Anda di halaman 1dari 2

Pembahasan warna dan kejernihan

Warna
Dari data yang diperoleh nira tebu jika dilihat secara subyektif terlihat berwarna hijau
kecoklatan namun jika dilihat menggunakan lovibond tintometer diperoleh hasil 1,01(M) dan
2,03(K). Hal ini menunjukkan bahwa pigmen dalam nira tebu berasal dari pigmen karoten.
Nira masih berwarna seperti itu karena nira belum dimurnikan/dijernihkan. Warna kehijauan
dari nira tebu berasal dari klorofil a dan b. Pigmen ini umum ditemukan karena nira berasal
dari batang tebu yang digiling dimana batang pada tanaman tebu memang mengandung
klorofil sehingga pigmen tersebut juga ikut terlarut dalam nira tersebut. Pada nira siwalan
warna yang terbaca oleh lovibond tintometer adalah 0,1(K) dan 0,1(P). Warna pada nira
siwalan ini berasal dari warna daging buah siwalan sendiri yakni putih. Adanya warna kuning
dalam nira siwalan menunjukkan adanya pigmen karoten meski hanya dalam jumlah yang
sedikit. Pada sampel madu warna yang terbaca oleh lovibond tintometer adalah 0,1(M) dan
33,4(K). Dari data tersebut nampak bahwa pigmen karotenoid mendominasi kandungan
pigmen dalam madu. Warna madu tergantung pada potensi kadar alkalin dan kadar abu.
Sedangkan pada sampel terakhir yakni beet, warna yang terbaca oleh lovibond tintometer
adalah 3,04(M); 75,6 (K); 46,3(B). Adanya warna merah dan biru membuat warna dari cairan
beet berwana merah ungu. Warna merah ungu ini bukan berasal dari pigmen antosianin
melainkan pigmen betalain. Sedangkan untuk warna kuning berasal dari pigmen karoten.

Kejernihan
Kejernihan bahan pemanis dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya oleh total padatan
terlarut dan adanya zat pengotor dalam bahan pemanis tersebut. Dari data yang diperoleh
dipraktikum menunjukkan bahwa cairan dari buah beet memiliki kejernihan paling rendah
dan nira siwalan memiliki kejernihan paling tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah cairan yang
diperlukan dalam gelas ukur untuk menutupi bercak hitam di dasar gelas ukur. Jika jumlah
cairan yang diperlukan untuk menutupi bercak hitam pada gelas ukur makin banyak maka
tingkat kejernihan bahan pemanis tersebut tinggi begitu pula sebaliknya. Dari data tersebut
volume bahan pemanis pada beet menunjukkan paling sedikit artinya beet memiliki tingkat
kejernihan yang rendah sedangkan volume nira siwalan paling besar yang artinya tingkat
kejernihannya tinggi. Bila kejernihan bahan pemanis makin kecil maka total padatan
terlarutnya makin tinggi. Total padatan terlarut dapat dilihat melalui %Brix yang terbaca oleh
refraktometer. Jika nilainya makin tinggi berarti total padatan terlarutnya makin besar. Dari
data refraktometer %Brix dari beet memang paling besar diantara sampel lainnya. Sedangkan
%Brix pada nira siwalan paling kecil. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara
kejernihan dengan %Brix. Pada sampel madu dan nira tebu tingkat kejernihan madu lebih
tinggi dibandingkan nira tebu, namun data %Brix menunjukkan justru madu memiliki %Brix
yang lebih besar dibanding % Brix nira tebu. Hal ini dapat terjadi karena adanya kesalahan
praktikan saat pengamatan kejernihan. Jika dilihat dari kotoran yang tertinggal di kapas, data
antara kejernihan dan adanya zat pengotot menunjukkan adanya hubungan sebab akibat
dimana jika makin banyak zat pengotor maka tingkat kejernihannya akan menurun.

Kesimpulan:
- Warna kuning pada bahan pemanis disebabkan oleh adanya pigmen karoten, warna
hijau karena adanya klorofil, dan warna merah ungu akibat adanya senyawa betalain.
- Kejernihan bahan pemanis berkaitan dengan nilai Brix, dimana jika nilai Brix makin
besar maka kejernihan bahan pemanis akan turun(keruh).
- Kejernihan bahan pemanis berkaitan dengan adanya zat pengotor dimana jika zat
pengotor makin banyak maka kejernihan bahan pemanis akan turun(keruh).

Anda mungkin juga menyukai