Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kedokteran Keluarga


II.1.1 Definisi
llmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu
kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu,
keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan
sosial budaya.

II.1.2 Karakteristik
a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai
anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.
b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan
perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah
keseluruhan keluhan yang disampaikan.
c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati
penyakit sedini mungkin.
d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha
memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

II.1.3 Tujuan Pelayanan Kedokteran Keluarga


1. Tujuan Umum
Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.
2. Tujuan Khusus
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efektif.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efisien.

4
II.1.4 Manfaat
a. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
b. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan.
c. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah,
terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
d. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga
penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan pelbagai masalah lainnya.
e. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanani maka segala keterangan
tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan ataupun keterangan keadaan
sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang
dihadapi
f. Akan dapat diperhitungkan pelbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.
g. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang lebih
sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan.
h. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.

II.1.5 Praktek Dokter Keluarga


Terlepas dari masih ditemukannya perbedaan pendapat tentang kedudukan dan peranan
dokter keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan, pada saat ini telah ditemukan banyak
bentuk praktek dokter keluarga. Bentuk praktek dokter keluarga yang dimaksud secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam:
1. Pelayanan dokter keluarga sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit (hospital
based) pada bentuk pelayanan dokter keluarga diselenggarakan di rumah sakit.
Untuk ini dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan nama
bagian dokter keluarga (departement of family medicine), semua pasien baru yang
berkunjung ke rumah sakit, diwajibkan melalui bagian khusus ini. Apabila pasien
tersebut ternyata membutuhkan pelayanan spesialistis, baru kemudian dirujuk
kebagian lain yang ada dirumah sakit.

5
2. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga. Pada bentuk ini
sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik yang
didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga (family
clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua macam. Pertama,
klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua, merupakan bagian dari
rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di
luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu
tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga penghasilan rumah sakit.
Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri atau
hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga
tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang
memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit
kerja sama tersebut. Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri
(solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice).
Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik
dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan
dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga. Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini
diterapkan suatu sistem manajernen yang sama. Dalam arti para dokter yang
tergabung dalam klinik dokter keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan
memakai alat-alat praktek yang sama. Untuk kemudian menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga yang dikelola oleh satu sistem manajemen keuangan,
manajemen personalia serta manajemen sistem informasi yang sama pula. Jika
bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih, akan diperoleh beberapa keuntungan
sebagai berikut:
a. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar
menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu, karena
waktu praktek dapat diatur, para dokter mempunyai cukup waktu pula untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan. Kesemuannya ini, ditambah
dengan adanya kerjasama tim (team work) disatu pihak, serta lancarnya
hubungan dokter-pasien di pihak lain, menyebabkan pelayanan dokter
keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu.

6
b. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara berkelompok, pembelian serta pemakaian pelbagai peralatan medis dan
non medis dapat dilakukan bersama-sama (cost sharing). Lebih dari pada itu,
karena pendapatan dikelola bersama, menyebabkan penghasilan dokter akan
lebih terjamin. Keadaan yang seperti ini akan mengurangi kecenderungan
penyelenggara pelayanan yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil
dilaksanakan, pada gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter keluarga
yang lebih terjangkau.
3. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan melalui praktek dokter keluarga (family
practice) Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga
adalah praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter keluarga ini
sama dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan melalui klinik dokter
keluarga. Disini para dokter yang menyelenggarakan praktek, menerapkan prinsip-
prinsip pelayanan dokter keluarga pada pelayanan kedokteran yang
diselenggarakanya. Praktek dokter keluarga tersebut dapat dibedaka pula atas dua
macam. Pertama, praktek dokter keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo
practice). Kedua praktek dokter keluarga yang diselenggarakan secara berkelompok
(group practice).

II.1.6 Pelayanan Pada Praktek Dokter Keluarga


Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya.
Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan Pada bentuk ini, pelayanan yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja.
Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan
pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di
rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke
tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan
pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien
dirumah. Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter
keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan

7
perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh
dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di
rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit. Pada bentuk ini, pelayanan yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah mencakup pelayanan rawat
jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta perawatan rawat inap di
rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga
yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah
sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri
pasiennya di rumah sakit.
Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak sama antara
satu negara dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara satu daerah lainnya.
Di Amerika Serikat misalnya, pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah mulai
jarang dilakukan. Penyebabnya adalah karena mulai timbul kesadaran pada diri pasien
tentang adanya perbedaan mutu pelayanan antara kunjungan dan perawatan pasien di
rumah dengan di tempat praktek. Pasien akhirnya lebih senang mengunjungi tempat
praktek dokter, karena telah tersedia pelbagai peralatan kedokteran yang dibutuhkan.
Di beberapa negara lainnya, terutama di daerah pedesaan, karena dokter keluarga tidak
mempunyai akses dengan rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut hanya
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan saja. Pelayanan rawat inap dirujuk sertakan
sepenuhnya kepada dokter yang bekerja dirumah sakit. Tetapi pengaturan rujukan untuk
pelayanan rawat inap tersebut, tetap dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter keluarga
memberikan bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat perawatan dan jika
perlu turut mengantarkannya ke rumah sakit.
Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak sama,
perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan tetap
tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga bukan sekedar menyembuhkan
penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan penyakit. Atau jika tindakan
penyembuhan yang dilakukan, maka pelaksanaannya, kecuali harus mempertimbangkan
keadaan pasien sebagai manusia seutuhnya, juga harus mempertimbangkan pula keadaan
sosial ekonomi keluarga dan lingkungannya. Praktek dokter keluarga tidak menangani
keluhan pasien atau bagian anggota badan yang sakit saja, tetapi individu pasien secara
keseluruhan.

8
Kesamaan lain yang ditemukan adalah pada ruang lingkup masalah kesehatan yang
ditangani. Praktek dokter keluarga melayani seluruh anggota keluarga dan semua masalah
kesehatan yang ditemukan pada keluarga. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang
seperti ini dibutuhkan pelbagai pengetahuan dan keterampilan yang luas. Karena adanyan
ciri yang seperti inilah ditemukan pihakpihak yang tidak sependapat bahwa dokter spesialis
dapat bertindak sebagai dokter keluarga. Oleh kalangan yang terakhir ini disebutkan bahwa
dokter keluarga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas, yang mencakup
pengetahuan dan keterampilan beberapa dokter spesialis, dan karenanya tidak mungkin jika
diselenggarakan oleh satu dokter spesialis saja.
Dari uraian tentang orientasi serta ruang lingkup masalah kesepakatan yang ditangani
pada praktek dokter keluarga diatas, jelaslah bahwa pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga memang agak berbeda dengan pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan oleh dokter umum dan atau dokter spesialis. Pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga pada umumnya:
1. Lebih aktif dan bertanggung jawab Karena pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mengenal pelayanan kunjungan dan
atau perawatan pasien di rumah, bertanggung jawab mengatur pelayanan rujukan dan
konsultasi, dan bahkan, apabila memungkinkan, turut menangani pasien yang
memerlukan pelayanan rawat inap di rumah sakit, maka pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga umunya lebih aktif dan bertanggung
jawab dari pada dokter umum.
2. Lebih lengkap dan bervariasi Karena praktek dokter keluarga menangani semua
masalah kesehatan yang ditemukan pada semua anggota keluarga, maka pelayanan
dokter keluarga pada umumnya lebih lengkap dan bervariasi dari pada dokter umum.
Tidak mengherankan jika dengan pelayanan yang seperti ini, seperti yang ditemukan
di Amerika Serikat misalnya, praktek dokter keluarga dapat menyelesaikan tidak
kurang dari 95 % masalah kesehatan yang ditemukan pada pasien yang datang
berobat.
3. Menangani penyakit pada stadium awal Sekalipun praktek dokter keluarga dapat
menangani pasien yang telah membutuhkan pelayanan rawat inap, bukan selalu
berarti praktek dokter keluarga sarna dengan dokter spesialis. Praktek dokter keluarga
hanya sesuai untuk penyakit -penyakit pada stadium awal saja. Sedangkan untuk
kasus yang telah lanjut atau yang telah terlalu spesialistik, karena memang telah
berada diluar wewenang dan tanggung jawab dokter keluarga, tetap dan harus

9
dikonsultasikan dan atau dirujuk kedokter spesialis. Seperti yang dikatakan oleh
Malerich (1970), praktek dokter keluarga memang sesuai untuk penyakit-penyakit
yang masih dalam stadium dini atau yang bersifat umum saja. ‘The family doctor
cannot be expected to treat all problems as best possible, but he can be expected to
treat all common diseases as best possible’.
II.1.7 Pembiayaan Praktek Dokter Keluarga
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga tentu diperlukan tersedianya
dana yang cukup. Tidak hanya untuk pengadaan pelbagai sarana dan prasarana medis dan
non medis yang diperlukan (investment cost), tetapi juga untuk membiayai pelayanan
dokter keluarga yang diselenggarakan (operational cost) Seyogyanyalah semua dana yang
diperlukan ini dapat dibiayai oleh pasien dan atau keluarga yang memanfaatkan jasa
pelayanan dokter keluarga. Masalah kesehatan seseorang dan atau keluarga adalah
tanggung jawab masing-masing orang atau keluarga yang bersangkutan. Untuk dapat
mengatasi masalah kesehatan tersebut adalah amat diharapkan setiap orang atau keluarga
bersedia membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Mekanisme pembiayaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan banyak macamnya.
Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam. Pertama, pembiayaan
secara tunai (fee for service), dalam arti setiap kali pasien datang berobat diharuskan
membayar biaya pelayanan. Kedua, pembiayaan melalui program asuransi kesehatan
(health insurance), dalam arti setiap kali pasien datang berobat tidak perlu membayar secara
tunai, karena pembayaran tersebut telah ditanggung oleh pihak ketiga, yang dalam hat ini
adalah badan asuransi.

Tentu tidak sulit dipahami, tidaklah kedua cara pembiayaan ini dinilai sesuai untuk
pelayanan dokter keluarga. Dari dua cara pembiayaan yang dikenal tersebut, yang dinilai
sesuai untuk pelayanan dokter keluarga hanyalah pembiayaan melalui program asuransi
kesehatan saja. Mudah dipahami, karena untuk memperkecil risiko biaya, program asuransi
sering menerapkan prinsip membagi risiko (risk sharing) dengan penyelenggara pelayanan,
yang untuk mencegah kerugian, tidak ada pilihan lain bagi penyelenggara pelayanan
tersebut, kecuali berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, dan atau mencegah
para anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk tidaksampai jatuh sakit. Prinsip
kerja yang seperti ini adalah juga prinsip kerja dokter keluarga (Wahyuni, 2003).

10
II.2 Kehamilan di usia tua
Kehamilan di usia tua ialah kehamilan yang terjadi pada wanita berusia lebih
dari atau sama dengan 35 tahun, baik primi maupun multigravida. Kondisi ini semakin
marak terjadi 3 dekade terakhir. Rata-rata usia ibu primigravida meningkat dari 21,4 menjadi
24,9 tahun di Amerika dan di Jepang dari 25,6 menjadi 28,0 antara tahun 1997 dan 2000.
Pengaruh era globalisasi serta meningkatnya kesadaran wanita akan persamaan derajat
membuat para wanita semakin berani untuk mengejar karir mereka dibanding memiliki anak.
Selain itu, adanya teknologi dalam fertilisasi memberikan pilihan bagi ibu untuk menunda
kehamilan.
Semua kehamilan memiliki risiko, dan risiko-risiko tersebut semakin meningkat pada
kehamilan di usia tua. Berbagai faktor risiko ini berkumpul pada satu kelompok yang
dinamakan penyulit kehamilan atau kehamilan risiko tinggi, dimana hal tersebut mengancam
mortalitas dan morbiditas tidak hanya pada janin namun juga pada ibu.
Komplikasi yang terjadi saat hamil diusia tua yaitu :
 Antepartum : Hipertensi Kehamilan, abortus, solusio plasenta, kelainan kongenital
 Durepartum : Distorsia, inersia uteri, atonia uteri
 Postpartum : HPP, prolaps uteri, depresi postpartum

II.3 Hipertensi dalam kehamilan


Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi
sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. Tetapi yang
dibahas pada bab ini ada hipertensi yang timbul pada kehamilan. Golongan penyakit ini
ditandai dengan hipertensi dan kadang-kadang disertai proteinuria, oedema, convulsi, coma,
atau gejala-gejala lain. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah sekurang – kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan
tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg sebagai
parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. (Sarwono, 2008).

II.4.1 KLASIFIKASI

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
tahun 2001, ialah:

a. Hipertensi kronik

11
b. Preeklampsia – eklampsia
c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia.
d. Hipertensi gestasional (Sarwono, 2008).

Penjelasan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan

a. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
c. Eklampsia
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ atau koma.
d. Hipertensi kronik dengan superimposed-preeklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda – tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda – tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria
(Sarwono. 2008)

Penjelasan Tambahan

a. Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urine selama 24 jam atau sama dengan
≥ 1+ dipstick.
b. Edema, dulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda – tanda preeklampsia, tetapi sekarang
edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu
dipertimbangkan faktor resiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan
edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu.
c. Primigravida yang mempunyai kenaikan berat badan rendah, yaitu <0,34 kg/minggu,
menurunkan risiko hipertensi, tetapi menimbulkan risiko berat badan bayi rendah.

12
II.4.2 FAKTOR RESIKO

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokan dalam faktor risiko sebagai berikut:
a) Usia. Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia
lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
b) Paritas. Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat atau eklampsia
c) Faktor gen. Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit
yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita
preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeclampsia atau eklampsia dalam keluarga
d) Riwayat preeklampsia atau eklampsia sebelumnya
e) Riwayat kehamilan yang terganggu sebelumnya; termasuk perkembangan janin terhambat,
solusio plasenta atau kematian janin
f) Gemelli; proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik. Hidrops fetalis dan mola hidatidosa. Pada
mola hidatidosa diduga terjadi degenerasi trofoblas berlebihan yang berperan
menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih
dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai
dengan preeklampsia.
g) Diet atau gizi. Di mana ada penelitian ibu hamil yang kekurangan kalsium berhubungan
dengan angka kejadian preeklampsia yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada
ibu hamil yang overweight.

II.4.3 PATOFISIOLOGI
a) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahin dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menenbus miometrium
berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta member cabang arteria radialis. Arteria radialis
menembus endometrium menjadi arteri basali dan arteri basalis member cabang arteria spiralis

13
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi infasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberikan dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darahpada daerah uretero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling
arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku
dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksim dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menmbulkan perubahan-
perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500mikron, sedangkan pada
preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal, vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat
meningkatkan 10x aliran darah ke uteroplasenta

b) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal
bebas), yaitu senyawa penerima electron atau atom molekul yang mempunyai elektron yang
tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane endotel pembuluh darah. Sebenarnya,
produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang
dibutuhkan untuk perlindungant ubuh, Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu
dianggap sebagai bahan toksin yang beredar di dalam darah, makan dulu HDK disebut
“toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenih menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga
akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksin, selalu diimbangi dengan produksi
antioksidan.

14
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis akan beredar di seluruh tubuh dalam
aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Peningkatan oksidan ini diikuti oleh
penurunan kadar antioksidan, misalnya vitamin E. Membran sel endotel lebih mudah
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan
aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat
rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Pada waktu terjadi kerusakan endotel yang mengakibatkan disfungsi endotel, maka akan
terjadi:
 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2); yaitu
vasodilator kuat.
 Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi ini
memproduksi tromboksan (TXA2); suatu vasokonstriktor kuat. Pada preeklamsia kadar
tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi.
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus.
 Peningkatan permeabilitas kapilar.
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilator)
menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat,
 Peningkatan faktor koagulasi.

II.4.4 DIAGNOSIS
a. Hipertensi gestasional
- Didapatkan tekanan darah sistolik 140 atau diastolik 90 mm Hg untuk pertama kalinya
pada kehamilan di atas 20 minggu
- Tidak ada proteinuria
- Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu post partum
- Diagnosis hanya dibuat pada post partum
- Mungkin memiliki tanda-tanda atau gejala preeklampsia, misalnya, tidak nyaman atau
trombositopenia epigastrika.

15
b. Preeklampsia
Kriteria minimum
- Didapatkan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 mmHg setelah kehamilan 20
minggu
- Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1 + Dipstick
- Gejala menghilang setelah 12 minggu post partum

Gejala yang menambah ketepatan diagnosis


- Didapatkan peningkatan tekanan darah sampai 160/110 mm Hg atau lebih
- Proteinuria 2.0 g/24 dijam atau urine dipstick 2+
- Peningkatan kreatinin serum >1.2 mg/dL kecuali kalau sebelumnya sudah memiliki
riwayat gangguan ginjal.
- Trombosit < 100,000/L
- Adanya anemia mikroangiopqti hemolisis—peningkatan LDH
- Peningkatam serum transaminase—ALT or AST
- Nyeri kepala yang hebat dan atau gangguan visus
- Nyeri epigastrik persisten

Preeklampsia ringan
- Desakan darah : ≥ 140/90 mmHg < 160/110 mmHg. Kenaikan desakan sistolik >
30 mmHg dan kenaikan desakan diastolik ≥ 15 mmHg, tidak dimasukkan dalam
kriteria diagnostik preeklampsia, tetapi perlu observasi yang cermat.
- Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstick : ≥ 1+
- Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali
anasarka.

Preeklampsia berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda
di bawah ini:
- Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥160 mmHg dan
desakan diastolik ≥ 90 mmHg
- Proteinuria: ≥ 5 g/jumlah urine selama 24 jam atau dipstick : 4+
- Oliguria: produksi urine < 400-500 ml/24 jam
- Kenaikan kreatinin serum

16
- Edema paru dan sianosis
- Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran alas kanan abdomen : disebabkan
teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptura hepar.
- Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan
pandangan kabur.
- Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase
- Hemolisis mikroangiopatik
- Trombositopenia : < 100.000 / ml
- Sindroma HELLP

Pembagian preeklampsia berat


Preeklampsia berat dapat dibagi dalam beberapa kategori :
a. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia, dengan gejala-gejala
impending :
 nyeri kepala
 mata kabur
 mual dan muntah
 nyeri epigastrium
 nyeri kuadran kanan atas abdomen

c. Eklampsia
- Adanya kejang yang timbul pada penderita preeklampsia,
- Atau didapatkan kejang pada usia kehamilan di atas 20 minggu.

d. Superimposed preeklampsia
- Timbulnya proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita yang telah memiliki hipertensi kronik
pada usia kehamilan di atas 20 minggu
- Terjadi peningkatan mendadak dalam proteinuria atau tekanan darah atau trombosit
<100,000 / L pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu.

17
e. Hipertensi kronik
- TD sebelum kehamilan 140/90 mm Hg atau terdiagnosis sebelum kehamilan 20 minggu
, tidak timbul penyakit trofoblas gestasional
- Gejala menetap setelah 12 minggu postpartum

Klasifikasi hipertensi kronik


Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I Hipertensi 140 – 159 90 – 99
derajat II 160  110
(The 7 th Report of the National Committee (JNC7)
MIMs Cardiovascular Guide th. 2003-2004)

II.4.5 MANAGEMEN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Pengelolaan Preeklampsia Ringan


Pengelolaan preeklampsia ringan dapat secara :
a. Rawat jalan (ambulatoir)
b. Rawat inap (hospitalisasi)

a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)


1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di
Indonesia tirah baring masih diperlukan
2. Diet regular : tidak perlu diet khusus
3. Vitamin prenatal
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi dan sedativum
6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)


1. Indikasi preeklampsia ringan dirawat inap (hospitalisasi)
- Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu
- Proteinuria menetap selama > 2 minggu

18
- Hasil tes laboratorium yang abnormal
- Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklampsia berat

2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu


- Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur
- Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen
- Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan
dilakukan setiap hari
- Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending eclampsia :
nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri kuadran kanan atas
,nyeri epigastrium

3. Pemeriksaan laboratorium
- Proteinuria dengan dipstick pada waktu masuk dan sekurangnya diikuti 2 hari
setelahnya
- Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu
- Tes fungsi hepar 2 x seminggu
- Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN
- Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)

4. Pemeriksaan kesejahteraan janin


- Pengamatan gerakan janin setiap hari
- NST 2 x seminggu
- Profil biofisik janin, bila NST nonreaktif
- Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu
- Ultrasound Doppler arteria umbilikalis, arteria uterina

5. Terapi medikamentosa
- Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar
- Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda preeklampsia dan umur kehamilan
> 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh
dipulangkan.

6. Pengelolaan obstetrik
Pengelolaan obstetrik tergantung umur kehamilan

19
a. Bila penderita tidak inpartu :
- Umur kehamilan > 37 minggu Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan
dapat dipertahankan sampai aterm.
- Umur kehamilan > 37 minggu
- Kehamilan dipertahankan sampai timbul permulaan partus
- Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat dipertimbangkan
dilakukan induksi persalinan
b. Bila penderita sudah inpartu
Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Partograf Friedman atau Partograf WHO.

Pengelolaan Preeklampsia Berat


Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar
sebagai berikut :
- Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan
pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
- Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada
umur kehamilan.

Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu;


1) Konservatif; bila umur kehamilan < 37 minggu, kehamilan dipertahankan selama
mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa
2) Aktif; bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya : kehamilan diakhiri setelah mendapat
terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu

Pemberian terapi medikamentosa


1) Segera masuk rumah sakit
2) Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
3) Infus Ringer Laktat atau Ringer Destrose 5 %
4) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
Pemberian MgSO4 dibagi:
a. Loading dose (initial dose): dosis awal
b. Maintainance dose: dosis lanjutan
5) Anti hipertensi
- Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

20
- Jenis obat: Nifedipine dosis 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg dalam 24 jam.
- Nifedipine tidak dibenarkan diberikan di bawah mukusa lidah (sublingual) karena
absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makan.
- Desakan darah diturunkan secara bertahap:
 Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik
 Desakan darah diturunkan mencapai : - < 160/105
 MAP < 125
6) Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena:
- Memperberat penurunan perfusi plasenta
- Memperberat hipovolemia
- Meningkatkan hemokonsentrasi.
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
- Edema paru
- Payah jantung konggestif
- Edema anasarka
7) Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih

Pengelolaan Eklampsia
a. Dasar-dasar pengelolaan eklampsia
- Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
- Selalu di ingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)
- Pastikan jalan nafas tetap terbuka
- Mengatasi dan mencegah kejang
- Koreksi hipoksemia dan acidemia
- Mengatasi dan mencegah penyulit khususnya hipertensi krisis
- Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

b. Terapi medikamentosa
Obat antikejang yang sering digunakan yaitu magnesium sulfat. Sama seperti
pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan

21
MgSO4 2 gram intravenous selama 2 menit minimal 20 menit setelah pemberian terakhir.
Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan 1 kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih
tetap kejang maka diberikan amobarbital / thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan

c. Perawatan kejang
- Tempatkan penderita diruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang (tidak
diperkenankan ditempatkan diruang gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat
diketahui)
- Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi Trendelenburg, dan
posisi kepala lebih tinggi
- Rendahkan kepala kebawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi
pneumonia
- Sisipkan penyekat-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
- Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi faktur
- Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

d. Perawatan koma
- Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow-Coma Scale”
- Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
- Hindari dekubitus
- Perhatikan nutrisi

e. Pengelolaan eklampsia
- Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap
terhadap kehamilannya adalah aktif.
- Saat pengakhiran kehamilan ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
- Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan,
yaitu setelah:
 Pemberian obat anti kejang terakhir
 Kejang terakhir
 Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
 Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)

22
f. Pengobatan Obstetrik
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah
terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu. Setelah persalinan, dilakukan
pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia
terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan.
Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan
darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-
eklampsia.

Pengelolaan Hipertensi Kronik Dalam Kehamilan

Tujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialah


- Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah
- Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin

a. Pengobatan medikamentosa
Indikasi pemberian antihipertensi adalah :
a) Risiko rendah hipertensi
 Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap 100 mmHg
 Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik  90 mmHg
c) Obat antihipertensi
 Pilihan pertama : Methyldopa : 0.5 – 3.0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis
 Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet (Nifedipine
harus diberikan peroral)

b. Pengelolaan terhadap kehamilannya


 Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu
dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm
 Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik berat : aktif, yaitu segera
kehamilan diakhiri (diterminasi)
 Anestesi : regional anestesi

23
c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia
Pengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia sama dengan
pengelolaan preeklampsia berat

II.4.6 KOMPLIKASI
a. Solusio plasenta
b. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis
c. Pendarahan otak
d. Sindrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet
e. Kematian ibu dan janin.
f. Hypofibrinogenemia
g. Kelainan mata
h. Nekrosif hati.
i. Kelainan ginjal
j. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterina

II.4.7 PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP KEHAMILAN


 Pertumbuhan janin terhambat
 Kematian janin
 Persalinan prematur
 Solutio placenta

24

Anda mungkin juga menyukai