Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang (seizures) adalah pelepasan muatan oleh neuron-neuron otak yang mendadak

dan tidak terkontrol, yang menyebabkan perubahan pada fungsi otak. Kejang demam ialah

kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38˚C) yang

disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang

paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.

Hampir 3% daripada anak berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.

Kriteria diagnostik mencakup kejang pertama yang dialami oleh anak dengan suhu lebih

tinggi dari 38˚C, anak berusia kurang dari 6 tahun,tidak ada tanda infeksi atau peradangan

susunan saraf pusat dan anak tidak menderita gangguan metabolik sistemik akut. Kejang

demam dapat diklasifikasikan sebagai kejang demam jinak apabila berlangsung kurang dari

15 menit, tidak memperlihatkan gambaran fokal yang signifikan, dan tidak berlangsung

dalam suatu rangkaian yang memiliki durasi total lebih dari 30 menit. Kejang demam

kompleks memiliki durasi lebih lama,ada tanda fokal dan terjadi dalam rangkaian yang

berkepanjangan.1
BAB II
KEJANG DEMAM

I. Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini
terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun(2). Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam(4). Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam(3). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam(1). Kejang disertai
demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahuluidemam,
kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam(4). Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf
seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai
sistem susunan saraf pusat(3).

II. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20 % kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 – 23
bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki(2).

III. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).

IV. Faktor Resiko


Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam(3). Ada riwayat
kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan
kecenderungan genetik (1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada
masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak
mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi(1,3).
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya
demam saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks(1).

V. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air (6). Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat
pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3
tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan
terjadilah kejang (6). Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah,
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan
mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya
terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler
dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada
daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi(6).

VI. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang
tidak berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara
seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam
sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang
tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan
sebagainya. Bila dalam riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat periode -
periode dimana anak menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang;
maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin kejang yang ini ada
penyebabnya(2). Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu
sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui
sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tiba – tiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang(2). Kejang pada kejang demam
sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik – klonik seperti kejang grand mal;
kadang – kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga
berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya
pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana masih
mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 %
kejangn demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari,
diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak
yang mengalami kejang demam(4).

VII. Manifestasi Klinik


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,
yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).
Modifikasi kriteria Livingston(6):
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).

VIII. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada
bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitiskarena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan
kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari
6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT – scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

IX. Diagnosis Banding


Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :
1. Meningitis
2. Ensefalitis
3. Abses otak

Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak)
(6)
. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi
seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).

X. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 – 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila
setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan
fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
4 – 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum
berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamapakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun
jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis
0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejangdemam.
3. Pemberian Obat Rumat (4)
a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salahsatu) :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
 Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan
ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum
menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam
valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam
1 – 2 dosis.

XI. Edukasi Pada Orang Tua (4)


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangidengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)


a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi (4)
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalamikejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka
kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,
sedangkan setelahvaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral ataurektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian
XII. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan
kematian.
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih
dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap(2). Apabila
tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama.
2. EpilepsiResiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar

b. Kemungkinan mengalami kematian


Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya
kejang demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. (4)
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6
%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % -
49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.
BAB III
LAPORAN KASUS

BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. F
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 04 Juni 2014
Umur : 4 tahun 7 bulan 1 hari
Alamat : Jl. H. Taiman RT02/09 Kel. Gedong, Pasar Rebo
Pendidikan : Belum Sekolah
Tanggal masuk : 05 Agustus 2018

Identitas Orang tua pasien


Data Orang Tua Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny. R
Umur 43 tahun 39 tahun
Pendidikan S1 S1
Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu rumah tangga
Pangkat - -
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
BAB cair sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Muntah ± 10 kali dalam sehari
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan BAB cair ± 3-4 kali sehari sejak 3 hari SMRS. BAB
pasien cenderung lebih banyak cairan dibandingkan dengan ampas dan tidak disertai dengan
adanya lendir, darah, bau amis serta nyeri perut. Keluhan disertai dengan muntah sebanyak
10 kali sehari berisi makanan dan cairan. Menurut ibu pasien juga terdapat mual (+), pusing
(+) selama 3 hari SMRS. Riwayat adanya batuk atau pilek disangkal. Menurut ibu pasien,
selain memakan nasi dan lauk yang ia buat sendiri anaknya juga sering jajan makanan di
warung. Riwayat mengganti susu formula disangkal.

Riwayat Pengobatan
Belum diberikan pengobatan

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya. Riwayat Asma dan Kejang
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak kedua dari dua anak. Ibu rutin melakukan ANC ke dokter dan tidak
memiliki gangguan atau penyakit selama kehamilan.

Riwayat Kelahiran
- Tempat bersalin : Rumah sakit
- Penolong : Dokter
- Cara persalinan : Normal
- Berat badan lahir : 3600 gram
- Panjang badan lahir : 51 cm
- Masa gestasi : Cukup bulan (39 minggu)
- Keadaan setelah lahir : Langsung menangis, pucat (-), biru (-), kuning (-).
- Kelainan bawaan : Tidak ada
Riwayat Perkembangan
- Perkembangan psikomotor
o Duduk : 8 bulan
o Merangkak : 10 bulan
o Berdiri : 11 bulan
o Berjalan : 25 bulan
o Berbicara : 22 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai umur
Riwayat Makanan
Umur ASI/PASI Buah Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(Bln)
0-2 ASI - - - -
2-4 ASI - - - -
4-6 ASI - - - -
6-12 Susu Formula    

Kesan: kualitas pemberian nutrisi baik

Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi I II III IV Ulangan
BCG 2 bulan - - -
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Campak - - - 9 bulan -
Hepatitis B 0 minggu 1 bulan 3 bulan -
Kesan : imunisasi lengkap

Riwayat Keluarga
No. Tgl lahir Kelamin Hidup Lahir Abortus Mati/sebab Keterangan
(umur) mati

1 12 tahun 10 Laki-laki 
bulan
2 4 tahun Laki-laki  Pasien

C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di Ruang Perawatan IKA (Ade Irma)
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Berat badan : 12.5 kg
Tinggi badan : 90 cm
Data Antopometri
Berat badan ideal menurut usia dan tinggi badan : 12,5 kg (berdasarkan kurva WHO)
Status Gizi :
Berdasarkan BB/TB = BB sekarang x 100%
BB ideal menurut TB
= 12,5
x 100%
12,5
= 100 %
Kesan : status gizi normal
Tanda-tanda vital :
 Frekuensi Nadi : 110 kali/menit. kuat angkat, irama teratur, isi cukup
 Frekuensi Nafas : 24 kali/menit, teratur
 Suhu : 36.5oC (axilla)

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil
bulat, isokor diameter 3 mm, reflex cahaya langsung (+/+), reflex
cahaya tidak langsung (+/+), mata cekung (+/+).
Hidung : Tidak tampak napas cuping hidung, tidak ada deviasi septum nasi,
tidak terdapat sekret, konka hiperemis.
Telinga : Bentuk normal, tidak ada secret
Mulut : Mukosa bibir kering, bibir tidak sianotik, faring tidak
hiperemis.
Leher : KGB tidak ada pembesaran.
Thoraks : Dinding dada simetris statis dan dinamis
Paru :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan kiri.
Perkusi : Sonor pada keseluruh lapang paru.
Auskultasi : Napas vesikuler +/+, rhonki -/- dan wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS IV linea
midclavicula sinistra, kuat angkat
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi Jantung 1 dan 2 regular, tidak ada murmur,
tidak ada gallop
Abdomen :
Inspeksi : Datar, supel, tidak ada luka / sikatrik
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, supel, timpani
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Turgor kulit baik, supel, tidak ada nyeri
tekan, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada sianosis, edema tidak
ada, tonus baik, CRT < 2”

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan 05 Agustus 2018 Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Lengkap
 Hb
12,0 gr/dl 10,7-14,7 g/dl
 Ht
 Leukosit 37 % 31-43% g/dl
 Trombosit 9700/ μl 4000-10.000 / μl
443.000/ μl 150.000-450.000 / μl

Jenis Pemeriksaan 05 Agustus 2018 Nilai Rujukan


Feses Rutin
Feses Lengkap
MAKROSKOPIK
 Warna
 Konsistensi kuning coklat
 Lendir cair lunak
 Darah (-) (-)
MIKROSKOPIK
(-) (-)
 Amylum
 Amoeba
 Eritrosit (-) (-)
 Leukosit (-) (-)
 Telur Cacing 0-2/lbp 0-1/lbp
 Bakteri
1-2/lbp 1-3/lbp
(-) (-)
(-) (-)

E. RESUME
Pasien anak, laki-laki, usia 4 tahun, datang dengan keluhan BAB cair ± 3-4 kali sehari
sejak 3 hari SMRS. BAB pasien cenderung lebih banyak cairan dibanding ampas dan tidak
disertai dengan adanya lendir, darah, bau amis serta nyeri perut. Keluhan disertai dengan
muntah sebanyak 10 kali sehari berisi makanan dan cairan, mual dan pusing. BAK tidak ada
keluhan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak
sakit sedang. Tanda-tanda vital: Nadi 110 kali per menit, pernapasan 24 kali per menit, suhu
36,5 oC. Berat badan 12,5 kg. Pada pemeriksaan fisik didapati mata cekung +/+, mukosa bibir
tampak kering dan pada auskultasi abdomen didapatkan bising usus yang meningkat.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam batas normal. Pemeriksaan feses dalam batas
normal.

F. DIAGNOSIS KERJA
Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang

G. DIAGNOSIS BANDING
- Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang suspek rotavirus
- Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang suspek Eschericia coli

H. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
- Diet lunak rendah serat
Medikamentosa
- IVFD KAEN IB 12 ttm makro
- Paracetamol 3 x cth I PO
- Domperidon 3 x cth I PO
- Probiokid 1 x 1 sachet PO
- Zink sirup 2 x cth I PO
I. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad fuctionam : dubia ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

1.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.
2.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
KesehatanAnak FKUI Jakarta. 1985
3.Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;
4.Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran No. 27.1982
5.Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
2006.
6.Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

Anda mungkin juga menyukai