Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 3, Nomor 1, Maret 2017

ISSN 2442-501X

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT


DEMAM BERDARAH DI RT 01/07 KELURAHAN PAPANGGO
JAKARTA UTARA TAHUN 2016
Susihar*, Fernandus Dapa Bulu**
*Dosen Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Jakarta
**Mahasiswa Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Jakarta

Abstrak
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa danraba. Sebagai besar pengetahuan manusia diper oleh melalui mata dan telingah. Masyarakat (sebagai
terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi
terbuka), di manasebagian besarinteraksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang dipengaruhi oleh
lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit demam berdarah disebut juga Dengue Haemorragic Fever (DHF)
karena disertai gejala demam dan perdarahan. Metode pengumpulan data dilakukan secara cross sectional. Hasil
penelitian riset tentang gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dengan katagori tinggi
yaitu 60% dengan jumlah 12responden, sedangkan berdasarkan pendidikan lebih banyak tingkat pendidikan SD-
SMP 70% dengan jumlah 14 responden.

Kata kunci : Pengetahuan, Masyarakat, Demam Berdarah Dengue.

Latar Belakang negara endemis, sekitar 1,8 miliar tinggal di


Penyakit Demam Berdarah Dengue daerah Asia Tenggara dan Pasifik barat. Di
(DBD) merupakan salah satu penyakit menular daerah Asia Tenggara, Dengue telah menjadi
yang dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku masalah kesehatan publik di Indonesia,
masyarakat. Penyakit demam berdarah disebut Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste
juga Dengue Haemorragic Fever (DHF) yang diketahui daerah beriklim tropis dan
karena disertai gejala demam dan perdarahan. memiliki lokasi di zona equatorial, tempat
DHF akan menyebabkan kematian sebanyak dimana Aedes Aegeptymenyebar secara merata
5%, dan terdapat lebih banyak di daerah urban baik di daerah perdesaan maupun perkotaan.
dari pada daerah rural (Slamet, 2004). Penyakit DBD telah menjadi penyakit berpotensi tinggi
ini termasuk kedalam sepuluh penyebab menjadi penyebab kematian pada anak. Di
perawatan di rumah sakit dan kematian pada Indonesia Dengue pertama kali ditemukan di
anak-anak di delapan negara tropis Asia. Setiap kota Surabaya pada tahun 1968, dimana
tahun, diperkirakan terdapat 200 juta kasus sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
infeksi dengue di dunia (WHO, 1999). diantaranya meninggal dunia.
Epidemi DBD dilaporkan pertama kali di Dengan meningkatnya mobilitas dan
Jakarta oleh David Bylon pada tahun 1779 kepadatan penduduk, jumlah penyebaran dan
(Tjokronegoro, 1999). Tahun 1952 daerah persebarannya pun meningkat, dan
demam berdarah juga ditemukan di Manila dan hingga sekarang sudah menyebar luas ke
Filipina. Kemudian menyebar ke negara lain seluruh daerah di Indonesia. Menurut data
seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Depkes RI, sejak tahun 1968 telah terjadi
Indonesia. Tahun 1968 penyakit demam peningkatan penyebaran jumlah provinsi dan
berdarah dilaporkan di Surabaya dan Jakarta kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi provinsi dan 2 kota menjadi 32 dan 382
(Depkes RI, 2004). Penyakit Demam kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu
Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD,
menjadi masalah kesehatan di Indonesia. dari 58 kasus pada tahun 1968 menjadi 158.912
Menurut data WHO 1955-2007, kasus pada tahun 2009. Dengue di Indonesia
didapatkan lima puluh juta infeksi Dengue memiliki siklus epidemik setiap sembilan
setiap tahunnya dan terdapat 2,5 miliar orang hingga sepuluh tahunan.
yang hidup di negara endemis. Sumber : WHO, Demam berdarah merupakan penyakit
2011.Dari 2,5 miliar populasi masyarakat di endemis dan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang

5
Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 3, Nomor 1, Maret 2017
ISSN 2442-501X

sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. kelompok tersebut. Hasil penelitian Sidiek
Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung (2012) tentang hubungan tingkat pengetahuan
meningkat dan penyebarannya bertambah luas ibu mengenai penyakit DBD terhadap penyakit
(Depkes RI, 2005). Sampai saat ini demam DBD pada anak menunjukan tingkat
berdarah telah ditemukan di seluruh propinsi di pengetahuan DBD tidak berhubungan dengan
Indonesia, dan lebih dari 200 kota telah kejadian penyakit DBD pada anak, hubungan
melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa antara tingkat pengetahuan tentang DBD
(KLB) (Slamet, 2004). jawa tengah merupakan adalah tidak bermakna. Sehingga, perawat
wilayah tertinggi kasus kejadian DBD, pada komunitas dituntut untuk berperan
tahun terakhir 2012 jumlah kasus penderita sebagai pendidik dalam memberikan
DBD mencapai 6.988. Keadaan ini erat pendidikan kesehatan dan menjadi role model,
kaitannya dengan peningkatan mobilitas sehingga akan meningkatkan pengetahuan
penduduk sejalan dengan semakin lancarnya masyarakat (Iqbal W, 2006).
transportasi serta tersebar luasnya virus Di kelurahan papanggo yang merupakan
dengue dan nyamuk Aedes aegypti (penular daerah binaan Akper HKJ, belum perna di
penyakit DBD) di berbagai wilayah di lakukan penelitian sebelumnya tentang
Indonesia. gambaran tingkat pengetahuan masyarakat.
Berdasarkan data dari dinas kesehatan Terkait dengan permasalahan teori pegetahan
kota Semarang kasus Demam Berdarah di kota masyarakat yang masih rendah tentang
Semarang, pada tahun terakhir 2012 jumlah pemahaman penyakit DBD,Saya tertarik untuk
kasus penderita demam berdarah dengue melakukan penyuluhan di daerah tersebut.
(DBD) mencapai 1.250. wilayah Kota Tujuan penelitian ini adalah untuk
Semarang angka kejadian terbesar ada di Mengidentifikasi gambaran tingkat
wilayah kerja puskesmas kedungmundu yaitu pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD
mencapai 125 kasus penderita DBD (Dinkes di RT 01/07 Kelurahan Papanggo Jakarta Utara,
Kota Semarang, 2012). Hasil yang didapatkan sehingga diharapkan hasil penelitian dapat
di puskesmas kedungmundu bahwa kelurahan memberikan informasi khususnya kepada
sendangmulyo merupakan privalensi wilayah masyarakat tentang penyakit DBD, cara
paling tinggi angka kejadian DBD yang berada mencegah terjadi penyakit DBD dan tanda
di RW IX Sendangmulyo, yaitu sebesar 43 gejala terjangkit DBD di RT 01/07 Kelurahan
kasus penderita (Dinkes Kota Semarang, Papanggo.
2011).
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) Metode Penelitian
merupakan salah satu penyakit menular yang Dalam penelitian ini desain penelitian
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, yang digunakan adalah penelitian deskriptif dimana
mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, penelitian metode deskriptif bertujuan untuk melihat
adanya kontainer buatan ataupun alami di gambaran fenomena yang terjadi didalam suatu
tempat pembuangan akhir sampah (TPA) populasi tertentu dan dengan mengunakan
ataupun di tempat pembuangan sampah pendekatan cross sectional di mana data yang
menyangkut variabel bebas (independent) dan
lainnya, penyuluhan dan perilaku masyarakat,
variabel terikat (dependent), akan dikumpulkan
antara lain: pengetahuan, sikap, kegiatan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2012).
pemberantasan sarang nyamuk Pada penelitan ini peneliti mengambil sampel
(PSN), fogging , abatisasi, dan pelaksanaan secara Total Sampling, teknik pengambilan ini
3M (menguras, menutup, dan mengubur). paling sederhana dimana seluruh populasi diambil
Hasil penelitian yang dilakukan sebagai sampel dan jumlah subjek telah
Rahardian (2012), tentang perbedaan tingkat terindentifikasi (Hidayat, 2013). Pada penelitian ini
pengetahuan ibu dan tindakan pencegahan sampel yang ditetapkan adalah seluruh masyarakat
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah di wilayah RT 01/07 kelurahan Papanggo yang
endemis dan non endemis menunjukan tingkat sesuai dengan kriteria inklusi, dimana yang sesuai
dengan kriteria inklusi yaitu berjumlah 20 orang.
pengetahuan dan tindakan pencegahan DBD
responden wilayah endemis lebih tinggi di
bandingkan dengan responden wilayah non
endemis, didapatkan perbedaan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan dan
tindakan pencegahan DBD pada kedua

6
Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 3, Nomor 1, Maret 2017
ISSN 2442-501X

Hasil Penelitian SD-SMP yang menjawab dengan skor tinggi


Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Persentasi sebanyak 8 orang (57%), kemudian yang
Menurut Status Pendidikan responden menjawab dengan skor sedang sebanyak 6
Pendidikan Frequency Persen( %) orang (60%), dan yang menjawab dengan skor
SD-SMP 14 70% rendah dan sangat rendah sebanyak nol (0%),
SMA/ sedangkan 6 responden dengan tingkat
Perguruan 6 30%
pendidikan SMP-SMA menjawab dengan skor
Tinggi
tinggi sebanyak 4 (67%) dan menjawab dengan
Total 20 100%
skor sedang sebanyak 2 (33%), artinya
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi responden dengan tingkat pendidikan SMA-
Menurut status pekerjaan responden PERGURUAN TINGGI lebih mengetahui
tentang DBD di bandingkan responden dengan
Pekerjaan Frequency Persen( %)
tingkat pendidikan Tidak Tamat SD-SMP dan
TIDAK 9 45 rata-rata pengetahuan responden dengan
BEKERJA tingkat pendidikan SD-SMP dan SMA-
SWASTA 11 55 PERGURUAN mengetahui tentang DBD
dalam kategori TINGGI yaitu 60%.
Total 20 100
Kesimpulan
Diagram 1. Distribusi Frekuensi dan Persentasi
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan
Menurut tingkat pengetahuan responden.
bahwa Pengetahuan masyarakat tentang
PENGETAHUAN “Gambaran tingkat pengetahuan masyarakat
tentang penyakit DBD Di Rt 01/07 Kelurahan
0 0 Tinggi papanggo Jakarta utara dalam kategori tertinggi
yaitu 60%, kategori sedang 40%, kategori
40% sedang rendah dan sangat rendah 0%. “ Kesimpulan
secara keseluruhan rata-rata tingkat
60%
pengetahuan masyarakat tentang “Gambaran
rendah
tingkat pengetahuan masyarakat tentang
penyakit DBD Di Rt 01/07 Kelurahan
papanggo Jakarta utara yaitu TINGGI (60%)
Pembahasan dan SEDANG (40%) menurut pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terakhir, dan status pekerjaan responden.
Responden dengan tingkat pendidikan SD-
Sumber
SMP sebanyak 14 orang (70%), sedangkan
responden dengan tingkat pendidikan SMA- Alimul Hidayat, Aziz (2012). Riset
PERGURUAN TINGGI sebanyak orang Keperawatan dan Teknik Penulisan
(30%). Artinya responden dengan tingkat Ilmiah: Salemba Medika: Jakarta.
pendidikan SD-SMP lebih banyak dibanding
jumlah responden dengan tingkat pendidikan Istiarti, Tinuk. 2000. Menanti Buah Hati.
SMA-PERGURUAN TINGGI. Yogyakarta: Media Persindo.
Responden dengan tingkat pengetahuan Soekidjo notoadmojo gutman. (2011).
TINGGI sebanyak 12 orang (60%), responden Modifikasi dari pengantar pendidikan
dengan tingkat pengetahuan SEDANG dan perilaku kesehatan. Jakarta:
sebanyak 8 orang (40%), sedangkan responden salemba medika.
dengan tingkat pengetahuan Rendah dan sangat
rendah nol (0%). Artinya responden dengan Ngatimin. (1990). Didownload:
tingkat pengetahuan tinggi lebih banyak http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahu
dibandingkan jumlah responden dengan tingkat an. Diakses 2 Februari 2014.
penngetahuan sedang, rendah dan sangat Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku
rendah. Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Tingkat Pengetahuan masyarakat
berdasarkan pendidikan tentang DBD adalah 14 Notoatmodjo. 2005. Pendidikan dan Perilaku
responden dengan tingkat pendidikan Tamat Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

7
Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 3, Nomor 1, Maret 2017
ISSN 2442-501X

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan


Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Saryono, 2009. Sindrom Pramenstruasi.
Pustaka Pembangunan Nusantara :
jakarta.
WHO (World Health Organization). 2006.
Demam Berdarah Dengue.

Anda mungkin juga menyukai