ABSTRACK
Dye is a food additive that can improve food color to make it look more attractive Based on the
source of dye is divided into two main groups of natural dyes and artificial coloring.
Qualitatively analyze is one way to find out the dye contained in foodstuffs. Tool to analyze it is
wool, petri dish, measuring cups, a pH meter. The materials used are HCl, H2SO4, NaOH 10%,
NH4OH 12% .Sample used different foodstuffs such as drinks, candy, and snacks. From the
analysis, 14 of the test sample, 11 positive examples contain synthetic food dyes. Dyes are
contained among types: tartazine, blue diamond, karmoisin and amaranth
ABSTRAK
zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan agar
kelihatan lebih menarik. Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama
yaitu pewarna alami dan pewarna buatan. Menganalisa secara kualitatif adalah salah satu cara
untuk mengetahui pewarna yang terkandung dalam bahan pangan. Alat untuk menganalisanya
adalah benang wol,cawan petri, gelas ukur,pH meter. Bahan yang digunakan adalah HCl,
H2SO4, NaOH 10%,NH4OH 12%.Sampel yang digunakan bahan pangan yang berbeda seperti
minuman, permen,dan makanan ringan. Dari hasil analisa, 14 contoh yang di uji, 11 contoh yang
positif mengandung pewarna makanan sintetis. Pewarna yang terkandung diantara adalahjenis :
tartazine,biru berlian, karmoisin dan amaranth.
PENDAHULUAN
ANALISIS KUALITATIF
Uji kualitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui jenis zat pewarna
sintetis yang terdapat dalam sampel.
ZAT PEWARNA
Menurut Winarno (1997), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan
yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses
pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih
menarik. Menurut PERMENKES RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna adalah bahan
tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor di
antaranya cita rasa, warna,tekstur, dan nilai gizinya; di samping itu ada faktor lain, misalnya sifat
mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain, dipertimbangkan, secara visual faktor warna
tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.
Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan yang telah menyimpang dari
warna yang seharusnya.Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung dari faktor
alam, geografis, dan aspek osial masyarakat penerima.
Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pngolahan dapat ditandai
dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kolorimeter, spektrofotometer, atau
alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur warna. Tetapi alat-alat tersebut biasanya
terbatas untuk penggunaan untuk bahan cair yang tembus cahaya seperti sari buah, bir atau
warna hasil ekstraksi. Unutuk bahan bukan cairan atau padatan, warna bahan dapat diuur dengan
membandingkannya terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka-angka.
Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur komponen warna dalam
besaran value, hue, dan chroma. Nilai value menujukan gelap terangnya warna, nilai hue
mewakili panjang gelombang yang dominan yang akan menentukan apakah warna tersebut
merah, hijau, atau kuning, sedangkan chroma menunjukan intensitas warna. Ketiga komponen
ini diukur dengan menggunakan alat kusus yang mengukur nilai kromatisistas permukaan suatu
bahan. Angka-angka yang diperoleh berbeda untuk setiap warn, kemudian angka-angka tersebut
diplotkan ke dalam diagram kromatisitas.
Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makan berwarna yaitu :
1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan misalnya klorofil berwarna
hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.
2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna colat, misalnya
warna coklat pada kembang gula aramel atau roti yang dibakar.
3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus amino
protein dengan gugus karbonil gula pereduksi; misalnya susu bubuk yang disimpan lama
akan bewarna gelap.
4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam, atau
coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim; misalnya
warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.
5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang termasuk
dalam golongan bahan aditif makanan.
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami dan
pewarna buatan.
Secara sistematimatis, bahan pewarna makanan dapat digolongkan dalam tiga kelompok : bahan
kondensat batubara (coal-tar), bahan tumbuhan dan bahan mineral.
Bahan pewarna yang didapat dari hasil kondensasi proses destilasi batubara. Hasil kondensasi
batubara ini pada umumnya terdiri dari hidrokarbon., fenol, bahan dasar lain (pridin) dan karbon
bebas. Bahan pewarna yang diperoleh dari bahan batubara ini dapat yang termasuk di dalam air
(bersifat asam atau basa) atau dapat larut dalam minyak. Contoh warna kondensat batubara yang
larut dalam air.
Merah : Ponceu 4R
Carmoisine
Fast Red E
Amaranth
Erythrosine BS
Tartazine
Bahan pewarna yang didapat dari akar, buah atau batang tanaman, termasuk msalnya annato
(warna kuning coklat yang diambil dari biji tanaman Bixa orrelana), caramel (coklat), khlorofil
(hijau), cochineal, saffron, turmeric dan masih banyak lagi yang lain.
Penentuan adanya pewarna kondensat batubara yan ada dalam bahan makanan biasanya teridi
dari perlakuan bahan contoh, ekstrasi bahan pewarna dengan pencelupan bahan wol putih,
pemisahan bahan pewarna dari wol dan kemudian pemisahan bahan pewarna (apabila merupakan
campuran) dengan kromatografi kertas, dan kemudian menentukan jenis bahan
pewarnanyadengan penentuan dan atau dengan pembandingan dengan bahan warna standar yang
diketahui. Apabila diperlukan, untuk lebih memastikan bahwa pewarna tersebut dapai dilakukan
penentuan absorpsi maksimum dengan spektrofotometer.
Larutkan bahan dalam air dan kemudian asamkan dengan asam asetat atau HCL untuk bahan
pewarna yang bersifat asam. Kemudian celupkan potongan benag wol putih (ukuran 5 cm) yang
telah dicuci bersih (4-5 potong) dan didihkan sampai pewarna terserap oleh benag wol. Ambil
benang wolnya dan cuci dengan air dan kemudian ambil pewarna yang terserap wol dengan
menggodognya dalam air yang ditambah dengan amonia encer. Ambil wol dan pisahkan dari
cairan penggodognya. Air penggodog yang tersisa asamkan kembali dan masukan benang wol
baru dan bersih kedalamnya dan didihkan selama 10 menit. Warna yang menempel pada benang
wol kedua ini menunjukan adanya pewarna kondensat betubara.Untuk keperluan kromatografi,
ekstraksi pewarnanyadngan larutan alkakis (amonia) dan cairan yang diperoleh dianalisa dengan
cara kromatografi kertas.
Untuk pewarna yang bersifat basa, prosedur penyerapannya dibalik artinya bahan wol dicelup
dalam larutan basa (amonia) dan dilepas kembali dengan larutan asam.
Bahan makanan (yang berminyak) dicuci dengan larutan alkohol (90%) agar pewarnanya larut.
Alkohol yang telah mengandung pewarna perlu dicuci dengan bensin untuk menghilangkan sisa
lemak yang terikat dalam ekstraksi. Bahan pewarna yang terlarut dalam alkohol apabila
ditambahankan dengan larutan HCl akan bertambah cerah warnanya
( lebih merah atau lebih biru) apabila mengandung pewarna batubara. Kepastian warna ini akan
dipertegas apabila ke dalam larutan alkohol ini ditambah dengan larutan stannous-chloride
(SnCl2 ) 40 % akan memjadi pucat atau hilang warnanya.
1. Pewarna Tumbuhan
Tidak ada prosedur umum untuk menentukan ada tidaknya pewarna yang berasala dari bahan
tumbuhan, oleh sebab itu perlu dilakukan prosedur penentuan spesifik dan sendiri-sendiri.
Larutkan bahan contoh dalam amil-alkohol dan kemudian tambahkan amonia encer dalam
larutan. Warna ungu menunjukan adanya cochineal.
kertas saring dan uapkan sampai kering di atas penangas air basahi kertas saring kering tersebut
dengan larutan asam borat yang telah ditambah dengan beberapa tetes larutan HCl. Keringkan
kertas saring tersebut sekali lagi. apabila ada warna turmetic, maka kertas akan berwarna merah
cerah dan akan berubah menjadi biru hijau apabila ditetesi larutan NaOH atau NH4OH.
Cuci bahan yang mengandung annato (biasanya keju) dengan larutan NaOH 2% hangat. Teteskan
bahan larutan yang telah mengandung pewarna saring basah. Apabila ada pewarna annato kertas
saring akan berwarna kuning coklat, yang akan tetap tidak luntur meskipun dicuci dengan air
perlahan-lahan. Keringkan kertas saring tersebut dan tambahakan beberapa tetes stannous-
chloride 40% dan keringkan lagi. Apabila warna berubah menjadi ungu, pasti ada pewarna dalam
bahan.
4. Khlorofil
Cuci bahan dengan ether atau petroleum ether dan ke dalam hasil cucian ditambahakan sedikit
larutan KOH 10% (dalam metanol). Apabila warna berubah menjadi coklat dan kembali kehijau,
menguatkan adanya warna khlorofil ini.
Pewarna alami
Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti :
karamel, coklat, daun suji, daun pandan dan kunyit.
Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun, sehingga sering
disebut zat warna hijau daun.
Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang
terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, lumut, tomat, cabe
merah, wortel. Anthosianin dan anthoxanthin. Warna pigmen anthosianin merah, biru
violet biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Pewarna buatan
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum
digunakan sebagai pewarna makanan. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui
perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau
logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai
produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali
tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. (Cahyadi,
2006).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakain pewarna untuk sembarang bahan pangan,
misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan
yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin,
Methanyl Yellow dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung
bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goreng, tahu,
kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti, 2007).
Tabel 2.2 Jenis minuman jajanan yang mengandung bahan tambahan terlarang atau
melebihi batas.
Jenis pewarna
yang di Jenis minuman
larang/dibatasai
Sirup, minuman
Amaran ringan/limun, saus,
es campur
Sirup, minuman
Auramin
ringan/limun, saus
Rhodamin b Sirup, minuman
ringan/limun, saus,
es campur, es
mambo, es cendol,
bakpaw, es kelapa
Sirup, minuman
ringan/limun,
Methanyl yello pisang goreng,
manisan mangga,
kedongdong
Pewarna lain
Sirup, minuman
yang di batasi
ringan/limun, es
(ponceau, sunset
campur
yellow, tartrazin)
Nomor
Batas
Indeks
Pewarna Maksimum
Warna
Penggunaan
(C.I.No.)
Amaranth:
Amaran Cl Food 16185 Secukupnya
Red 9
Briliant
Biru Blue FCF:
42090 Secukupnya
Berlian Cl Food
Red 2
Erithrosin:
Cl Food
Eritrosin 45430 Secukupnya
Red 14
Fast
Green
Hijau FCF: Cl.
42053 Secukupnya
FCF Food
Green 3
Green S:
Hijau S Cl. Food 44090 Secukupnya
Green 4
Indigotin:
Indigotin Cl Food 73015 Secukupnya
Blue I
Ponceau Pounceau 16255 Secukupnya
4R 4R: Cl
Food Red
7
Quineline
Yellow Cl.
Kuning 74005 Secukupnya
Food
Yellow 13
Menurut Syah, dkk (2005), kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat
secara sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada
produk pangan. Beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan:
Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur yang
ekstirm akibat proses pegolahan dan penyimpanan.
Memperbaiki variasi alami warna. Produk pangan yang salah warna akan diasosiasikan
dengan kualitas rendah. Jeruk yang matang dipohon misalnya sering disemprotkan
pewarna Citrus Red No. 2 untuk memperbaiki warnanya yang hijau burik atau orange
kecoklatan.
Membuat identitas produk pangan. Identitas es krim strawberry adalah merah. Permen
rasa mint aka berwarna hijau muda sementara rasa jeruk akan berwarna hijau yang sedikit
tua.
Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama
produk simpan.
Pemakain zat pewarna sintetis dalam makanan dan minuman mempunyai dampak positif bagi
produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu makanan lebih menarik, meratakan
warna makanan, mengembalikan warna bahan dasar yang telah hilang selama pengolahan
ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan memberikan dampak
yang negatif bagi kesehatan konsumen. Menurut Cahyadi (2006), ada hal-hal yang mungkin
memberikan dampak negatif tersebut apabila :
Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang.
Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi
persyaratan.
Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat berbahaya menurut daftar zat
warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988). Namun demikian, penggunaan pewarna tesebut hendaknya dibatasi
karena meskipun relatif aman, penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat
membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa bahan pewarna yang harus dibatasi
penggunaannya diantaranya adalah amaran, allura merah, citrus merah, caramel, erithrosin,
indigotine, karbon hitam,kurkumin.
Amaran dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada pernafasan dan
dapat mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak. Allura merah dapat memicu kanker limpa,
sedangkan karamel dapat menimbulkan efek pada sistem syaraf dan dapat menyebabkan
gangguan kekebalan. Penggunaan Tartrazine ataupun Sunset Yellow yang berlebihan dapat
meyebabkan reaksi alergi, khususnya bagi orang yang sensitif pada asam asetilsiklik dan asam
benzoat, selain akan mengakibatkan asma dapat pula mengakibatkan hiperaktif pada anak. Fast
Green FCF yang berlebihan akan meyebabkan reaksi alergi dan produksi tumor, sedangkan
Sunset Yellow dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan radang selaput lendir pada hidung,
sakit pinggang, muntah-muntah, dan gangguan pencernaan. Indigotine dalam dosis tertentu
mengakibatkan hiperaktif pada anak-anak.
Pemakaian eritrosin akan mengakibatkan reaksi alergi pada pernafasan, hiperaktif pada anak-
anak dan efek yang kurang baik pada otak dan perilaku, sedangkan Ponceau SX dapat
mengakibatkan kerusakan sistem urin, kemudian dapat memicu timbulnya tumor (Yuliarti,
2007). Begitu juga dengan zat pewarna yang berbahaya seperti Rhodamin B, pemakaian zat
warna ini tidak diizinkan karena dapat menimbulkan bahaya bagi konsumen. Bahan ini bila
dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan pada fungsi hati, bahkan kanker hati (Cahyadi,2006).
Nomor Indeks
Bahan Pewarna
Warna (C.I.No.)
Citrus Red No.2 12156
Pounceau 3R 16155
Pounceau SX 14700
Rhodamin B 45170
Uinca Green B 42085
Magenta 42510
Chrysoidine 11270
Butter Yellow 11020
Sudan I 12055
Methanil Yellow 13065
Auramine 41000
Oil Oranges SS 12100
Oil Oranges XO 12140
Oil Yellow AB 11380
Oil Yellow OB 11390
METODOLOGI
Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 8 Desember 2014,untuk menguji analisa kualitatif
bahan pewarna pada sample dengan melihat perubahan warna yang terjadi saat analisa.
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Prodi Pendidikan Teknologi Agroindustri Gedung
Baru FPTK UPI Lantai 4.
Alat yang digunakan yaitu oven, loyang, cawan, spatula, panci, kompor, air, aquades, benang
wol, gelas ukur, kompor listrik, pipet, NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12%, dan H2SO4 pekat.
Bahan yang digunakan dalam analisis ini yaitu sample bahan pangan yang memiliki warna yang
pekat, berupa: sirup orange squash giant, agaragar rasa jeruk, agar agar rasa stoberi, permen
pendekar, oki jelly drink rasa jeruk, saos indofood bangkok, marimas stroberi, fanta, permen
relaxa rasa cherry, koko jelly drink rasa lemon, ale-ale rasa jeruk, jelly kiko, momogi coklat, dan
big cola strawberry.
1. Skema Kerja
3. Sediakan benang wol (40 cm) yang akan digunakan untuk mengekstrak pewarna.
Untukmenghilangkan pewarna dari benang tersebut, didihkan benang di dalam air selama
30 menitdan kemudian dikeringkan.
4. Benang kering kemudian dimasukan ke dalam sampel yang telah diasamkan dan
didihkanselama 30 menit. Benang kemudian dikeluarkan, dicuci, dan dikeringkan.
5. Benang kemudian dibagi menjadi 4 bagian dan diletakan di atas lempeng tetes. Masing
masing potongan benang ditetesi dengan NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12%, dan
H2SO4
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting dan juga
merupakan faktor yang sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Tetapi
betapapun menariknya penampilan suatu makanan, lezat rasanya dan tinggi nilai gizinya, apabila
tidak aman dikonsumsi, maka makanan tersebut tidak ada nilainya sama sekali.
Beberapa jenis makanan sering kali ditambahkan bahan kimia, salah satu diantaranya adalah
pewarna makanan. Zat pewarna ditambahkan pada bahan makanan pada umumnya bertujuan
untuk memperoleh warna makanan yang lebih menarik dan menjadi lebih bervariasi.
Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi
kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan
warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan
(Winarno, 2004). Zat pewarna yang digunakan dalam produksi pangan dapat berupa zat pewarna
alami maupun sintetis/buatan. Zat pewarna alami dapat diperoleh dari pigmen tanaman, misalnya
warna hijau yang didapat dari klorofil dedaunan hijau seperti daun suji, menghasilkan warna
hijau, warna oranye-merah yang berasal dari karotenoid wortel dan cabe merah atau ekstrak
paprika, menghasilkan warna kapxantin (merah). Sedangkan zat pewarna sintetis merupakan zat
pewarna yang sengaja dibuat melalui pengolahan industri. Bahan pewarna buatan digunakan
secara luas karena kekuatan zat warnanya lebih kuat dibandingkan bahan pewarna alami. Karena
itu, bahan pewarna buatan dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Selain itu, bahan
pewarna buatan lebih stabil, penampilan warna lebih seragam, dan umumnya tidak
mempengaruhi rasa makanan., seperti Sunset yellow FCF yang memberi warna oranye,
Carmoisine untuk warna merah, serta Tartrazine untuk warna kuning.
Warna yang tampak pada makanan, akan menjadi daya tarik utama bagi yang
mengonsumsinya.Warna yang menjadi daya tarik untuk konsumen ini, sering kali dijadikan
sebagai penyalahgunaan pewarna yang ditambahkan pada bahan pangan oleh produsen.
Penyalahgunaan ini, bisa berupa ambang batas pewarna yang digunakan melebihi takaran, atau
tidak sesuai dengn ketentuan yang telah ditetapkan. Pada produk pangan yang perlu dihindari
adalah penggunaan zat pewarna yang berlebihan serta penggunaan zat pewarna berbahaya yang
tidak diperuntukkan untuk pangan karena dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan.
Pada praktikum kali ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan identifikasi Zat Pewarna
Analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi beberapa tahap. Yaitu tahap pertama
melakukan persiapan bahan dan sampel yang akan dianalisis warnanya. Kemudian dilakukan
pengasaman terlebih dahulu terhadap sampel yang akan diujikan dengan cara mengukur pH
mencapai sampel tersebut hingga mencapai 4, untuk sampel yang bersifat basa/belum mencapai
pH ditambahkan HCL dan untuk sampel yang terlalu asam ditambahlan NaOH. Sampel yang
digunakan dalam praktikum kali ini diantaranya adalah : sirup Orange Squash Giant, agar-agar
rasa jeruk, agar-agar rasa strawberi, permen Pendekar Biru, Oki jelly drink rasa jeruk , saos
Indofood Bangkok, Marimas rasa strawberi, Fanta, permen Relaxa rasa cherry, Koko Jelly Drink
rasa lemon, Ale-ale rasa jeruk, Jelly kiko, Momogi coklat, Big Cola strawberi.
Identifikasi terhadap kandungan pewarna sintetis yang terdapat dalam sampel, dilakukan dengan
menggunakan benang wol. Sebelum melakukan analisis, benang wol dipanaskan terlebih dahulu
selama 30 menit pada suhu 1000C. Setelah itu benang wol dikeringkan dan kemudian
dimasukkan kedalam sampel yang sudah dilakukan pengasaman dan dipanaskan selama 30
menit. Kemudian dilakukan analisis dengan cara benang wol dicuci dengan aquades, kemudian
dikeringkan dan ditetesi dengan beberapa zat kimia sebagai parameter untuk melakukan analisis
yaitu potongan benang bagian 1 diteteskan dengan HCL pekat, bagian 2 dengan H2SO4 pekat,
bagian 3 dengan NaOH 10% dan bagian 4 dengan NH4OH 12%.Analisis warna dari sampel
yang diujikan dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan tabel warna, jika
hasil dari analisis menunjukkan hasil yang linear/lurus maka makanan tersebut positif
mengandung zat pewarna sintesis sesuai dengan yang diketahuinya zat apa. Sedangkan hasil
pengujian yang tidak lurus berarti hasilnya negatif, yaitu belum bisa dinyatakan bahwa makanan
tersebut mengandung zat pewarna sintetis.
Hasil pengamatan dari uji analisis terhadap beberapa sampel dengan cara membandingkan dan
melihat pada tabel yang tersedia yaitu diantaranya sebagai berikut :
Saat di identifikasi, benang bagian 1 tersebut seteleh di tetesi senyawa HCl, warna benangnya
lebih gelap. Warna benang bagian 2 ketika ditetesi H2SO4 warna benangnya menjadi lebih
gelap. NaOH 10% ketika ditambahkan pada benang bagian 3 warnanya mengalami sedikit
perubahan. Sama halnya dengan benang bagian 3, benang bagian 4 pun ketika ditetesi NaOH
12%, warna benangnya sedikit berubah.
Setelah melihat perubahan warna pada tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan tabel
warna, dapat diketahui bahwa sampel tersebut positif mengandung jenis pewarna tartazine.
Saat di identifikasi, benang bagian 1 tersebut seteleh di tetesi senyawa HCl, warna benangnya
lebih gelap. Warna benang bagian 2 ketika ditetesi H2SO4 warna benangnya menjadi lebih
gelap. NaOH 10% ketika ditambahkan pada benang bagian 3 warnanya tidak terdapat perubahan.
Sama halnya dengan benang bagian 3, benang bagian 4 pun ketika ditetesi NaOH 12%, warna
benangnya sedikit berubah.
Setelah melihat perubahan warna pada tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan tabel
warna, dapat diketahui bahwa sampel tersebut positif mengandung jenis pewarna tartazine.
Saat di identifikasi, benang bagian 1 tersebut seteleh di tetesi senyawa HCl, warna benangnya
kebiruan. Warna benang bagian 2 ketika ditetesi H2SO4 warna benangnya menjadi orange .
NaOH 10% ketika ditambahkan pada benang bagian 3 warnanyamenjadi kebiruan. Sama halnya
dengan benang bagian 3, benang bagian 4 pun ketika ditetesi NaOH 12%, warna benang berubah
menjadi kebiruan.
Setelah melihat perubahan warna pada tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan tabel
warna, dapat diketahui bahwa sampel tersebut positif mengandung jenis pewarna
tartazine.Setelah melihat perubahan warna pada tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan
tabel warna, dapat diketahui bahwa sampel tersebut positif mengandung jenis pewarna biru
berlian CI 42090.
Saat di identifikasi, benang bagian 1 tersebut seteleh di tetesi senyawa HCl, warna benangnya
lebih gelap. Warna benang bagian 2 ketika ditetesi H2SO4 warna benangnya menjadi lebih
gelap. NaOH 10% ketika ditambahkan pada benang bagian 3 warnanya mengalami sedikit
perubahan. Sama halnya dengan benang bagian 3, benang bagian 4 pun ketika ditetesi NaOH
12%, warna benangnya sedikit berubah.
Setelah melihat perubahan warna pada tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan tabel
warna, dapat diketahui bahwa sampel tersebut positif mengandung jenis pewarna tartazine.
Benag wol pada sampel ini saat ditetesi ke empat senyawa tersebut, tidak mengalami perubahan
warna apapun. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa sampel tersebut tidak mengandung pewarna
sintetik.
Saat di identifikasi, benang bagian 1 tersebut seteleh di tetesi senyawa HCl, warna benangnya
tidak berubah warna. Warna benang bagian 2 ketika ditetesi H2SO4 warna benangnya menjadi
orange. NaOH 10% ketika ditambahkan pada benang bagian 3 warnanya tidak berubah. Sama
halnya dengan benang bagian 3, benang bagian 4 pun ketika ditetesi NaOH 12%, warna
benangnya tidak berubah.
Setelah melihat perubahan warna pada tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan tabel
warna, dapat diketahui bahwa sampel tersebut positif mengandung jenis pewarna Karmoisin CI
14720.
8. Fanta
Saat di identifikasi, benang bagian 1 tersebut seteleh di tetesi senyawa HCl, warna benangnya
menjadi Lebih gelap (a), lebih gelap (t), violet merah (anline yellow), sedikit berubah (orange
G). Warna benang bagian 2 ketika ditetesi H2SO4 warna benangnya menjadi ungu-kecoklatan
(a) lebih gelap (t). NaOH 10% ketika ditambahkan pada benang bagian 3 warnanya coklat keruh
kemerahan (amaranth), coklat kusam merah (orange G). Benang bagian 4 pun ketika ditetesi
NaOH 12%, warna benangnya menjadi sedikit berubah. Setelah melihat perubahan warna pada
tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan tabel warna, dapat diketahui bahwa sampel
tersebut positif mengandung jenis pewarna amaranth dan tartazine.
Benag wol pada sampel ini saat ditetesi ke empat senyawa tersebut, tidak mengalami perubahan
warna apapun. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa sampel tersebut tidak mengandung pewarna
sintetik.
Saat di identifikasi, benang bagian 1 tersebut seteleh di tetesi senyawa HCl, warna benangnya
lebih gelap. Warna benang bagian 2 ketika ditetesi H2SO4 warna benangnya menjadi lebih
gelap. NaOH 10% ketika ditambahkan pada benang bagian 3 warnanya sedikit berubah. Sama
halnya dengan benang bagian 3, benang bagian 4 pun ketika ditetesi NaOH 12%, warna
benangnya sedikit berubah.
Setelah melihat perubahan warna pada tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan tabel
warna, dapat diketahui bahwa sampel tersebut positif mengandung jenis pewarna tartazine.
Saat di identifikasi, benang bagian 1 tersebut seteleh di tetesi senyawa HCl, warna benangnya
lebih gelap. Warna benang bagian 2 ketika ditetesi H2SO4 warna benangnya menjadi lebih
gelap. NaOH 10% ketika ditambahkan pada benang bagian 3 warnanya tidak berubah. Sama
halnya dengan benang bagian 3, benang bagian 4 pun ketika ditetesi NaOH 12%, warna
benangnya sedikit berubah.
Setelah melihat perubahan warna pada tiap bagian benang, lalu membandingkan dengan tabel
warna, dapat diketahui bahwa sampel tersebut positif mengandung jenis pewarna tartazine.
Benag wol pada sampel ini saat ditetesi ke empat senyawa tersebut, tidak mengalami perubahan
warna apapun. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa sampel tersebut tidak mengandung pewarna
sintetik.
Dari 14 sampel yang diujikan, terdapat 13 sampel yang positif mengandung warna sintetis.
Menurut Peraturan Pemerintahan Kesehatan no 033 tahun 2012 mengenai bahan tambahan
pangan yang di izinkan, diantaranya adalah pewarna yang terkandung pada sampel yang
dianalisis seperti : tartazine, biru berlian,dan karmoisin,. Hanya saja pewarna jenis amaranth
yang ditemukan pada sampel fanta, tidak termasuk kedalam pewarna yang di izinkan oleh
kementerian kesehatan no 033 tahun 2012. Pada akhir tahun 1970 muncul hasil penelitian dua
grup penelitian Soviet mengenai amaranth tersebut. Grup pertama melaporkan, zat warna
amaranth bersifat karsiogenik (menyebabkan kanker) sedangkan grup kedua menyimpulkan
bahwa zat warna tersebut bersifat embritoksik (meracuni janin). Setelah dilakukan penelitian
lanjutan dan hasilnya menyatakan bahwa zat warna amaranth bersifat karsiogenik dan
embritoksik maka sejak itu penggunaan zat warna amaranth di amerika tidak diperbolehkan
(Sumarlin, 2010). Selain bersifat karsiogenik dan embritoksik, zat warna amaranth dalam jumlah
besar dapat menimbulkan tumor, reaksi alergi pada saluran pernapasan dan menyebankan
hiperaktif pada anak (Trestiati, 2003).
Untuk sampel yang hasil analisanya negatif tidak mengandung pewarna sintetis, bisa dikatakan
pewarna yang digunakannya adalah pewarna yang alami. Sampel saos indofood, pewarna yang
digunakannya betul-betul alami, pewarnanya berasal dari cabai yang digunakan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan
yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna
pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.
Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna
alami dan pewarna buatan.
Sampel sirup orange squash giant mengandung pewarna tartazine, agar-agar rasa jeruk
mengandung pewarna tartazine, agar-agar rasa strawberi mengandung pewarna tartazine,
Permen Pendekar mengandung pewarna biru berlian CI 42090, Oki jelly drink rasa jeruk
mengandung pewarna tartazine, Saos Indofood Bangkok kemudian momogi rasa coklat
dan permen Relaxa rasa cheri tidak mengandung pewarna sintetis, Marimas rasa
strawberi mengandung pewarna Karmoisin CI 14720, Fanta mengandung pewarna
amaranth dan tartazine, Koko jelly drink rasa lemon mengandung pewwarna tartazine,
Ale-ale rasa jeruk mengandung pewarna tartazine, dan Big Cola rasa strawberry
mengandung pewarna karmiosin cl 14720.
1. Saran
Untuk praktikum selanjutnya, lebih baik menggunakan referensi tabel yang lebih lengkap, bila
dibandingkan dengan tabel warna yang saat ini digunakan .
DAFTAR PUSTAKA
Purba, Elisabet R. (2009). Analisis zat pewarna pada minuman sirup yang dijual di sekolah
dasar kelurahan lubuk pakam iii kecamatan lubuk pakam.Medan:Universitas Sumatera
Utara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14661/1/10e00009.pdf[12 Desember
2014].
Setiawan S, Nurjanah, I, Sukmaningsih, & Rustamaji E. 1992. Sebaiknya Anda Tahu Bahan
Tambahan Makanan. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
sumber :
https://asrioktavian.wordpress.com/2015/07/26/analisis-kualitatif-bahan-pewarna/
KROMATOGRAFI adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen yang akan dipisahkan
didistribusikan antara 2 fase, salah satunya yang merupakan fase stasioner (fase diam) dan yang lainnya berupa fase
mobil (fase gerak). Fase gerak dialirkan menembus atau sepanjang fase stasioner. Fase diam cenderung menahan
komponen campuran, sedangkan fase gerak cenderung menghanyutkannya. Berdasarkan terikatnya suatu komponen
pada fase diam dan perbedaan kelarutannya dalam fase gerak, komponen-komponen suatu campuran dapat
dipisahkan. komponen yang kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih kuat terserap atau terabsorpsi pada fase
diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang terserap akan bergerak lebih cepat.
KROMATOGRAFI KERTAS biasa di pakai dalam menganalisa senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam
simplisia ataupun bahan lainnya. Keuntungan utama kromatografi kertas ialah dari proses kemudahannya dan
kesederhanaannya dalam pelaksanaan pemisahan yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai
medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Selain itu keuntungan menggunakan kromatografi kertas ialah
keterulangan bilangan Rf yang besar pada kertas sehingga pengukuran Rf dapat menjadi parameter yang berharga
dalam memaparkan senyawa tumbuhan baru.
Hasil pemisahan dianalisis berdasarkan harga atau nilai faktor retardasi (Rf) pada masing-masing noda, bercak atau
spot yang dihasilkan pada pelarut yang sama. Apabila diperoleh jarak noda yang sama dengan sampel standar,
berarti sampel yang dianalisis sama dengan sampel standar. Perhitungan niali Rf dilakukan dengan cara membagi
jarak yang ditempuh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh pelaru.
Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia karena kebanyakan materi yang terdapat di alam
berupa campuran. Untuk memperoleh materi murni dari suatu campuran, harus dilakukan pemisahan. Berbagai
teknik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan campuran. Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada
perbedaan distribusi molekul-molekul komponen di antara dua fase (fase gerak dan fase diam) yang kepolarannya
berbeda. Apabila molekul-molekul komponen berinteraksi secara lemah dengan fase diam maka komponen tersebut
akan bergerak lebih cepat meninggalkan fase diam. Keberhasilan pemisahan kromatografi bergantung pada daya
interaksi komponen-komponen campuran dengan fase diam dan fase gerak. Apabila dua atau lebih komponen
memiliki daya interaksi dengan fase diam atau fase gerak yang hampir sama maka komponen-komponen tersebut
sulit dipisahka.
Kromatografi pertama kali diberikan oleh Michel Tswett, seorang ahli dari botani Rusia yang menggunakan
kromatografi untuk memisahkan klorofil dari pigmen-pigmen lain pada ekstrak tanaman. Kromatografi berasal dari
bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu chromos yang berarti warna dan graphos yang berarti menulis.
Meskipun kromatografi diturunkan dari kata warna dan tulis, warna senyawa-senyawa tersebut jelas hanya
kebetulan saja terjadi dalam proses pemisahan ini. Tswett sendiri mengantisipasi penerapan pada beraneka ragam
sistem kimia. Seandainya karyanya segera ditanggapi dan diperluas, beberapa bidang sains mungkin akan lebih
cepat maju. Demikianlah kromatografi tetap tersembunyi sampai sekitar tahun 1931, ketika pemisahan karotena
tumbuhan dilaporkan oleh ahli sains organik terkemuka yaitu Kuhn. Penelitian ini menarik lebih banyak perhatian
dan kromatografi adsorsi menjad meluas pemakaiannya dalam bidang kimia hasil alam.
Kromatografi dapat digolongkan berdasarkan pada jenis fase-fase yang digunakan. Dalam kromatografi fase
bergerak dapat berupa gas atau zat cair dan fase diam dapat berupa zat padat atau zat cair, maka berdasarkan fase
bergerak-fase diam terdapat empat macam sistem kromatografi, yaitu: kromatografi gas-cair, kromatografi gas-
padat, kromatografi cair-padat dan kromatografi cair-cair. Kromatografi juga dapat didasarkan atas prinsipnya,
misalnya kromatografi partisi (Partition chromatography) dan kromatografi serapan (Adsorption chromatography).
Sedangkan menurut teknik kerja yang digunakan, misalnya kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi kertas dan kromatografi gas.
Selain cara klasifikasi di atas ada juga yang digabung, misalnya kromatografi partisi gas-cair, kromatografi partisi
cair-cair, kromatografi adsorbsi cair-padat dan lain-lain. Juga dikenal kromatografi penukar ion dan kromatografi
filtrasi gel yang prinsipnya berbeda dari prinsip kromatografi yang telah disebutkan sebelumnya. Pada tabel 1,
dicantumkan jenis-jenis kromatografi yang umumnya dipakai.
Menurut Aswar (2010), prinsip kromatografi pemisahan yang terjadi dalam kromatografi dilaksanakan sedemikian
rupa dengan memanipulasi sifat-sifat fisik umum dari suatu senyawa atau molekul yaitu :
1. Kecenderungan suatu molekul untuk larut dalam cairan (kelarutan).
2. Kecenderungan suatu molekul untuk bertaut dengan suatu serbuk bahan padat (absorbsi).
3. Kecenderungan suatu molekul untuk menguap (volatilitas).
Teknik kromatografi kertas diperkenalkan oleh Consden, Gordon dan Martin (1944) yang menggunakan kertas
saring sebagai penunjang fase diam. Kertas merupakan selulosa murni yang mempunyai afinitas besar terhadap air
atau pelarut polar lainnya. Bila air diadsorpsikan pada kertas, maka akan membentuk lapisan tipis yang dapat
dianggap analog dengan kolom. Lembaran kertas berperan sebagai penyangga dan air bertindak sebagai fase diam
yang terserap diantara struktur pori kertas. Cairan fase bergerak yang biasanya berupa campuran dari pelarut organik
dan air akan mengalir membawa noda cuplikan yang didepositkan pada kertas dengan kecepatan berbeda.
Pemisahan terjadi berdasarkan partisi masing-masing komponen diantara fase diam dan fase bergeraknya.
Proses pengeluaran asam mineral dari kertas disebut desalting. Larutan ditempatkan pada kertas dengan
menggunakan mikropipet pada jarak 2-3 cm dari salah satu ujung kertas dalam bentuk coretan garis horizontal.
Setelah kertas dikeringkan, kertas diletakkan di dalam ruang yang sudah dijenuhkan dengan air atau dengan pelarut
yang sesuai. Penjenuhan dapat dilakukan 24 jam sebelum analisis. Terdapat tiga teknik pelaksanaan
analisis. Descending adalah salah satu teknik di mana cairan dibiarkan bergerak menuruni kertas akibat gaya
gravitasi. Pada teknik ascending; pelarut bergerak ke atas dengan gaya kapiler. Nilai Rf harus sama baik
pada descending maupun ascending. Sedangkan yang ketiga dikenal sebagai cara radial atau kromatografi kertas
sirkuler. Kondisi-kondisi berikut harus diperhatikan untuk memperoleh nilai Rf yang reprodusibel. Temperatur harus
dikendalikan dalam variasi tidak boleh lebih dari 0,5 oC. Kertas harus didiamkan dahulu paling tidak 24 jam dengan
atmosfer pelarutnya, agar mencapai kesetimbangan sebelum pengaliran pelarutnya pada kertas. Dilakukan beberapa
pengerjaan yang parallel, Rf-nya tidak boleh berbeda lebih dari 0,02.
Faktor retardasi (Rf) merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf
merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu komponen pada kromatogram dan pada kondisi tetap merupakan besaran
karakteristik dan reproduksibel. Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh komponen terhadap
jarak yang ditempuh pelarut (fase bergerak). Rf = jarak yang ditempuh komponen / jarak yang ditempuh pelarut
http://maidaaiko.blogspot.co.id/2012/11/uji-zat-pewarna-metode-kromatografi.html