Nama : Ny. MD
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
No. RM : 059987-2014
ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa yang diperoleh dari suami pasien. (16 Juni 2014)
Keluhan utama
Pusing berputar
4 jam sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan pusing berputar, mual, muntah
lebih dari 8 x, berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta tidak kuat
untuk berdiri terlalu lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit dengan mobil pasien
mengalami muntah sebanyak 5x.
Saat diperiksa, pasien mengeluh pusing dirasakan berputar, merasakan lemas,
berkeringat dingin, pasien menyangkal adanya pandangan kabur, penglihatan
ganda, kelemahan anggota gerak, telinga berdenging, penurunan pendengaran,
demam, kejang, ataupun sakit kepala. Pasien juga menyangkal adanya rasa baal,
kesemutan, tidak ada penurunan berat badan, batuk, pilek, sakit tenggorokan, sesak
nafas. Buang air kecil dan buang air besar tidak terdapat keluhan.
Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal : pusing berputar
Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+),
Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumentum : keringat dingin
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Resume anamnesis
3 hari sebelum masuk rumah sakit seorang perempuan usia 48 tahun
mengeluh pusing berputar. Pasien merasa pusing berputar seperti mau jatuh,
keluhan timbul secara mendadak, hilang timbul dan keluhan bertambah jika
pasien berubah posisi dari duduk berdiri atau sebaliknya atau jika pasien
menggerakan kepala secara cepat. Pasien memeriksakan diri ke dokter
namun belum ada perbaikan.1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
bekerja sampai larut malam, keluhan pusing berputar dirasakan semakin
memberat sehingga pasien memutuskan untuk datang ke rumah sakit. 4 jam
sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan pusing berputar, mual,
muntah lebih dari 8 x, berkeringat dingin, bila berjalan merasa mau jatuh serta
tidak kuat untuk berdiri terlalu lama. Dalam perjalanan ke rumah sakit dengan
mobil pasien mengalami muntah sebanyak 5x. Riwayat keluhan serupa
sebelumnya diakui dan tekanan darah tinggi diakui. Disangkal adanya telinga
berdenging, pandangan kabur, gangguan pendengaran, kejang, demam, rasa
baal, batuk, pilek, dan trauma kepala.
DISKUSI I
Dari data anamnesis didapatkan keterangan mengenai seorang pasien
perempuan, umur 48 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan
keluhan berupa suatu kumpulan gejala berupa pusing berputar, mual,
muntah, bertambah jika pasien berubah posisi, membaik jika berbaring, tidak
disertai penglihatan ganda, telinga berdenging, gangguan pendengaran.
Keluhan utama yang dialami pasien adalah pusing berputar atau yang disebut
dengan vertigo. Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa
berputar mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar (Sura, 2010). Keluhan vertigo harus benar-benar dicermati pada saat
anamnesis karena sering kali dikacaukan dengan nyeri kepala atau keluhan lain
yang bersifat psikosomatis. Riwayat sakit serupa sebelumnya serta adanya rasa
berdengung yang diabaikan pasien mungkin dapat menjadi salah satu faktor risiko
terhadap beratnya penyakit yang dialami pasien saat ini.
VERTIGO
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan
sekitar (Wreksoatmodjo, 2009). Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere
yang artinya memutar merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu
rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada
sistim keseimbangan (Wreksoatmodjo, 2009). Vertigo merupakan suatu
gejala dengan sederet penyebab antara lain akibat kecelakaan, stres,
gangguan pada telinga dalam. Obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran
darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan
keseimbangan melalui saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak.
Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan didalam telinga, didalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan didalam otak itu sendiri (Mardjono,
2008).
isiologi Alat Keseimbangan
Informasi yang berguna akan ditangkap oleh reseptor alat keseimbangan
tubuh (reseptor vestibuler memiliki kontribusi paling besar, sekitar 50%,
disusul reseptor visual dan reseptor propioseptik). Arus informasi berjalan
intensif bila ada gerakan/perubahan gerakan pada kepala atau tubuh. Akibat
gerakan ini menyebabkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan
selanjutnya cilia dari hair cell akan menekuk, Tekukan cillia akan
menyebabkan perubahan permeabilitas membran hair cell sehingga ion
Ca2+ masuk ke dalam sel (influks). Influks Ca akan menyebabkan
depolarisasi dan juga merangsang pelepasan neurotransmiter eksitatorik
(glutamat, aspartat, asetilkolin, histamin, substansia P, dan lainnya) yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensorik ini lewat saraf
aferen (vestibularis) ke pusat alat keseimbangan di otak dan timbullah
persepsi. Bila dalam keadaan sinkron dan wajar maka muncul respon berupa
penyesuaian otot mata dan penggerak tubuh, tidak terjadi vertigo (Joesoef,
2003).
Pusat integrasi pertama diduga berada pada inti vestibularis, menerima
impuls aferen dari propioseptif, visual dan vestibuler. Serebelum selain
merupakan pusat integrasi kedua juga merupakan pusat komparasi informasi
yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah
lewat, karena memori gerakan yang dialami di masa lalu diduga tersimpan di
vestibuloserebeli. Selain serebelum, informasi tentang gerakan juga
tersimpan di pusat memori prefrontal korteks memori (Keith, 2001).
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin),
terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin
secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan
sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin
membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya
hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin
tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin
membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan perilimfa.
Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam
perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis
semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior) dan
kss posterior (inferior).Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus
(Sherwood,1996).
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di
sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin,
organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggam¬barkan keadaan posisi
tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap
kanalis terdapat pelebaran yang ber¬hubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di
dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan
dan se-luruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula
(Sherwood,1996).
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan
masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan
merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan
meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak.
Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi
(Sherwood,1996).
6. Teori sinaps
Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses
adaptasi, belajar dan daya ingat.
Vertigo akan timbul bila terdapat ketidaksesuaian dalam informasi yang oleh
susunan aferen disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting
adalah susunan vestibuler yang secara terus menerus menyampaikan impuls ke
pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan adalah susunan optik dan
susunan propioseptik yang melibatkan jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei n III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan
vestibulospinalis (Joesoef, 2003).
VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di
serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain
yang khas misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik,
rasa lemah (Mardjono,2008).
VERTIGO PERIFER
Lamanya vertigo berlangsung :
Gejala otonom ++ –
Gangguan pendengaran + –
Diantaranya :diplopia,
parestesi, gangguan sensibilitas
dan fungsi motorik, disartria,
Gejala gangguan SSP Tidak ada gangguan serebelar
Habituasi Ya Tidak
Berdasarkan gejala klinis yang menonjol, vertigo dibagi 3 kelompok
1. vertigo paroksismal
2. vertigo yang kronis
3. vertigo dengan serangan akut berangsur berkurang tanpa bebas keluhan
( Harsono, 2000.; Perdossi, 2000).
1. Vertigo paroksismal
Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, menghilang
sempurna, suatu ketika muncul lagi, dan diantara serangan penderita bebas dari
keluhan. Berdasar gejala penyertanya dibagi:
1. Dengan keluhan telinga, tuli atau telinga berdenging: sindrome Meniere, arahnoiditis
pontoserebelaris, TIA vertebrobasiler, kelainan odontogen, tumor fossa posterior
2. Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasiler, epilepsi, migraine, vertigo anak, labirin
picu
3. Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: vertigo posisional paroksismal
benigna.
4. Vertigo Kronis
Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk serangan-
serangan akut.
1. Dengan keluhan telinga: neuritis N. VIII, trauma labirin, perdarahan labirin, herpes
Zoster otikus.
2. Tanpa keluhan telinga: neuritis vestibularis, sklerosis multipel, oklusi arteri serebeli
inferior posterior,encefalitis vestibularis, sklerosis multiple, hematobulbi.
Pada umunya diagnosis vertigo tidaklah sulit. Tetapi akan sulit mendiagnosis
lokalisasi lesi dan sangat sulit mendiagnosis etiologinya. Anamnesis memegang
peranan paling vital dalam diagnosis vertigo, karena 50% lebih informasi yang
berguna untuk diagnosis berasal dari anamnesis. Di negara maju pun, anamnesis
merupakan sumber informasi paling penting. (Perdossi, 2000)
Pemeriksaan Keseimbangan
Nistagmus adalah gerak bola mata kian kemari yang terdiri dari dua fase, yaitu fase
lambat dan fase cepat. Fase lambat merupakan reaksi sistem vestibuler terhadap
rangsangan, sedangkan fase cepat merupakan reaksi kompensasinya. Nistagmus
merupakan parameter yang akurat untuk menentukan aktivitas sistem vestibuler.
Tes kobrak
Posisi pasien tidur telentang, dengan kepala fleksi 30 derajat, atau duduk dengan
kepala ekstensi 60 derajat. Digunakan semprit 5 atau 10 mL, ujung jarum disambung
dengan kateter. Perangsangan dilakukan dengan mengalirkan air es (00 derajat C),
sebanyak 5 mL, selama 20 detik. Nilai dihitung dengan mengukur lama nistagmus,
dihitung sejak mulai air dialirkan samapai nistagmus berhenti. Normalnya, 120-150
detik. Harga yang kurang dari 120 detik disebut paresis kanal.
Tes kalori bitermal
Tes kalori ini diajurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air,
dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30 derajat C, sedangkan suhu air panas
adalah 44 derajat C. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing
250 mL, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus timbul.
Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, periksa telinga kanan dengan air
digin juga. Kemudian telinga kiri dengan air panas lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap
selesai pemeriksaan (telinga kana atau kiri atau air panas atau air dingin)pasien
diistirahatkan selama 5 menit. (untuk menghilangkan pusingnya).
Keterangan: L: left
R: right
dalam rumus ini dihitung selisih waktu nistagmus kiri dan kanan. Bila selisih kurang
dari 40 detik maka berarti kedua fungsi vestibular masih dalam keadaan seimbang.
Tetapi bila selisih lebih dari 40 detik, maka berarti yang mempunyai waktu nistagmus
lebih kecil mengalami paresis kanal (Soepardi, 2007)
Tes Bera
BRAIN Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi
baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory
Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry
(BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai
dari perifer sampai batang otak.
Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak
kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensionil. Berbeda dengan
audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-
kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami
koma maupun stroke,tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti
pada audiometry karena pasien harus memencet tombol jika mendengar stimulus
suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.
Diagnosis Sementara
Diagnosis klinis : pusing berputar onset akut berulang paroksismal, mual,
muntah (Sindroma vertigo perifer)
PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan tanggal 16 Juni 2014)
Mata : edema palpebra -/- conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-
)
Abdomen : I = datar
P = dinding perut supel, turgor kulit lebih baik., hepar dan lien
tidak teraba
P = timpani
Ekstremitas : Edema tungkai (-/-), sianosis (-), Capilarry refill < 2 detik,
akral hangat
Status Neurologis
Sikap tubuh : normal
Saraf otak
Kanan Kiri
N . II Daya penglihatan N N
Penglihatan warna N N
Lapang pandang N N
N . III Ptosis N N
Gerakan mata ke medial N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Strabismus divergen – –
Strabismus konvergen N N
Menggigit N N
Membuka mulut N N
V Sensibilitas muka N N
Refleks kornea N N
VI Trismus – –
Strabismus konvergen N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Mengerutkan dahi N N
Menutup mata N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Tes Rinne + +
Tes Swabach N N
Tes Weber Simetris Simetris
N. IX Arkus faring N
Refleks muntah –
Tersedak –
Arkus faring N
Bersuara N
Menelan N
N. XI Memalingkan kepala N
Sikap bahu N
Mengangkat bahu N
Menjulurkan lidah N
Fasikulasi lidah N
Leher : kaku Leher (+)
G= B B K= 5555 5555
B B 5555 5555
Tn = N NTr= E E
N N EE
RF = + + RP= – –
+ + – –
Cl -/-
Sensibilitas : masih dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan
Nistagmus =+
Dismetri =-
Disdiadokokinesia =-
Romberg test =+
Lermit =-
Stepping test =+
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
MCH 32 27-34 pg
Kimia Klinik
Glukosa 2 jam PP 75
Aligment lurus
Diplopia (-)
Glaucoma (-)
Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada sifat nistagmus, beratnya ataksia, ada
tidaknya gejala yang berhubungan dengan gangguan serebellum misalnya dismetri
dan abnormalitas nervus kraniales misalnya ophtalmoplegi, diplopia atau
disartri, serta pada pemeriksaan fisik juga ditemukan tes lermit (-) sesuai dengan
hasil rontgen sehingga tidak ada etiologi berdasarkan servikogenik.Pada pemeriksaan
juga didapatkan sistem motoric dalam batas normal sehingga melemahkan ke arah
vertigo sentral. Tes romberg (+), gangguan pendengaran(-),stepping tes(+), dan dix
hallpike maneuver (+) pada saat keadaan pasien membaik maka hasil ini
mendukung ke arah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
Secara lebih sederhana, Eaton dan Rolandmembedakan vertigo sentral dan perifer
sebagai berikut:
Berikut ini tabel untuk membedakan vertigo perifer dari vertigo sentral.
6.Kurang pendengaran /
tinitus Sering ada Tidak ada Jarang ada
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering
dijumpai.Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada
perubahan posisi kepala.Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada
sistem vestibularis.BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921.
Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga
bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit
PATOFISIOLOGI
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk
menerangkan BPPV.Diamenemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn
karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang
sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa
kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang
melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di
puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah
cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke
posisi netral.Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita
dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike).KSS
posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara
utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo).
Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas
di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada
posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala
direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang
lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula
dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan
pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan
pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada
dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena
gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan
pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan
keterlambatan “delay” (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu
untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar
dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah
yag dapat menerangkan konsep kelelahan “fatigability” dari gejala pusing.
Lepasnya debris otolith dapat menempel pada cupula (cupulolithiasis) atau dapat
mengambang bebas di kanal semisirkular (canalolithiasis) Penelitian patologis telah
menunjukkan bahwa kedua kondisi tersebut dapat terjadi. Debris otholith menyingkir
dari cupula dan memberikan sensasi berputar melalui efek gravitasi langsung pada
cupula atau dengan menginduksi aliran endolymph selama gerakan kepala di arah
gravitasi Menurut teori cupulolithiasis, deposit cupula (heavy cupula) akan memicu
efek gravitasi pada krista. Namun, gerakan debris yang bebas mengambang adalah
mekanisme patofisiologi yang saat ini diterima sebagai ciri khas BPPV.Menurut teori
canalolithiasis, partikel mengambang bebas bergerak di bawah pengaruh gravitasi
ketika merubah posisi kanal dalam bidang datar vertical.Tarikan hidrodinamik
partikel menginduksi aliran endolymph, menghasilkan perpindahan cupular dan yang
penting mengarah ke respon yang khas diamati.
Beberapa studi telah berusaha untuk mengidentifikasi utrikular (otolithic)
abnormalitas di BPPV, tetapi telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Pasien
dengan BPPV dapat menunjukkan kelainan di vestibular yang menimbulkan
potensial myogenic, horizontal visual subjektif dan “gain during off-vertical axis
rotation”
Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara melakukannya
sebagai berikut:
– Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
– Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
– Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini
akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang
sedang berada di KSS posterior.
– Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
– Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
– Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
– Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
– Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya
Diagnosis Akhir
Diagnosis klinik : Pusing berputar onset akut berulang paroksismal, mual,
muntah (Sindroma vertigo perifer)
Penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan terapi :
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi
awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan
tergantung dari varian BPPV nya (Bittar, 2011).
1. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien
diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450, lalu pasien
berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala
ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral
dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan (Bittar, 2011).
1. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika
kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke
sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan
selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien
pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk
lagi (Bittar, 2011).
Gambar 2. Manuver Semont (Bittar, 2011).
1. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien
berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 900
ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.
Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus.
Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu
kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik
untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi (Bittar,
2011).
1. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan
sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik
setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien
menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan (Bittar, 2011).
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat
sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-
manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk
melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis
penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih,
yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior
semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi (Leveque, 2007).
Prognosis
Death : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanda vital 17 Juni 2014 18 Juni 2014 19 Juni 2014 20 Juni 2014
Tekanan darah 150/90 mmHg 140/80 mmHg 130/90 mmHg 150/90 mmHg
Mual ++ + – –
Muntah – – – –
Penglihatan ganda – – – –
Telinga
berdenging – – – –
Kaku leher – – – –
Nistagmus + + + +
Px Lermit – – – –
Px Dismetri – – – –
Px
Disdiadokokinesia – – – –
++ (jatuh ke
Px Romberg kanan) + – –
Injeksi piracetam
2×3 gr √ √ √ ü
Injeksi ranitidine
2×1 amp √ √ √ ü
Antasid 3 x 1 – √ √ ü
Injeksi
mechobalamin 1 x
1 √ √ √ ü
Clobazame 2×1 √ √ √ ü
Betahistin 3 x 1 ü ü 3x2 ü
Metilprednisolon
1x 8 – – √ ü
DAFTAR PUSTAKA
ABTA, 2002, Brain Tumor Basics in Research Resources Information, American Brain
Tumor Association (abta.org)
Adams R.D., Victor M., Rooper A.H., 2001, Disease of N. VIII in Principles of
Neurology, 7th ed. McGraw-Hill, New York
Baehr, Frotscher, 2010. Diagnosis topic neurologi Duus.Jakarta : EGC
Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign
Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2008;139:
S47-S81.
Delaney KA, Bedside diagnosis of vertigo : value of the history and neurological
examination. Academic Emergency Medicine. 2003;10:1388-95
Eaton DA, Roland PS, Dizziness in the older adult, part 1 : Evaluation and general
treatment strategies. Geriatric. 2003;58:28-38
Ernoehazy W., 2001, Brain Abscess in eMedicine Journal ; Volume 2 Number 12
Greenberg, 2001, Handbook of Neurosurgery 5thed, Thieme Medical Publications
Hain, Timothy, 2003, Benign Paroxysmal Positional Vertigo @NEUROLOGY
\A\BPPV.htm
Hamid. Muhammad, 2003, Dizziness, Vertigo, and Imbalance @ NEUROLOGY\
Neurotoksikologi dan Vertigo \eMedicine
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada university Press
Hoffman DA, Stockdale S, Hicks LL, Schwaninger JE, 1996, Diagnosis and
Treatment of Head Injury, Journal of Neurotherapy, Reprint (1-1)3
Huff S.J, 2001, Vertigo and Dizzy in eMedicine Journal ; Volume 2 Number 5
Joesoef AA., Tinjauan Neurobiologi Molekuler dari Vertigo, 2003, Makalah Konas V
Perdossi, Bali