistem ini identifikasi dapat
dilakukan dak\lam 7-10 hari. Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman
lain, masih tingginya harga alat dan juga karena sistem ini memakai zat radioaktif maka
harus dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya.
Pada negara di mana terdapat prevalensi tuberkulosis yang tinggi atau tidak
terdapat sarana medis yang mencukupi, penderita dengan gambaran klinis dan radiologis
yang sugestif spondilitis tuberkulosis tidak perlu dilakukan biopsi untuk memastikan
diagnosis dan memulai pengobatan.5
Histopatologis
Infeksi tuberkulosis pada jaringan akan menginduksi reaksi radang
granulomatosis dan nekrosis yang cukup karakteristik sehingga dapat membantu
penegakan diagnosis. Ditemukannya tuberkel yang dibentuk oleh sel epiteloid, giant cell
dan limfosit disertai nekrosis perkejuan di sentral memberikan nilai diagnostik paling
tinggi dibandingkan temuan histopatologis lainnnya.34,35 Gambaran histopatologis berupa
tuberkel saja harus dihubungkan dengan penemuan klinis dan radiologis.35
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding spondilitis tuberkulosis meliputi infeksi piogenik, jamur,
neoplasma atau penyakit degeneratif. Untuk menyingkirkan diagnosis banding tersebut
diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pencitraan yang teliti dan
sesuai dengan kebutuhan.
Penemuan klinis biasanya dapat membedakan spondilitis tuberkulosis dengan
penyakit degeneratif. Pada penyakit degeneratif diskus intervertebralis tidak terlalu
menyempit dan pada MRI kerusakan diskus tampak berupa intensitas sinyal yang rendah
pada gambaran T2-weighted.13
Perbedaan spondilitis tuberkulosis dengan spondilitis piogenik dapat dilihat dari
progresivitas penyakitnya yakni spondilitis tuberkulosis cenderung lambat dan kronis.
Pada infeksi piogenik terjadi sklerosis reaktif, selain itu osteoporosis yang terjadi tidak
senyata pada spondilitis tuberkulosis. Pada MRI, spondilitis pyogenik akan menampilkan
penurunan sinyal pada T1-weighted, peningkatan sinyal pada T2-weighted dengan
penyangatan yang homogen pada korpus dan diskus yang terinfeksi. Akumulasi porduk
inflamasi pada infeksi piogenik biasanya tidak sebanyak yang terjadi pada spondilitis
tuberkulosis. Adanya kalsifikasi lebih mengarah pada proses tuberkulosis.13,14
Infeksi brucellosis terutama terjadi pada pria, akibat kontak dengan binatang
ternak terinfeksi atau mengonsumsi susu atau produk susu yang belum di pasteurisasi.
Brucekkosis mempunyai perjalanan penyakit menyerupai tuberkulosis yang indolen.
Spondilitis brucellosa sering terjadi pada vertebra lumbal bawah.14,27 Penampakan
radiologis awal berupa rarefakti pada end-plates vertebra yang terlibat, penyempitan
diskus invertebralis, abses jaringan lunak yang relatif kecil, dapat muncul erosi di korpus
anterior vertebra.27 Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan antibodi serum terhadap
brucella dan kultur. Lifeso dkk27 melaporkan bahwa brucellosis ditandai dengan demam,
malaise, keringat malam, penurunan berat badan, sakit kepala, nyeri sendi disertai
hepatosplenomegali, limfadenopati dan artropi. Calvo 29 melaporkan kecenderungan
terjadi imunosupresi, abses paravertebral, kompresi medula spinalis, anemia dan
peningkatan laju endap darah lebih tinggi pada spondilitis tuberkulosis dibandingkan
spondilitis brucellosis. Walaupun kecenderungan ini tidak bermakna secara statistik,
tetapi membantu mengarahkan diagnosis sebelum diagnosis pasti ditegakkan.
Infeksi jamur pada tulang belakang lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi pada
penderita dengan penurunan daya tahan tubuh (immunocompromised). Menegakkan
diagnosis infeksi spinal oleh jamur berdasarkan pencitraan saja seringkali sulit dilakukan.
Infeksi dapat terjadi melalui mokulasi langsung akibat trauma, hematogenik, ekstensi
langsung atau iatrogenik pada operasi tulang belakang.28 Pada blastomikosis, proses
infeksi mengenai korpus, diskus dan dapat mencapai kaput costae yang terdekat, dapat
dijumpai skip lesions 13. Aktinomikosis biasanya juga dijumpai pada sudut mandibula dan
menyebar dengan ekstensi langsung, lesi biasanya tidak nyeri, terdapat area osteolisis
pada vertebra berupa soap bubble apprearance, abses paravertebral yang terjadi biasanya
lebih kecil, proses infeksi dapat meluas mengikuti ligamentum longitudinalis dan dapat
melibatkan elemen posterior serta kaput costae, jarang terjadi gibbus dan biasanya tidak
melibatkan diskus intervetebralis.13
Membedakan proses metastasis dengan spondilitis tuberkulosis dapat dilakukan
dengan anamnesis, evaluasi pencitraan dan biopsi. Proses keganasan menunjukkan
penurunan sinyal pada gambaran T1-weighted dan peningkatan sinyal pada gambaran T2
weighted. Gambarannya berupa destruksi dan infiltrasi korpus tanpa kolaps dan tanpa
erosi end plates. Terjadi preservasi diskus, kecuali pada myeloma multipel. 13 Tidak
terdapat perluasan subligam pada proses metastasis.
PENATALAKSANAAN