Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

TERAPI CAIRAN PADA HIPOALBUMINEMIA

Pembimbing:
dr. Shila Sp.An

Disusun oleh :

Arsyani Lizaria 1110211012

SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2016

LEMBAR PENGESAHAN

1
PRESENTASI KASUS

TERAPI CAIRAN PADA HIPOALBUMINEMIA

Disusun Oleh :

Arsyani Lizaria 1110211012

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal : 13 April 2016

Dokter Pembimbing,

dr. Shila Sp.An

2
BAB I
PENDAHULUAN

Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya berbeda-beda
tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di dalam tubuh. Dengan makan dan
minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam
jumlah air dan elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan
dan elektrolit dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernapas.
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukka air, elektrolit serta zat-zat
makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa lama, karena
pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual
muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air da elektrolit akan terpenuhi.
Selain itu terapi cairan juga dapat digunakan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara
rutin atau juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam basa.

3
BAB II
KASUS
A. Identitas
Nama : Ny. S.M.
Umur : 49 tahun
Tanggal Lahir : 03 Agustus 1967
Alamat : Pamotan RT 02/01 Kalipuncung
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Diagnosis Pre Op : Ileus Unspecifed
Pro : Laparotomi Eksplorasi
Diagnosis Post Op : Ileus
DPJP Anestesi : dr. Shila, Sp. An
Tanggal Operasi : 28 April 2016

B. Anamnesis Pra Anestesi


RPS: Pasien datang dengan keluhan bengkak seluruh tubuh dan seluruh badan
berwarna kuning sejak 2 bulan yang lalu disertai demam. Pasien mengaku badannya
berwarna kuning sejak 1 minggu operasi batu empedu pada tanggal 22 Maret 2016.
Bengkak seluruh tubuh di rasakan pasien makin lama makin banyak sehingga pasien sulit
berjalan dan menganggu aktifitas. Pasien juga mengeluh sesak nafas. Sesak nafas
dirasakan pasien semakin hari semakin memberat. Sesak nafas akan berkurang jika pasien
dalam posisi duduk atau setengah duduk, dan bertambah jika dalam posisi tidur terlentang.
Pasien mengeluh demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

RPD: riw asma (-), maag (+) DM (-) , sesak nafas (+), jantung (-) pingsan (-), HT (+)
sejak 5 tahun yang lalu, hepatitis (-), GGK (-), anemia (-), stroke (-),alergi makanan (-),
alergi obat (-), alergi plester (-), riw op (+) Batu Empedu 22 Maret 2016, merokok (-),
mengorok (+), alkohol (-), narkoba (-)

RPK: asma (-), diabetes (-), serangan jantung (-), hipertensi (+) Ayah, gangguan
pembekuan darah (-)

4
1. TANDA VITAL
– Tekanan Darah : 110/70 mmHg
– Heart Rate : 121x/ menit
– Respiratory Rate : 28 x/ menit
– Suhu : 38,7 C

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Airway : Clear (+), gigi palsu (-), gigi tanggal (-), gigi goyang (-), karies (+), buka
mulut 3 jari, Mallampati 1, TMD 7 cm
b. Kepala/Leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), hematoma palpebral (-
/-), massa di wajah (-), masa di leher (-), luka bakar (-), deviasi trakea (-), gerak
leher (+) mobile.
c. Breathing/ Thorak:
Spontan (+), RR 20x/ menit
Paru : SD Ves (+/+), Wh (-/-), RBK (-/-), RBH (-/-)
Jantung : S1>S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
d. Circulation
TD 110/70 mmHg, Nadi 121x/ menit, tegangan dan isi cukup
e. Abdomen
Cembung; supel, bising usus normal, kulit tampak kekuningan.
f. Ekstremitas
Akral (hangat), edema superior (-/-) edema inferior (+/+), parese (-/-), paralise (-/-)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium 27/04/2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,3 g/dL (L) 12 - 16 gr/dl
Leukosit 19090 /uL (H) 4.800 –10.800/µL
Hematokrit 30 % (L) 37 - 47%
Eritrosit 3,6 x10ˆ6/Ul (L) 4.2 – 5.4 juta/µL
Trombosit 470.000 /uL (H) 150.000 -400.000/µL
MCV 84,4 80 – 96 fL
MCH 29,3 pg 27 – 32 pg
MCHC 34,7 % 33 – 37 gr/dL
RDW 20,5 % (H) 11,5 – 14,5 %

5
MPV 10,4 fL 9,4 – 12,3 fL
Hitung Jenis
Basofil 0.4 % 0–1%
Eosinofil 1,4 % (L) 1–3%
Batang 5,7 % (H) 2–6%
Segmen 83,7 % (H) 50 – 70 %
Limfosit 5,9 % (L) 20 – 40 %
Monosit 2,9 % 2 -8 %
APTT 45,9 detik (H) 29,0-11,4
PT 10,5 detik 9,3 – 11,4
Natrium 137 mmol/L 136 – 145 mmol/L
Kalium 2,9 mmol/L (L) 3,5-5,1 mmol/L
Klorida 102 mmol/L 98 – 107 mmol/L
Total protein 5,24 g/dL (L) 6,40 – 0,20 g/dL
Albumin 2,18 g/dL (L) 3,40 – 5,00 g/dL
Globulin 3,04 g/dL 2,70 – 3,20 g/dL
Na 137 mmol/L 136-145 mmol/L
K 2,9 (L) mmol/L 3,5-5,1 mmol/L
Ureum darah 20,8 mg/dL 14,90 – 30,52 mg/dL
Kreatinin darah 0,56 mg/dL (L) 0,60 – 1,00 mg/dL

4. ASSASMENT : ASA III


5. RENCANA OPERASI : Laparotomi Eksplorasi
6. RENCANA ANESTESI : General Anestesi

C. Laporan Anestesi Durante Operasi


1. Tanggal operasi : 28/04/2016
2. Jam mulai anestesi : 13.45 WIB
3. Jam selesai anestesi : 15.00 WIB
4. Kondisi prainduksi Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Heart Rate : 121 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 38,7 0C
5. Teknik anestesia
Anestesi : General Anestesi

6
Teknik Anestesi : Intubasi, Endotrakeal tube kingking no.7
Premedikasi : Ondansentron 4 mg
Airway : Face Mask 3 L
MONITORING DURANTE OPERASI

Terapi Cairan
Maintenance : 2 x kgBB/jam
Pengganti Puasa (PP) : Puasa (jam) x M
Stress Operasi (SO) : SO x BB
Jam I : ½ PP + M + SO
Jam II : ¼ PP + M + SO
Jam III : Jam II
Jam IV : M + SO
EBV : Wanita 65 x BB

Maintenance : 2 x 65 = 130 cc
Pengganti Puasa : 7 jam x 130 = 910 cc
Stress Operasi : 8 x 65 = 520 cc
Jumlah = 130 + 910 + 1040 = 2080 cc
Perdarahan : 300 cc
Urine : 150 cc
7
EBV : 65 x 65 = 4225
Jam I : 455 + 130 + 520 = 1105
Jam II : 227 + 130 + 520 = 927
Jam III : 927
Jam IV : 130 + 520 = 650

D. Laporan Post Anestesi (ICU): per 28 Mei 2016 pukul 15.30


1. Subjektif : Nyeri luka post op
2. Objektif : KU : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 140/84 mmHg
RR : 26 x/menit
HR : 117 x/menit
Suhu : 37 ºC
SaO2 : 100 %

3. Assesment : Ileus

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Cairan Tubuh


Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.

II. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit

A. Distribusi cairan tubuh


Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup. Persentase
air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai umur, menurun cepat
pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan. Pada beberapa bulan pertama
kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1
tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai
kadar air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih rendah pada wanita
dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki, yang mempunyai
sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular.
 Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-
rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi
hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler
terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien
dalam cairan tubuh.

 Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler
berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan
membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang

9
seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di
cairan ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :

o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.

o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter,
tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Intraselular
(40%)
Cairan tubuh Interstitial
(60%) (15%)
Ekstraselular
(20%)
Intravaskuler
(5%)

Table 1. Distribusi cairan tubuh

10
B. Komponen cairan tubuh

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.

 Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion
dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).

 Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

 Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat
berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan
keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun
ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare)
sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai
kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan
air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air
akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan
terjadilah kegagalan sirkulasi.

 Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium

11
dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang
tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.

 Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis.
Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan
tidak terdapat dalam sel.

 Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan
+ 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

 Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).

 Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan
sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh


Cairan
Plasma Cairan Interstitial
Elektrolit Intracellular
(mEq/L) (mEq/L)
(mEq/L)

Na+ 142 145 10

12
Cairan
Plasma Cairan Interstitial
Elektrolit Intracellular
(mEq/L) (mEq/L)
(mEq/L)

K+ 4 4 159

Mg2+ 2 2 40

Ca2+ 5 3 1

Cl- 103 117 10

HCO3- 25 27 7

Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med
7:462-465 2006.

 Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

C. Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan


mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy
sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah
mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan
pompa Na-K yang memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air,
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui
zat terlarut misalnya protein.

13
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan
osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan
dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi
disebut hipertonik.

b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

c. Pompa Natrium Kalium


Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar
di dalam sel.

D. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-
paru, kulit atau traktus gastrointestinal.

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml


per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata
250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.

I. Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume
14
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah,
penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan
cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus,
dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih
dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

II. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi
pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan
postoperatif.

A. Faktor-faktor preoperatif

1. Kondisi yang telah ada


Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres
akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.

3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit

4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari
traktus gastrointestinal.

15
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperatif


Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau
adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

B. Faktor-faktor intraoperatif

1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif
karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan


ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

C. Faktor-faktor postoperatif

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi


2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

III. Terapi Cairan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.
16
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi,
dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
 Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan.
Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan
dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL)
sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam
10 menit.
 Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-
2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat
(lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Table 2. Rumus Holiday Segar


Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan
karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit
yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA,
Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat
adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan
mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena
seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek
samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium
sesuai kebutuhan harian.

17
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pembedahan, yaitu :
 6-8 ml/kg untuk bedah besar
 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

A. Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya
seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh
cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di
hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,
tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan
klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat
terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus
1 liter NaCl 0,9. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan
edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

18
2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute”
atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal
luka bakar).

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis:

1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc
mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan
volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40
mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan
kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20
ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran
40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah
yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

19
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500
ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari
dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low
molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang
besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta
starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-
rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin

Table 3. Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid


Kristaloid Koloid
Keuntungan - Tidak mahal - Mempertahankan cairan
- Aliran urin lancar intravaskular lebih baik (1/3 cairan
(meningkatkan volume bertahan selama 24 jam)
intravaskular) - Meningkatkan tekanan onkotik
- Pilihan cairan pertama u/ plasma
resusitasi perdarahan & trauma - Membutuhkan volume yang lebih
- Mengembalikan kehilangan sedikit
pada ruang cairan ke-3 - Mengurangi kejadian edema perifer
- Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian - Mengencerkan tekanan - Mahal
osmotik koloid

20
- Menginduksi edema perifer - Menginduksi koagulopati (dextran
- Insidensi terjadinya edema & helastarch)
pulmonal lebih tinggi - Jika tdpt kerusakan kapiler, dpt
- Membutuhkan volume yg berpotensi tjd perpindhn cairan ke
lebih besar interstitial
- Efeknya sementara - Mengencerkan faktor pembekuan
dan trombosit
- Berpotensi menghambat tubulus
renalis dan sel retikuloendotelial
di hepar
- Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)

B. Terapi Cairan Preoperatif

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup
diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada
penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan
karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak
2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,
dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan
melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

Usia Jumlah Kebutuhan


(ml/Kg/Jam)

Dewasa 1,5 – 2

21
Anak 2–4
Bayi 4–6
Neonatus 3

Table 4. Pengganti deficit prabedah

C. Terapi Cairan Intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar


ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi,
katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan


sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti
akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam
seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk


kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.

D. Terapi Cairan Postoperatif

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama
pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,

22
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.
Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150
mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan
protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan
pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan
ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:


- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C
suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk
memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.


Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi
nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan
warna kulit.

23
BAB III

KESIMPULAN

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh didalamnya
terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga
amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-
faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan
volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan
kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang
bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.
Pada pasien dengan hipoalbumin dapat di berikan cairan yaitu cairan koloid karena
yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke intravaskuler sehingga
dapat mengurangi edema pada tubuh.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan.
In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed
15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
2. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi
Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
3. Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari
http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapi-cairan.html .
4. Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

25

Anda mungkin juga menyukai