Anda di halaman 1dari 105

PROSEDUR PEMASANGAN GELANG

IDENTIFIKASI PASIEN

RUMAH SAKIT
NO. DOKUMEN REVISI HALAMAN
HARAPAN JAYAKARTA 01/SKP/RSHJ/V/2016
0 1
TANGGAL TERBIT Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit
Harapan Jayakarta
STANDAR PROSEDUR
27 Mei 2016
OPERASIONAL
Dr.Suhermi Yenti
Direktur
PENGERTIAN Pemasangan gelang idenfikasi pasien adalah salah satu
cara untuk menghindari kesalahan identifikasi pasien.
Gelang identifikasi berisi data pasien dengan minimal 2
data (nama pasien, tanggal lahir atau nomor rekam
medis). Warna gelang identifikasi diberikan kepada
pasien berdasarkan jenis kelamin (warna merah jambu
untuk perempuan dan warna biru untuk laki-laki).
TUJUAN 1. Memberikan identitas pada pasien rawat inap dan
rawat jalan di RS Harapan Jayakarta untuk
memudahkan identifikasi pasien dan mencocokkan
layanan dan perawatan kesehatan untuk pasien
tersebut.
2. Untuk mencegah terjadinya kesalahan identifikasi
pasien, kesalahan prosedur, kesalahan medikasi,
kesalahan transfusi, dan kesalahan pemeriksaan
diagnostik di RS Harapan Jayakarta
KEBIJAKAN

ALAT 1. Gelang berwarna merah jambu untuk pasien yang


berjenis kelamin perempuan.

1
PROSEDUR PEMASANGAN GELANG
IDENTIFIKASI PASIEN

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

0 2
PROSEDUR bertanggung jawab di bagian poliklinik rawat
jalan, bagian rawat inap maupun IGD.
1. Melakukan pemasangan gelang identifikasi
yang telah dituliskan oleh perawat atau
paramedis yang bertanggung jawab pada
anggota gerak tubuh yang mudah diakses.
2. Perawat harus memeriksa ulang 3 kali data
pada gelang identifikasi sebelum dipakaikan
ke pasien.
3. Pasang gelang identifikasi pada pasien
berdasarkan jenis kelamin (warna merah
jambu untuk perempuan dan warna biru
untuk laki-laki).
4. Untuk pasien rawat inap dilakukan
pemberian gelang identifikasi tambahan
warna merah untuk pasien dengan alergi
obat, identifikasi tambahan warna kuning
untuk pasien dengan resiko jatuh, dan
identifikasi tambahan warna ungu untuk
pasien yang menolak pelayanan tindakan
resusitasi (DNR).
5. Memberikan informasi kepada pasien dan
keluarganya tentang pemahaman pemberian
gelang identifikasi tambahan tersebut.
6. Menawarkan bantuan kembali. Misalnya
“Apakah masih ada yang dapat saya bantu?”
7. Ucapkan terima kasih.

2
PROSEDUR PEMASANGAN GELANG
IDENTIFIKASI PASIEN

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

0 3
UNIT TERKAIT 1. Bagian Poliklinik Rawat Jalan
2. Bagian Rawat Inap
3. Bagian Instalasi Gawat Darurat (IGD)

3
PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN
RS HARAPAN JAYAKARTA

A. PENDAHULUAN
Ketepatan identifikasi pasien menjadi hal yang penting, bahkan berhubungan
dengan keselamatan pasien. Kesalahan karena keliru merupakan hal yang amat tabu dan
sangat berat hukumnya. Kesalahan karena keliru pasien dapat terjadi dalam semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Perlu proses kolaboratif untuk memperbaiki proses
identifikasi uuntuk engurangi kesalahan identifikasi pasien.
Tidak semua pasien rumah sakit dapat mengungkapkan identitas secara lengkap
dan benar. Beberapa keadaan seperti pasien dalam keadaan terbius, mengalami
disorientasi, tidak sadar sepenuhnya, bertukar tempat tidur atau kamar atau lokasi dalam
rumah sakit atau kondisi lain dapat menyebabkan kesalahan dalam identifikasi pasien.
Proses identifikasi pasien perlu dilakukan dari sejak awal pasien masuk rumah
sakit yang kemudian identitas tersebut akan selalu dan konfirmasi dalam segala proses di
rumah sakit, seperti saat sebelum memberikan obat, darah atau produk darah atau
sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan.
Sebelum memberikan pengobatan dan tindakan atau prosedur . Hal ini dilakukan
agar tidak terjadi kesalahan identifikasi pasien yang nantinya bisa berakibat fatal jika
pasien menerima prosedur medis yang tidak sesuai dengan kondisi pasien seperti salah
pemberian obat, salah pengambilan darah bahkan salah tindakan medis.
Penyusunan kebijakan dan atau prosedur ini harus dikerjakan untuk berbagai pihak
agar hasilnya dipastikan dapat mengatasi semua permasalahan identifikasi yang mungkin
terjadi.

B. PENGERTIAN
Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang
bukti – bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan
keterangan tersebut dengan individu seseorang.
Pasien adalah seorang individu yang mencari atau menerima perawatan medis.
Identifikasi pasien adalah suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk membedakan
antara pasien satu dengan yang lain sehingga memperlancar atau mempermudah dalam
pemberian pelayanan kepada pasien.

C. TUJUAN
Tujuan identifikasi pasien antara lain :
1. Untuk memberikan identitas pada pasien.
2. Untuk membedakan pasien.
3. Untuk menghindari kesalahan medis ( mal praktek ).

D. KEBIJAKAN
Kebijakan identifikasi pasien di RS Harapan Jayakarta adalah dengan menggunakan dua
cara, yaitu :

4
1. Dengan menyebutkan nama pasien, umur, dan nomor Rekam Medis.
2. Dengan mengunakan gelang identitas pasien
3. Gelang warna pink untuk pasien perempuan.
4. Gelang warna biru untuk pasien laki – laki.
5. Gelang warna merah untuk pasien mempunyai riwayat alergi.
6. Gelang warna kuning untuk pasien mempunyai resiko jatuh.

Identifikasi pasien tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
Identifikasi pasien juga dilakukan pada pasien koma atau tidak sadar, pasien dengan
gangguan jiwa, dan pasien yang tanpa identitas.
Kebijakan identifikasi tersebut juga dilakukan di lokasi berbeda dalam rumah sakit
seperti pelayanan rawat jalan, UGD, VK ( kamar bersalin ), dan kamar operasi.
Identifikasi pasien dilakukan pada saat :

1. Pada saat sebelum pemberian obat.


2. Pada saat pemberian darah atau produk darah.
3. Pada saat sebelum pengambilan darah atau spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4. Pada saat sebelum pemberian pengobatan dan tindakan atau prosedur.

Saat pemasangan gelang identifikasi petugas harus :

1. Jelaskan manfaat gelang pasien.


2. Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutupi gelang.
3. Meminta pasien untuk mengingatkan petugas bila akan melakukan tindakan
atau memberi obat, memberikan pengobatan tidak mengkonfirmasi nama dan
mengecek gelang identifikasi

E. IDENTIFIKASI PASIEN KHUSUS


1. Prosedur identifikasi neonatus
a) Neonatus harus menggunakan dua gelang identifikasi setiap saat ( detail yang
sama pada dua anggota gerak yang berbeda yaitu anggota gerak atas dan
anggota gerak bawah ).
b) Gelang pasien neonatus berisi identifikasi ibu yang melahirkan pasien jika
nama pasien belum teregistrasi.
c) Setelah nama neonatus teregistrasi, identifikasi mengenai ibu pasien dapat
diganti dengan identifikasi pasien tersebut.

5
d) Gelang identifikasi warna pink untuk bayi perempuan dan warna biru untuk
laki laki.
2. Prosedur identifikasi pasien anak
a) Gelang identifikasi anak berisi nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir
dan nama orang tua atau wali pasien.
b) Gelang identifikasi untuk bayi perempuan pink dan biru untuk laki – laki.

3. Prosedur identifikasi pasien dengan alergi


a) Pasien harus di pastikan memilik riwayat alergi atau tidak sebelum di rawat
inap.
b) Gelang identifikasi alergi berwarna merah dikenakan di salah satu pergelangan
tangan dan harus dicatumkan nama alergen dengan jelas.
c) Data alergi harus terdokumentasi di rekam medis pasien.
d) Satu gelang alergi dapat memuat maximal 3 ( tiga ) identifikasi alergi pasien,
jika lebih dari tiga alergi dapat ditambahkan gelang identifikasi alergi baru
sesuai dengan kelipatan tiga.
e) Jika ditemukan alergi baru, gelang identifikasi alergi baru harus dikenakan.

4. Prosedur identifikasi pasien dengan resiko jatuh


a) Pasien dengan resiko jatuh adalah pasien dengan agitasi, agresi, delirium yang
belum membaik, geriatri dan pasien lain dengan kebutuhan kekang.
b) Gelang identifikasi pasien dengan resiko jatuh berwarna kuning yang
dikenakan di salah satu pergelangan tangan dengan mencantumkan nama
pasien, jenis kelamin, nomor rekam medis, dan tanggal lahir.
c) Pasien agitasi, agresi dan kebutuhan kekang yang beresiko membahayakan
dirinya dan merusak gelang yang dikenakan dipergelangan tangan dapat
dikenakan di pergelangan kaki dan apabila pasien sudah membaik dan tenang,
gelang tidak perlu dipindahkan.

6
PROSEDUR IDENTIFIKASI PASIEN
DENGAN MENGGUNAKAN NAMA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
01/SKP/RSHJ/V/2016 0 6
RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA

Ditetapkan,
Rumah Sakit Harapan Jayakarta
Tanggal terbit
PROSEDUR TETAP
27 Mei 2016
Dr.Suhermi Yenti
Direktur

Suatu sistim identifikasi kepada pasien untuk membedakan antara pasien


PENGERTIAN satu dengan yang lain sehingga memperlancar atau memudahkan dalam
pemberian pelayanan kepada pasien

1. Untuk memberikan identitas pada pasien.


TUJUAN
2. Untuk membedakan pasien.
3. Untuk menghidari kesalahan medis ( mal praktek )

1. Undang- Undang no. 44 tahun 2009 rumah sakit.


KEBIJAKAN
2. Permenkes 1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien

1. Rekam medis.
2. Kartu berobat.
3. Kartu identitas.
PERLENGKAPAN
4. Gelang pasien.
5. Papan nama.
6. Label kotak obat.

PROSEDUR 1. Di bagian pendaftaran :


a) Sapa pasien ( oleh petugas pendaftaran ).
b) Menanyakan data pasien, nama, tanggal lahir, alamat.
c) Dicatat di form identitas pasien di input ke komputer.

2. Di bagian rawat jalan / IGD :


a) Petugas menyapa dan menanyakan kartu identitas pasien.
b) Petugas mengkonfirmasi identitas pasien dengan catatan rekam
medis yang ada di bagian rawat jalan.
c) Petugas menanyakan riwayat alergi obat pada pasien.
d) Petugas memanggil pasien untuk mendapat pemeriksaan dokter
dengan menyebutkan nama lengkap sesuai urutan antrian pasien.
e) Dokter mengkonfirmasi identitas pasien ( nama dan alamat )
sebelum memeriksa pasien.
f) Dokter memberikan pelayanan medis dan resep ( dalam resep

7
tertera : nama, usia, tanggal resepan, riwayat alergi, tanda tangan
dokter ).

3. Di bagian farmasi :
a) Petugas farmasi mnerima resep.
b) Sebelum obat diserahkan petugas menanyakan dan memastikan
bahwa nama, dan obat telah sesuai dengan kondisi pasien.
4. Di bagian laboratorium / radiologi / fisioterapi :
a) Menanyakan nama minimal 2 kata, alamat, golongan darah (
khusus laboratorium )
b) sebelum pemeriksaan / pengambilan sample dilakukan.
5. Dibagian rawat inap :
a) Perawat memeriksa kesesuaian identitas, kondisi pasien
dengan data identitas di rekam medis.
b) Pemasangan gelang identitas pada pasien, isi data pada gelang
adalah nama, umur, alamat.
c) Pemberian gelang tambahan untuk pasien riwayat alergi.
d) Pemberian gelang tambahan untuk pasien resiko jatuh.
e) Papan identitas ditulis dan diletakkan di bed atau ruang bilik
pasien.
f) Di nurse station, perawat memisahkan obat antar pasien
dengan memberikan nama label kotak obat.
g) Seluruh petugas medis dan paramedis harus mengkonfirmasi
identitas pasien dengan melihat gelang identitas sebelum
melakukan tindakan atau pemberian obat.
h) Sebelum pasien pulang dilakukan pengecekan gelang
identitas dan dilakukan pencopotan

1. Bagian pendaftaran.
2. Rawat jalan.
3. Gawat darurat.
UNIT TERKAIT
4. Rawat inap.
5. Farmasi.

8
PROSEDUR IDENTIFIKASI PASIEN
DENGAN MENGGUNAKAN GELANG IDENTIFIKASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


01/SKP/RSHJ/V/2016 0 7
RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA

Ditetapkan,
Rumah Sakit Harapan Jayakarta
Tanggal terbit
PROSEDUR TETAP
27 Mei 2016
Dr.Suhermi Yenti
Direktur
Proses kegiatan identifikasi pasien di RS Harapan Jayakarta dengan
PENGERTIAN menggunakan gelang identitas pasien pada pergelangan tangan yang
tercantum nama, tanggal lahir atau umur, dan nomor rekam medis
Memastikan identifikasi pasien dengan benar selama pasien dirawat di RS
TUJUAN
Harapan Jayakarta
Setiap pasien yang dirawat di RS Harapan Jayakarta dipasang gelang
KEBIJAKAN
identifikasi pasien

PROSEDUR A. Persiapan
1. Penampilan petugas Rumah Sakit
- Periksa kerapihan pakaian seragam.
- Periksa kelengkapan atribut.

2. Alat
- alat
- Gelang identifikasi pasien.
- Berkas rekam medis.
- Alat tulis.

B. Pelaksanaan
1. Siapkan gelang identitas.
2. Isi label gelang dengan identitas pasien sesuai berkas rekam
medis pasien.
3. Ucapkan salam, “ Selamat pagi / siang / malam, Bapak / Ibu “.
4. Sebutkan nama dan dari unit kerja mana, “ saya ( .... nama )
dari unit ( .... sebutkan ) “.
5. Jelaskan maksud dan tujuan pemasangan gelang identitas.
6. Memasang gelang identitas pasien.
7. Merapikan alat - alat.
8. Ucapkan terimakasih semoga lekas sembuh.

1. UGD
2. Rawat Inap
UNIT TERKAIT
3. OK

9
9
PROSEDUR
IDENTIFIKASI PASIEN SEBELUM PEMBERIAN DARAH/
PRODUK DARAH

NO DOKUMEN : No. Revisi Halaman

01/SKP/RSHJ/V/2016 0 8
RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA

Ditetapkan Oleh :
Tanggal terbit Direktur Rumah Sakit Harapan Jayakarta
SPO
27 Mei 2016
Dr.Suhermi Yenti
Merupakan proses verifikasi identitas pasien sebelum memberikan darah
PENGERTIAN atau produk darah yang lain

1. Mengurangi terjadinya kesalahan dalam mengidentifikasi pasien.


2. Sebagai acuan dalam pemberian darah dan produk darah
TUJUAN
3. Terpeliharanya mutu pelayanan
4. Terjaganya keselamatan pasien
Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien RS
Setiap pelaksanaan kegiatan rekam medis harus berpedoman pada SOP
KEBIJAKAN
yang masih berlaku
SK 0106/RSNU/30 Agustus 2010/point VIII.C ayat I
1. Siapkan status pasien
2. Tanya nama pasien (pasien langsung atau keluarga )
3. Lihat gelang Identifikasi yang terpasang
4. Cocokkan antara status pasien, nama yang disebut dengan gelang
identifikasi yang terpasang.
5. Siapkan darah / produk darah yang akan dimasukkan
6. Lakukan verifikasi ulang pada darah / produk darah yang ada,
PROSEDUR meliputi nama pasien, golongan darah, jenis darah yang akan
dimasukkan .
7. Setelah verifikasi pada identitas dan produk darah yang ada sesuai
dengan identitas pasien, masukkan darah / produk darah sesuai advis
dokter.
8. Klarifikasi ulang pada rekam medis bila ada ketidak sesuaian
identitas
9. Dokumentasikan pemberian darah atau produk darah distatus pasien
UNIT TERKAIT Rawat Inap, IGD, ICU

10
PROSEDUR IDENTIFIKASI PASIEN
SEBELUM PEMBERIAN OBAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


01/SKP/RSHJ/V/2016 0 8

RUMAH SAKIT
HARAPAN JAYAKARTA

Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit Harapan Jayakarta
STANDAR Tanggal terbit
PROSEDUR 27 Mei 2016
OPERASIONAL Dr.Suhermi Yenti

PENGERTIAN Suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk membedakan antara pasien
yang satu dengan yang lain sehingga mempelancar atau mempermudah
pemberian pelayanan kepada pasien.
TUJUAN Untuk memberikan identitas pada pasien, untuk membedakan pasien,
untuk menghindari kesalahan medis (mal praktek)
KEBIJAKAN 1. Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1691/menkes/per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK.07.06/III/4437/09
tentang pemberian ijin penyelenggaraan perpanjangan (I)
kepada yayasan untuk Menyelenggarakan Rumah Sakit

PROSEDUR 1. Dibagian Rawat Jalan / IGD / Rawat Inap


a. Petugas menyapa dan menanyakan identitas pasien.
b. Petugas mengkonfirmasi identitas pasien antara gelang
identitas dengan catatan rekam medik.
c. Petugas menanyakan riwayat alergi obat pada pasien.
d. Sebelum obat diberikan petugas memastikan ulang bahwa obat
telah sesuai dengan kondisi pasien
2. Dibagian Farmasi
a. Petugas farmasi menerima resep.
b. Sebelum obat diserahkan petugas menanyakan dan
memastikan bahwa nama obat telah sesuai dengan kondisi
pasien.
UNIT TERKAIT 1. Instalasi Gawat Darurat
2. Instalasi Rawat Inap
3. Instalasi Farmasi

11
10
PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
Di RS HARAPAN JAYAKARTA

A. PENGERTIAN
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar, norma,
pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini, dan
diimplementasikan oleh komunikan.
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui
teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi
nyata, dengan cara member dorongan terhadap pengarahan diri, aktif memberikan
informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan Hirnle, 1996 dalam suliha, 2002).

B. TUJUAN
 Sebagai pedoman dalam melakukan edukasi kesehatan.
 Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan di rumah sakit.
Sehingga edukasi kesehatan (penkes) dapat berjalan lancar dan sesuai prosedur yang
ada.
 Agar pasien & keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan proses
perawatan. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan lebih cepat.
 Pasien/keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahamipentingnya mengikuti
rejimen pengobatan yang telah ditetapkansehingga dapat meningkatkan motivasi
untuk berperan aktif dalammenjalani terapi obat.

C. LANGKAH AWAL ASSESMEN PASIEN DAN KELUARGA


Assesmen merupakan proses pengumpulan menganalisis dan menginterpretasikan
data atau informasi tentang peserta didik dan lingkungannya. Kegiatan ini dilakukan
untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya
sebagai dasar untuk memahami individu dan untuk pengembangan program pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien
akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk
pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang

12 11
diagnostik yang paling tepat,sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam
penanganan pasien di rumah sakitmerupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian
(assessment).

Sebelum pendidikan kesehatan diberikan, lebih dulu dilakukan pengkajian/analisis


terhadap kebutuhan pendidikan dengan mendiagnosis penyebab masalah kesehatan yang
terjadi. Hal ini dilakukan dengan melihat factor - faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan.
Lawrence Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor:
1. Faktor pendukung (predisposing factors), mencakup:
Pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai, pendidikan, sosial
ekonomi, dsb.
2. Faktor pemungkin(enambling factors), mencakup:
Fasilitas kesehatan, mis: spal, air bersih, pembuangan sampah, mck, makanan
bergizi, dsb. Termasuk juga tempat pelayanan kesehatan seperti RS, poliklinik,
puskesmas, rs, posyandu, polindes, bides, dokter, perawat dsb.
3. Faktor penguat (reinforcing factors), mencakup:
Sikap dan perilaku: toma, toga, petugas kes. Kebijakan/peraturan/UU, LSM.

Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan :


1. Observasi
2. Wawancara
3. Angket/quesioner
4. Dokumentasi

Jenis informasi yang diperlukan dalam pengkajian antara lain:


1. Pentingnya masalah bagi individu, kelompok dan masyarakat yang dibantu
2. Masalah lain yang kita lihat
3. Masalah yang dilihat oleh petugas lain
4. Jumlah orang yang mempunyai masalah ini
5. Kebiasaan yang dapat menimbulkan masalah
6. Alasan yang ada bagi munculnya masalah tersebut
7. Penyebab lain dari masalah tersebut.

13
Tujuan pengkajian
1. Untuk mengetahui besar, parah dan bahayanya masalah yang dirasakan.
2. Menentukan langkah tepat untuk mengatasi masalah.

Memahami masalah
1. Mengapa muncul masalah
2. Siapa yang akan memecahkan masalah dan siapa yang perlu dilibatkan
3. Jenis bantuan yang akan diberikan

Prioritas masalah
Disusun berdasarkan hirarki kebutuhan maslow:

Aktualisasi diri
Harga diri
Kasih sayang
Aman / nyaman
Biologis / Fisiologi

Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu assesment/penilaian


terhadap pasien dan keluarga meliputi :
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan keluarganya
2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka
3. Hambatan emosional dan motivasi
4. Keterbatasan fisik dan kognitif
5. Kemauan pasien untuk menerima informasi

Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga bersedia dan maupun
untuk belajar hasil penilaian didokumentasikan dalam rekam medis.

D. CARA PENYAMPAIAN INFORMASI DAN EDUKASI YANG EFEKTIF


Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita sering
menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita berkomunikasi
dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak. Komunikasi yang baik melibatkan

14
pemahaman bagaimana orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa
yang dikatakan dan mengambil pelajaran dari hal tersebut
Komunikasi adalah tentang pertukaran informasi, berbgi ide dan pengetahuan. Hal ini
berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini
disampaikan/dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai
pemahaman bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif.
Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan
sesuatu.
Pengertian komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi”. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz &
Weihrich, 1988).
1. Teori komunikasi
a. Proses komunikasi:
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan/komunikan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
(Hardjana, 2003).Gambar berikut memberikan ilustrasi proses komunikasi.

Umpan Balik

Komunikato Pesan Saluran Komunika


r n
Ganguan

2. Unsur-unsur/elemen dalam komunikasi efektif


a. Sumber/pemberi pesan/komunikator (dokter,perawat, admission,Adm.Kasir,dll),
adalah orang yang memberikan pesan.
15
1) Sumber (yang menyampaikan informasi): adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima/komunikan. Hal-hal
yang menjadi tanggung jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan
dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta kejelasan
apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik. (konsil kedokteran
Indonesia, hal.8)
2) Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang
disampaikan, cara berbicaranyanya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan)

b. Isi Pesan, adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan.
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian,penerimanya.

c. Media/saluran pesan (Elektronic,Lisan,dan Tulisan) adalah sarana


komunikasi dari komunikator kepada komunikan.
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan
yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima.
Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada
kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat
komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi
berupa perubahan sikap. (konsil kedokteran Indonesia, hal.8). Media yang
dapat digunakan: melalui telepon, menggunakan lembarlipat, buklet, vcd,
(peraga)

d. Penerima pesan/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter,


Admission,Adm.) atau audience adalah pihak/orang yang menerima pesan.
Penerima pesan berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi,
peran pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung
jawab penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik
dan memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat penting
sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran
Indonesia, hal.8).
16
e. Umpan Balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon pesan
yang diterimanya

3. Pemberi pesan/komunikator yang baik:


Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal
berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
a. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, paraphrase, intonasi.
b. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat
c. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik
yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak
tubuh).
d. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar
tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan
gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.

4. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelyanan promosi).
Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah:
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui Customer Service,
Admission,dan Website.
Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :
a. Edukasi tentang obat.
b. Edukasi tentang penyakit.
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.

17
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical information dan
nantinya akan menjadi sebuah unit PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit).

5. Syarat komunikasi efektif.


Syarat dalam komunikasi efektif adalah:
a. Tepat waktu,
b. Akurat.
c. Lengkap
d. Jelas.
e. Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat
kesalahan (kesalahpahaman).

6. Proses komunkasi efektif


Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip sebagai berikut:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan.
d. Pemberi pesan memverifikas isi pesan kepada pemberi penerima pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan
hasil verifikasi
Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat, verifikasi dan
klarifikasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Jadi isi pesannya


Yah.. Dikonfirmasika ini yah pak…
benar. n

Komunikato Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunika


r n

18
f. Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama obat,
nama orang , dll. Untuk menverifikasi dan mengklarifikasi, maka komunikan
sebaiknya mengeja huruf demi huruf menggunakan menggunakan alfabeth
standart internasional yaitu:

Sumber: Wikipedia

7. Hukum dalam komunikasi efektif


Lima Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective
Communication) terangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari
komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih.
Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita

19
meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun
respon positif dari orang lain.Hukum komunikasi efektif yang pertama adalah
a. Respect, pengertiannya:
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah
sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran
pesanyangkita sampaikan.Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan
sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun
kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas
kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah
tim.
b. Hukum komunikasi efektif yang kedua adalahEmpathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi
atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama
dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan
atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang
lain.Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa
respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam
membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau
mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon
penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan
tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima
c. Hukum komunikasi efektif yang ketiga adalahAudible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang
kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan
bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel
sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum
ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media
maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita
agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
d. Hukum komunikasi efektif yang keempat, adalah Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum
keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri
20
sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran
yang berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat
menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak
sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam
berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang
ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya
(trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan
akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan
semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
e. Hukum komunikasi efektif yang kelima adalah Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap
rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama
untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap
rendah
hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pernah yang pada intinya antara
lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First
Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak
sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan,
rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta
mengutamakan kepentingan yang lebih besar.

Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang
handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang
lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat
membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling
menguatkan

Ruang Lingkup
1. Panduan komunikasi eektif ini diterapkan kepada:
a. Antar pemberi pelayanan saat memberikan perintah lisan atau melalui
telpon
b. Petugas laboratorium saat membacakan hasil laboratoruim secara lisan
atau melalui telepon

21
c. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit
kepada pelanggan
d. Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien
e. Semua karyawan saat berkomunikasi via telpon dan lisan

2. Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas laboratorium,


petugas informasi, pelaksana PKRS, semua karyawan

Prinsip
1. Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip terima, catat,
verifikasi dan klarifikasi:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan.
d. Pemberi pesan memverifikas isi pesan kepada pemberi penerima pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan
hasil verifikasi
2. Baca ulang dan verifikasi dikecualikan untuk kondisi darurat di ICU dan UGD
3. Penggunaan code alfabetis internasional digunakan saat melakukan klarifikasi
hal-hal penting, misal nama obat, nama pasien, dosis obat, hasil laboratorium
dengan mengeja huruf2 tersebyt saat membaca ulang (reed back) dan verifikasi
4. Tujuan utama panduan komunikasi efektif ini adalah untukmemperkecil
terjadinya kesalahan penerima pesan yang diberikan secara lisan

E. TATALAKSANA PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI


 Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang informasi
yang akan di sampaikan, memiliki rasa empati dan ketrampilan berkomunikasi
secara efektif.
 Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan berjalan secara
interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat pasien dirawat, akan pulang
atau ketika datang kembali untuk berobat

22
 Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien/keluarga merasa
nyaman dan bebas, antara lain:
a. Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privacy.
b. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk kenyamanan
mereka.
c. Penempatan meja, kursi atau barang – barang lain hendaknya tidak
menghambat komunikasi.
d. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi

 Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka pemberian


informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada keluarga/pendamping pasien.
 Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta rasa percaya
terhadap peran petugas dalam membantu mereka.
 Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien ( termasuk adanya
keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam mematuhi rejimen pengobatan ).
 Mendapatkan data yang akurat tentang obat – obat yang digunakan pasien, termasuk obat
non resep.
 Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya, pendidikan dan
tingkat ekonomi pasien/ keluarga
 Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang berkaitan
dengan perawatan pasien :
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan pengobatan ; Penggunaan obat – obatan yang aman:
kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat –
obat tertentu (contoh: obat tetes, inhaler), cara penyimpanan, berapa lama obat harus
digunakan dan kapan obat harus ditebus lagi, apa yang harus dilakukan terjadinya
efek samping yang akan dialami dan Bagaimana cara mencegah atau
meminimalkannya, meminta pasien/keluarga untuk melaporkan jika ada keluhan yang
dirasakan pasien selama menggunakan.
c. Pendidika kesehatan Manajemen nyeri
d. Pendidikan kesehatan diet
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)

23
Proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya
berkaitan dengan kondisi kesehatannya
Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien
dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.

F. FERIVIKASI

Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan.

Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa
yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya

24
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-
kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.

3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan
kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan
dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar
pasien setelah pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang


disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.

25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia tidak bisa hidup sendirian. Ia secara tidak kodrati harus hidup bersama
manusia lain, baik demi kelangsungan hidupnya, keamanan hidupnya, maupun demi
keturunannya. Jelasnya, manusia harus hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial
yang hidup ditengah-tengah masyarakat, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan
manusia lainnya dalam bentuk interaksi. Hubungan itu dibangun melalui komunikasi.
Komunikasi digunakan sebagai jembatan yang menghubungkan manusia yang satu
dengan yang lainnya. Komunikasi menjadi sarana guna terciptanya ide bersama,
memperkuat perasaan kebersamaan melalui tukar menukar pesan (informasi),
menggambarkan emosi dan kebutuhan mulai dari yang paling sederhana sampai yang
kompleks. Keberhasilan suatu organisasi sangat didukung dari tingkat kinerja tenaga
kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh proses komunikasi yang terjadi antar tenaga
kesehatan dan pimpinan di rumah sakit.
Suatu organisasi akan berjalan dengan sukses apabila organisasi dapat
menyediakan dan memberikan segala kebutuhan informasi yang dibutuhkan para
karyawannya, informasi merupakan sumber kehidupan organisasi. Dalam konteks
komunikasi organisasi, terdapat komunikasi eksternal dan komunikasi internal.
Komunikasi eksternal lebih terfokus pada komunikasi yang dilakukan organisasi
dengan publik eksternal seperti customer, distributor, investor dan lain-lain, sedangkan
komunikasi yang terjadi dalam lingkup organisasi dan mencakup para anggota
organisasi disebut komunikasi internal.
Komunikasi internal atau komunikasi dengan tenaga kesehatan sangat penting
artinya dalam meningkatkan kinerja tenaga kesehatan. Melalui komunikasi internal
dapat tercipta iklim dan suasana kerja yang nyaman, menyenangkan dan demokratis.
Kesadaran setiap pihak akan pentingnya komunikasi internal dapat menumbuhkan rasa
saling memperhatikan, saling memahami dan saling pengertian antara pihak pimpinan
dan para tenaga kesehatan.

Pada sebuah organisasi khususnya rumah sakit, proses komunikasi adalah


proses yang pasti dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan

26 26
koordinasi antara berbagai sub bagian dalam organisasi. Organisasi yang berfungsi
baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai
komponen. Suatu organisasi dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya
ketika proses komunikasi antar komponen dapat diselenggarakan secara harmonis,
maka organisasi tersebut semakin kokoh dan kinerja organisasi akan meningkat.
Kinerja seorang tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh bagaimana
komunikasi internal yang terjadi dalam organisasi, komunikasi dalam organisasi
merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk tercapainya tujuan administrasi
atau manajemen.
Komunikasi yang lancar dapat menciptakan hubungan kerja yang serasi dan
selaras antar pimpinan dan bawahannya serta sesama bawahan. Jika hubungan kerja
yang demikian dapat tercipta maka dapat mendorong kinerja dari setiap orang yang
bekerja dalam organisasi tersebut sehingga apa yang menjadi tujuan dari organisasi
tersebut dapat tercapai.
Menurut Kohler dalam Muhammad (2004) ada dua model komunikasi dalam
rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan organisasi. Komunikasi koordinatif,
yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian- bagian perkantoran.
Komunikasi interaktif yaitu proses pertukaran informasi yang berjalan secara
berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar
penyesuaian di antara sub-sub bagian dalam perkantoran, maupun antara perkantoran
dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut
mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan
masalah yang dapat dirumuskan antara lain :
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan komunikasi?
1.2.2 Apakah yang dimaksud dengan komunikasi efektif?
1.2.3 Apa sajakah prinsip dari komunikasi yang efektif?
1.2.4 Bagaimanakah langkah-langkah dalam membangun komunikasi efektif?
1.2.5 Bagaimanakah komunikasi efektif dalam Patient Safety?
1.2.6 Bagaimanakah komunikasi antar petugas kesehatan yang dibahas di dalam
sasaran II : peningkatan komunikasi yang efektif?
1.2.7 Bagaimanakah mekanisme dari komunikasi SBAR?
27
27
1.3 Tujuan
Tujuan yang diharapkan penulis setelah pembaca membaca makalah ini adalah :
1.3.1 Pembaca dapat mengetahui definisi dari komunikasi
1.3.2 Pembaca dapat mengetahui definisi dari komunikasi efektif
1.3.3 Pembaca dapat mengetahui prinsip dari komunikasi yang efektif
1.3.4 Pembaca dapat mengetahui langkah-langkah dalam membangun komunikasi
yang efektif
1.3.5 Pembaca dapat mengetahui bagaimana komunikasi efektif dalam Patient Safety
1.3.6 Pembaca dapat mengetahui bagaimanakah komunikasi antar petugas kesehatan
yang dibahas di dalam sasaran II : peningkatan komunikasi yang efektif
1.3.7 Pembaca dapat mengetahui apa itu komunikasi SBAR dan bagaimana
mekanismenya.

28
28
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Komunikasi


Kata komunikasi berasal dari bahasa latin coomunicare yang berarti
berpartisipasi atau memberitahukan.
Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi
melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain.
Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia, karena itu, komunikasi yang
dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia atau sering kali disebut komunikasi
sosial atau social communication. Komunikasi manusia sebagai singkatan dari
komunikasi antarmanusia, dinamakan komunikasi sosial karena hanya pada manusia-
manusia yang bermasyarakat terjadi komunikasi.
Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Effendy,
2004:4).
Komunikasi adalah suatu yang dapat dipahami sebagai hubungan atau saling
berhubungan, saling pengertian, sebagai pesan. Komunikasi adalah proses penyampaian
gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung
arti, yang dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan (Edwar
Depari, AW Widjaja,2000). Komunikasi adalah proses yang mana symbol verbal dan
non verbal dikirimkan, diterima dan diberi arti (William J Seiller,1988).

2.2 Pengertian Komunikasi Efektif


Komunikasi efektif merupakan Komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap (attitude change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Kita
harus sadar akan pentingnya komunikasi khususnya komunikasi efektif, agar segala
sesuatu yang kita tampilkan dan lakukan adalah komunikasi, maka penampilan dan
segala sesuatu yang kita lakukan merupakan pesan.
Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama
memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam bahasa
asing orang menyebutnya “the communication is in tune” ,yaitu kedua belah pihak yang
berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang disampaikan.
Mc Cosky dan Knap (dalam Effendy, 2003:64) dalam bukunya yang berjudul
“An Art to An Interpersonal Communication” mengatakan bahwa komunikasi yang
efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi
derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap situasi.
Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi secara efektif. Ada banyak
hambatan yang bisa merusak komunikasi. Bahkan beberapa ahli komunikasi
menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi yang sebenar-

29
29
benarnya efektif. Komunikasi efektif merupakan salah satu keahlian terpenting, bahkan
boleh jadi merupakan hal yang paling penting untuk mencapai keberhasilan. Dengan
demikian segala bidang komunikasi, baik itu hubungan masyarakat (public relations),
periklanan, penyiaran, jurnalistik dan lainnya dituntut untuk menciptakan komunikasi
yang efektif agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Syarat – syarat komunikasi efektif
Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain :
1. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
2. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
3. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak
komunikan.
4. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
5. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak komunikan.

2.3 Prinsip Komunikasi Efektif

Agar komunikasi menghasilkan komunikasi yang efektif, seseorang harus


memahami prinsip-prinsip dalam berkomunikasi. Ada lima prinsip komunikasi yang
efektif yang harus dipahami. Lima prinsip tersebut disingkat dengan REACH, yaitu
Respect, Empathy, Audible, Care, dan Humble. Lima prinsip komunikasi yang efektif
itu adalah sebagai berikut:

1. Respect

Respect adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan
yang akan kita sampaikan. Menghargai ini sangat penting tidak mungkin seseorang
mendengar saja atau dianggap tidak ada dalam suatu proses komunikasi. Ketika
keberadaannya tidak di anggap, orang akan berpikir bahwa dia tidak masuk dalam
kelompok tersebut. Perasaan ini akan membuat orang menjauh.

2. Empathy

Komunikasi yang efektif akan dengan mudah tercipta jika komunikator


memiliki sikap empathy. Empathy artinya kemampuan seorang komunikator dalam
memahami dan menempatkan dirinya pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang
lain.

3. Audible

Audible adalah pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan
melalui media atau delivery channel. Seorang komunikator harus berbicara dengan
suara jelas, tidak boleh gagap, bindeng, terlalu pelan ataupun terlalu keras. Ritme dan
intonasi suara harus diatur sesuai kebutuhan.

30
30
4. Care

Care berarti komunikator memberikan perhatian kepada lawan komunikasinya.


Komunikasi yang efektif akan terjalin jika audience lawan komunikasi personal merasa
diperhatikan.

5. Humble

Humble adalah sikap rendah hati untuk membangun rasa saling menghargai.

2.4 Langkah-langkah dalam Membangun Komunikasi Efektif

Adapun langkah-langkah untuk membangun komunikasi yang efektif adalah


sebagai berikut:

1. Memahami Maksud dan Tujuan Berkomunikasi


2. Mengenali Komunikan
3. Menyampaikan Pesan dengan Jelas
4. Menggunakan Alat Bantu yang Baik
5. Memusatkan Perhatian
6. Menghindari Gangguan Komunikasi
7. Membuat Suasana yang Menyenangkan
8. Menggunakan Bahasa Tubuh (body language) yang Benar

2.5 Komunikasi Efektif dalam Patient Safety

Standar akreditasi RS 2012 SKP.2 / JCI IPSG.2 mensyaratkan agar rumah sakit
menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat
dipahami penerima. Hal itu untuk mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan
keselamatan pasien. Bentuk komunikasi yang rawan kesalahan diantaranya adalah
instruksi untuk penatalaksanaan pasien yang diberikan secara lisan atau melalui
telepon. Bentuk lainnya berupa pelaporan hasil tes abnormal, misalnya petugas
laboratorium menelepon ke ruang perawatan untuk melaporkan hasil tes pasien. Rumah
sakit perlu menyusun kebijakan dan atau prosedur untuk mengatur pemberian perintah /
pesan secara lisan dan lewat telepon. Kebijakan dan atau prosedur itu harus memuat :

1. Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dicatat si penerima.
2. Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si penerima.
3. Perintah dan hasil tes dikonfirmasikan oleh individu si pemberi perintah atau hasil
tes.
4. Pelaksanaan yang konsisten dari verifikasi tepat-tidaknya komunikasi lisan dan
lewat telepon.
5. Alternatif yang diperbolehkan bila proses membaca-ulang tidak selalu
dimungkinkan, misalnya di ruang operasi dan dalam situasi darurat di bagian gawat
darurat atau unit perawatan intensif.

31
31
Komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien (patient
safety). Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Komunikasi yang efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
dipahami oleh penerima mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.

Faktor yang dapat mendukung komunikasi efektif :

a. Dalam profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan


metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
b. Komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang ada.
c. Kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan klien.

Faktor yang tidak mendukung komunikasi efektif yaitu :

a. Tanpa komunikasi yang jelas, dapat memberikan pelayanan keperawatan yang


tidak efektif.
b. Tidak dapat membuat keputusan dengan klien/keluarga.
c. Tidak dapat melindungi klien dari ancaman kesejahteraan.
d. Tidak dapat mengkoordinasi dan mengatur perawatan klien serta memberikan
pendidikan kesehatan.

Adapun aspek yang harus dibangun dalam komunikasi efektif adalah :

a. Kejelasan

Dalam komunikasi harus menggunakan bahasa secara jelas, sehingga mudah


diterima dan dipahami oleh komunikan.

b. Ketepatan

Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan
kebenaran informasi yang disampaikan.

c. Konteks

Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan
keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.

d. Alur

Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau
sistematika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap.

32
32
e. Budaya

Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan
dengan tata krama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan
budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal
maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi.

2.6 Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua


rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Maksud
dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti
dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara
intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi,
sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.

Standar SKP.2
Rumah sakit menyusun pendekatan agar komunikasi di antara para petugas
pemberi perawatan semakin efektif.

Maksud dan Tujuan SKP.2


Komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat
dipahami penerima, mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang
paling rentan salah adalah jika perintah perawatan pasien diberikan secara lisan dan
melalui telepon, jika hal ini diperbolehkan hukum dan peraturan setempat. Komunikasi
lain yang rawan salah adalah ketika melaporkan kembali hasil tes penting seperti
misalnya ketika laboratorium klinik menelepon unit perawatan pasien untuk
melaporkan hasil tes CITO.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur
untuk pemberian perintah baik secara lisan maupun via telepon termasuk pencatatan
(pada buku atau di-enter ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil tes oleh si
penerima informasi tersebut; penerima kemudian membaca kembali perintah atau hasil
tes tersebut dan mengkonfirmasikan apakah yang telah ditulis dan dibaca-ulang itu
sudah tepat. Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang
diperbolehkan bila proses membaca-ulang tidak selalu dimungkinkan, misalnya di
ruang operasi dan dalam situasi darurat di bagian gawat darurat atau unit perawatan
intensif.

33
33
Elemen Penilaian SKP.2
1) Perintah lengkap, lisan dan via telepon, atau hasil tes dicatat si penerima. (Juga
lihat MKI. 19.2,EP 1)
2) Perintah lengkap, lisan dan via telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si penerima.
(Juga lihat AP.5.3.1, Maksud dan Tujuan)
3) Perintah dan hasil tes dikonfirmasikan oleh individu si pemberi perintah atau hasil
tes.
4) Kebijakan dan prosedur disusun agar verifikasi tepat-tidaknya komunikasi lisan
dan via telepon dijalankan secara konsisten (Juga lihat AP.5.3.1, Maksud dan
Tujuan)

2.7 Komunikasi SBAR

Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah komunikasi


SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation), metode komunikasi ini
digunakan pada saat perawat melakukan handover ke pasien. Komunikasi SBAR adalah
kerangka teknik komunikasi yang disediakan untuk petugas kesehatan dalam
menyampaikan kondisi pasien.

SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi penting


yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang
efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan secara
efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis
yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan
masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR
memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan
lainnya. Adapun keuntungan dari penggunaan metode SBAR adalah :

a. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.


b. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham akan
kondisi pasien.
c. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan pasien.

Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu Situation, Background, Assessment,


Recommendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan oleh semua tenaga
kesehatan, diharapkan semua tenaga kesehatan maka dokumentasi tidak terpecah
sendiri-sendiri. Diharapkan dokumentasi catatan perkembangan pasien terintegrasi
dengan baik. Sehingga tenaga kesehatan lain dapat mengetahui perkembangan pasien.

1) Situation : Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan?

a. Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien;


b. Diagnosa medis;
c. Apa yang terjadi dengan pasien.

34
34
2) Background : Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan
situasi?

a. Obat saat ini dan alergi;


b. Tanda-tanda vital terbaru;
c. Hasil laboratorium : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes sebelumnya
untuk perbandingan;
d. Riwayat medis
e. Temuan klinis terbaru

3) Assessment : berbagai hasil penilaian klinis perawat

a. Apa temuan klinis?;


b. Apa analisis dan pertimbangan perawat?;
c. Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?

4) Recommendation : apa yang perawat inginkan terjadi dan kapan?

a. Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki masalah?


b. Apa solusi yang bisa perawat tawarkan kepada dokter?
c. Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi pasien?
d. Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi?

Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :

1. Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.


2. Perawat mengumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan
kondisi pasien yang akan dilaporkan.
3. Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah keperawatan
yang harus dilanjutkan.
4. Perawat membaca dan memahami catatan perkembangan terkini & hasil
pengkajian perawat shift sebelumnya.
5. Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat harian.

Adapun contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/ serah terima :

1) Situation (S) :

a. Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3 hari
perawatan,
b. DPJP : dr Setyoko, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.

Masalah keperawatan:

1. Risiko ketidakseimbangan volume cairan

35
35
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2) Background (B) :

a. Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
b. Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
c. Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
d. Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
e. Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
f. Diet : rendah protein 1 gram

3) Assessment (A) :

a. Kesadaran composmentis, TD 150/80 mmHg, Nadi 100x/menit, suhu 370C,


RR 20 x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas, urine
sedikit, eliminasi faeses baik.
b. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
c. Pasien masil mengeluh mual.

4) Recommendation (R) :

a. Awasi balance cairan


b. Batasi asupan cairan
c. Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
d. Pertahankan pemberian deuritik injeksi furosemit 3 x 1 amp
e. Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
f. Jaga aseptic dan antiseptic setiap melakukan prosedur

Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon :

1) Situation (S) :

a. Selamat pagi Dokter, saya Noer rochmat perawat Nusa Indah 2


b. Melaporkan pasien nama Tn A mengalami penurunan pengeluaran urine 40
cc/24 jam, mengalami sesak napas.

2) Background (B) :

a. Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 8 Desember 2013,


program HD hari Senin-Kamis.
b. Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower
kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
c. Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp
d. TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit, oedema ekstremitas
bawah dan asites

36
37
e. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
f. Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.

3) Assessment (A) :

a. Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan


cairan dan elektrolit lebih
b. Pasien tampak tidak stabil

4) Recommendation (R) :

a. Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM ?


b. Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump ?
c. Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?

38
37
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi efektif merupakan Komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap (attitude change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Agar
komunikasi menghasilkan komunikasi yang efektif, seseorang harus memahami
prinsip-prinsip dalam berkomunikasi. Ada lima prinsip komunikasi yang efektif yang
harus dipahami. Lima prinsip tersebut disingkat dengan REACH, yaitu Respect,
Empathy, Audible, Care, dan Humble.
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Komunikasi yang paling rentan salah adalah jika perintah perawatan pasien diberikan
secara lisan dan melalui telepon, jika hal ini diperbolehkan hukum dan peraturan
setempat.

Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah komunikasi


SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation), metode komunikasi ini
digunakan pada saat perawat melakukan handover ke pasien. Komunikasi SBAR adalah
kerangka teknik komunikasi yang disediakan untuk petugas kesehatan dalam
menyampaikan kondisi pasien.

3.2 Saran
Penulis menyarankan agar komunikasi yang terjadi antara petugas pelayanan
kesehatan di rumah sakit dapat lebih di tingkatkan lagi sehingga nantinya dapat
memberikan pelayanan yang prima kepada pasien.

38 39
KOMUNIKASI SECARA LISAN ATAU
MELALUI TELEPON

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA 02/SKP/RSHJ/V/2016

Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit Harapan
STANDAR
Tanggal terbit Jayakarta
PROSEDUR 27 Mei 2016
OPERASIONAL
Dr.Suhermi Yenti
Pengertian Komunikasi efektif yang dilakukan secara lisan dan/atau
melalui telepon, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
dipahami, sehingga akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien
Tujuan 1. Untuk mengurangi kesalahan akibat komunikasi secara
lisan dan/atau melalui telepon, dan
2. Menghasilkan peningkatan keselamatan pasien
Kebijakan 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/
PER/ VIII/2011 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.

KOMUNIKASI SECARA LISAN ATAU


MELALUI TELEPON

No. Dokumen No. Revisi Halaman


………………. 0
Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit Harapan
STANDAR
Tanggal terbit Jayakarta
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr.Suhermi Yenti
Prosedur A. KOMUNIKASI SECARA LISAN
1. Petugas mengidentifikasi pasien secara langsung dengan
menanyakan langsung nama pasien ( pada keluarga bila
pasien tidak sadar) dan melihat ke gelang identitas
pasien.
2. Siapkan status pasien. Verifikasi identitas pasien sesuai
antara gelang pasien, status pasien dan nama pasien,
siapkan form konsul.
3. Ucapkan salam dan laporkan identitas pasien meliputi
nama, jenis kelamin, umur, keluhan, hasil pemeriksaan dan

39
40
pengamatan serta obat-obatan bila ada.
4. Tanyakan tindak lanjut kepada pemberi perintah/dokter.
5. Tulis secara lengkap jam/tanggal, isi perintah, nama
penerima perintah dan tanda tangan, nama
pemberi perintah dan tanda tangan (pada
kesempatan berikutnya) pada form yang telah
disediakan.
6. Konfirmasi ulang isi perintah yang sudah dituliskan
dengan membacakan ulang kepada pemberi
perintah/dokter. Eja ulang satu persatu hurufnya bila
perintah mengandung nama obat gologan LASA
(look alike sound alike) / NORUM (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip) dan obat High Alert, Daftar obat LASA /
NORUM dan High Alert terlampir.
7. Pemberi perintah/dokter harus mengkonfirmasi lisan
sesaat setelah pemberi perintah/dokter mendengar
pembacaan dan memberikan pernyataan
kebenaran pembacaan secara lisan misal “ya
sudah benar”.
8. Cantumkan tanda cawang pada kolom membaca ulang isi
laporan bila sudah dibacakan ulang.
9. Ucapkan terima kasih dan salam.
10. Lakukan konfirmasi tertulis dengan tanda tangan
pemberi perintah/dokter yang harus diminta pada
kesempatan kunjungan/visite berikutnya.

B. KOMUNIKAS MELALUI TELEPON


1. Petugas mengidentifikasi pasien secara langsung dengan
menanyakan langsung nama pasien ( pada keluarga bila
pasien tidak sadar) dan melihat ke gelang identitas
pasien.
2. Siapkan status pasien. Verifikasi identitas pasien sesuai
antara gelang pasien, status pasien dan nama pasien,
siapkan form konsul

KOMUNIKASI SECARA LISAN ATAU


MELALUI TELEPON

No. Dokumen No. Revisi Halaman


………………. 0
Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit Harapan
STANDAR
Tanggal terbit Jayakarta
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr.Suhermi Yenti
Prosedur 3. Tekan nomor ekstensi pemberi perintah/dokter.
4. Setelah terdengar nada sambung ucapkan salam.
5. Laporkan identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin,
umur, keluhan, hasil pemeriksaan dan pengamatan serta

40
41
obat-obatan bila ada.
6. Tanyakan tindak lanjut kepada pemberi perintah/dokter.
7. Tulis secara lengkap jam/tanggal, isi perintah, nama
penerima perintah dan tanda tangan, nama
pemberi perintah dan tanda tangan (pada
kesempatan berikutnya) pada form yang telah
disediakan.
8. Konfirmasi ulang isi perintah yang sudah dituliskan
dengan membacakan ulang kepada pemberi
perintah/dokter. Eja ulang satu persatu hurufnya bila
perintah mengandung nama obat gologan LASA
(look alike sound alike) / NORUM (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip) dan obat High Alert, Daftar obat LASA /
NORUM dan High Alert terlampir.
9. Pemberi perintah/dokter harus mengkonfirmasi lisan
sesaat setelah pemberi perintah/dokter mendengar
pembacaan dan memberikan pernyataan
kebenaran pembacaan secara lisan misal “ya
sudah benar”.
10. Cantumkan tanda cawang pada kolom membaca ulang isi
laporan bila sudah dibacakan ulang.
11. Telpon ulang pemberi perintah/dokter bila laporan belum
dibacakan ulang, dan belum konfirmasikan ulang isi
perintah.
12. Ucapkan terima kasih dan salam.
13. Lakukan konfirmasi tertulis dengan tanda tangan
pemberi perintah/dokter yang harus diminta pada
kesempatan kunjungan/visite berikutnya.
Petugas / unit terkait 1. Unit Gawat Darurat (UGD)
2. Ruang Rawat Inap Keperawatan
3. Kamar Operasi
4. Intensive Care Unit (ICU)
5. Unit Rawat Jalan
6. Unit penunjang medic
Dokumen terkait Formulir catatan lengkap perintah lisan/ perintah melalui
telepon/ pelaporan hasil pemeriksaan kritis.

41
42
A. Penggolongan obat LASA
Obat Look Alike Sound Alike (LASA) yang ditetapkan dalam kebijakan
pengelolaan obat Look Alike Sound Alike adalah:
NO KEMASAN MIRIP
1. Bio Atp Tab Pehavral Tab
2. Histapan Tab Heptasan Tab
3. Urdahex Tab Longcef Tab
4. Ubesco Tab Imesco Tab
5. Tomit Tab Trifed Tab
6. Brainact Tab Spirola Tab
7. Tilflam Tab Vaclo Tab
8. Rhinos Syrup Rhinofed Syrup
9. Ikalep Tab Depakote 250 mg
10. Blopres Tab Candesartan 16mg
11. Dst

NAMA OBAT SAMA KEKUATAN BEDA

1. Amlodipin 5mg Tab Amlodipin 10mg Tab


2. Glimipiride 1mg Tab Glimipiride 2mg Tab,
Glimepiride4 mg
3. Acyclovir 200mg Tab Acyclovir 400mg Tab
4. Neurotam 1200mg Tab Neurotam 800 Tab
5. Polycrol Forte Tab Polycrol 400 Gell Tab
6. Somerol 16mg Tab Somerol 4mg Tab
7. Ludiomil 10mg Tab Ludiomil 50mg Tab
8. Flamar 25mg Tab Flamar 50mg Tab
9. Divask 5mg Tab Divask 10mg Tab
10. Lyrica 50mg Tab Lyrica 75mg Tab
11. Cefadroxil 250mg Tab Cefadroxil 500mg Tab
12 Dst

NAMA OBAT MIRIP UCAPAN


1. Ximesco Tab Imesco Tab
2. Ethidan Tab Fucoidan Tab
3. Cetrizine Tab Ketricin Tab
4. Bucain inj Decain inj
5. Folamil Tab Folavit Tab
6. Ephedrine Inj Eprineprine Inj
Dst.......

42
43
PELAYANAN FARMASI TENTANG PEMERIAN OBAT-OBAT
HIGH ALERT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RUMAH SAKIT 03/SKP/RSHJ/V/2016
HARAPAN
JAYAKARTA
Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit Harapan Jayakarta
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR 27 Mei 2016 Dr.Suhermi Yenti
OPERASIONAL
Pengertian Proses memastikan bahwa obat high alert diberikan secara rasional
Tujuan Untuk identifikasi obat-obatan yang memerlukan verifikasi atau
pengecekan ganda oleh petugas kesehatan lainnya (sebagai orang kedua)
sebelum memberikan obat dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan
akurasi
Kebijakan Sesuai dengan Keputusan Direktur Nomor 006/KEP/DIR-
RSIAPBH/VIII/2015 tentang Kebijakan Obat yang Perlu Diwaspadai
(High Alert Medications)
Prosedur Untuk dosis inisial atau inisiasi infuse baru
1. Petugas kesehatan mempersiapkan obat dan hal-hal di bawah ini
untuk menjalani pengecekan ganda oleh petugas kedua:
a. Obat-obatan pasien dengan label yang masih intak
b. Rekammedispasien, catatanpemberianmedikasipasien,
atauresep / instruksitertulisdokter
c. Obat yang hendakdiberikanlengkapdenganlabelnya
2. Petugas kedua akan memastikan hal-hal berikut ini:
a. Perawatpasienharusmemverifikasibahwaobat yang
hendakdiberikantelahsesuaidenganinstruksidokter.
b. Obattelahdisiapkandansesuaidenganinstruksi
c. Obatmemenuhi 5 persyaratan.
d. Perawatuntukmemverifikasikelimapersyaratanini:
a) Obattepat
b) Dosisataukecepatannyatepat,
termasukpengecekangandamengenaipenghitungandanverifi
kasipompa infuse

43
44
c) Rutepemberiantepat
d) Frekuensi / interval tepat
e) Diberikankepadapasien yang tepat

44
45
BAB I
DEFINISI

A.DEFINISI
Keselamatan pembedahan, adalah suatu program yang dilakukan Tim Bedah terhadap pasien
yang akan dioperasi, untuk meningkatkan keselamatan pasien selama prosedur pembedahan,
mencegah terjadinya kesalahan lokasi operasi dan prosedur operasi, serta mengurangi
komplikasi kematian akibat pembedahan.

B. LATAR BELAKANG
1. Berdasarkan data WHO tahun 2009, komplikasi terjadi antara 3 - 16% dengan angka
kematian pasca operasi mencapai 0,4 - 0,8%. Artinya setiap tahun diseluruh dunia
akan ditemukan sekitar 7 juta penderita cacat dan 1 juta meninggal akibat
pembedahan.
2. Program WHO, tentang SAVE SURGERY SAVE LIVE yang mempunyai sepuluh
sasaran Keselamatan Bedah, yaitu
a. Benar pasien benar lokasi insisi
b. Cegah bahaya obat-obat anestesi
c. Siap bila terjadi kegagalan napas
d. Siap bila terjadi kehilangan darah yang banyak
e. Cegah terjadi alergi
f. Minimalkan infeksi luka operasi
g. Cegah terjadinya tertinggal instrumen kassa
h. Pelabelan spesimen yang akurat
i. Berkomunikasi efektif mengenai hal-hal kritikal
j. Mengadakan pengawasan yang rutin tentang kapasitas, jumlah, dan hasil
pembedahan.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan utama program ini adalah menciptakan perilaku tim pembedahan dan
lingkungan pembedahan yamg aman bagi pasien. Sehingga tercipta pembedahan yang
aman, anesthesi yang aman, perawatan yang aman hingga terwujud keselamatan pasien
yang maksimal.
2. Tujuan Khusus
a. Mencegah terjadinya medical error dikamar operasi yang meliputi :
 salah prosedur
 salah pasien
 salah lokasi insisi
 salah pemberian obat
 mengurangi resiko cedera pasien akibat luka tekan, hipotermi, luka bakar
 resiko terjadi infeksi karena luka operasi

b. Mencegah kegagalan tindakan yang telah direncanakan


c. Menciptakan komunikasi yang efektif pada tim bedah
d. Mendorong perilaku sebagai teamwork
e. Berdisiplin dalam tim

45
46
BAB II
RUANG LINGKUP

Pelaksanaan prosedur keselamatan bedah, dilakukan oleh Team Work di Kamar Operasi yang
terdiri dari :
1. Ahli Bedah,
2. Ahli Anesthesi,
3. Perawat Anesthesi,
4. Perawat Instrumentaris,
5. Perawat Assisten,
6. Perawat Sirkuler

46
47
BAB III
PENATALAKSANAAN

PENATALAKSANAAN.
Pemeriksaan pasien di Kamar Operasi menurut Keselamatan Pembedahan ( Surgical Safety)
dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :

1. Sign In
Sign In merupakan tahap pertama saat pasien tiba di Ruang terima Kamar Operasi. Sebelum
dilakukan induksi anestesi tim bedah harus hadir, tetapi bila tidak memungkinkan, minimal
ada kehadiran ahli anestesi dan perawat untuk melakukan beberapa pemeriksaan terhadap
kondisi pasien dan sarana pendukung pembedahan. Pada tahap ini yang dilakukan
pengecekkan adalah :
 Identitas pasien
Tim bedah meminta kepada pasien dan atau keluarganya menyatakan secara lisan
nama lengkap pasien, tanggal lahir/ alamat, dan menyatakan tindakan apa yang akan
dilakukan pada bagian tubuhnya.
 Persetujuan operasi/ Informed consent
Tim bedah menanyakan tentang persetujuan serta apakah informasi yang diberikan
pasien dan keluarga sesuai dengan data yang ada dalam catatan Rekam Medis dan
gelang identitas pasien. Apabila pasien dalam keadaan Gawat darurat, atau
merupakan pasien anak-anak atau pasien yang tidak mampu untuk berkomunikasi
dengan baik, maka pernyataan bisa diwakilkan oleh orang tua, atau wali pasien /
keluarga.
 Lokasi Operasi/ Penandaan Daerah Operasi
Pemberian tanda lokasi pembedahan diberikan oleh ahli bedah yang melakukan
operasi. Penandaan dilakukan teritama dalam kasus yang melibatkan perbedaan
kanan atau kiri, struktur atau tingkat, misalnya jari tertentu, kaki, ruas tulang
belakang. Penandaan dilakukan dengan menggunakan tinta permanen yang bisa
dilihat pada saat dilakukan desinfeksi pada area operasi. Penandaan dilakukan
dengan menggunakan inisial nama dokter.
 Pemeriksaan Kelengkapan Anestesi

47
48
Pengecekkan kelengkapan anestesi disini meliputi, keamanan obat anestesi yang
akan diberikan pada pasien, tersedianya obat- obat anestesi, peralatan anestesi yang
berfungsi dengan baik, peralatan bantuan pernafasan berfungsi dengan baik ,
tersedia gas –gas anestesi yaitu Oksigen dan N2O, agen inhalasi, suction,
tersedianya alat dan obat emergency. Alat Pulse Oxymetri harus terapasang dan
berfungsi dengan baik, sebelum dilakukan tindakan induksi anestesi. Pembacaan
hasil pulse oxymetri, yaitu denyut nadi dan saturasi oksigen pasien dilakukan di
depan tim bedah.
 Riwayat alergi
Ahli anestesi harus memastikan apakah pasien mempunyai riwayat alergi atau tidak,
serta mengetahui resiko apabila pasien mempunyai riwayat alergi.
 Gangguan jalan napas/ resiko aspirasi.
Ahli anestesi harus memastikan tentang kondisi pernapasan pasien mengalami
gangguan atau tidak, serta adanya resiko aspirasi. Peralatan dan obat-obatan untuk
antisipasi komplikasi harus dicek funsi dan keberadaanya.
 Resiko kehilangan darah > 500ml, anak-anak 7ml/kg BB
Ahli anestesi harus memperkirakan adanya resiko perdarahan atau tidak pada
prosedur pembedahan yang akan dilakukan. Memastikan adanya cairan dan darah
umtuk resusitasi perdarahan. Resiko kehilangan darah harus ditinjau lagi oleh ahli
bedah saat tahap selanjutnya yaitu time out.
 Surgeon Review
Adalah perhatian khusus pada pasien, langkah kritikal, dan adanya instrument
khusus atau implant.
 Anesthesilogist Review
Perhatian khusus pada pasien dan rencana resusitasi kritikal.

2. Time Out
Time out adalah tahap kedua atau langkah final pada pelaksanaan keselamatan
Pembedahan. Pelaksanaan dilakukan pada saat pasien sudah ada di dalam ruang operasi,
sesudah induksi anestesi dan sebelum ahli bedah melakukan sayatan pada kulit pasien. Jika
sayatan tidak diperlukan, maka hal ini dilakukan sebelum memulai procedure invasive.
Untuk kasus dalam 1 pasien yang akan dilakukan beberapa tindakan, dan dilakukan oleh
beberapa ahli bedah, maka tahap ini dilakukan setiap prosedur pembedahan dan setiap
pergantian ahli bedah. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mencegah terjadinya salah pasien,
48
49
salah lokasi, salah prosedur pembedahan, meningkatkan kerjasama dan meningkatkan
komunikasi diantara tim bedah, serta meningkatkan keselamatan pasien selama
pembedahan. Pada pelaksanaan tahap ini seluruh anggota tim bedah harus sudah hadir di
ruang operasi dan menghentikan kegiatan lain untuk berkonsentrasi untuk melakukan time
out. Pada tahap ini yang dilakukan adalah :
 Semua anggota memperkenalkan nama dan peran dalam tim bedah.
 Ahli bedah, ahli anestesi, perawat menegaskan nama pasien lokasi pembedahan dan
prosedur pembedahan. Koordinator tim mengajak semua yang hadir di ruang
operasi untuk menghentikan kegiatannya dan dan mengajak melakukan time out
secara lisan dan membacakan identitas pasien, lokasi pembedahan, operasi yang
akan dilakukan, rencana prosedur pembedahan dan menanyakan kepada seluruh
anggota tim pakah setuju dengan apa yang dibacakan tersebut. Bila semua tim
setuju maka langkah selanjutnya bisa dilakukan. Apabila pasien tidak memerlukan
pembiusan, konfirmasi langsung ke pasien.
 Antisipasi kejadian beresiko, disini koordinator memimpin diskusi singkat antara
ahli bedah, ahli anestesi dan perawat untuk membicarakan resiko bahaya dalam
pembedahan dan rencana operasiyang akan dilakukan. Apabila operasi sering
dilakukan maka ahli bedah cukup menyatakan bahwa prosedur operasi sudah rutin
dilakukan dan menjelaskan lamanya operasi, dan memberi kesempatan kepada ahli
anestesi dan perawat untuk menjelaskan hal hal penting yang berhubungan dengan
pasien.
 Review ahli bedah
Adalah perhatian khusus pada pasien, kemungkinan kesulitan yang akan dialami
dalam pembedahan, langkah kritikal dan langkah tidak terduga yang akan
dilakukan, dan adanya resiko cedera, resiko kehilangan darah dan cara
mengantisipasinya, adanya instrument khusus atau implant atau preparat dan
lamanya operasi yang akan dilakukan.
 Review Ahli anestesi
Perhatian khusus pada pasien dan rencana resusitasi kritikal pada pasien yang
beresiko , seperti resiko kehilangan darah, ketidakstabilan hemodinamik, pasien
dengan karakteristik morbiditas, yaitu pasien dengan penyakit jantung, paru,
aritmia, kelainan darah dll. Ahli anestesi meninjau ulang tentang persiapan sarana
resusitasi dan kemungkinan tranfusi darah pada pasien. Apabila tidak ada resiko

50 49
kritis pada prosedur pembedahan, cukup menyatakan saya tidak mempunyai
kekhawatiran khusus terhadap pasien ini.
 Review Tim Perawat
Menjelaskan kesterilan alat, apakah ada masalah dengan alat, memastikan kesterilan
alat yang akan dipakai, memeriksa indikator kesterilan alat eksternal dan internal.
Setiap ketidaksesuaian kesterilan alat harus dilaporkan kepada semua anggota tim
bedah, dan ditangani sebelum dilakukan sayatan pada kulit pasien. Perawat
instrumen mendiskusikan tentang kesiapan alat dan material lainnya untuk operasi.
Apabila tidak ada masalah dalam peralatan, perawat instrumen dapat mengatakan
kesterilan alat sudah diperiksa dan tidak ada masalah dalam peralatan.
 Memastikan profilaksis antibiotik sudah diberikan 60 menit sebelum pembedahan
atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadi infeksi luka operasi, apabila
diberikan harus sesuai tepat waktu pemberian, yaitu 30 menit intra vena, sebelum
insisi kulit. Diberikan di ruang operasi saat ahli anestesi melakukan induksi. Apabila
profilaksis diperlukan, koordinator tim memastikan kepada tim bedah yang
mengelola pemberian obat apakah profilaksis sudah diberikan 60 menit sebelumnya.
Jika belum maka segera diberikan saat itu juga sebelum dilakukan insisi kulit.
Apabila antibotik sudah diberikan 60 menit sebelum pembedahan, maka ahli bedah
mempertimbangkan kembali apa perlu diberikan ulang antibiotik tersebut sesuai
dosis. Jika tidak perlu pemberian profilaksis antibiotik maka hanya dinyatakan
dengan antibotik tidak diperlukan dalam pembedahan.

 Memastikan foto radiologi sudah terpasang atau tidak, apabila diperlukan.


Koordinator menanyakan kepada ahli bedah, apakah foto radiologi diperlukan pada
saat pembedahan, jika diperlukan maka koordinator memastikan foto radiologi ada
dan ditampilkan selama pembedahan. Jika memerlukan foto radiologi tetapi tidak
ada, foto radiologi harus sesegera diperoleh, ahli bedah mempertimbangkan apaakah
akan melakukan prosedur pembedahan tanpa foto atau tidak. Jika foto radiologi
tidak diperlukan dalam pembedahan, cukup dinyatakan dengan hasil foto radiologi
tidak diperlukan dalam pembedahan.

50
51
3. Sign Out
Sign out adalah tahap akhir dari prosedur keselamatan pembedahan, yang dilakukan saat
sebelum penutupan luka sayatan operasi atau sesegera mungkin setelah penutupan luka saat
pasien belum dikeluarkan dari Ruang Operasi. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
 Perawat secara lisan menyatakan kepada tim bedah tentang prosedur pembedahan
yang telah dilakukan.
 Penghitungan jumlah alat, kassa, jarum, yang dilakukan oleh perawat instrumen
dibantu oleh perawat sirkuler. Pastikan jumlah sesuai dan sudah dikeluarkan dari
tubuh pasien sebelum luka ditutup. Ahli bedah melihat lapangan operasi dan
memastikan alat dan benda sudah keluar semua sebelum penutupan luka, dan
memberikan waktu yang cukup untuk perawat instrument melakukan penghitungan.
Apabila hasil tidak sesuai dengan jumlah sebelum operasi, maka perlu penghitungan
ulang dan pencarian ulang kalau diarasa perlu maka diperlukan pemeriksaan
radiologi.
 Pemberian etiket pada spesimen. Perawat sirkuler memastikan pemberian etiket
benar pada semua bahan pemeriksaan patologis dengan menyebut nama, tanda yang
diberikan dan nama bahan spesimen.
 Perawat mengidentifikasi adanya masalah pada alat agar tetap berfungsi dengan
baik dan mencegah alat di daur ulangkembali keruangan.
 Ahli Bedah ahli Anestesi, Perawat mengkaji dan mendiskusikan pemulihan poasca
operasi dan rencana pengelolaan perawatan selanjutnya yang berfokus khusus pada
fase intraoperatif atau masalah anestesi yang mempengaruhi pasien.

51
52
BAB IV

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI
Dokumentasi dan pencatatan dilakukan setiap tahap:
1. Menggunakan Surgical Safety Checklist, sesuai standart WHO
2. Melakukan pengkajian sebelum (pre), selama (intra), dan setelah (post) operasi setelah
tindakan pembedahan

Contoh cheklis ada di Lampiran. Dokumentasi ini harus dijalankan oleh Tim Bedah, dicatat
dan disimpan dengan lembar dokumentasi pasien yang lain, masuk dalam catatan Rekam
Medis

52
53
PELAYANAN BEDAH
DI RS HARAPAN JAYAKARTA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


04/SKP/RSHJ/V/2016 0 53/1
RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA

Tanggal Terbit Ditetapkan


Prosedur Direktur
Operasional 27 Mei 2016

Keperawatan dr. Suhermi yenti

Pengertian Suatu tindakan yang dilakukan dalam persiapan pasien sebelum operasi untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
Tujuan Tidak terjadi kesalahan dalam tindakan pembedahan pada pasien dengan
tindakan operasi

Kebijakan 1. Persiapan pasien pre operasi harus lengkap


2. Lokasi operasi diberi tanda
3. Prosedur tindakan yang akan dilakukan sudah ditentukan
4. Dilakukan verifikasi pasien sebelum operasi
5. Memastikan ketersediaan implant maupun alat yang akan digunakan

Prosedur 1. Perawat bangsal melakukan persiapan pasien rencana operasi ( pasien di


puasakan, premedikasi, mencukur rambut, lavement, persiapan darah, dll)
2. Dokter operator memberikan penandaan pada lokasi operasi bersama dengan
pasien dengan menggunakan spidol permanen, bisa dilakukan di bangsal
perawatan atau di ruang operasi. ( pada pasien yang diperlukan penandaan
lokasi operasi)
3. Perawat ruang operasi memanggil pasien rencana operasi untuk diantar ke
ruang operasi.
4. Perawat ruang operasi melakukan verifikasi pasien pre operasi (sign in)
dengan menggunakan formulir checklist keselamatan pasien.
5. Perawat ruang operasi melakukan verifikasi pasien saat serah terima pasien
preoperasi dengan perawat bangsal(saat pasien masuk ruang operasi)
6. Perawat ruang operasi dan dokter operator melakukan verifikasi tentang
kepastian lokasi operasi, kepastian prosedur, dan ketepatan pasien, rencana
pembiusan.
7. Perawat runag operasi memastikan dokumen pasien yang diperlukan untuk
persiapan operasi( gambar rontgen, USG dll)
8. Perawat ruang operasi dan dokter operator memastikan ketersediaan alat dan
implan yang akan digunakan untuk operasi
9. Perawat ruang operasi melakukan pengecekan terakhir (time out) sebelum
pembedahan dilakukan ( saat pasien masuk kamar operasi/dimeja operasi),

53
54
memastikan kembali tentang lokasi operasi, prosedur dan ketepatan pasien.
10. Perawat kamar operasi mengamati dan melakukan pencatatan kejadian
selama operasi, setelah selesai pembedahan (sebelum menutup luka
pembedahan), kelengkapan alat(instrumen , kasa, jarum) pelabelan jaringan
atau cairan tubuh yang diambil.
11. Perawat ruang operasi melakukan pemantauan pasien di ruang pemulihan(
tanda-tanda vital, posisi pasien, kesadaran, resiko paska operasi)
12. Perawat ruang operasi melakukan serah terima dengan perawat bangsal
tentang pasien( tanda-tanda vital, kesadaran , posisi pasien, jaringan pasien,
terapi paska operasi)

Unit Terkait 1. Rawat jalan


2. Rawat inap
3. Operator
4. Anastesi
5. Perawat Ruang operasi

54
55
PENANDAAN LOKASI PRA PEMBEDAHAN DI KAMAR
OPERASI
No. Dokumen No. Revisi Halaman

04/SKP/RSHJ/V/2016 0 55 / 2
RUMAH SAKIT
HARAPAN JAYAKARTA

Ditetapkan
Tanggal Terbit
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 27 Mei 2016
dr. Suhermi yenti

Pengertian Prosedur penandaan lokasi dilakukannya operasi pada


pasien untuk semua kasus termasuk insisi, multipel struktur,
dan multipel level oleh operator yang akan melakukan
tindakan

Tujuan 1. Untuk memastikan tepat lokasi bagian tubuh pasien yang


akan dioperasi
2. Pasien dan atau keluarga memahami lokasi bagian tubuh
yang akan dioperasi

Kebijakan 1. Semua tindakan kedokteran operatif harus sepengetahuan


pasien dan atau keluarga terhadap bagian tubuh yang
akan dilakukan operasi
2. Penandaan lokasi operasi dilakukan oleh operator yang
akan melakukan tindakan

Prosedur 1. Ucapkan salam, “Assalamualaikum, selamat


pagi/siang/sore Bapak/Ibu”, perkenalkan diri, “Saya..
(nama)”, jelaskan profesi/unit kerja.
2. Jelaskan tugas yang akan dilakukan
3. Pastikan identitas pasien pada gelang pasien, tanyakan
nama, tempat tanggal lahir, no RM
4. Jelaskan materi tentang penandaan lokasi operasi pada

55
56
pasien dan atau keluarga pasien
5. Berikan tanda lokasi operasi dengan tanda yang tidak
mudah luntur dan mudah dikenali dengan melibatkan
pasien saat dilakukan penandaan lokasi operasi tersebut
6. Lakukan verifikasi pada pasien dan atau keluarga bahwa
mereka telah memahami dan mengetahui lokasi yang akan
dilakukan operasi
7. Ucapkan terimakasih, dan semoga semuanya dapat
berjalan dengan baik.

Unit kerja
1. Perawat OK
Terkait 2. Dokter

56
57
PROSEDUR CUCI TANGAN
No. Dokumen No. Revisi Jumlah Halaman

RUMAH SAKIT
HARAPAN 05/SKP/RSHJ/V/2016 0
JAYAKARTA

STANDAR Ditetapkan,
PROSEDUR Direktur Rumah Sakit Harapan Jayakarta
Tanggal Ditetapkan
OPERASIONAL
27 Mei 2016
Dr.Suhermi Yenti

1. Pengertian Kebersihan Tangan adalah proses pembersihan kotoran dan


mikroorganisme pada tangan yang didapat melalui kontak dengan pasien,
petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungan (flora transien) dengan
menggunakan sabun/antiseptik di bawah air mengalir atau menggunakan
hand rub berbasis alkohol.
1. Pembersihan Tangan dengan cairan Antiseptik (Handrub)
adalah mencuci tangan dengan menggunakan cairan antiseptik
yang berbahan dasar alkohol gel di seluruh permukaan tangan
untuk meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme tanpa
menggunakan air atau handuk (pada tangan yang bersih)
2. Pembersihan tangan dengan sabun
Antiseptik/Cairan/Larutan dan Air Mengalir (Handwash)
adalah mencuci tangan dengan air mengalir dengan
menggunakan sabun/cairan antiseptik yang bertujuan
membersihkan tangan dari transien mikroorganisme di tangan
(pada tangan yang kotor)
3. Pembersihan Tangan Bedah (Surgical Handwash)pada
tindakan operasi adalah :
a. Proses menghilangkan atau menghancurkan
mikroorganisme transien dan mikroorganisme yang
tinggal di lapisan kulit yang lebih dalam serta di dalam
foliket rambut yang tidak dapat dihilangkan seluruhnya
(flora residen)
b. Membersihkan tangan dengan menggunakan sikat dan
sabun di bawah air mengalir dengan prosedur tertentu agar
tangan dan lengan bagian bawah bebas dari
mikroorganisme.

2. Tujuan 1. Mengetahui data dasar infeksi rumah sakit.


2. Pemantauan masalah dan pola infeksi.

57
58
3. Kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa
(outbreak) dan cara penaggulannya.
4. Mendapatkan informasi epidemiologi sebagai dasar tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi untuk menurunkan
insiden dan risiko.
3. Kebijakan 1. Prosedur pembersihan tangan dengan antiseptikharus dilakukan oleh
semua petugas kesehatan, keluarga, pengunjung yang berhubungan
langsung dengan pasien atau lingkungan pasien.
2. Prosedur pembersihan tangan dengan antiseptik dilakukan sebelum
kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, sesudah
terpajan dengan cairan tubuh pasien yang berisiko, sesudah kontak
dengan pasien dan sesudah kontak dengan area sekitar pasien.
3. Setiap ruangan harus tersedia fasilitas :
a. Wastafel dengan air yang mengalir dengan kran bergagang
panjang
b. Sabun atau cairan antiseptik mengandung chlorhexidine 2% dan
4% untuk pembersihan tangan operasi.
c. Cairan Handrub.
d. Pengering tangan (tissue/paper, towel/handuk satu kali pakai)
e. Gambar Prosedur pembersihan tangan terlihat di semua fasilitas.

4. Prosedur A. Pembersihan Tangan dengan sabun dan air (Handwash)


Langkah –langkah :
1. Buka perhiasan yang digunakan, basahi tangan dengan air mengalir
2. Tuangkan sabun ke telapak tangan 3-5 cc.
3. Ratakan dengan kedua telapak tangan.
4. Gosok punggung dan sela-sela jari-jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya.
5. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
6. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci dan saling
digosokkan.
7. Gosok ibu jari kiri dengan gerakan berputar dalam genggaman tangan
kanan dan dilakukan sebaliknya.
8. Gosok telapak tangan kiri dengan memutar ujung jari-jari kanan dan
sebaliknya.
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10. Keringkan kedua tangan dengan tissue sekali pakai.
11. Gunakan bekas tissue tersebut untuk menutup kran air.
12. Sekarang tangan sudah aman (Prosedur dilakukan 40-60 detik)

B. Pembersihan Tangan dengan Cairan Antiseptik (Handrub)


Langkah –langkah :
1. Tuangkan larutan antiseptik berbasis alkohol ke telapak tangan
sebanyak 3-5 cc.
2. Gosok kedua telapak tangan hingga merata.
3. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya.
4. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
5. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling
digosokkan.

58
59
6. Gosok ibu jari kiri dengan gerakan berputar dalam genggaman
tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
7. Gosok telapak tangan kiri dengan memutar ujung jari-jari kanan dan
sebaliknya.
8. Sekarang tangan anda sudah aman (Prosedur dilakukan 20-30 detik)

5 SAAT MELAKUKAN PRAKTEK KEBERSIHAN TANGAN


1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum tindakan aseptis.
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien berisiko.
4. Setelah kontak dengan pasien.
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.

5. Unit Terkait 1. Seluruh Unit kerja


2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Rawat Inap
4. Instalasi Gawat Darurat
5. Instalasi Farmasi
6. Instalasi Gizi
7. Unit Laundry

59
60
LIMA SAAT CUCI TANGAN
Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
05/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/3
RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA

Tanggal Terbit : Ditetapkan Oleh


Direktur RS Harapan Jayakarta
PROSEDUR TETAP

Dr. Suhermi yenti


Pengertian Saat / waktu dimana petugas harus melakukan cuci tangan untuk
mencegah penyebaran infeksi yang ditularkan melalui tangan, bisa
dalam bentuk proses Hand Rub dan Hand Wash dengan jenis sabun,
durasi dan ketentuan kondisi penggunaanya sesuai ketentuan WHO

Tujuan  Untuk menghilangkan kotoran dan debris yang melekat pada


tangan.
 Untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit
dan mikroorganisme permanen yang tinggal di dalam lapisan
terdalam kulit, baik yang diperoleh dari kontak dengan pasien
maupun lingkungan.
 Untuk memberikan pelayanan yang higienis kepada pasien.
 Untuk mengurangi infeksi nosokomial dalam proses melayani
pasien.
 Untuk meningkatkan pelayanan yang berbasis keselamatan
pasien

Kebijakan
Prosedur Saat Sebelum Kontak dengan Pasien
1. Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung sebelum kontak
dengan pasien harus melakukan Hand rub lebih dahulu.
Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung melakukan SPO Pelaksanaan
Hand Hygiene bagian Hand Rub dengan antiseptik cair beralkohol
dengan durasi 20 – 30 detik
2. Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung masuk ke ruang
rawatan dengan memperkenalkan nama, profesi, dan unit

60
63
61
62
61
64
61
kerja.
3. Petugas /Keluarga pasien/Pengunjung melakukan kontak
dengan pasien.
4. Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung mengucapkan salam
sambil keluar dari ruang rawat pasien.

Saat Sesudah Kontak dengan Pasien


1. Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung sesudah kontak
dengan pasien harus melakukan Hand rub.
2. Petugas /Keluarga pasien/Pengunjung melakukan SPO
Pelaksanaan Hand Hygiene bagian Hand rub dengan
antiseptik cair beralkohol dengan durasi 20 – 30 detik.

Saat setelah memegang alat-alat di lingkungan pasien.


1. Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung setelah memegang
alat-alat yang berada di lingkungan pasien harus melakukan
Hand rub.
2. Petugas /Keluarga pasien/Pengunjung melakukan SPO
Pelaksanaan Hand Hygiene bagian Hand rub dengan
antiseptik cair beralkohol dengan durasi 20 – 30 detik.

Saat sesudah melakukan tindakan aseptik.


1. Petugas sesudah melakukan tindakan aseptik terhadap
pasien harus melakukan Hand wash.
2. Petugas melakukan SPO Pelaksanaan Hand Hygiene bagian
Hand Wash dengan sabun cair beralkohol beserta air
dengan durasi 40 - 60 detik

Saat sesudah terpapar dengan cairan tubuh pasien.


1. Petugas sesudah terpapar dengan cairan tubuh pasien harus
melakukan Hand wash.
2. Petugas melakukan Pelaksanaan Hand Hygiene bagian
Hand wash dengan sabun cair beralkohol beserta air dengan
durasi 40 – 60 detik
61
Unit terkait Hand Rub dilakukan oleh :
 SeluruhPetugas
 Keluarga Pasien
 Pengunjung
Hand Wash dilakukan oleh :
 Seluruh Petugas

62
63
KESELAMATAN PASIEN DI RS HARAPAN JAYAKARTA

1. LATAR BELAKANG
Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit atau yang lebih terkenal dengan istilah
Patient Safety adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien menjadi
lebih aman. Komponen-komponen yang termasuk di dalamnya adalah pengkajian risiko,
identifikasi dan pengelolan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisa
insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya yang aman melalui suatu system yang dapat mencegah terjadinya
kejadian yang tidak diharapkan atau KTD.
Kesadaran akan hal tersebutlah yang mendasari pelaksanaan program patient safety.
Dalam upaya mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan pada pasien yang dirawat
perlu ditumbuh kembangkan kepemimpinan dan budaya rumah sakit yang mencakup
keselamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan. Dalam sarana pelayanan kesehatan
rumah sakit dalam hal ini, terdapat berbagai pasien dengan berbagai keadaan dan berbagai
macam kasus penyakit. Tiap-tiap pasien adalah suatu pribadi yang unik dengan berbagai
kelainan dan kekhasan masing-masing.
Dalam hal kasus penyakit terdapat juga berbagai macam kondisi pasien yang akan
berpengaruh terhadap cara pemberian pelayanan dan perawatan yang diberikan karena
kondisi pasien yang sarat risiko. Salah satu risiko yang mungkin timbul adalah pasien jatuh
(fall). Untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya pasien jatuh dengan atau tanpa cidera,
perlu dilakukan pengkajian di awal maupun kemudian pengkajian ulang secara berkala
mengenai risiko pasien jatuh, termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal
pemberian obat serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah di
identifikasikan tersebut. Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien
mulai mendaftar, yaitu dengan menggunakan skala jatuh. Tim Patient Safety atau Tim
Keselamatan Pasien yang dibentuk oleh RS. Madinah Kasembon telah menetapkan Morse
Fall Scale (MFS) sebagai instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien dewasa
yang berisiko jatuh. Penilaian pasien anak menggunakan Scoring Humty Dumpty dan pada
pasien Geriatric menggunakan Ontario Modified Stratify-Sidney Scoring.

63
64
PANDUAN RESIKO JATUH

Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab seluruh petugas di rumah sakit.


Dalam rangka menurunkan risiko cedera akibat jatuh pada pasien, petugas akan
menilai dan melakukan penilaian ulang terhadap kategori risiko jatuh pasien, serta
bekerjasama dalam memberikan intervensi pencegahan jatuh sesuai prosedur.

II. Pengertian

Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seseorang mengalami jatuh dengan atu tanpa
disaksikan oleh orang lain, tidak disengaja/ tidak direncanakan, dengan arah jatuh ke
lantai, dengan atau tanpamencederai dirinya. Penyebab jatuh dapat meliputi faktor
fisiologis (pingsan) atau lingkungan (lantai yang licin).
Risiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang umumnya disebabkan oleh
faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat cidera.
Faktor risiko jatuh dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori:
1. Intrinsik: berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi psikologis
2. Ekstrinsik: berhubungan dengan lingkungan
Selain itu, faktor risiko juga dapat dikelompokkan menjadi kategori dapat
diperkirakan (anticipated) dan tidak dapat diperkirakan (unanticipated). Faktor risiko
yang dapat diperkirakan merupakan hal-hal yang diperkirakan dapat terjadi sebelum
pasien jatuh.

2. TUJUAN
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan
fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat
dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

64
65
Intrinsik (berhubungan dengan kondisi Ekstrinsik (berhubungan dengan
pasien) lingkungan)
Dapat 1. Riwayat jatuh sebelumnya - Lantai basah/silau, ruang berantakan,
diperkirakan 2. Inkontinensia pencahayaan kurang, kabel longgar/lepas
3. Gangguan kognitif/psikologis - Alas kaki tidak pas
4. Gangguan keseimbangan/mobilitas - Dudukan toilet yang rendah
5. Usia > 65 tahun - Kursi atau tempat tidur beroda
6. Osteoporosis - Rawat inap berkepanjangan
7. Status kesehatan yang buruk - Peralatan yang tidak aman
8. Gangguan moskuloskeletal - Peralatan rusak
- Tempat tidur ditinggalkan dalam posisi
tinggi

Tidak dapat  Kejang  Reaksi individu terhadap obat-obatan


diperkirakan  Aritmia jantung
 Stroke atau Serangan Iskemik Sementara
(Transient Ischaemic Attack-TIA)
 Pingsan
 ‘Serangan jatuh’ (Drop Attack)
 Penyakit kronis

3. ELEMEN PENILAIAN
Penilaian keselamatan yang dipakai Indonesia saat ini dilakukan dengan
menggunakan instrument Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkanoleh KARS. Departemen
Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (PatientSafety) edisi kedua pada tahun 2008 yang
terdiri dari dari 7 standar, yakni:
1. Hak pasien
2. Mendididik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambunganpelayanan
4. Penggunaan metoda metoda peningkatankinerja untuk melakukan evaluasi
danprogram peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalammeningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatanpasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf
Untuk mencapai ke tujuh standar diatas Panduan Nasional tersebut menganjurkan
“Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari”:
1. Bangun kesadaran akan nilaikeselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko

65
66
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

4. RUANG LINGKUP
A. Ruang Lingkup Lokasi
1. Poli pelayanan rawat jalan
2. Unit Gawat darurat
3. Ruang rawat Inap
4. Kamar Operasi
5. Instansi Radiologi
B. Ruang Lingkup Usia
1. Anak-anak dari usia 0-13 tahun
2. Dewasa dari rentang usia >13-65 tahun
3. Geriatri dari usia >65 tahun

5. TATALAKSANA
Prinsip pencegahan injury termasuk pendidikan mengenai hal-hal yang
membahayakan keamanan dan strategi pencegahan, pengontrolan lingkungan dan mesin-
mesin (keamanan aktif atau pasif dikemudian hari yang mungkin mencegah injury dari
produk atau alat yang digunakan), dan penguatan pada pengaturan diantara peralatan,
pengaman, tenaga kerja dan sebagainya.
Keamanan aktif termasuk pemberian pengaturan pada tingkah laku seseorang yang
dapat menguntungkannya. Keamanan pasif atau automatik termasuk pengaturan yang
menggunakan mesin dan peralatan dan tidak membutuhkan tingkah laku seseorang yang
spesifik untuk menjadi aktif. Kantung udara, pengaman tempat tidur adalah contoh dari
keamanan pasif. Keamanan pasif adalah lebih menguntungkan dari pada keamanan aktif
dalam pengerjaannya,
karena tidak membutuhkan penjelasan atau pendidikan kepada klien atau individu
tersebut.Salah
satu risiko keamanan pasien selama berada dalam pelayanan di rumah sakit adalah
kemungkinan pasien jatuh (fall).

66
67
Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar,
yaitu dengan menggunakan skala jatuh. Tim Patient Safety atau Tim Keselamatan Pasien
yang dibentuk oleh RS. Harapan Jayakarta telah menetapkan Morse Fall Scale (MFS) sebagai
instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien dewasa yang berisiko jatuh,
penilaian pasien anak menggunakan Scoring Humty jatuh.Dengan menghitungskor MFS pada
pasien dapat ditentukanrisiko jatuh dari pasien tersebut, sehinggadengan demikian dapat
diupayakanpencegahan Dumpty dan pada pasien Geriatric menggunakan Ontario Modified
Stratify-Sidney Scoring.

Morse Fall Scale (MFS)


Merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang
berisiko jatuh yang perlu dilakukan. Dengan menghitung skor MFS pada pasien dapat
ditentukan risiko jatuh dari pasien tersebut, sehingga dengan demikian dapat di upayakan
pencegahan jatuh yang perlu dilakukan.

Instrumen Morse Fall Scale / Skala Jatuh Morse:

Parameter Status / keadaan Skor

Riwayat jatuh (baru-baru ini Tidak pernah


atau dalam 3 bulan terakhir
Pernah
Penyakit penyerta (Diagnosis Ada
Sekunder)
Tidak ada
Alat bantu Jalan Tanpa alat bantu,
tidak dapat jalan,
kursi roda
Tongkat
penyangga
(crutch), walker
Kursi 30

Pemakaian infuse intravena / Ya


Heparin Tidak

67
68
Cara berjalan Normal
dapat berjalan
Lemah
Terganggu
Status mental Menyadari
kelemahannya

Tidak menyadari
Kelemahannya

Tingkat risiko Skor Tindakan


Morse

Risiko rendah 0 – 24 Tidak ada


tindakan
Risiko sedang 25 – 44 Pencegahan
Jatuh
Standar
Risiko tinggi ≥ 45 Pencegahan
Jatuh Risiko Tinggi

SKALA RESIKO JATUH HUMPTY DUMPTY UNTUK PEDIATRI

Parameter Kriteria Nilai Skor


Usia  <3 tahun 4
 3-7 tahun 3
 7-13 tahun 2
 ≥13 tahun 1

Jenis Kelamin  Laki-laki 2


 Perempuan 1

68
69
Diagnosa  Diagnosis Neurologi 4
 Perubahan Oksigenasi (diagnosis
respiratorik, dehidrasi, anemia,
3
anoreksia, synkope, pusing dsb)
 Gangguan perilaku/ psikiatri 2
 Diagnose lainnya 1

Gangguan Kognitif  Tidak menyadari keterbatasan 3


dirinya
 Lupa akan adanya keterbatasan 2

 Orientasi baik terhadap diri sendiri


1

Faktor Lingkungan  Riwayat jatuh/ bayi diletakkan di 4


tempat tidur dewasa
 Pasien menggunakan alat bantu/ bayi
3
diletakkan dalam tempat tidur bayi/
perabot rumah
2
 Pasien diletakkan di tempat tidur
 Area diluar rumah sakit
1

69
70
Respon terhadap:

1. Pembedahan  Dalam 24 jam 3


2
/sedasi  Dalam 48 jam
/Anastesia  >48 jam atau tidak menjalani 1
pembedahan

2. Penggunaan
 Penggunaan multipel: sedative,
medikamentosa 3
hynosis, barbiturate, 2
phenothyasin, anti depresan,
1
pencahar, diuretic, Narkose
 Penggunaan salahsatu obat diatas
 Penggunaan medikasi lainnya/ tidak
ada medikasi

Skor asesmen resiko jatuh : (Skor minimum 7, Skor maksimum 23)


 Skor 7-11 : Resiko rendah
 Skor ≥12 : Resiko tinggi

ONTARIO MODIFIED STRATIFY-SIDNEY SCORING PADA PASIEN GERIATRI

Parameter Skrining Jawaban Keterangan Skor


Nilai
Riwayat jatuh Apakah pasien datang ke rumah sakit Ya/ tidak Salah satu
karena jatuh? jawaban ya = 6

Jika tidak, apakah pasien mengalami Ya/ tidak


jatuh dalam 2 bulan terakhir ini?

70
Status mental Apakah delirium? (tidak dapat Ya/ tidak Salah satu
membuat keputusan, pola pikir tidak jawaban ya =
terorganisir, gangguan daya ingat) 14

Apakah pasien disorientasi? (salah Ya/ tidak


menyebutkan waktu, tempat, orang)

Apakah pasien mengalami agitasi? Ya/ tidak


(ketakutan, gelisah dan cemas)

Penglihatan Apakah pasien memakai kacamata? Ya/ tidak Salah satu


jawaban ya = 1

Apakah pasien mengeluh adanya Ya/ tidak


penglihatan buram?

Apakah pasien mempunyai Ya/ tidak


glaukoma, katarak atau degenerasi
makula?

Kebiasaan Apakah terdapat perubahan perilaku Ya/ tidak Ya = 2


berkemih berkemih?
(frekuensi,urgensi,inkontinensia,nokt
uria)

71

71
Transfer (dari Mandiri (boleh menggunakan alat 0 Jumlahkan nilai
tempat tidur ke bantu jalan) transfer dan
kursi dan mobilitas
kembali ke
tempat tidur) Jika nilai total

Memerlukan sedikit bantuan (1 1 0-3, maka skor


orang) /dalam pengawasan =0

Jika nilai total


Memerlukan bantuan yang nyata 2
(2orang) 4-6, maka skor
=7

Tidak dapat duduk dengan seimbang, 3


perlu bantuan total
Mobilitas Mandiri (boleh menggunakan alat 0
bantu jalan

Berjalan dengan bantuan 1 orang 1


(verbal/ fisik)

Menggunakan kursi roda 2

Imobilisasi 3

Total skor

Keterangan skor :
0-5 = Resiko Rendah
6-16 = Resiko Sedang
17-30 = Resiko Tinggi

72
72
 TINGKATAN RESIKO JATUH

Tingkatan risiko jatuh terbagi menjadi risiko tinggi, sedang dan rendah. Untuk pasien
dengan risiko jatuh yang tinggi pada tempat tidur pasien dipasang kode atau lambang berupa
gambar orang yang akan jatuh dengan latar warna merah, sedangkan risiko sedang berlatar
warna kuning. Kode jatuh ini harus menempel pada tempat tidur pasien dan mudah terlihat
oleh petugas. Kode berupa gambar orang yang akan jatuh tersebut dipasang menempel pada
tempat tidur dengan maksud agar bila pasien pindah maka kode akan terbawa bersama
pasien. Apabila pasien jatuh maka petugas harus dapat segera melakukan penanganan pasien
jatuh sesuai dengan SPO yang ada. Buat pelaporan mengenai pasien jatuh ke Tim Patient
Safety. Dari laporan insiden ini nantinya akan digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk
memperbaiki sistem sehingga dapat mengurangi atau menekan angka KTD karena jatuh.

73
73
RESIKO JATUH TINGGI
Pengkajian tersebut dilakukan oleh perawat dan kemudian dapat dijadikan dasar
pemberian rekomendasi kepada dokter untuk tatalaksana lebih lanjut.
Perawat memasang gelang resiko berwarna kuning di pergelangan tangan pasien dan
mengedukasi pasien dan atau keluarga tentang maksud pemasangan gelang tersebut.
Hal- hal umum yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam ruang lingkup pelayanan di
rumah sakit pada pasien dengan resiko jatuh :
1. Faktor lingkungan
Perawat senantiasa memperhatikan risiko pasien jatuh diantaranya: lantai yang licin,
penerangan yang kurang, tidak ada pegangan atau tumpuan, adanya tangga disetiap
perbatasan ruangan, adanya furniture diruangan yang memungkinkan ruang gerak
pasien terbatas, alas kaki klien yang licin, tempat tidur yang disertai dengan
pengaman ( hek atau side rail ). Antisipasi faktor-faktor lingkungan dilakukan dengan
mengadakan ronde lingkungan di tiap-tiap bagian. Dengan ronde lingkungan akan
ditemukan hal-hal yang mungkin akan menjadi risiko untuk terjadinya jatuh. Bila
ditemukan maka perlu dilakukan penanganan segera atau diberitanda (merah/kuning)
agar dapat terlihat oleh pasien, keluarga maupun petugas sehingga akan lebih hati-
hati. Tindakan keperawatan yang perawat ruangan lakukan di RS Harapan Jayakarta
dalam melaksanakan ronde lingkungan adalah :
74

74
 Selalu meninggalkan tempat tidur dengan posisi horizontal terendah (untuk
tempat tidur dengan ketinggian yang bisa diubah-ubah) ketika perawat sudah
selesai memberikan asuhan.
 Memasang penghalang tempat tidurdan memeriksa keamanannya.
 Memeriksa dan menyesuaikan obyek – obyek yang menonjol seperti roda
tempat tidur.
 Membersihkan dan memindahkan alat-alat yang tidak dibutuhkan lagi.
 Menganjurkan untuk menggunakan pegangan sepanjang dinding koridor pada
saat berjalan.
 Mengobservasi pasien ambulasi dengan baik akan adanya tanda-tanda
kelemahan atau gaya berjalan yang tidak stabil.
 Memastikan bahwa ada cukup cahaya,terutama di waktu senja dan malam hari.
2. Faktor pasien
Faktor pasien yang menjadi perhatian perawat ruangan di RS Harapan Jayakarta antara
lain: obat yang digunakan pasien (multi pharmacy), penglihatan, perubahan status mental
atau perilaku pasien, kekurangan cairan dan elektrolit, kelemahan fisikatau anggota gerak,
riwayat atau penyakit yang sedang diderita dan lainnya. Untuk mengantisipasi dan
mencegah terjadinya pasien jatuh “dengan atau tanpa cidera” perlu dilakukan pengkajian
di awal maupun kemudian pengkajian ulang secara berkala mengenai risiko pasien jatuh,
termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat serta
mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah diidentifikasikan tersebut.
Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar, yaitu
dengan menggunakan skala jatuh. Resiko jatuh dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya :
 Salah memperkirakan jarak daritempat tidur ke lantai.
 Merasa lemah atau pusing pada saatmencoba untuk bangun.
 Merubah posisi terlalu cepat dankehilangan keseimbangan ketikamencoba untuk
bangun dari kursi. Hal ini umum terjadi khususnya pada pasien lanjut usia.
 Tidak mengenal lingkungan sekelilingnya.
 Meminum obat yang membuat kesadaran mereka terhadap lingkungan berkurang.
 Berada di tempat gelap.
 Gangguan status mental (misalnya:Bingung atau disorientasi)
 Gangguan mobilitas (misalnya: gangguan berjalan, kelemahan fisik, menurunnya
mobilitas tungkai bawah,gangguan keseimbangan)
75
75
 Riwayat jatuh sebelumnya
 Obat-obatan (sedatif dan penenang,obat-obatan yang berlebihan)
 Berkebutuhan khusus dalam haltoileting (memerlukan bantuan untukbuang air,
mengalami inkontinensia,diare dan tidak dapat menahan keinginan buang air)
 Usia lanjut.

Antisipasi dari faktor pasien adalah melibatkan keluarga / penunggu pasiendalam


pencegahan jatuh ini, mengajak untuk terlibat dan berperan aktif. Mengajarkan hal -hal atau
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah pasien jatuh, misalnya tidak meninggalkan
pasien sendiri,
menutup pengaman tempat tidur dan anjurkan keluarga untuk memberitahukan perawat bila
akan
meninggalkan pasien. Segala upaya pencegahan jatuh telah perawat lakukan dalam upaya
meminimalkan dan tidak terjadinya pasien jatuh.

3. Penerapan SPO oleh perawat


Perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar dirumah sakit
(sebesar 40 – 60%) dan pelayanan keperawatan yang diberikan merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, memiliki peran kunci dalam mewujudkan
keselamatanpasien. Dengan latar belakang pendidikan Diploma III Keperawatan dan S1
Keperawatan, perawat ruangan sudah dapat menerapkan dengan baik dalam melaksanakan
Standar Prosedur Operasional: Identifikasi Risiko Pasien Jatuh.
Dengan Menggunakan Skala Jatuh Morse, hal ini diketahui bahwa perawat langsung
akan
menilai pasien baru diruangan dengan menggunakan skala jatuh Morse dan setelah
diperoleh nilainya maka akan memasang kode jatuh tersebut. Perawat di ruangan sudah
memahami tanggung jawab dalam hal : Memberikan informasi pada pasien dan keluarga
tentang kemungkinan kemungkinan resiko :
 Melaporkan kejadian-kejadian takdiharapkan (KTD) kepada yang berwenang
 Berperang Aktif dalam melakukan pengkajian terhadap keamanan dan kualitas
atau mutu pelayanan
 Meningkatkan komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan professional
lainnya
 Mengusulkan peningkatan kemampuan staf yang cukup
76
76
 Membantu pengukuran terhadap peningkatan patient safety
 Meningkatkan standar baku untuk program pengendalian infeksi
(infectioncontrol)
 Mengusulkan SOP dan protocol pengobatan yang dapat memimalisasi kejadian
error
 Berhubungan dengan badan-badan profesional yang mewakili para dokter ahli
farmasi dan lain-lain
 Meningkatkan cara pengemasan dan pelabelan obat
 Berkolaborasi dengan system pelaporan nasional untuk mencatat, menganalisa
dan mempelajari kejadian-kejadian tak diharapkan (KTD)
 Mengembangkan mekanisme peningkatan kesadaran, sebagai contoh untuk
pelaksanaan akreditasi
 Karakteristik dari pemberi pelayanankesehatan menjadi tolok ukur terhadap
excellence dalam patient safety
Dalam buku "Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of
Care" disebutkan upaya-upaya untuk mengurangi terjadinya kejadian pasien terjatuh di
rumah sakit, yaitu:
 Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya.
 Menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat.
 Posisikan alat bantu panggil darurat dalam jangkauan.
 Posisikan barang-barang pribadi dalam jangkauan pasien.
 Menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi, kamar dan lorong.
 Posisikan sandaran tempat tidur rumah sakit di posisi rendah ketika pasien sedang
beristirahat, dan posisikan sandaran tempat tidur yang nyaman ketika pasien tidak
tidur.
 Posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat berada di bangsal rumah sakit.
 Menjaga roda kursi roda di posisi terkunci ketika stasioner.
 Gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada pasien.
 Gunakan lampu malam hari atau pencahayaan tambahan.
 Kondisikan permukaan lantai bersih dan kering. Bersihkan semua tumpahan.
 Kondisikan daerah perawatan pasien rapi.
 Ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada saat akan ke tempat tidur
dan meninggalkan tempat tidur.

77
77
 Tujuan Pencegahan Jatuh
Sebagai suatu proses untuk mencegah kejadian jatuh pada pasien, dengan cara:
1. Mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi jatuh dengan menggunakan
“Asesmen Risiko Jatuh”.
2. Melakukan asesmen ulang pada semua pasien(setiap hari)
3. Melakukan asesmen yang berkesinambungan terhadap pasien yang berisiko jatuh
dengan menggunakan “Asesmen Risiko Jatuh Harian”
4. Menetapkan standar pencegahan dan penanganan risiko jatuh secara komprehensif

 Ruang Lingkup
Risiko pasien jatuh terutama dapat terjadi pada pasien yang dirawat di ruangan:
- IRNA
- ICU
- dll
Semua petugas yang bekerja di rumah sakit harus memahami bahwa semua pasien
yang dirawat inap memiliki risiko untuk jatuh, dan semua petugas tersebut memiliki
peran untuk mencegah pasien jatuh

 Tatalaksana
a. Petugas penanggung jawab:
- Perawat Primer
b. Perangkat kerja
- Status Rekam Medis Pasien
- Tanda risiko pasien jatuh (gelang kuning)
- Formulir pengkajian risiko pasien jatuh
- Formulir dokumentasi informasi risiko pasien jatuh
- Formulir catatan kegiatan perawat tentang asesmen dan intervensi risiko jatuh
c. Tatalaksana

1. Asesmen awal / skrining


a. Perawat akan melakukan penilaian dengan Asesmen Risiko Jatuh Morse
Fall Scale dalam waktu 4 jam dari pasien masuk RS dan mencatat hasil
asesmen dan langsung dilakukakan ttalaksana risiko jatuh

78 78
2. Asesmen ulang
a. Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang risiko jatuh setiap: saat transfer
ke unit lain, adanya perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh pada
pasien.
b. Penilaian menggunakan Asesmen Risiko Jatuh Morse Fall Scaledan
Rencana Keperawatan Interdisiplin akan diperbaharui/dimodifikasi sesuai
dengan hasil asesmen.
3. Perawat Primeryang bertugas akan mengidentifikasi dan menerapkan
“Prosedur Pencegahan Jatuh”, berdasarkan pada:
a. Kategori risiko jatuh (rendah, sedang, tinggi)
b.Kebutuhan dan keterbatasan per-pasien
c. Riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman (safety
devices)
d.Asesmen Klinis Harian
4. “Prosedur Pencegahan Jatuh” pada pasien yang berisiko rendah, sedang, atau
tinggi harus diimplementasikan dan penggunaan peralatan yang sesuai harus
optimal.
5. Intervensi pencegahan jatuh
a. Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori):
1) Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
2) Posisikan tempat tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua sisi
pegangan tempat tidur tepasang dengan baik
3) Ruangan rapi
4) Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam,
tombol panggilan, air minum, kacamata)
5) Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
6) Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
7) Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan
bersih dan berfungsi)
8) Pantau efek obat-obatan
9) Anjuran ke kamar mandi secara rutin
10) Sediakan dukungan emosional dan psikologis
11) Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga

79
79
b. Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal
berikut ini.
1) Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di
pergelangan tangan pasien
2) Sandal anti-licin
3) Tawarkan bantuan ke kamar mandi
4) Nilai kebutuhan akan:
i. Fisioterapi dan terapi okupasi
ii. Alarm tempat tidur
iii. Tempat tidur rendah (khusus)
iv. Usahakan lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat
(nurse station)

6. Strategi Rencana Keperawatan


a. Strategi umum untuk pasien risiko jatuh, yaitu:
1) Tawarkan bantuan ke kamar mandi setiap 2 jam (saat pasien bangun)
2) Gunakan 2-3 sisi pegangan tempat tidur
3) Lampu panggilan berada dalam jangkauan, perintahkan pasien untuk
mendemonstrasikan penggunaan lampu panggilan
4) Jangan ragu untuk meminta bantuan
5) Barang-barang pribadi berada dalam jangkauan
6) Adakan konferensi multidisiplin mingguan dengan partisipasi tim
keperawatan
7) Rujuk ke departemen yang sesuai untuk asesmen yang lebih spesifik,
misalnya fisioterapi
8) Anjurkan pasien menggunakan sisi tubuh yang lebih kuat saat hendak
turun dari tempat tidur

b. Strategi untuk mengurangi / mengantisipasi kejadian jatuh fisiologis, yaitu:


1) Berikan orientasi kamar tidur kepada pasien
2) Libatkan pasien dalam pemilihan aktivitas sehari-harinya
3) Pantau ketat efek obat-obatan, termasuk obat psikotropika (lihat daftar)
4) Kurangi suara berisik
5) Lakukan asesmen ulang

80
80
6) Sediakan dukungan emosional dan psikologis

c. Strategi pada faktor lingkungan untuk mengurangi risiko jatuh, yaitu:


1) Lampu panggilan berada dalam jangkauan
2) Posisi tempat tidur rendah
3) Lantai tidak silau/memantul dan tidak licin
4) Pencahayaan yang adekuat
5) Ruangan rapi
6) Sarana toilet dekat dengan pasien
d. Manajemen Setelah Kejadian Jatuh
1) Nilai apakah terdapat cedera akibat jatuh (abrasi, kontusio, laserasi,
fraktur, cedera kepala)
2) Nilai tanda vital
3) Nilai adanya keterbatasan gerak
4) Pantau pasien dengan ketat
5) Catat dalam status pasien (rekam medik)
6) Laporkan kejadian jatuh kepada perawat yang bertugas dan lengkapi
laporan insidens
7) Modifikasi rencana keperawatan interdisiplin sesuai dengan kondisi
pasien

e. Edukasi pasien/keluarga
1) Pasien dan keluarga harus diinformasikan mengenai faktor risiko jatuh
dan setuju untuk mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah
ditetapkan. Pasien dan keluarga harus diberikan edukasi mengenai
faktor risiko jatuh di lingkungan rumah sakit dan melanjutkan
keikutsertaannya sepanjang keperawatan pasien.
i. Informasikan pasien dan keluarga dalam semua aktivitas sebelum
memulai penggunaan alat bantu
ii. Ajari pasien untuk menggunakan pegangan dinding

iii. Informasikan pasien mengenai dosis dan frekuensi konsumsi obat-


obatan, efek samping, serta interaksinya dengan makanan/ obat-
obatan lain.

81
81
7. Dokumentasikan semua kegiatan pencegahan risiko jatuh pada catatan
keperawatan
 Bukti Dokumen
1. Dokumenassesmen risiko pasien jatuh
2. Dokumen pemberian informasi risiko pasien jatuh
3. Dokumen catatan keperawatan

ALGORITMA PASIEN SAAT MASUK RUMAH SAKIT

Pasien masuk rumah sakit

Skrining farmasi dan atau fisioterapi Asesmen Risiko jatuh Morse


pada pasien dengan faktor risiko dilakukan saat pasien masuk RS
bersamaan dengan asesmen awal

 Orientasi kamar rawat inap kepada pasien Asesmen Ulang Risiko


Tindakan pencegahan  Tempat tidur posisi rendah, roda terkunci, Jatuh Morse
umum(semua pasien) pegangan di kedua sisi tempat tidur  Saat transfer ke unit lain
terpasang baik  Saat terdapat perubahan
 Ruangan rapi kondisi pasien
faktor risiko  Barang pribadi dalam jangkauan (telepon,
lampu panggilan, air minum, kacamata,  Adanya kejadian jatuh
pispot)
 Pencahayaan adekuat
 Alat bantu dalam jangkauan (walker,
cane, crutch)
 Optimalisasi penggunaan kacamata dan
alat bantu dengar
 Pantau efek obat-obatan
 Sediakan dukungan emosional dan
psikologis
 Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pencegahan jatuh

Pencegahan kategori risiko Tindakan pencegahan umum,


tinggi (pasien denganskor Morse ditambah:
≥ 45)  Penanda berupa gelang berwarna
kuning di pergelangan tangan
 Alas kaki anti-licin
 Tawarkan bantuan ke kamar mandi /
penggunaan pispot
 Nilai kebutuhan akan:
o Fisioterapi dan terapi okupasi
o Alarm tempat tidur
o Lokasi kamar tidur berdekatan
dengan pos perawat

82
PENGKAJIAN RISIKO JATUH
Nama Pasien: ................................... No. Rekam Medis: ...........................
Tanggal lahir : ...................... Kelas/ Kamar: ..................................
Diagnosis: ........................................ Tanggal/ Jam: ...................................

FAKTOR RISIKO SKALA SKOR SKOR PASIEN

Riwayat jatuh Tidak

Ya

Diagnosa Sekunder Tidak 0

Ya 15

Menggunakan alat-alat bantu Tidak ada/ Bedrest/ Dibantu 0


perawat
Kruk/ Tongkat 15

Kursi/ Perabot 30

Menggunakan Infus/ Heparin Tidak 0


lock/ Pengencer darah
Ya 20

Gaya Berjalan Normal/ Bedrest/ kursi roda 0

Lemah 10

Terganggu 20

Status Mental Menyadari Kemampuan 0

83
Lupa akan keterbatasan/ 15
Pelupa

83
Skor Total

Kategori:

Keterangan:
 Tulis jumlah skor yang sesuai pada kolom skor pasien
 Kategori:
- Risiko rendah : 0 – 24
- Risiko sedang : 25 - 44
- Risiko Tinggi : > 45

 PETUNJUK PENGGUNAAN ASSESMENT RESIKO JATUH (MORSE FALL SCALE)

Riwayat jatuh:
Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau terdapat riwayat
kejadian jatuh fisiologis dalam 12 bulan terakhir ini, seperti pingsan atau gangguan
gaya berjalan, berikan skor 25. Jika pasien tidak mengalami jatuh, berikan skor 0.
Diagnosis sekunder:
Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15; jika tidak,
berikan skor 0.
Alat bantu:
Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30.Jika pasien
menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15. Jik pasien dapat berjalan
tanpa alat bantu, berikan skor 0.
Terapi intravena (terpasang infus):
Jika pasien terpasang infus, berikan skor 20; jika tidak, berikan skor 0.
Gaya berjalan:
 Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk bangun
dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong tubuhnya, kepala
menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai, memerlukan bantuan sedang – total
untuk menjaga keseimbangan dengan berpegangan pada perabot, orang, atau alat
bantu berjalan, dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 20.
 Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak dapat
mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan bantuan ringan
untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 10.

84
84
 Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0

Status mental:
Identifikasi asesmen pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya untuk
berjalan.Jika pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan fisiknya, berikan skor
15.Jika asesmen pasien sesuai dengan kemampuan sebenarnya, berikan skor 0.

RS. HARAPAN ASSESMEN AWAL RESIKO PASIEN JATUH


JAYAKARTA PADA PASIEN DI RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
01/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
Menemukan adanya risiko terjadi kejadian jatuh pada pasien yang
PENGERTIAN
rawat inap di Rumkit
Mendapatkan informasi adanya risiko jatuh pada pasien dirawat inap
TUJUAN

KEBIJAKAN
1. Ucapkan salam
2. Pastikan identitas pasien
3. Ciptakan suasana yang nyaman
4. Kaji riwayat jatuh,alat bantu yang digunakan,terpasang infus atau
tidak,gaya berjalan,status mental,diagnosa sekunder lebih dari dua
diagnosa medis
5. Memonitor dengan ketat pada pasien yang mempunyai resiko
tinggi dengan memberikan stiker resiko jatuh (stiker berwarna
kuning) skor resiko tinggi / berat
PROSEDUR 6. Libatkan pasien / keluarga dalam upaya pencegahan resiko jatuh

SKALA MORSE

KRITERIA NILAI STANDAR


SKALA NILAI SKOR
1. Riwayat Jatuh Ya

2. Diagnosa Sekunder Tidak

85 85
Ya
Tidak
3. Alat Bantu Jalan
- Peralatan khusus Ya
- Tongkat / Walker Ya
- Tidak menggunakan alat
Ya
bantu
4. Dengan Infus Ya
- Tidak

RS. HARAPAN ASSESMEN AWAL RESIKO PASIEN JATUH


JAYAKARTA PADA PASIEN DI RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
01/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL

KRITERIA NILAI STANDAR


SKALA NILAI SKOR
5. Cara Berjalan
- Normal Ya
- Lemah Ya
- Terganggu Ya
PROSEDUR 6. Kondisi Mental:
- Daya Ingat Terganggu
- Normal
Total Nilai
Kategori Resiko

TABEL LEVEL RESIKO JATUH

LEVEL RESIKO SKOR MORSE TINDAKAN

86
86
FALL SCALE
Resiko rendah 0 – 24 Tidak ada
Resiko sedang 25 – 44 Lakukan intervensi
pencegahan resiko
rendah jatuh
Resiko tinggi >45 Lakukan intervensi
pencegahan resiko
tinggi jatuh

SKALA RISIKO JATUH HUMPTY DUMPTY UNTUK PEDIATRI

parameter kriteria nilai skor


Usia < 3 tahun 4
3 – 7 tahun 3
7 – 13 tahun 2
≥ 13 tahun 1
Jenis kelamin Laki-laki 2
Perempuan 1

87
87
RS. HARAPAN ASSESMEN AWAL RESIKO PASIEN JATUH
JAYAKARTA PADA PASIEN DI RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
01/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL

SKALA RISIKO JATUH HUMPTY DUMPTY UNTUK PEDIATRI

parameter kriteria nilai skor


Usia < 3 tahun
3 – 7 tahun
7 – 13 tahun
≥ 13 tahun
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
Diagnosis  Diagnosis neurologi
 Perubahan oksigenasi
(diagnosis respiratorik,
dehidrasi, anemia,
anoreksia, sinkop,
pusing, dsb.)
 Gangguan perilaku /
psikiatri
 Diagnosis lainnya
PROSEDUR  Tidak
Gangguan menyadari
kognitif keterbatasan dirinya
 Lupa akan adanya
keterbatasan
 Orientasi baik terhadap
diri sendiri
Faktor  Riwayat jatuh / bayi
lingkungan diletakkan di tempat
tidur dewasa
 Pasien menggunakan
alat bantu / bayi
diletakkan dalam
tempat tidur bayi /
perabot rumah
 Pasien diletakkan di
tempat tidur
 Area di luar rumah sakit

88
88
RS. HARAPAN ASSESMEN AWAL RESIKO PASIEN JATUH
JAYAKARTA PADA PASIEN DI RAWAT INAP

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:


01/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL

SKALA RISIKO JATUH HUMPTY DUMPTY UNTUK PEDIATRI

parameter kriteria nilai skor


Respons  Dalam 24 jam
terhadap:  Dalam 48 jam
1. Pembedahan/  > 48 jam atau tidak
sedasi / anestes menjalani
pembedahan/sedasi/anes
tesi
Penggunaan  Penggunaan 2 atau lebih
obat obat dibawah sbb : obat
PROSEDUR sedatif (kecuali pasien
ICU yang menggunakan
sedasi dan paralisis),
hipnotik, barbiturat,
fenotiazin, antidepresan,
laxatives, diuretika,
narkotik
 Salah satu dari
pengobatan diatas
 Pengobatan lain/tidak

UNIT TERKAIT 1. Unit Rawat Inap

89
89
RS. HARAPAN LANGKAH PENCEGAHAN RESIKO PASIEN
JAYAKARTA JATUH DI RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
02/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
Menemukan adanya risiko terjadi kejadian jatuh pada pasien yang
PENGERTIAN
rawat inap di Rumah Sakit
Mengetahui langkah pencegahan resiko pasien jatuh di rawat inap
TUJUAN

KEBIJAKAN

1. Anjurkan pasien meminta bantuan yang diperlukan


2. Anjurkan pasien untuk memakai alas kaki anti slip
3. Sediakan kursi roda yang terkunci disamping tempat tidur
4. Pastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari hambatan dan
terang
5. Pastikan lorong bebas hambatan
6. Tempatkan alat bantu walkers/tongkat dalam jangkauan pasien
7. Pasang bedside rel
8. Evaluasi kursi dan tinggi tempat tidur
PROSEDUR 9. Pertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang
mepengaruhi tingkat kesadaran
10. Mengamati lingkungan untuk kondisi berpotensi tidak aman dan
segera laporkan untuk perbaikan
11. Jangan biarkan pasien berisiko jatuh tanpa pengawasan saat
didaerah atau terapi
12. Pastikan pasien yang diangkut dengan brancar / tempat tidur
posisi bedside rel dalam keadaan terpasang
13. Informasikan kepada pasien dan anggota keluarga mengenai
pencegahan resiko jatuh

UNIT TERKAIT 1. Unit Rawat Inap

90
90
RS. HARAPAN
JAYAKARTA PENGKAJIAN PASIEN JATUH
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
03/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
Pengkajian pasien jatuh adalah kegiatan untuk mengidentifikasi atau
PENGERTIAN menilai/ skoring faktor resiko jatuh sehingga dapat diambil tindakan
pencegahan sedini mungkin.
1. Mengurangi risiko cedera akibat jatuh.
TUJUAN
2. Meningkatkan keselamatan pasien dan mutu pelayanan.
KEBIJAKAN

1. Lakukan identifikasi faktor risiko jatuh pada pasien sesuai form


skoring pasien risiko jatuh (Pengkajian risiko jatuh untuk dewasa
menggunakan skala Morse, untuk anak-anak menggunakan skala
Humpty Dumpty).
2. Assessment dilakukan pada saat penerimaan pasien awal dan
melakukan assessment ulang bila diindikasikan terjadi perubahan
kondisi dan pengobatan.
3. Pasang gelang risiko jatuh (gelang warna kuning) pada pasien
dengan skala risiko sedang dan tinggi sesuai pedoman pencegahan
pasien resiko jatuh dalam Formulir Skoring risiko jatuh dengan
PROSEDUR
skala Morse.
4. Untuk pasien anak (usia > 28 hari - ˂ 18 tahun), gelang dipasang
pada risiko rendah dan tinggi sesuai dengan Formulir Skoring
risiko jatuh dengan Skala Humpty Dumpty.
5. Sampaikan tujuan pemasangan gelang kuning penanda risiko jatuh
pada pasien dan keluarga pasien
6. Lakukan intervensi sesuai pedoman pencegahan pasien risiko jatuh
pada formulir Skoring pasien risiko jatuh.
7. Libatkan pasien dan keluarga secara aktif untuk mencegah risiko
jatuh jika memungkinkan

1. Unit Rawat Inap


2. Unit Gawat Darurat
UNIT TERKAIT
3. Unit ICU
4. Unit Kamar bersalin

91
91
RUMAH SAKIT HARAPAN JAYAKARTA

No. RM :
…………………………………………………
PENGKAJIAN RESIKO …
JATUH DEWASA & Nama :
LANSIA …………………………………………………
(Skala Morse) …
Tgl. Lahir / Umur : ……………………………………. (
Lk/Pr )
Ruangan : ……………………… Lembar ke : …………….
Tgl
N
ITEM PENILAIAN Jam
O
Skor 1A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 RIWAYAT JATUH
a. Ya 25
b. Tidak 0

2 DIAGNOSA SEKUNDER
a. Ya 15
b. Tidak 0

3 ALAT BANTU JALAN


a. Peralatan Khusus 30
b. Tongkat / Walker 15
c. Tidak Menggunakan Alat 0
Bantu
4 PASIEN DI INFUS
a. Ya 20
b. Tidak 0

5 CARA BERJALAN
a. Terganggu 20
b. Lemah 10
c. Normal 0

6 KONDISI MENTAL
a. Keterbatasan Daya Ingat 15
b. Normal 0

TOTAL SKOR
KETERANGAN :
Risiko Rendah 0 - 24
Risiko Sedang 25 - 44
Risiko Tinggi ≥ 45
Nama / Paraf

92
92
CATATAN :
1. Pengkajian Awal Risiko Jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit, dituliskan pada
kolom IA (Initial Assessment).
2. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan dengan kode :
a. Setelah pasien jatuh (Post Falls ) dengan kode : PF
b. Perubahan kondisi (Change of Condition ) dengan kata kode : CC
c. Menerima pasien pindahan dari ruangan lain ( On Ward Transfer ) dengan kode : WT
d. Setiap minggu (Weekly ) dengan kode : WK
e. Saat pasien pulang (Discharge ) dengan kode : DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan

RUMAH SAKIT HARAPAN JAYAKARTA

3. Implementasi Resiko Jatuh

Risiko Rendah : Risiko Sedang : Risiko Tinggi :


Skor 0 – 24 Skor 24 - 44 Skor ≥ 45

1. Pastikan rem tempat tidur 1. Lakukan semua 1. Lakukan semua


terkunci implementasi resiko implementasi resiko
2. Pastikan semua kebutuhan rendah (Poin 1 – 4) sedang (Poin 1 – 3)
pasien dalam jangkauan. 2. Pasang penanda risiko 2. Cepat menanggapi
3. Tempatkan meja, kursi dan jatuh, tempelkan kancing keluhan pasien
lainnya dengan baik agar tidak resiko jatuh berwarna
menghalangi kuning pada gelang
4. Pasang palang tempat tidur identitas
3. Libatkan keluarga /
penunggu pasien untuk
mendampingi pasien di
samping tempat tidur
selama perawatan

93
93
RUMAH SAKIT HARAPAN JAYAKARTA

No. RM :
…………………………………………………
PENGKAJIAN RESIKO …
JATUH ANAK-ANAK Nama :
…………………………………………………
(Skala Humpty Dumpty) …
Tgl. Lahir / Umur : ……………………………………. ( Lk/Pr
)
Ruangan : ………………… Lembar ke : …………….
Tgl
N
ITEM PENILAIAN Jam
O
Skor 1A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 USIA
a. Dibawah 3 tahun 4
b. 3 – 7 tahun 3
c. 7 – 13 tahun 2
d. > 13 tahun 1

2 JENIS KELAMIN
a. Laki-laki 2
b. Perempuan 1

3 DIAGNOSA
a. Kelainan Neurologi 4
b. Perubahan dalam 3
oksigenasi (Masalah
saluran nafas, Dehidrasi,
Anemia, Anoreksia,
Sinkop / pusing, dll)
c. Gangguan Psikis/Perilaku
d. Diagnosis lain 2

1
4 GANGGUAN KOGNITIF
a. Tidak menyadari 3
keterbatasan
b. Lupa keterbatasan 2
c. Mengetahui kemampuan 1
diri

94
5 FAKTOR LINGKUNGAN
a. Riwayat jatuh atau bayi - 4
balita ditempatkan di
tempat tidur
b. Pasien menggunakan alat 3
bantu / bayi-balita
ditempatkan di box bayi
c. Pasien berada di tempat 2
tidur
d. Area rawat jalan. 1

6 RESPON TERHADAP
OPERASI / OBAT
PENENANG / EFEK
ANESTESI
a. Dalam 24 jam
3
b. Dalam 48 jam
2
c. > 48 jam/ tidak sama
1
sekali
7 PENGGUNAAN OBAT
a. Penggunaan 2 atau lebih 3
obat di bawah sbb : obat
sedatif (kecuali pasien ICU
yang menggunakan sedasi
dan paralisis), Hipnotik,
Barbiturat, Fenotiazin,
Antidepresan, Laxatives/
Diuretika, Narkotik
b. Salah satu dari pengobatan
diatas 2
c. Pengobatan lain/ tidak
1
TOTAL SKOR
KETERANGAN :
Risiko Rendah 7 - 11
Risiko Tinggi ≥ 12
Nama / Paraf

CATATAN :
1. Form pengkajian ini digunakan pada pasien berumur lebih dari 28 hari.
2. Pengkajian Awal Risiko Jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit,
dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment).
3. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan dengan
kode :
a. Setelah pasien jatuh (Post Falls ) dengan kode : PF
b. Perubahan kondisi (Change of Condition ) dengan kata kode : CC

95
94
c. Menerima pasien pindahan dari ruangan lain ( On Ward Transfer ) dengan kode :
WT
d. Setiap pergantian jaga (Every Shift ) dengan kode : ES
e. Saat pasien pulang (Discharge ) dengan kode : DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan.
4. Implementasi Resiko Jatuh

Risiko Rendah : Risiko Tinggi :


Skor 7 – 11 Skor ≥ 12
1. Edukasi pasien dan keluarga tentang strategi pencegahan 1. Lakukan semua
risiko jatuh implementasi resiko
2. Beritahukan kepada orang tua/ penjaga pasien untuk tidak rendah (Poin 1 – 6)
meninggalkan pasien sendirian 2. Cepat menanggapi
3. Pastikan rem tempat tidur terkunci keluhan pasien
4. Pastikan palang tempat tidur terpasang pada semua sisi
5. Pastikan semua kebutuhan pasien terjangkau
6. Pasang penanda risiko jatuh di brankard / di atas tempat
tidur/kacing penanda kuning di gelang identitas

RS. HARAPAN PELAPORAN KEJADIAN CEDERA AKIBAT


JAYAKARTA JATUH
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
04/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seorang mengalami jatuh dengan
atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tak disengaja / tak direncanakan,
dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa mencederai dirinya.

PENGERTIAN Penyebab jatuh dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau


lingkungan (lantai yang licin).
Kejadian jatuh tak disengaja: kejadian jatuh yang terjadi secara tidak
sengaja (misalnya terpeleset, tersandung). Pasien yang berisiko

96
95
mengalami kejadian ini tidak dapat diidentifikasi sebelum mengalami
jatuh dan umumnya tidak dikategorikan dalam risiko jatuh. Kejadian
jatuh jenis ini dapat dicegah dengan menyediakan lingkungan yang
aman.
Kejadian jatuh yang tidak diantisipasi: kejadian jatuh yang terjadi
ketika penyebab fisik tidak dapat diidentifikasi.
Kejadian jatuh yang dapat diantisipasi (diperkirakan): kejadian jatuh
yang terjadi pada pasien yang memang berisiko mengalami jatuh
(berdasarkan skor asesmen risiko jatuh)

1. Terlaksananya sistem pelaporan dan pencatatan insiden keselamatan


pasien di rumah sakit.
TUJUAN
2. Diketahui penyebab cedera akibat kejadian jatuh di rumah sakit.
3. Di dapatkannya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien
agar dapat mencegah kejadian yang sama dikemudian hari
KEBIJAKAN
Pada pasien yang mengalami kejadian jatuh, prosedur berikut akan
segera dilakukan:
1. Perawat segera memeriksa pasien.
PROSEDUR
2. Dokter yang bertugas akan segera diberitahu untuk menentukan
evaluasi lebih lanjut.
3. Perawat akan mengikuti tatalaksana yang diberikan oleh dokter

RS. HARAPAN PELAPORAN KEJADIAN CEDERA AKIBAT


JAYAKARTA JATUH
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
04/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seorang mengalami jatuh dengan

PENGERTIAN atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tak disengaja / tak direncanakan,
dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa mencederai dirinya.

97

96
Penyebab jatuh dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau
lingkungan (lantai yang licin).
Kejadian jatuh tak disengaja: kejadian jatuh yang terjadi secara tidak
sengaja (misalnya terpeleset, tersandung). Pasien yang berisiko
mengalami kejadian ini tidak dapat diidentifikasi sebelum mengalami
jatuh dan umumnya tidak dikategorikan dalam risiko jatuh. Kejadian
jatuh jenis ini dapat dicegah dengan menyediakan lingkungan yang
aman.
Kejadian jatuh yang tidak diantisipasi: kejadian jatuh yang terjadi
ketika penyebab fisik tidak dapat diidentifikasi.
Kejadian jatuh yang dapat diantisipasi (diperkirakan): kejadian jatuh
yang terjadi pada pasien yang memang berisiko mengalami jatuh
(berdasarkan skor asesmen risiko jatuh)

4. Terlaksananya sistem pelaporan dan pencatatan insiden keselamatan


pasien di rumah sakit.
TUJUAN
5. Diketahui penyebab cedera akibat kejadian jatuh di rumah sakit.
6. Di dapatkannya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien
agar dapat mencegah kejadian yang sama dikemudian hari
KEBIJAKAN
Pada pasien yang mengalami kejadian jatuh, prosedur berikut akan
segera dilakukan:
4. Perawat segera memeriksa pasien.
PROSEDUR
5. Dokter yang bertugas akan segera diberitahu untuk menentukan
evaluasi lebih lanjut.
6. Perawat akan mengikuti tatalaksana yang diberikan oleh dokter

98
97
RS. HARAPAN PELAPORAN KEJADIAN CEDERA AKIBAT
JAYAKARTA JATUH
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
04/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
1. Unit Gawat Darurat
2. Unit Rawat Inap

UNIT TERKAIT 3. Unit Rawat Jalan


4. Unit OK
5. Unit Kebidanan

RS. HARAPAN PENGELOLAAN PASIEN DENGAN RESIKO JATUH DI


JAYAKARTA BANGSAL RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
05/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/4

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
Merupakan proses pencegahan pasien jatuh selama dalam masa perawatan di
PENGERTIAN rumah sakit.

1. Sebagai acuan dalam mengevaluasi resiko pasien jatuh


2. Mengambil tindakan untuk mengurangi resiko cidera bila sampai

TUJUAN jatuh
3. Terpeliharanya mutu pelayanan
4. Menjaga keselamatan pasien .

KEBIJAKAN
PROSEDUR 1. Persiapan Alat

99
98
a. Status Rekam Medis Pasien
b. Tanda resiko pasien jatuh (gelang kuning )
c. Form pengkajian resiko jatuh (skala jatuh morse )
d. Form pengkajian Humpty Dumpty untuk anak-anak
e. Form dokumentasi informasi pasien jatuh
2. Pelaksanaan Tindakan
3. Tindakan pencegahan umum (untuk semua pasien rawat inap )
a. Ucapkan salam
b. Sebutkan nama dan peran anda
c. Informasikan pada pasien /keluarga pasien tentang kegiatan
pengkajian resiko jatuh yang akan dilakukan beserta tujuannya.
d. Kaji tingkat resiko pasien jatuh sesuai format pengkajian resiko
jatuh .
e. Tentukan tingkat resiko pasien jatuh ringan, sedang, tinggi
f. Informasikan pada pasien /keluarga pasien tentang tindakan
yang dilakukan untuk mencegah resiko jatuh sesuai format
dokumentasi pemberian informasi resiko pasien jatuh

100
99
RS. HARAPAN PENGELOLAAN PASIEN DENGAN RESIKO JATUH DI
JAYAKARTA BANGSAL RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
05/SKP/RSHJ/V/2016 0 2/4

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
g. Orientasikan pasien dan keluarga terhadap lingkungan ruang
perawatan dan petugas yang merawat.
h. Atur posisi tempat tidur senyaman mungkin
i. Pasang pengaman tempat tidur dikedua sisi terutama untuk
pasien resiko sedang dan tinggi
j. Kunci roda tempat tidur (sesuaikan fasilitas tempat tidur )
k. Dekatkan semua kebutuhan pasien (bel, dan barang-barang
yang dibutuhkan oleh pasien )
l. Berikan pencahayaan yang kuat sesuai dengan kebutuhan
pasien
m. Lakukan pemantauan terhadap obat-obat yang digunakan
n. Berikan edukasi pada pasien dan keluarga .
o. Ucapkan terimakasih setelah selesai melakukan kegiatan
PROSEDUR
pencegahan dan sampaikan semoga lekas sembuh.
4. Untuk pasien yang beresiko jatuh (risiko sedang dan tinggi )
a. Lakukan semua pencegahan umum
b. Pasang tanda risiko pasien jatuh (gelang kuning )
c. Libatkan pasien dan keluarga dalam pencegahan risiko jatuh
d. Berikan informasi risiko jatuh pada pasien dan keluarga
e. Dokumentasikan pemberian informasi pada formulir
dokumentasi informasi pasien jatuh.
f. Beritahu pasien untuk meminta bantuan saat ambulasi
g. Observasi secara teratur kenyamanan pasien
h. Kaji ulang risiko jatuh tiap shift
i. Komunikasikan risiko pasien jatuh saat timbang terima pasien antar
shift

101
100
RS. HARAPAN PENGELOLAAN PASIEN DENGAN RESIKO JATUH DI
JAYAKARTA BANGSAL RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
05/SKP/RSHJ/V/2016 0 3/4

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
j. Dokumentasikan semua kegiatan pencegahan risiko jatuh pada
catatan kegiatan.
5. Untuk pasien setelah kejadian jatuh
a. Perawat segera memeriksa pasien
b. Laporkan dokter jaga untuk menentukan evaluasi lebih lanjut
c. Perawat melaksanakan terapi dari dokter jaga
d. Jika ada gangguan kognitif beritahukan keluarga untuk
menekan alarm /bel yang tersedia, jika tidak ada bel anjurkan
untuk segera melaporkan ke perawat.
e. Dilakukan pemeriksaan neurologi dan tanda-tanda vital.
f. Pasien diperbolehkan turun dari tempat tidur dengan seijin

PROSEDUR perawat dan didampingi oleh keluarga untuk 24 jam pertama


kemudian dilakukan asessmen ulang.
g. Beritahu keluarga bahwa pasien telah mengalami kejadian jatuh
dan kemungkinan cedera yang mungkin timbul
h. Catat kejadian jatuh di Tim keselamatan Pasien Rumah Sakit
i. Keluarga atau orang yang mengetahui kejadian jatuh mengisi
laporan kejadian dan memberikan kepada perawat dan
meneruskan ke Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
j. Perawat melengkapi formulir jatuh dan menyertakan ke laporan
kejadian.
k. Berikan edukasi mengenai risiko jatuh dan pencegahan kepada
pasien dan keluarga.

102
101
l. Resiko jatuh pasien akan dinilai ulang dengan menggunakan “
Assesmen Risiko Jatuh Harian “ kemudian ditentukan
intervensi dan pemilihan alat pengaman yang sesuai.

RS. HARAPAN PENGELOLAAN PASIEN DENGAN RESIKO JATUH DI


JAYAKARTA BANGSAL RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
05/SKP/RSHJ/V/2016 0 4/4

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
1. Unit Gawat Darurat
2. Unit Rawat Inap

UNIT TERKAIT 3. Unit Rawat Jalan


4. Unit OK
5. Unit Kebidanan

RS. HARAPAN PENGGUNAAN GELANG IDENTIFIKASI


JAYAKARTA RISIKO JATUH PADA PASIEN RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
06/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/4

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
Cara menggunakan gelang risiko pasien jatuh pada pergelangan tangan
PENGERTIAN
selama masa perawatan di rumah sakit

TUJUAN Untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko jatuh selama masa


pearawatan di rumah sakit
KEBIJAKAN

103

102
A. Persiapan
1. Gelang Identitas Risiko Jatuh (Gelang Kuning)
2. Alat Tulis

B. Pelaksanaan
1. Siapkan gelang identitas risiko jatuh (gelang berwarna kuning)
2. Isi label gelang dengan identitas pasien dan tingkat risiko jatuh
(nama, nomor rekam medis dan tingkat risiko jatuh) sesuai
berkas rekam medis pasien
3. Ucapkan salam
“ Selamat pagi / siang/ malam, Bapak/ Ibu”
PROSEDUR 4. Sebut nama dan peran anda
“Saya ………………(nama), saya sebagai perawat penanggung
jawab terhadap perawatan ibu saat ini”
5. Jelaskan maksud dan tujuan
Bapak/Ibu, sesuai prosedur keselamatan pasien, saya akan
memasang gelang identifikasi risiko jatuh ini pada
pergelangan tangan Bapak/Ibu. Tujuannya adalah untuk
memastikan identitas Bapak/Ibu beresiko untuk jatuh dan kami
sebagai petugas dapat lebih waspada dalam meberikan
pelayanan yang sesuai dengan keterbatasan mobilisasi
Bapak/Ibu terjatuh selama dirawat dirumah sakit ini”.
6. Pasangkan gelang identitas pada pergelangan tangan kiri pasien

104
103
RS. HARAPAN PENGGUNAAN GELANG IDENTIFIKASI
JAYAKARTA RISIKO JATUH PADA PASIEN RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
06/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/4

Tanggal terbit Ditetapkan oleh


RS.HARAPAN JAYAKARTA
27 Mei 2016

STANDAR dr. Suhermi Yenti


PROSEDUR Direktur
OPERASIONAL
7. Informasikan kepada pasien dan atau keluarga, bahwa gelang
identitas ini harus selalu digunakan hingga pasien tidak
beresiko untuk jatuh.
“Bapak/Ibu, mohon agar gelang identifikasi risiko jatuh ini
jangan dilepas selama masih menjalani perawatan di rumah
sakit ini, sampai kondisi Bapak/Ibu membaik dan tidak berisiko
untuk jatuh”
8. Ucapkan terima kasih dan sampaikan
PROSEDUR “Semoga lekas sembuh”
9. Dokumentasikan pemasangan gelang risiko jatuh pada catatan
keperawatan

C. Hal yang harus diperhatikan


1. Pemasangan gelang tidak boleh terlalu kencang
2. Gelang dilepas, apabila pasien sudah tidak berisiko jatuh

1. Unit Gawat Darurat


2. Unit Rawat Inap
UNIT TERKAIT
3. ICU

105
104

Anda mungkin juga menyukai