Oleh :
MIRA VERANITA
DOSEN TETAP POLITEKNIK PIKSI GANESHA
e-mail : mirave2198@gmail.com
ABSTRACT
Permasalahan
Permasalahan klasik yang sering diungkapkan sebagai penyebab kurang
berkembangnya sektor industri kecil, khususnya industri rumah tangga di
Indonesia adalah kecilnya permodalan usaha. Kondisi ini seringkali membuat
pihak pengambil kebijakan memfokuskan kebijakan dengan cara pemberian
bantuan permodalan. Padahal seperti diungkapkan Rolstadas (1985), kendala yang
dihadapi usaha kecil bukan hanya permasalahan modal, tetapi juga kemampuan
pengelolaan yang rendah, kesulitan dalam mengakses pasar, dan ketergantungan
pada industri besar. Permasalahan umum lainnya yang sering dihadapi oleh
industri kecil adalah masalah pemasaran, produksi dan manajemen.
Masalah pemasaran umumnya karena kurangnya informasi pasar dan kualitas
produk yang belum berorientasi kepada kebutuhan konsumen. Masalah produksi
berupa rendahnya kualitas dan kuantitas produk serta lambannya perkembangan
desain serta diversifikasi produk yang bersumber dari masih sederhananya
peralatan produksi yang digunakan serta
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
keterbatasan jumlah tenaga terampil dalam mendesain produk. Dari sisi
manajemen, usaha kecil umumnya belum menerapkan sistem manajemen dengan
baik sehingga pelaku usaha kecil ini kurang mengetahui tingkat keberhasilan dari
usahanya. Sedangkan masalah permodalan lebih banyak disebabkan oleh
kekurangmengertian tentang bagaimana mengelola modal serta bagaimana
memanfaatkan dan memupuk modal dari keuntungan yang diperoleh.
Dalam penelitian ini, diidentifikasi permasalahan-permasalahan utama yang
ditemukan di sentra usaha kerupuk Desa Pakutandang. Dari ke-19 pelaku usaha
kerupuk yang dikunjungi, beberapa permasalahan utama yang dapat diidentifikasi
dikelompokkan menjadi Sanitasi Lingkungan Pabrikasi, Alat-Alat Untuk
Memproduksi Kerupuk Yang Tidak Higenis, Permodalan, Pemasaran, Kurangnya
tenaga yang terampil, pewarna makanan, Manejemen Keuangan dan Teknologi.
1. Sanitasi Lingkungan Pabrikasi
Permasalahan sanitasi pabrikasi dapat dapat dilihat dari kondisi fisik bangunan
dan lingungan lokasi pabrik kerupuk yang kotor dan kumuh Dari sisi sanitasi
lingkungan, bangunan pabrik tidak layak untuk dijadikan sarana produksi.
Selain itu juga lokasi untuk menjemur kerupuk yang sangat kotor. Padahal
kerupuk yang dijemur ini kerupuk yang sudah dikukus dalam keadaan masih
basah. Makanan basah sangat rentan terkontaminasi bakteri dan debu apalagi
kerpuk ini dijemur di ruang terbuka tanpa ada yang mengawasi proses
penjemuran kerupuk ini, ditambah lagi dengan kondisi tempatnya sangat
pengap, tidak ada ventilasi. Sehingga cahaya matahari hanya sedikit yang
masuk, ini semakin membuat kondisi di dalam pabrik itu agak gelap.
Ditambah lagi dengan panasnya suhu ruangan membuat ketidaknyamanan
untuk berlama-lama di tempat ini.
2. Alat-Alat Untuk Memproduksi Kerupuk Yang Tidak Higenis
Alat-alat yang digunakan untuk memproduksi sudah tidak layak pakai, kotor
dan berkarat, misalnya drum untuk mencampur bahan-bahan produk kerupuk
dan alat pemutar adonan yang terbuat dari besi sudah berkarat. Begitu pula
alat cetak kerupuk dan rigen untuk menyimpan kerupuk yang sudah dicetak
untuk dikukus serta kukusan yang digunakan juga sudah berkarat dan
memudar warnanya.
Oven (untuk mengeringkan kerupuk kalau musim hujan), ebeg (tempat untuk
menjemur kerupuk) dan wajan torombol (tempat menyimpan kerupuk yang
sudah matang) yang digunakan juga sudah tidak layak pakai lagi, selain kotor
dan Idealnya alat-alat untuk memproduksi seharusnya memenuhi standar
kebersihan.
3. Permodalan
Permodalan merupakan masalah umum bagi pengusaha kecil. Hal ini juga
merupakan hambatan untuk usaha kerupuk di dalam mengembangkan
usahanya. Daerah ini daerah yang belum banyak tersentuh tangan pemerintah.
Sehingga informasi mengenai akses untuk mendapatkan kredit masih sangat
kurang. Ditambah lagi prosedur dunia perbankan yang membebankan
peminjaman dengan agunan dan suku bunga yang cukup tinggi. Hal ini
dirasakan memberatkan pengusaha kecil. Beberapa program bantuan
permodalan dari pemerintah yang pernah diterima dianggap kurang efektif,
karena tidak disertai dengan pelatihan dan pendampingan, sehingga dana yang
diberikan ujung-ujungnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan
untuk pengembalian kreditnya pun tersendat-sendat.
4. Pemasaran
Daerah pemasaran yang masih sangat terbatas. Rata-rata usaha kerupuk ini
menjual ke target konsumen yang sama. Biasanya mereka menyalurkan ke
pedagang-pedagang yang akan menjual di Majalaya, Cibereum, Pangalengan,
dan Banjaran. Kondisinya semua pengusaha kerupuk ini menjual dengan
daerah pemasaran yang rata-rata sama sehingga sering terjadii konflik karena
saling memperebutkan konsumen. Mereka membidik pasar yang kecil, karena
menganggap bahwa kerupuk ini dikonsumsi hanya untuk konsumen yang
menengah ke bawah. Sehingga mereka tidak mau memasarkan ke kota besar,
seperti Bandung yang merupakan kota terdekat dengan daerah ini.
5. Diversifikasi produk
Sebagian besar pengusaha hanya memproduksi jenis dan bentuk kerupuk yang
sama, sehingga membuat suasana persaingan semakin tinggi. Hanya ada dua
pengusaha yang menghasilkan lebih dari satu jenis dan ukuran kerupuk, satu
pengusaha yang membuat kerupuk jendil, satu pengusaha yang memproduksi
kerupuk elod, dan satu pengusaha yang memproduksi berbagai jenis kerupuk
dan bentuk kerupuk.
6. Kurangnya Tenaga Kerja Yang Terampil
Tenaga kerja yang ada di setiap usaha kerupuk ini rata-rata ada 20 orang.
Dimana masing-masing mempunyai uraian tugas yang berbeda, yakni 1 orang
bagian pengolahan bahan baku, 2 orang bagian memutar adonan untuk
dicetak, 8 orang bagian mencetak, 2 orang bagian mengukus kerupuk, 3 orang
mengangkat kerupuk dari kukusan untuk menyimpan di ebeg, 4 orang bagian
mengangkat ebeg ke tempat penjemuran. Jumlah karyawan masih dirasa
sangat kurang apalagi kalau banyak pesanan, kadang-kadang tidak bisa
terpenuhi karena kurangnya tenaga kerja yang ada. Tenaga kerja ini bekerja
dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00.
Sistem upah yang ditetapkan setiap pengusaha memiliki standar yang berbeda.
Ada yang menetapkan harian dan ada juga yang menetapkan sesuai dengan
produk yang di hasilkan. Selain itu masalah yang dihadapi kurangnya tenaga
kerja yang mempunyai keterampilan. Pembuatan kerupuk ini walaupun
terlihatnya sederhana tetapi cukup memerlukan keterampilan dan ketelitian
yang cukup tinggi.
7. Manajemen Keuangan
Pengaturan keuangannya masih belum begitu baik. Tidak ada pemisahan
antara uang perusahaan dengan uang pribadi, sehingga tidak jelas antara
pemasukan dan pengeluaran. Bahkan sebagian pengusaha kerupuk ini tidak
tahu berapa keuntungan usahanya walaupun usaha ini sudah berdiri cukup
lama dari tahun 1984.
8. Teknologi
Minimnya sarana/teknologi yang ada sehingga agak memperlambat proses
produksi. Misalnya dalam hal pencetakan kerupuk. Sebelum dicetak adonan
kerupuk harus dihaluskan dulu memakai alat yang harus diputar oleh tenaga
manusia. Dalam 1 hari tenaga kerja di bagian pemutar harus memutar selama
8 jam. Seringkali tidak tercapainya hasil produksi karena keterbatasan tenaga
manusia. Pesanan dari konsumen tidak bisa terpenuhi karena proses memutar
itu cukup lama. Untuk mengatasi hal ini alat putar ini bisa diganti dengan
tenaga mesin. Tapi hal ini tidak mungkin untuk bisa dibeli, karena mahalnya
harga mesin.
9. Manajemen usaha
Baik manajemen keuangan, pemasaran, produksi, dan manajemen sumber
daya manusia, masih konvensional. Semua pelaku usaha tidak memiliki
pengetahuan formal dan
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
teoritis mengenai manajemen usaha serta tidak pernah melaakukan
pencatatan-pencatatan. Usaha dijalankan secara spontan dan berdasarkan
pengalaman saja, tidak ada strategi-strategi dan langkah-langkah terencana
dan pengelolaan yang terstruktur dan terukur, serta tidak memiliki visi misi
yang jelas demi kemajuan usaha, mereka cukup gembira jika usahanya dapat
berjalan dan dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Keuangan tidak
dilakukan pencatatan dan pemilahan antara kepentingan keluarga dan usaha,
semua bersumber dari “saku” yang sama dan masuk ke “saku” yang sama,
sehingga laba dan pertumbuhan usaha sulit diukur.
10. Pewarna kerupuk
Kerupuk yang diberi warna adalah kerupuk jendil, dimana warna merah di
kerupuk ini sangat mencolok. Memang kerupuk ini menjadi terlihat lebih
menarik setelah diberikan warna, yang mengakibatkan konsumen tertarik
untuk membeli. Tapi apakah pewarna ini aman untuk dikonsumsi, mengingat
efek sampingnya dapat mempengaruhi kesehatan konsumen dalam jangka
pendek maupun panjang, sehingga perlu adanya sosialisasi tentang
penggunaan bahan pewarna makanan yang akan digunakan dalam industri
kerupuk ini.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena masalah di atas, maka tujuan Penelitian ini adalah
untuk
1. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dalam pengemasan kerupuk yang
paling mempengaruhi minat beli konsumen.
2. Menciptakan keunggulan bersaing melalui pengemasan dan pelabelan
(Packing and Labelling) pada industri kerupuk Desa pakutandang, melalui
pelatihan dan pendampingan.
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Definisi Usaha Kecil
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan salah satu pilar dalam
pembangunan perekonomian Indonesia dan mampu memberikan sumbangan
yang besar dan berarti bagi kelangsungan pembangunan nasional. Beberapa
definisi tentang usaha mikro dan kecil menurut berbagai sumber dan
kepentingan lembaga yang bersangkutan adalah sebagai berikut.
a. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, usaha
kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah). Adapun kriteria Usaha Menengah adalah usaha
yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidaktermasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
b. Bank Indonesia (1988)menyatakan bahwadilihat dari modal dan nilai
siklus produksi, usaha kecil memiliki modal kurang dari Rp. 100 juta dan
satu siklus produksi dibutuhkan modal maksimal Rp. 25 juta.
c. Kementerian Perindustrian (1992)menyatakan bahwaindustri kecil
adalah perusahaan industri yang menggunakan teknologi madya atau
tradisional dan merupakan organisasi padat karya dengan karakteristik: 1)
kelayakan yang dimiliki tidak lebih dari Rp. 600 juta, jumlah investasi per
pekerja tidak lebih dari Rp. 625.000,00, dan jumlah investasi untuk
peralatan (diluar tanah, gedung, pembangkit listrik) tidak lebih dari Rp.
300 juta. Sedangka
d. Biro Pusat Statistik (1998)menyatakan bahwa industri kecil adalah
industri dengan tenaga kerja berkisar antara 5 sampai 19 orang.
3. Bauran Pemasaran
Perilaku konsumen berpengaruh terhadap perkembangan suatu industri,
begitu juga dengan industri kecil dan menengah.Untuk itu, dibutuhkan
Bauran Pemasaran yang tepat guna menghasilkan tingkat penjualan yang
tinggi.
Bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar
sasaran (Kotler, 2007). Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep
dalam teori pemasaran modern yang ada saat ini. Variabel yang terdapat
dalam bauran pemasaran dikendalikan untuk mencapai suatu tingkat
penjualan yang diharapkan dalam pasar tertentu yang diiinginkan.
Komponen-komponen dalam Bauran Pemasaran dikenal dengan 4P yaitu
product (produk), price (harga), place (tempat),dan promotion (promosi).
Berikut uraiannya:
a. Produk
Produk adalah kombinasi benda atau jasa dari perusahaan yang
ditawarkan ke target pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Produk secara luas meliputi desain, merek, hak paten, positioning, dan
pengembangan produk baru
b. Harga
Harga adalah sejumlah uang yang harus dikeluarkan konsumen untuk
mendapatkan suatu produk atau jasa. Harga juga merupakan pesan
yang menunjukkan bagaimana suatu brand memposisikan dirinya di
pasar.
c. Distribusi
Distribusi meliputi aktivitas perusahaan dalam membuat produknya
tersedia di target pasar. Strategi pemilihan tempat meliputi transportasi,
pergudangan, pengaturan persediaan, dan cara pemesanan bagi
konsumen.
d. Promosi
Promosi adalah aktivitas perusahaan untuk mengkomunikasikan
produk dan jasanya dan mempengaruhi target konsumen untuk
membeli. Kegiatan promosi antara lain, iklan, personal selling,
promosi penjualan, dan public relation.
C. METODEPENELITIAN
Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di sentra usaha kerupuk Desa Pakutandang, Dusun
Cipaku, Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung.
Tabel 1
Mata Pencaharian Penduduk Desa Pakutandang
Mata
No Pencaharian Prosentase
Petani/ Petani
1. ikan 23,23
2. Buruh 32,03
3. Peternak 1,98
4. Industri Kecil / 1,53
Kerajinan
Pegawai negeri
5. Sipil 13,44
6. Pensiunan ABRI 0.68
7. Pegawai swasta 1,89
8. Pedagang 15,16
9. Angkutan 7,40
10. Pertukangan 2,35
11. Pelayanan 0,32
Jumlah 100
Tabel 2
Bahan dan Alat
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1 No.1 Juni 2013
Bahan Alat
Kancah
Tepung Tapioka 7 kg. (semacam
Tepung terigu 5 kg. penggorengan
Bawang putih 3 kg. besar, khusus
Garam dapur 0.5 kg untuk membuat
Bumbu masak
secukupnya adonan)
Udang secukupnya Oven
Gula Pasir 0.75 kg. Tampah/ rigen
Alat cetak
Alat
penggorengan
Alat kukus
Kotak besar
Krumbung
(kaleng
besar untuk
menyimpan
kerupuk yang
sudah
digoreng.
b. Pengadonan
Adonan dibuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan bumbu-
bumbu yang digunakan. Tepung diberi air dingin hingga menjadi
adonan yang kental. Bumbu dan bawang yang telah digiling halus
dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk/diremas hingga lumat
dan rata. Adonan ini kemudian dimasukkan ke dalam mulen untuk
pelembutan agar diperoleh adonan yang kenyal dengan campuran
bahan merata.
c. Pencetakan
Pencetakan dilakukan dengan bantuan mesin (alat press) yang
diputar dengan tenaga manusia, dengan memasukkan adonan ke
dalam silinder pada mesin, yang dipress dengan cara memutarkan
tungkanya, dan dicetak oleh para pekerja.
d. Pengukusan
Adonan berbentuk lonjong kemudian dikukus dalam dandang
khusus di atas tungku, selama kurang lebih 2 jam sampai masak.
e. Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan
didinginkan. Untuk melepaskan dari cetakan, biasanya adonan
tersebut disiram dengan air. Adonan tersebut kemudian didinginkan
di udara terbuka kurang lebih 1 (satu) hari atau kurang lebih 24 jam
hingga kering.
f. Penjemuran/pengovenan
Adonan yang telah di dinginkan kemudian dijemur sampai kering
dengan waktu 4 jam jika matahari terik. Pada musim hujan
dilakukan pengeringan menggunakan oven.
g. Penggorengan
Langkah selanjutnya adalah menggoreng kerupuk dengan
menggunakan dua penggorengan besar. Penggorengan yang
pertama untuk memanaskan
kerupuk dan yang kedua adalah untuk menggembangkan kerupuk.
Gambar 1
Mesin cetak dan proses pencetakkan
Gambar 2
Proses Pengukusan
Gambar 3
Pendinginan Kerupuk
Gambar 4
Pengeringan Kerupuk dengan Metode Jemur
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume
1 No.1 Juni 2013
3. Faktor yang Mempengaruhi Kemasan Kerupuk
PengemasanKerupukdimaksudkanuntuk
mempertahankan kualitas kerupuk agar tetap renyah (tidak melempem),
agar memiliki nilai estetika dan juga memiliki nilai promosi yang tinggi.
Kemasan kerupuk Desa Pakutandang ini memiliki banyak faktor yang
mempengaruhinya, yaitu warna dasar kemasan, bentuk kemasan, ukuran
kemasan dan label kemasan.
a. Warna Dasar Kemasan
Warna dasar kemasan merupakan kesan yang ditimbulkan oleh mata
dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenainy, dalam
hal ini warna pada kemasan kerupuk. Warna ada karena adanya sumber
sinar.Dari hasil pengolahan data kuesioner diperoleh bahwa warna
dasar kemasan yang paling disukai oleh konsumen adalah warna
bening (tembus pandang). Rincian hasil lengkap dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3
Hasil Wawancara Mengenai Warna Dasar
Kemasan
Responden
Warna Yang disukai
(%)
53 Bening
18 Putih
10 Biru
8 Merah
6 Hijau
5 Ungu
100
Responden
Bahan Baku Kemasan
(%)
67 Plastik
6 Kaleng
6 Kertas
4 alumunium foil
4 Styrofoam
13 Lainnya
100
plastik
kaleng
kertas
alumunium foil
styrofoam
lainnya
c. Ukuran Kemasan
Ukuran kemasan yang dimaksud adalah besar-kecilnya kemasan, dalam hal ini
dinyatakan dengan berat atau jumlah kerupuk dalam satu kemasan. Rincian
hasil lengkap mengenai ukuran kemasan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Hasil Wawancara Mengenai Ukuran Kemasan
Responde
n
Ukuran Kemasan
(%)
ukuran ada yang kecil,
30 sedang dan
besar
Tabel 6
Hasil Wawancara Mengenai Label Kemasan
Menggunakan media
lain (kertas, sticker, dll)
Langsung pada
Kemasan (disablon)
Memberikan informasi
produk
Mencantumkan izin
produksi
Mencantumkan
kepastian halal
lainnya
Gambar 5
Penampilan Kerupuk Desa Pakutandang setelah Pelatihan
Gambar 6
Aktivitas Pelatihan Pengemasan
5. Faktor Pendukung dan Penghambat
Data yang diperoleh dari hasil wawancara responden tentang faktor yang
menghambat dan mendukung dari kemasan kerupuk adalah bahwa Kerupuk
yang ada memiliki kemasan yang kurang menarik, karena dari produsen
kerupuk hanya diangkut dalam plastik ukuran karung besar, dan dikemas dalam
kantong keresek biasa ketika ada konsumen yang hendak membeli.
Berikut data lengkap hasil wawancara :
Tabel 7
Hasil Wawancara Mengenai Faktor Yang Mendukung
dan Menghambat
Produk tidak
dikemas
Kemasan
kurang
menarik
Plastik
Kemasan
terlalu tipis
dan jelek
Desain label
tidak
menarik
Warna label
tidak
menarik
Berdasarkan hasil
wawancara faktor yang
paling mendukung
adalah kemasan yang
menarik, bahan yang
bagus dan kuat serta
kedap udara serta desain
label yang menarik.
6. Pelaksanaan
Pelatihan dan
Pendampingan
Pelaksanaan
pelatihan
dan
pendampingan
kegiatan
program Iptek Bagi
Masyarakat oleh
LPPM Politeknik Piksi
Ganesha ini, terutama
dalam proses kegiatan
pembuatan desain
pengemasan dan
pelabelan produk,
dilakukan dengan
menciptakan suasana
yang lebih akrab dan
kekeluargaan, sehingga
tercipta suasana yang
lebih komunikatif,
tidak ada kekakuan.
Para pelaku usaha
diberi motivasi dan
diajak untuk bisa
merubah mindset.
Perubahan mindset ini
juga perlu dilakukan
dengan memberikan
kepercayaan bahwa
mereka bisa
mengembangkan usaha
lebih besar lagi, dan
memotivasi
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
untuk membuat produk yang lebih inovatif lagi agar penjualan yang dilakukan
tidak terbatas. Untuk target ke depannya minimal kota Bandung yang akan
dibidik, mengingat Bandung menjadi kota wisata yang banyak dikunjungi.
Tidak menutup kemungkinan bisa sampai skala nasional atau bahkan ekspor ke
luar negeri.
Dalam program pelatihan dan pendampingan ini juga diberikan beberapa
teori terkait dengan pentingnya kemasan dibuat yang berbeda dengan pesaing,
sehingga membuat produk terlihat unik lain dari pada yang lain. Dan juga
dengan kemasan yang menarik konsumen akan semakin tertarik dan
berpengaruh terhadap peningkatan angka jual. Kemudian bagaimana
menciptakan kemasan produk yang unik dan menarik. yang belum dipakai
produk lain,sehingga produk yang ditawarkan memberikan kesan lebih
menarik dibandingkan produk lain dengan usaha yang sama. Selain itu juga
perajin kerupuk Pakutandang diberikan metode bagaimana desain kemasan
sesuai dengan isi produk. Misalnya dengan menampilkan gambar animasi
kerupuk yang menarik, atau kemasan yang berwarna sehingga dapat langsung
terlihat lain oleh konsumen walaupun ada diantara produk-produk pesaing.
Lalu bagaimana menciptakan kemasan dalam berbagai ukuran sehingga lebih
variatif. Kemasan dengan berbagai macam ukuran dari yang kecil hingga
kemasan yang berukuran besar. Ini dikarenakan tidak semua konsumen
membeli kerupuk dengan jumlah yang banyak. Kalau target pasar pemilik
kerupuk ini ingin membidik konsumen yang individu biasanya lebih menyukai
produk kecil, karena biasanya konsumen ini menginginkan produk yang
murah. Perajin juga diajarkan untuk mencari kemasan kerupuk yang bisa di
daur ulang. Hal ini juga salah satu upaya untuk mencegah global warming dan
tidak merugikan lingkungan. Yang terpenting bagaimana menyesuaikan
konsumen dengan karakter konsumen. Dalam artian membuat perbedaan
kemasan produk sesua dengan target pasar, umur konsumen, dan tingkatan
sosial dari konsumen itu sendiri. Selain tentang kemasan, tim juga akan
memberikan materi tentang pentingnya membuat merk yang menarik. merk
dapat membantu pemilik usaha kerupuk untuk memasarkan produk-produknya.
Dan konsumen juga akan lebih mudah mengingat sebuah merk yang menarik.
maka dari itu merk yang dibuat sederhana saja, tetapi bisa mewakili pesan
produk. Dan juga memberikan metode bagaimana membuat merk yang sifatnya
tidak musiman. Karena hanya akan merusak image yang sudah terbentuk, juga
bagaimana memimilih warna dan huruf yang bisa digunakan di semua media.
Karena merk ini tidak hanya dicantumkan di kemasan saja, bisa juga untuk
sarana promosi lainnya seperti baner, spanduk, kartu nama dan brosur. Teori
ilmiah ini akan di sampaikan dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami,
sehingga perlu penjelasan dan gambaram secara detail agar
F. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Thamrin, Francis Tantri (2012).Manajemen Pemasaran, Raja Grafindo
Persada, Jakarta,
Arntson, Amy E. (1988) Graphic Design Basics. Holt, Reinhart and Winston, Inc.,
Orlando,.
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
Herudiyanto, Marleen S. (2010) Praktikum Pengemasan Pangan,
Widya Padjadjaran, Bandung.
Julianti, E. dan Nurminah, M. 2006. Teknologi Pengemasan.
Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Kartajaya, Hermawan. Marketing Plus 2000 Siasat
Memenangkan Persaingan Global (1996) PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Kotler, Philip, and Armstrong, Gary,(2007) Principles of
Marketing, 12th Edition, Pearson Education, New Jersey.
Porter, Michael, E. (1990). “Competitive Strategy”. The Free
Press . New York,p.20.
Nitisemito, Alex S. Marketing. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.
Rolstadas, A. (1995). Performance Measurement. Chapman &
Hall. London.
Stanton, William J. & Y. Lamarto. Prinsip Pemasaran. Penerbit
Erlangga, Jakarta, 1988.
Sjaifudin, Hetifah, dkk., (1995), Strategi Pengembangan Usaha
Kecil, AKATIGA, Bandung.
Tjiptono, Fandy (2002) Strategi Pemasaran, Yogyakarta, Andi
Tjiptono, Fandy (1997) Strategi Pemasaran edisi II, Andi,
Yogyakarta
Wirya, Iwan. 1999 Kemasan yang Menjual. PT.
Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Herdiwan, D., 1993, Faktor-faktor yang Berpengaruh sebagai
Karakteristik Kemampukembangan Industri Kecil
Khususnya pada Sektor Sandang di Kotamadya
Yoyakara : Tugas Akhir Jurusan Teknik dan Manajemen
Industri Institut Teknologi Industri Serpong.
ISBRC-Pupuk, 2003, Usaha Kecil Indonesia : Tinjauan Tahun
2002 dan Prospek Tahun 2003, ISRBC-Pupuk dan LP3E
Kadin Indonesia, Jakarta.