Anda di halaman 1dari 46

STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN

MELALUI PENGEMASAN DAN PELABELAN


(PACKING AND LABELLING)
(Studi Kasus: Produk Kerupuk Di Desa Pakutandang
Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung)

Oleh :
MIRA VERANITA
DOSEN TETAP POLITEKNIK PIKSI GANESHA
e-mail : mirave2198@gmail.com
ABSTRACT

This research was done in a cracker central business in Pakutandang


Village which was a result of the IbM Program (The Technology and Science
Program for the Society) held by Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud
Indonesia.
Pakutandang Village has a lot of crackers business groups but they
have several problems, among others: the packing and labelling problems.
This Research was aimed at indentifying the supporting factors in the cracker
packaging that was become the most influencing factors in consumer's buying
interests and creating a competitive advantages through the packaging and
labelling through the training and supervision program.
The result of the research showed that the consumer's buying interest
was influenced by the packaging attribute (basic coloration, material, size
and label). The obstacles were : unpackaged product, the package plastic was
too thin, the design and the color of the label wasn't attractive, not hygiene
and the product information was unavailable.
The supporting factors were : the package was quite attractive, good
and durable packaging material, air tight and an attractive label design

Keyword: Pengemasan, Pelabelan, Packing, Labelling


A. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
Sentra industri kerupuk di Desa Pakutandang sudah cukup lama
keberadaannya. Sentra usaha yang bersifat home industry ini merupakan
warisan turun-temurun dan sudah ada sejak tahun 1984. Menurut Kepala Desa
Pakutandang, Desa Pakutandang ini berada di Kecamatan Ciparay, terbagi
menjadi 3 (tiga) dusun, yaitu Dusun Andir, Dusun Cipaku, dan Dusun
Paledang. Di Desa Pakutandang ini terdapat 26 Rukun Warga (RW) dan 71
Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah seluruh penduduk hingga bulan Juli 2013
adalah sebanyak 18.902 jiwa. Desa Pakutandang ini merupakan salah satu
daerah yang memiliki banyak pengusaha kerupuk, karena hampir di setiap RW-
nya rata-rata memiliki 19 kelompok usaha produksi berbagai jenis kerupuk,
antara lain jenis kerupuk emo, kerupuk jendil, dan kerupuk elod, yang hampir
semua berbentuk perusahaan keluarga.
Walaupun jumlah pengrajin kerupuk di Desa Pakutandang ini cukup
banyak, namun perhatian Pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten
Bandung belum begitu besar dalam hal pembinaan, permasalahan permodalan
dan infrastruktur. Sebenarnya kondisi usaha kerupuk di Pakutandang ini sangat
potensial untuk dikembangkan. Daerah ini cukup bagus untuk dijadikan kota
wisata, sehingga di masa yang akan datang kalau usaha kerupuk ini
berkembang kemungkinan sentra usahakerupuk ini akan menjadi produk khas
Pakutandang yang dikenal sampai ke luar Jawa.
Selama ini memang orang tidak begitu mengenal jenis usaha ini, karena
tidak ada sarana promosi yang bisa
mengkomunikasikan produk mereka ke konsumen. Konsumennya hanya
pedagang-pedagang pasar yang membeli dengan jumlah yang banyak
kemudian akan dijual lagi ke pasar-pasar tradisional.
Dari sisi rasa kerupuk ini tidak kalah dengan produk-produk kerupuk yang
ada di supermarket. Kendalanya dari sisi kemasan dan merk. Kalau saja produk
kerupuk ini dikemas dengan baik dan diberikan merk yang menjual tidak
menutup kemungkinan
produk ini akan semakin banyak konsumennya dari mulai kalangan atas sampai
kalangan bawah.
Sebenarnya potensi sentra usaha kerupuk Pakutandang ini untuk
dikembangkan sangat bagus, ditambah lagi dengan sumber daya manusianya yang
sebagian besar berprofesi sebagai wirausaha. Dengan adanya pelaku usaha di
Pakutandang ini, bisa menekan jumlah pengangguran yang ada, karena mereka
merekrut anak muda yang belum bekerja. Seperti yang dilakukan oleh sebagian
besar pengrajin kerupuk Pakutandang, mereka memperkerjakan anak-anak muda
yang umumnya masih menganggur.
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di sentra usaha kerupuk
Desa Pakutandang, merupakan keluaran dari program untuk Iptek Bagi
Masyarakat, IbM Kelompok Usaha Kerupuk Pakutandang, LPPM Politeknik
Piksi Ganesha Bandung tahun 2012 yang dibiayai dari program Direktorat
Perguruan Tinggi.

Permasalahan
Permasalahan klasik yang sering diungkapkan sebagai penyebab kurang
berkembangnya sektor industri kecil, khususnya industri rumah tangga di
Indonesia adalah kecilnya permodalan usaha. Kondisi ini seringkali membuat
pihak pengambil kebijakan memfokuskan kebijakan dengan cara pemberian
bantuan permodalan. Padahal seperti diungkapkan Rolstadas (1985), kendala yang
dihadapi usaha kecil bukan hanya permasalahan modal, tetapi juga kemampuan
pengelolaan yang rendah, kesulitan dalam mengakses pasar, dan ketergantungan
pada industri besar. Permasalahan umum lainnya yang sering dihadapi oleh
industri kecil adalah masalah pemasaran, produksi dan manajemen.
Masalah pemasaran umumnya karena kurangnya informasi pasar dan kualitas
produk yang belum berorientasi kepada kebutuhan konsumen. Masalah produksi
berupa rendahnya kualitas dan kuantitas produk serta lambannya perkembangan
desain serta diversifikasi produk yang bersumber dari masih sederhananya
peralatan produksi yang digunakan serta
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
keterbatasan jumlah tenaga terampil dalam mendesain produk. Dari sisi
manajemen, usaha kecil umumnya belum menerapkan sistem manajemen dengan
baik sehingga pelaku usaha kecil ini kurang mengetahui tingkat keberhasilan dari
usahanya. Sedangkan masalah permodalan lebih banyak disebabkan oleh
kekurangmengertian tentang bagaimana mengelola modal serta bagaimana
memanfaatkan dan memupuk modal dari keuntungan yang diperoleh.
Dalam penelitian ini, diidentifikasi permasalahan-permasalahan utama yang
ditemukan di sentra usaha kerupuk Desa Pakutandang. Dari ke-19 pelaku usaha
kerupuk yang dikunjungi, beberapa permasalahan utama yang dapat diidentifikasi
dikelompokkan menjadi Sanitasi Lingkungan Pabrikasi, Alat-Alat Untuk
Memproduksi Kerupuk Yang Tidak Higenis, Permodalan, Pemasaran, Kurangnya
tenaga yang terampil, pewarna makanan, Manejemen Keuangan dan Teknologi.
1. Sanitasi Lingkungan Pabrikasi
Permasalahan sanitasi pabrikasi dapat dapat dilihat dari kondisi fisik bangunan
dan lingungan lokasi pabrik kerupuk yang kotor dan kumuh Dari sisi sanitasi
lingkungan, bangunan pabrik tidak layak untuk dijadikan sarana produksi.
Selain itu juga lokasi untuk menjemur kerupuk yang sangat kotor. Padahal
kerupuk yang dijemur ini kerupuk yang sudah dikukus dalam keadaan masih
basah. Makanan basah sangat rentan terkontaminasi bakteri dan debu apalagi
kerpuk ini dijemur di ruang terbuka tanpa ada yang mengawasi proses
penjemuran kerupuk ini, ditambah lagi dengan kondisi tempatnya sangat
pengap, tidak ada ventilasi. Sehingga cahaya matahari hanya sedikit yang
masuk, ini semakin membuat kondisi di dalam pabrik itu agak gelap.
Ditambah lagi dengan panasnya suhu ruangan membuat ketidaknyamanan
untuk berlama-lama di tempat ini.
2. Alat-Alat Untuk Memproduksi Kerupuk Yang Tidak Higenis
Alat-alat yang digunakan untuk memproduksi sudah tidak layak pakai, kotor
dan berkarat, misalnya drum untuk mencampur bahan-bahan produk kerupuk
dan alat pemutar adonan yang terbuat dari besi sudah berkarat. Begitu pula
alat cetak kerupuk dan rigen untuk menyimpan kerupuk yang sudah dicetak
untuk dikukus serta kukusan yang digunakan juga sudah berkarat dan
memudar warnanya.
Oven (untuk mengeringkan kerupuk kalau musim hujan), ebeg (tempat untuk
menjemur kerupuk) dan wajan torombol (tempat menyimpan kerupuk yang
sudah matang) yang digunakan juga sudah tidak layak pakai lagi, selain kotor
dan Idealnya alat-alat untuk memproduksi seharusnya memenuhi standar
kebersihan.
3. Permodalan
Permodalan merupakan masalah umum bagi pengusaha kecil. Hal ini juga
merupakan hambatan untuk usaha kerupuk di dalam mengembangkan
usahanya. Daerah ini daerah yang belum banyak tersentuh tangan pemerintah.
Sehingga informasi mengenai akses untuk mendapatkan kredit masih sangat
kurang. Ditambah lagi prosedur dunia perbankan yang membebankan
peminjaman dengan agunan dan suku bunga yang cukup tinggi. Hal ini
dirasakan memberatkan pengusaha kecil. Beberapa program bantuan
permodalan dari pemerintah yang pernah diterima dianggap kurang efektif,
karena tidak disertai dengan pelatihan dan pendampingan, sehingga dana yang
diberikan ujung-ujungnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan
untuk pengembalian kreditnya pun tersendat-sendat.
4. Pemasaran
Daerah pemasaran yang masih sangat terbatas. Rata-rata usaha kerupuk ini
menjual ke target konsumen yang sama. Biasanya mereka menyalurkan ke
pedagang-pedagang yang akan menjual di Majalaya, Cibereum, Pangalengan,
dan Banjaran. Kondisinya semua pengusaha kerupuk ini menjual dengan
daerah pemasaran yang rata-rata sama sehingga sering terjadii konflik karena
saling memperebutkan konsumen. Mereka membidik pasar yang kecil, karena
menganggap bahwa kerupuk ini dikonsumsi hanya untuk konsumen yang
menengah ke bawah. Sehingga mereka tidak mau memasarkan ke kota besar,
seperti Bandung yang merupakan kota terdekat dengan daerah ini.
5. Diversifikasi produk
Sebagian besar pengusaha hanya memproduksi jenis dan bentuk kerupuk yang
sama, sehingga membuat suasana persaingan semakin tinggi. Hanya ada dua
pengusaha yang menghasilkan lebih dari satu jenis dan ukuran kerupuk, satu
pengusaha yang membuat kerupuk jendil, satu pengusaha yang memproduksi
kerupuk elod, dan satu pengusaha yang memproduksi berbagai jenis kerupuk
dan bentuk kerupuk.
6. Kurangnya Tenaga Kerja Yang Terampil
Tenaga kerja yang ada di setiap usaha kerupuk ini rata-rata ada 20 orang.
Dimana masing-masing mempunyai uraian tugas yang berbeda, yakni 1 orang
bagian pengolahan bahan baku, 2 orang bagian memutar adonan untuk
dicetak, 8 orang bagian mencetak, 2 orang bagian mengukus kerupuk, 3 orang
mengangkat kerupuk dari kukusan untuk menyimpan di ebeg, 4 orang bagian
mengangkat ebeg ke tempat penjemuran. Jumlah karyawan masih dirasa
sangat kurang apalagi kalau banyak pesanan, kadang-kadang tidak bisa
terpenuhi karena kurangnya tenaga kerja yang ada. Tenaga kerja ini bekerja
dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00.
Sistem upah yang ditetapkan setiap pengusaha memiliki standar yang berbeda.
Ada yang menetapkan harian dan ada juga yang menetapkan sesuai dengan
produk yang di hasilkan. Selain itu masalah yang dihadapi kurangnya tenaga
kerja yang mempunyai keterampilan. Pembuatan kerupuk ini walaupun
terlihatnya sederhana tetapi cukup memerlukan keterampilan dan ketelitian
yang cukup tinggi.
7. Manajemen Keuangan
Pengaturan keuangannya masih belum begitu baik. Tidak ada pemisahan
antara uang perusahaan dengan uang pribadi, sehingga tidak jelas antara
pemasukan dan pengeluaran. Bahkan sebagian pengusaha kerupuk ini tidak
tahu berapa keuntungan usahanya walaupun usaha ini sudah berdiri cukup
lama dari tahun 1984.
8. Teknologi
Minimnya sarana/teknologi yang ada sehingga agak memperlambat proses
produksi. Misalnya dalam hal pencetakan kerupuk. Sebelum dicetak adonan
kerupuk harus dihaluskan dulu memakai alat yang harus diputar oleh tenaga
manusia. Dalam 1 hari tenaga kerja di bagian pemutar harus memutar selama
8 jam. Seringkali tidak tercapainya hasil produksi karena keterbatasan tenaga
manusia. Pesanan dari konsumen tidak bisa terpenuhi karena proses memutar
itu cukup lama. Untuk mengatasi hal ini alat putar ini bisa diganti dengan
tenaga mesin. Tapi hal ini tidak mungkin untuk bisa dibeli, karena mahalnya
harga mesin.
9. Manajemen usaha
Baik manajemen keuangan, pemasaran, produksi, dan manajemen sumber
daya manusia, masih konvensional. Semua pelaku usaha tidak memiliki
pengetahuan formal dan
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
teoritis mengenai manajemen usaha serta tidak pernah melaakukan
pencatatan-pencatatan. Usaha dijalankan secara spontan dan berdasarkan
pengalaman saja, tidak ada strategi-strategi dan langkah-langkah terencana
dan pengelolaan yang terstruktur dan terukur, serta tidak memiliki visi misi
yang jelas demi kemajuan usaha, mereka cukup gembira jika usahanya dapat
berjalan dan dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Keuangan tidak
dilakukan pencatatan dan pemilahan antara kepentingan keluarga dan usaha,
semua bersumber dari “saku” yang sama dan masuk ke “saku” yang sama,
sehingga laba dan pertumbuhan usaha sulit diukur.
10. Pewarna kerupuk
Kerupuk yang diberi warna adalah kerupuk jendil, dimana warna merah di
kerupuk ini sangat mencolok. Memang kerupuk ini menjadi terlihat lebih
menarik setelah diberikan warna, yang mengakibatkan konsumen tertarik
untuk membeli. Tapi apakah pewarna ini aman untuk dikonsumsi, mengingat
efek sampingnya dapat mempengaruhi kesehatan konsumen dalam jangka
pendek maupun panjang, sehingga perlu adanya sosialisasi tentang
penggunaan bahan pewarna makanan yang akan digunakan dalam industri
kerupuk ini.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut, penulis akan memfokuskan pada


permasalahan manajemen usaha, khususnya terkait dengan strategi pemasaran,
yaitu permasalahan kemasan dan merk kerupuk desa Pakutandang. Faktor
kemasan dan merk merupakan faktor yang penting untuk strategi pemasaran,
terutama dalam rangka memperluas pasar. Permasalahan-permasalahan
lainnya tidak dibahas dalam tulisan ini. Permasalahan ini diangkat dari salah
satu hasil penelitian program Iptek Bagi Masyarakat, IbM Kelompok Usaha
Kerupuk Pakutandang yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi tahun 2012.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena masalah di atas, maka tujuan Penelitian ini adalah
untuk
1. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dalam pengemasan kerupuk yang
paling mempengaruhi minat beli konsumen.
2. Menciptakan keunggulan bersaing melalui pengemasan dan pelabelan
(Packing and Labelling) pada industri kerupuk Desa pakutandang, melalui
pelatihan dan pendampingan.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Definisi Usaha Kecil
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan salah satu pilar dalam
pembangunan perekonomian Indonesia dan mampu memberikan sumbangan
yang besar dan berarti bagi kelangsungan pembangunan nasional. Beberapa
definisi tentang usaha mikro dan kecil menurut berbagai sumber dan
kepentingan lembaga yang bersangkutan adalah sebagai berikut.
a. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, usaha
kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah). Adapun kriteria Usaha Menengah adalah usaha
yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidaktermasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
b. Bank Indonesia (1988)menyatakan bahwadilihat dari modal dan nilai
siklus produksi, usaha kecil memiliki modal kurang dari Rp. 100 juta dan
satu siklus produksi dibutuhkan modal maksimal Rp. 25 juta.
c. Kementerian Perindustrian (1992)menyatakan bahwaindustri kecil
adalah perusahaan industri yang menggunakan teknologi madya atau
tradisional dan merupakan organisasi padat karya dengan karakteristik: 1)
kelayakan yang dimiliki tidak lebih dari Rp. 600 juta, jumlah investasi per
pekerja tidak lebih dari Rp. 625.000,00, dan jumlah investasi untuk
peralatan (diluar tanah, gedung, pembangkit listrik) tidak lebih dari Rp.
300 juta. Sedangka
d. Biro Pusat Statistik (1998)menyatakan bahwa industri kecil adalah
industri dengan tenaga kerja berkisar antara 5 sampai 19 orang.

2. Keunggulan Bersaing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah


Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Mengah (UMKM) dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang bersumber dari dalam maupun yang berasal dari luar unit
usaha UMKM. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM
menurut ISBRC-Pupuk (2003) antara lain: 1) kemampuan manajerial,
pengalaman pemilik atau pengelola, 3) kemampuan untuk mengakses pasar,
teknologi produksi, dan sumber permodalan, dan 4) besar kecilnya modal
yang dimiliki. Tambunan (1999) menyatakan bahwa faktor eksternal yang
mempengaruhi perkembangan UKM antara lain 1) dukungan berupa bantuan
teknis dan keuangan, 2) kondisi perekonomian yang dicerminkan dari
permintaan pasar domestik maupun dunia, dan 3) kemajuan teknologi dalam
produksi. Hasil penelitian Sjaifudin dkk. (1995) menyimpulkan bahwa sumber
daya manusia, sumber daya ekonomi, sumber daya informasi, dan sumber
daya institusi pendukung bisa mempengaruhi perkembangan industri kecil.
Sementara itu Herdiwan (1993) memperlihatkan bahwa kemampukembangan
industri kecil sebetulnya tidak hanya dipengaruhi oleh aspek modal. Faktor-
faktor lain yang berperan antara lain adalah 1) bahan baku, 2) transformasi, 3)
produk, 4) pasar, 5) modal, dan 6) perilaku
berprestasi. Sedangkan Atomsa (1997) menganalisisPerformansi Industri Kecil
berdasarkan Persepsi Pengusaha, mengidentifikasikan tujuh faktor utama yang
mempengaruhi performansi perusahaan, yaitu: a) Bahan Baku, b) Sumber
Daya Manusia, c) Program Promosi, d) Kewirausahaan, e) Finansial, f)
Teknologi, dan g) Pemasaran.
Hasil-hasil penelitian tersebut akan dijadikan sebagai acuan untuk menilai
kondisi usaha kecil kerupuk Desa
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
Pakutandang dengan mengelompokkannya ke dalam 10 permasalahan
yang telah diuraikan sebelumnya. Namun dalam tulisan ini, pembahasan
yang akan dlakukan lebih difokuskan pada manajemen usaha, aspek
pemasaran, terutama pelabelan dan pengemasan produk kerupuk.

3. Bauran Pemasaran
Perilaku konsumen berpengaruh terhadap perkembangan suatu industri,
begitu juga dengan industri kecil dan menengah.Untuk itu, dibutuhkan
Bauran Pemasaran yang tepat guna menghasilkan tingkat penjualan yang
tinggi.
Bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar
sasaran (Kotler, 2007). Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep
dalam teori pemasaran modern yang ada saat ini. Variabel yang terdapat
dalam bauran pemasaran dikendalikan untuk mencapai suatu tingkat
penjualan yang diharapkan dalam pasar tertentu yang diiinginkan.
Komponen-komponen dalam Bauran Pemasaran dikenal dengan 4P yaitu
product (produk), price (harga), place (tempat),dan promotion (promosi).
Berikut uraiannya:
a. Produk
Produk adalah kombinasi benda atau jasa dari perusahaan yang
ditawarkan ke target pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Produk secara luas meliputi desain, merek, hak paten, positioning, dan
pengembangan produk baru
b. Harga
Harga adalah sejumlah uang yang harus dikeluarkan konsumen untuk
mendapatkan suatu produk atau jasa. Harga juga merupakan pesan
yang menunjukkan bagaimana suatu brand memposisikan dirinya di
pasar.
c. Distribusi
Distribusi meliputi aktivitas perusahaan dalam membuat produknya
tersedia di target pasar. Strategi pemilihan tempat meliputi transportasi,
pergudangan, pengaturan persediaan, dan cara pemesanan bagi
konsumen.

d. Promosi
Promosi adalah aktivitas perusahaan untuk mengkomunikasikan
produk dan jasanya dan mempengaruhi target konsumen untuk
membeli. Kegiatan promosi antara lain, iklan, personal selling,
promosi penjualan, dan public relation.

4. Pengemasan dan Pelabelan


Kemasan produk dan labelnya selain berfungsi sebagai pengaman
produk yang terdapat di dalamnya juga berfungsi sebagai media promosi
dan informasi dari produk yang bersangkutan. Kemasan produk yang baik
dan menarik akan memberikan nilai tersendiri sebagai daya tarik bagi
konsumen. Namun demikian, sampai saat ini kemasan produk masih
merupakan masalah bagi para pengelola
usaha, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah.Thamrin Abdullah
(20012:163) mengatakan bahwa mengemas termasuk ativitas merancang
dan membuat wadah atau pembungkus untuk suatu produk. Kemasan
produk adalah bagian pembungkus dari suatu produk yang ada di
dalamnya, merupakan salah satu cara untuk mengawetkan atau
memperpanjang umur produk-produk pangan atau makanan yang terdapat
didalamnya.
Teknologi pengemasan terus berkembang dari waktu ke waktu, mulai proses
pengemasan yang sederhana atau tradisional dengan menggunakan bahan-bahan
alami seperti dedaunan atau anyaman bambu sampai teknologi modern seperti
saat ini. Teknologi pengemasan yang semakin maju dan modern telah hampir
meniadakan penggunaan bahan pengemas tradisional. diantara contoh-contoh
pengemasan modern diantaranya menggunakan bahan plastik, kaleng/logam,
kertas komposit, dan lain sebagainya.
Pengemasan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan mutlak
diperlukan dalam persaingan dunia usaha seperti saat ini serta fungsi dan
kegunaanya dalam meningkatkan mutu produk dan daya jual dari produk.
Kemasan produk dan labelnya selain berfungsi sebagai pengaman produk yang
terdapat di dalamnya juga berfungsi sebagai media promosi dan informasi dari
produk yang bersangkutan. Kemasan produk yang baik dan menarik akan
memberikan nilai tersendiri sebagai daya tarik bagi konsumen.
Fungsi kemasan adalah memberi tempat dan melindungi produk, tetapi dewasa
ini berbagai faktor membuat kemasan menjadi alat pemasaran yang penting,
Kemasan harus melakukan banyak tugas penjualan, dari menarik perhatian,
menguraikan produk sampai melakukan penjualan. Jadi kemasan merupakan
pembungkus suatu produk, sedangkan pengemasan mencakup semua kegiatan
merancang dan memproduksi pembungkus untuk suatu produk. Faktor kemasan
yang diteliti dalam penelitian ini adalah: warna dasar kemasan, bahan kemasan,
ukuran kemasan dan label kemasan.
Pengemasan mencakup keseluruhan konsep termasuk kemasan langsung,
bagian luar, pembungkus lainnya dan bagian keseluruhan berperan dalam
pemasaran dan pemajangan. Menurut Iwan (1999: 40) pengemasan merupakan
sebuah kemasan yang buruk dapat memberikan citra yang jelek pada suatu produk
yang sangat baik. Melihat pentingnya peranan kemasan yang baik dan disenangi
oleh konsumen, maka rancangan model, warna teks serta ilustrasi pembungkus
harus merupakan keseluruhan yang harmonis serta menarik. Penemuan-penemuan
baru dalam pembungkus seringkali diintrodusir ke pasar untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan sebelum para saingan sempat mengikutinya. Menurut
Buchari Alma (2004: 160) tujuan pengemasan antara lain :
a. Melindungi barang-barang yang dibungkusnya sewaktu barang-barang
tersebut bergerak melalui proses marketing.
b. Memudahkan pedagang-pedagang eceran untuk membagi-bagi atau
memisahkan barang tersebut.
c. Untuk mempertinggi nilai isinya dengan daya tarik yang ditimbulkan oleh
pembungkus, sehingga menimbulkan ciri-ciri khas produk tersebut.
d. Untuk identifikasi, mudah dikenal, karena adanya label/merek yang tertera
pada pembungkus.
e. Pembungkus dapat digunakan sebagai alat komunikasi karena membawa
berita atau catatan mengenai produk itu.
f. Pembungkus sebagai salesman diam, seperti di supermarket. Di sini juga para
pembeli tidak dilayani oleh salesman tetapi pembeli cukup mengetahui dan
memilih barangnya sendiri dengan membaca label pada
pembungkus.
Sementara itu Berkowittz, et all. yang dikutip Fandi Tjiptono (1998: 156)
menyebutkan bahwa pemberian
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
kemasan pada suatu produk dapat memberikan tiga manfaat utama yaitu:
a. Manfaat komunikasi, sebagai pengungkapan informasi produk kepada
konsumen.
b. Manfaat fungsional, kemasan sering kali memastikan peranan fungsional
yang penting seperti memberikan kemudahan, perlindungan dan
penyimpanan.
c. Manfaat perseptual, kemasan juga bermanfaat dalam menanamkan
persepsi tertentu dalam benak konsumen.

C. METODEPENELITIAN
Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di sentra usaha kerupuk Desa Pakutandang, Dusun
Cipaku, Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung.

Metode Penelitian dan Analisis Data


1. Metode Studi
Studi ini menggunakan metode survei. Teknik pengumpulan data primer
dilakukan dengan menyebarkan kuesioner, wawancara, dan observasi lapangan.
Data sekunder diperoleh dari Kantor Desa Pakutandang dan Kantor Kecamatan
Ciparay, Kabupaten Bandung.
2. Penetapan Responden
Responden penelitian dikelompokkan menjadi:
a. Produsen kerupuk di Desa Pakutandang yang menjadi Mitra Kegiatan
Program Iptek Bagi Masyarakat, jumlahnya 2 pengusaha kerupuk Desa
Pakutandang, yaitu Bapak Atep dan Bapak Ayi.
b. Konsumen kerupuk Desa Pakutandang di wilayah Kecamatan Baleendah,
Dayeuh Kolot dan Ciparay.
c. Pemerintah, yaitu Aparat Desa Pakutangdang, Aparat Kecamatan Ciparay.
3. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan, terutama responden konsumen kerupuk dan
pemerintah Desa Pakutandang adalah purposive sampling karena pemilihan
responden dari kalangan konsumen, maupun pemerintah dilakukan secara
sengaja. Sedangkan untuk produsen adalah pengrajin kerupuk yang mendapat
bantuan program Iptek Bagi Masyarakat. Khusus untuk memilih responden
dari kalangan konsumen terlebih dahulu dilakukan pembagian area untuk
menentukan wilayah penyebaran kuesioner kepada konsumen agar setiap
wilayah memiliki perwakilan responden. Adapun sampel penelitian ini adalah;
Responden dari kalangan konsumen sebanyak 84 orang responden, sedangkan
responden dari kalangan pemerintah hanya perwakilan dari kantor Desa
Pakutandang dan kantor Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung masing-
masing sebanyak 8 responden.
4. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dan dianalisis menggunakan statistik deskriptik dan diungkapkan
dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis
dilanjutkan dengan mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dalam
pengemasan dan pelabelan produk kerupuk yang dihasilkan yang paling
mempengaruhi minat beli konsumen.
D. PEMBAHASAN
1. Keadaan Umum Desa Pakutandang
Desa Pakutandang adalah salah satu dari empat belas desa yang ada di
kecamatan Ciparay- Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Jarak Desa
Pakutandang dengan ibukota kecamatan Ciparay adalah 0,5 km dan 29 km
dari ibukota Kabupaten Bandung. Sedangkan jarak Dessa Pakutandang
dengtan Ibukota Propinsi Jawa Barat adalah 23 km.
Wilayah Desa Pakutandang secara administratif terbagi menjadi 3 Dusun,
26 RW dan 71 RT dengan batas-batas wilayah Sebelah Barat berbatasan
dengan Desa
GunungLeutik, Sebelah timur berbatasan dengan DesaMekarsari. Sebelah
utara berbatasan dengan Desa Sagara Cipta, dan sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Sarimahi dan Desa Ciparay.
Penduduk Desa Pakutandang umumnya mempunyai mata pencaharian
yang beragam. Adapun jumlah penduduk Desa Pakutandang hingga Juli 2009
adalah 16.902 jiwa, dengan prosentase mata pencaharian sebagai berikut :

Tabel 1
Mata Pencaharian Penduduk Desa Pakutandang

Mata
No Pencaharian Prosentase

Petani/ Petani
1. ikan 23,23
2. Buruh 32,03
3. Peternak 1,98
4. Industri Kecil / 1,53
Kerajinan
Pegawai negeri
5. Sipil 13,44
6. Pensiunan ABRI 0.68
7. Pegawai swasta 1,89
8. Pedagang 15,16
9. Angkutan 7,40
10. Pertukangan 2,35
11. Pelayanan 0,32
Jumlah 100

Sumber: Profil Desa Pakutandang (2012)

2. Proses Produksi Kerupuk


Kerupuk bawang merupakan salah satu jenis kerupuk yang sering ditemui di
warung maupun rumah makan. Bentuk kerupuk ini cukup unik dan memiliki
ciri khas tersendiri bentuknya seperti jalinan tali yang menggelinting dan
berasa bawang. Usaha pembuatan kerupuk bawang hanya melakukan
pengolahan dari bahan mentah sampai pada proses kerupuk siap goreng.
Adapun proses pembuatan kerupuk ini adalah mulai dari 1) Penyiapan, 2)
Pengadonan,
3) Pencetakan, 4) Pengukusan, 5) Pendinginan, 6) Penjemuran, dan 7)
Penggorengan.
Lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Penyiapan bahan baku
Bahan baku dan alat yang digunakan pada proses produksi dapat dilihat
pada tabel 2 berikut.

Tabel 2
Bahan dan Alat
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1 No.1 Juni 2013
Bahan Alat
Kancah
Tepung Tapioka 7 kg. (semacam
Tepung terigu 5 kg. penggorengan
Bawang putih 3 kg. besar, khusus
Garam dapur 0.5 kg untuk membuat
Bumbu masak
secukupnya adonan)
Udang secukupnya Oven
Gula Pasir 0.75 kg. Tampah/ rigen
Alat cetak
Alat
penggorengan
Alat kukus
Kotak besar
Krumbung
(kaleng
besar untuk
menyimpan
kerupuk yang
sudah
digoreng.

b. Pengadonan
Adonan dibuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan bumbu-
bumbu yang digunakan. Tepung diberi air dingin hingga menjadi
adonan yang kental. Bumbu dan bawang yang telah digiling halus
dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk/diremas hingga lumat
dan rata. Adonan ini kemudian dimasukkan ke dalam mulen untuk
pelembutan agar diperoleh adonan yang kenyal dengan campuran
bahan merata.
c. Pencetakan
Pencetakan dilakukan dengan bantuan mesin (alat press) yang
diputar dengan tenaga manusia, dengan memasukkan adonan ke
dalam silinder pada mesin, yang dipress dengan cara memutarkan
tungkanya, dan dicetak oleh para pekerja.
d. Pengukusan
Adonan berbentuk lonjong kemudian dikukus dalam dandang
khusus di atas tungku, selama kurang lebih 2 jam sampai masak.
e. Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan
didinginkan. Untuk melepaskan dari cetakan, biasanya adonan
tersebut disiram dengan air. Adonan tersebut kemudian didinginkan
di udara terbuka kurang lebih 1 (satu) hari atau kurang lebih 24 jam
hingga kering.
f. Penjemuran/pengovenan
Adonan yang telah di dinginkan kemudian dijemur sampai kering
dengan waktu 4 jam jika matahari terik. Pada musim hujan
dilakukan pengeringan menggunakan oven.
g. Penggorengan
Langkah selanjutnya adalah menggoreng kerupuk dengan
menggunakan dua penggorengan besar. Penggorengan yang
pertama untuk memanaskan
kerupuk dan yang kedua adalah untuk menggembangkan kerupuk.
Gambar 1
Mesin cetak dan proses pencetakkan

Gambar 2
Proses Pengukusan

Gambar 3
Pendinginan Kerupuk

Gambar 4
Pengeringan Kerupuk dengan Metode Jemur
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume
1 No.1 Juni 2013
3. Faktor yang Mempengaruhi Kemasan Kerupuk
PengemasanKerupukdimaksudkanuntuk
mempertahankan kualitas kerupuk agar tetap renyah (tidak melempem),
agar memiliki nilai estetika dan juga memiliki nilai promosi yang tinggi.
Kemasan kerupuk Desa Pakutandang ini memiliki banyak faktor yang
mempengaruhinya, yaitu warna dasar kemasan, bentuk kemasan, ukuran
kemasan dan label kemasan.
a. Warna Dasar Kemasan
Warna dasar kemasan merupakan kesan yang ditimbulkan oleh mata
dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenainy, dalam
hal ini warna pada kemasan kerupuk. Warna ada karena adanya sumber
sinar.Dari hasil pengolahan data kuesioner diperoleh bahwa warna
dasar kemasan yang paling disukai oleh konsumen adalah warna
bening (tembus pandang). Rincian hasil lengkap dapat dilihat pada
tabel 3.

Tabel 3
Hasil Wawancara Mengenai Warna Dasar
Kemasan

Responden
Warna Yang disukai
(%)
53 Bening
18 Putih
10 Biru
8 Merah
6 Hijau
5 Ungu
100

Warna Dasar Kemasan yang


paling disukai
bening
putih
biru

b. Bahan baku Kemasan


Bahan baku kemasan utama kerupuk harus tahan terhadap reaksi kimia
dan udara yang dapat menyebabkan perubahan warna, bentuk dan rasa
serta perubahan-perubahan lainnya. Bahan baku kemasan harus tahan
terhadap tekanan dan benturan, dapat mencegah masuknya gas,
melindungi kandungan air dan lemak, serta mencegah penyebab
kerusakan-kerusakan lainnya. Bahan baku kemasan yang bisa
digunakan untuk pengemasan kerupuk adalah plastik, kaleng, kertas,
alumunium foil, stereofoam, dan lainnya.Dari hasil pengolahan data
kuesionerdiperoleh bahwa bahan kemasan yang dianggap paling sesuai
adalah dari bahan plastik.Rincian hasil lengkap dapat dilihat pada tabel
4.
Tabel 4
Hasil Wawancara Mengenai Bahan Baku
Kemasan

Responden
Bahan Baku Kemasan
(%)

67 Plastik
6 Kaleng

6 Kertas
4 alumunium foil
4 Styrofoam
13 Lainnya
100

plastik
kaleng
kertas
alumunium foil
styrofoam
lainnya

c. Ukuran Kemasan
Ukuran kemasan yang dimaksud adalah besar-kecilnya kemasan, dalam hal ini
dinyatakan dengan berat atau jumlah kerupuk dalam satu kemasan. Rincian
hasil lengkap mengenai ukuran kemasan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5
Hasil Wawancara Mengenai Ukuran Kemasan

Responde
n
Ukuran Kemasan
(%)
ukuran ada yang kecil,
30 sedang dan
besar

12 Menarik, rapi dan bersih


14 Bentuknya mudah dijinjing
(handy)
21 Praktis
20 jumlah kerupuk sedikit,
sedang
dan banyak
3 Lainnya
100

ukuran ada yang


kecil, sedang dan
besar
Menarik, rapi dan
bersih
Bentuknya mudah dijinjing (handy)
praktis
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
d. Label Kemasan
Label adalah setiap keterangan atau pernyataan produk yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan,
dimasukkan ke dalam, ditempelkan, atau merupakan bagian kemasan
kerupuk. Rincian hasil lengkap mengenai label kemasan dapat dilihat pada
tabel 6.

Tabel 6
Hasil Wawancara Mengenai Label Kemasan

Jumlah Label kemasan


Responden
(%)
Menggunakan media
32 lain
(kertas, sticker, dll)
8 Langsung pada Kemasan
(disablon)
25 Memberikan informasi
produk
12 Mencantumkan izin produksi
Mencantumkan
23 kepastian
halal
0 Lainnya
100

Menggunakan media
lain (kertas, sticker, dll)
Langsung pada
Kemasan (disablon)
Memberikan informasi
produk
Mencantumkan izin
produksi
Mencantumkan
kepastian halal
lainnya

Dari hasil penelitian di atas, diperoleh beberapa desain untuk pengemasan


dan pelabelan produk kerupuk Desa Pakutandang sebagai berikut :
1. Berdasarkan kesepakatan dengan pengusaha kerupuk (dalam hal ini Bapak
Atep dan bapak Ayi) diperoleh kepastian bahwa yang bersangkutan
sepakat untuk menggunakan merk: “M” untuk produknya, karena merk ini
telah digunakan sejak usaha mereka baru saja berdiri. Selama ini merk
hanya digunakan sebagai
‘tanda’ pada kaleng kerupuk yang dititipkan di warung-warung, juga pada
krumbung (kaleng kerupuk besar yang sering dipikul) bila pedagang
eceran menjajakan kerupuknya.
2. Warna dasar kemasan yang digunakan adalah warna bening atau
transparan, sesuai keinginan mayoritas responden (konsumen). Alasan
dari pemilihan warna bening atau transparan selain untuk memenuhi
keinginan konsumen, juga membuat produk lebih mudah terlihat,
sehingga selalu terkontrol kesegaran dan bentuk kerupuk, sehingga
kemungkinan kerupuk berubah rasa karena kemasukan udara
(melempem) atau hancur karena tertekan bisa diminimalisir.
3. Bahan kemasan yang digunakan adalah plastik. Spesifikasi bahan yang
digunakan adalah plastik untuk penganan yang memiliki ketebalan yang
cukup, agar bisa melindungi produk dengan baik.
4. Kerupuk dikemas dengan berbagai ukuran, yaitu : jumlah 5 kerupuk, 10
kerupuk dan 20 kerupuk, dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Rumah makan, warung-warung nasi dan restoran akan ebih mudah
menyajikan kerupuk di meja makan atau etalasenya dalam ukuran
kecil (5 buah kerupuk), sehingga pas dikonsumsi untuk sekali makan.
b. Toko-toko dan supermarket lebih suka mendisplay kerupuk dalam
jumlah 10 buah, karena mereka yang membeli di toko dan
supermarket tidak untuk dikonsumsi di tempat tetapi dibawa ke
rumah.
c. Pasar tradisional lebih menyukai kerupuk dalam kemasan cukup besar
yaitu 20 buah, karena pembelinya biasanya adalah untuk dibawa
pulang ke rumah atau untuk dijual kembali.
5. Kerupuk dikemas dengan berbagai ukuran kemasan dan jumlah kerupuk
tetapi tetap memperhatikan segi kepraktisnnya sehingga mudah dijinjing.
6. Label yang dibuat berisi informasi merek, Nama Produk, Tanggal
produksi & kadaluarsa, Komposisi, Berat bersih, Produsen & Alamat,
dan Hal-hal istimewa yang menjadikan produk menjadi unggul
(contoh: Jaminan Halal, Tanpa MSG, Tanpa pengawet,Tanpa formalin,
dll)
Di kemudian hari, diharapkan bisa ditambahkan dengan informasi mengenai
Metode penyimpanan & penyajian, Saran penyajian (Gambar), Izin dan
Sertifikasi.

4. Keunggulan Bersaing Melalui Pengemasan dan


Pelabelan (Packing and Labelling)
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal kerupuk sebagai makanan kecil.
Jenis makanan ini biasanya di konsumsi sebagai makanan yang mampu
membangkitkan selera makan atau hanya sekedar di konsumsi sebagai makanan
kecil. Kerupuk dikenal baik di segala usia maupun tingkat sosial masyarakat dan
mudah diperoleh disegala macam tempat, baik di kedai pinggir jalan hingga di
restoran hotel berbintang maupun di supermarket ternama.
Kerupuk memiliki berbagai jenis dan bahan, umumnya berbahan dasar tepung
tapioka dan tepung terigu yang dicampur dengan bahan tambahan yang lain
sehingga menjadi kerupuk bawang dengan aroma rasa bawang. Proses pembuatan
kerupuk ini tidak perlu memiliki suatu keterampilan khusus dan dapat dilakukan
dalam skala industri rumah tangga. Usaha di bidang ini mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat mengingat kerupuk berharga murah (berkisar antara
Rp.500-Rp.1000 lebih bila dikonsumsi dalam keadaan matang). Keunggulan
yang lain yaitu kerupuk sudah akrab di lidah masyarakat Indonesia, tidak
mengherankan bahwa usaha di bidang ini memiliki prospek yang cerah.
Perusahaan kerupuk yang berbahan dasar bawang putih ini didirikan pada
tahun 1984 oleh Bapak Atep. Modal kerja yang ditanamkan untuk merintis usaha
ini pada waktu itu sebesar Rp 3.000.000,- Dengan hanya menggunakan peralatan
yang sederhana dan masih manual, maka dimulailah pembuatan kerupuk bawang
ini. Tenaga kerja yang ada pada waktu itu hanya direkrut dari lingkungan
keluarga. Namun, dari waktu ke waktu usaha pembuatan kerupuk ini
menunjukkan perkembangan
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
dengan semakin banyaknya peminat terhadap makanan olahan hasil produksi
perusahaan kerupuk ini. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemilik perusahaan
untuk selalu menciptakan resep baru dan memperbanyak jenis makanan ringan
yang diproduksinya. Hingga saat ini perusahaan ini telah mempekerjakan 15
orang karyawan, yang direkrut dari daerah tempat tinggal yakni Desa
Pakutandang. Untuk saat ini usaha kerupuk ini belum dikembangkan secara besar-
besaran hanya masih berskala rumah dan lingkungan sekitar.
Bapak Atep memilih usaha ini karena hanya memiliki keterampilan dan
pengalaman di bidang ini dan beranggapan bahwa kerupuk masih banyak
digemari, sehingga masih dapat bertahan meski dalam situasi krisis. Prospek
bisnis ini diyakini masih bagus, terbukti Bapak Atep mampu meraup keuntungan
Rp 1.700.000,- /bulan.
Melalui penelitian dan pelatihan pengemasan dan pelabelan, kerupuk Desa
Pakutandang kini memiliki penampilan yang jauh lebih baik dan memiliki
keunggulan bersaing karena kemasan yang dibuat memiliki keunikan dan daya
tarik tertentu bagi konsumen.Setelah melalui penelitian dan pelatihan pengemasan
dan pelabelan (packing and labelling) kepada pengusaha Kerupuk Desa
Pakutandang, diperoleh tampilan kerupuk menjadi sebagai berikut :

Gambar 5
Penampilan Kerupuk Desa Pakutandang setelah Pelatihan

Gambar 6
Aktivitas Pelatihan Pengemasan
5. Faktor Pendukung dan Penghambat
Data yang diperoleh dari hasil wawancara responden tentang faktor yang
menghambat dan mendukung dari kemasan kerupuk adalah bahwa Kerupuk
yang ada memiliki kemasan yang kurang menarik, karena dari produsen
kerupuk hanya diangkut dalam plastik ukuran karung besar, dan dikemas dalam
kantong keresek biasa ketika ada konsumen yang hendak membeli.
Berikut data lengkap hasil wawancara :

Tabel 7
Hasil Wawancara Mengenai Faktor Yang Mendukung
dan Menghambat

Faktor Yang Tidak


Jumlah Mendukung
Responden(% dalam Kaitannya dengan
) pengemasan
27 Produk tidak dikemas
43 Kemasan kurang menarik
Plastik Kemasan terlalu tipis
15 dan
jelek
14 Desain label tidak menarik
11 Warna label tidak menarik
Kurang higienis karena
12 kemasan
sering mudah robek
Tidak ada informasi
12 mengenai
komposisi produk
6 Tidak ada informasi halal
100

Produk tidak
dikemas

Kemasan
kurang
menarik

Plastik
Kemasan
terlalu tipis
dan jelek

Desain label
tidak
menarik
Warna label
tidak
menarik
Berdasarkan hasil
wawancara faktor yang
paling mendukung
adalah kemasan yang
menarik, bahan yang
bagus dan kuat serta
kedap udara serta desain
label yang menarik.

6. Pelaksanaan
Pelatihan dan
Pendampingan
Pelaksanaan
pelatihan
dan

pendampingan
kegiatan
program Iptek Bagi
Masyarakat oleh
LPPM Politeknik Piksi
Ganesha ini, terutama
dalam proses kegiatan
pembuatan desain
pengemasan dan
pelabelan produk,
dilakukan dengan
menciptakan suasana
yang lebih akrab dan
kekeluargaan, sehingga
tercipta suasana yang
lebih komunikatif,
tidak ada kekakuan.
Para pelaku usaha
diberi motivasi dan
diajak untuk bisa
merubah mindset.
Perubahan mindset ini
juga perlu dilakukan
dengan memberikan
kepercayaan bahwa
mereka bisa
mengembangkan usaha
lebih besar lagi, dan
memotivasi
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
untuk membuat produk yang lebih inovatif lagi agar penjualan yang dilakukan
tidak terbatas. Untuk target ke depannya minimal kota Bandung yang akan
dibidik, mengingat Bandung menjadi kota wisata yang banyak dikunjungi.
Tidak menutup kemungkinan bisa sampai skala nasional atau bahkan ekspor ke
luar negeri.
Dalam program pelatihan dan pendampingan ini juga diberikan beberapa
teori terkait dengan pentingnya kemasan dibuat yang berbeda dengan pesaing,
sehingga membuat produk terlihat unik lain dari pada yang lain. Dan juga
dengan kemasan yang menarik konsumen akan semakin tertarik dan
berpengaruh terhadap peningkatan angka jual. Kemudian bagaimana
menciptakan kemasan produk yang unik dan menarik. yang belum dipakai
produk lain,sehingga produk yang ditawarkan memberikan kesan lebih
menarik dibandingkan produk lain dengan usaha yang sama. Selain itu juga
perajin kerupuk Pakutandang diberikan metode bagaimana desain kemasan
sesuai dengan isi produk. Misalnya dengan menampilkan gambar animasi
kerupuk yang menarik, atau kemasan yang berwarna sehingga dapat langsung
terlihat lain oleh konsumen walaupun ada diantara produk-produk pesaing.
Lalu bagaimana menciptakan kemasan dalam berbagai ukuran sehingga lebih
variatif. Kemasan dengan berbagai macam ukuran dari yang kecil hingga
kemasan yang berukuran besar. Ini dikarenakan tidak semua konsumen
membeli kerupuk dengan jumlah yang banyak. Kalau target pasar pemilik
kerupuk ini ingin membidik konsumen yang individu biasanya lebih menyukai
produk kecil, karena biasanya konsumen ini menginginkan produk yang
murah. Perajin juga diajarkan untuk mencari kemasan kerupuk yang bisa di
daur ulang. Hal ini juga salah satu upaya untuk mencegah global warming dan
tidak merugikan lingkungan. Yang terpenting bagaimana menyesuaikan
konsumen dengan karakter konsumen. Dalam artian membuat perbedaan
kemasan produk sesua dengan target pasar, umur konsumen, dan tingkatan
sosial dari konsumen itu sendiri. Selain tentang kemasan, tim juga akan
memberikan materi tentang pentingnya membuat merk yang menarik. merk
dapat membantu pemilik usaha kerupuk untuk memasarkan produk-produknya.
Dan konsumen juga akan lebih mudah mengingat sebuah merk yang menarik.
maka dari itu merk yang dibuat sederhana saja, tetapi bisa mewakili pesan
produk. Dan juga memberikan metode bagaimana membuat merk yang sifatnya
tidak musiman. Karena hanya akan merusak image yang sudah terbentuk, juga
bagaimana memimilih warna dan huruf yang bisa digunakan di semua media.
Karena merk ini tidak hanya dicantumkan di kemasan saja, bisa juga untuk
sarana promosi lainnya seperti baner, spanduk, kartu nama dan brosur. Teori
ilmiah ini akan di sampaikan dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami,
sehingga perlu penjelasan dan gambaram secara detail agar

tujuan pelatihan dan pendampingan ini akan tercapai.Terakhir pelatihan secara


teknis ini akan dilakukan dengan memperlihatkan simulasi, bagaimana
membuat kemasan yang praktis mudah tapi tidak menghilangkan rasa dari
produk kerupuk ini. yang pertama dengan memberikan penjelasan bahwa
peralatan yang digunakan harus bersih dan steril, sehingga kemanan produk
tetap terjaga. Kemudian bagaimana menampilkan proses produksi yang steril,
bebas dari kontaminasi kuman seperti di ruang khusu dengan sirkulai yang
baik, dan terpisah dari ruang gudang bahan baku dan dapur kotor. Juga
karyawan diwajibkan memakai masker, penutup rambut, sarung tangan dan
celemek. Kemudian dengan mensimulasikan tempat yang bebas
kontaminasi untuk mendinginkan kerupuk dan mengemasnya.

E. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang mendukung dalam pengemasan kerupuk antara lain:
a. Warna dasar kemasan yang menjadi pilihan konsumen adalah bening
(transparan),
b. Bahan baku kemasan yang dipilih konsumen adalah plastik, dengan
ukuran yang beragam (ada ukuran kecil, sedang dan besar), yaitu kemasan
kerupuk jumlah 5, 10 dan 20 kerupuk.
c. Label yang diinginkan oleh konsumen adalah label yang dibuat dari bahan
yang lain (dari kertas atau sticker) dan mencantumkan informasi yang
berkaitan dengan produk, yaitu merek, nama produk, tanggal produksi &
kadaluarsa, komposisi, berat bersih dan data Produsen & Alamat.
2. Dalam kegiatan penelitian ini telah didesain kemasan dan pelabelan produk
kerupuk untuk dua pengrajin kerupuk Desa Pakutandang yang mendapatkan
bantuan dalam program Iptek Bagi Masyarakat, IbM Kelompok Usaha
Kerupuk Pakutandang. Dalam kegiatan ini juga dilakukan pelatihan dan
pendampingan oleh Peneliti sehingga dihasilkan kemasan yang menarik
dengan bahan yang bagus dan kuat serta kedap udara serta dengan desain label
yang menarik.

Saran Dan Rekomendasi


1. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan bersamaan dengan program Iptek Bagi
Masyarakat, IbM Kelompok Usaha Kerupuk Pakutandang, dibiayai Pemerintah
melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.Walaupun dalam kegiatan ini
yang menjadi mitra pelaksanaan kegiatan ini hanya dua pengrajin kerupuk,
namun diharapkan hasil yang diperoleh dapat disosialisasikan ke semua
pengraji kerupuk di desa Pakutandang.
2. Diharapkan hasil penelitian tentang desain label dan kemasan produk kerupuk
ini bisa disebarkan ke seluruh pengrajin kerupuk yang ada di desa
Pakutandang.
3. Perlu adanya jalinan kerjasama atau kemitraan antara pengusaha kerupuk
dengan pedagang eceran maupun pedagang, terutama dalam masalah harga
penjualan dan keuntungan.
4. Perlu adanya perlindungan konsumen, diantaranya dengan menambahkan
informasi yang lengkap tentang komposisi barang yang dikemas, sehingga
konsumen tidak dirugikan.
5. Perlu adanya pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan baik dari Tim
IbM LPPM maupun dari pemerintah setempat agar apa yang telah dilakukan
bisa dilanjutkan dan membawa manfaat tidak hanya bagi pengusaha tertentu
tetapi bagi pengusaha-pengusaha yang lainnya.

F. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Thamrin, Francis Tantri (2012).Manajemen Pemasaran, Raja Grafindo
Persada, Jakarta,
Arntson, Amy E. (1988) Graphic Design Basics. Holt, Reinhart and Winston, Inc.,
Orlando,.
STRATEGI PEMASARAN PRODUK MAKANAN OLAHAN MELALUI
PENGEMASAN DAN PELABELAN (PACKING AND LABELLING)
Dipublikasikan di JURNAL EKBIS (Ekonomi Bisnis) ISSN 2339- 1839 Volume 1
No.1 Juni 2013
Herudiyanto, Marleen S. (2010) Praktikum Pengemasan Pangan,
Widya Padjadjaran, Bandung.
Julianti, E. dan Nurminah, M. 2006. Teknologi Pengemasan.
Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Kartajaya, Hermawan. Marketing Plus 2000 Siasat
Memenangkan Persaingan Global (1996) PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Kotler, Philip, and Armstrong, Gary,(2007) Principles of
Marketing, 12th Edition, Pearson Education, New Jersey.
Porter, Michael, E. (1990). “Competitive Strategy”. The Free
Press . New York,p.20.
Nitisemito, Alex S. Marketing. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.
Rolstadas, A. (1995). Performance Measurement. Chapman &
Hall. London.
Stanton, William J. & Y. Lamarto. Prinsip Pemasaran. Penerbit
Erlangga, Jakarta, 1988.
Sjaifudin, Hetifah, dkk., (1995), Strategi Pengembangan Usaha
Kecil, AKATIGA, Bandung.
Tjiptono, Fandy (2002) Strategi Pemasaran, Yogyakarta, Andi
Tjiptono, Fandy (1997) Strategi Pemasaran edisi II, Andi,
Yogyakarta
Wirya, Iwan. 1999 Kemasan yang Menjual. PT.
Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Herdiwan, D., 1993, Faktor-faktor yang Berpengaruh sebagai
Karakteristik Kemampukembangan Industri Kecil
Khususnya pada Sektor Sandang di Kotamadya
Yoyakara : Tugas Akhir Jurusan Teknik dan Manajemen
Industri Institut Teknologi Industri Serpong.
ISBRC-Pupuk, 2003, Usaha Kecil Indonesia : Tinjauan Tahun
2002 dan Prospek Tahun 2003, ISRBC-Pupuk dan LP3E
Kadin Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai