Anda di halaman 1dari 3

Adalah Diphyllobothrium latum yaitu cacing pita pada ikan, dan merupakan yang terbesar di

antara semuanya, panjangnya bisa mencapai tiga puluh kaki atau lebih.

Bagaimana ikan bisa menjadi agen penyebaran cacing pita ini? Cacing-cacing pita betina
akan mengeluarkan sebanyak satu juta telur perhari. Dikeluarkan melalui usus manusia, dan karena
proses penyebaran dari alam atau manusia itu sendiri, telur-telur cacing ini masuk ke air tawar dan
menetas dan dimakan oleh kutu-kutu air. Disinilah perkembangan selanjutnya terjadi. Setelah itu,
ikan kecil di air tawar makan kutu-kutu air yang sudah terjangkiti oleh cacing-cacing pita tersebut,
dan akhirnya cacing pita itu tinggal di dalam otot-otot ikan.

Selanjutnya, ikan yang besar memakan ikan yang kecil itu dan dengan demikian penjangkitan terus
berlangsung. Bila manusia makan ikan mentah/setengah matang atau tidak dimasak dengan baik,
maka parasit-parasit itu akan masuk dengan mudah ke dalam usus manusia, dan mereka akan
berubah menjadi cacing dewasa dalam waktu lima sampai enam minggu berikutnya. Ikan-ikan besar
di air tawar sering menjadi sumber penjangkit penyakit cacing pita pada manusia, terutama pada
daerah-daerah yang mana penduduknya sering mengkonsumsi ikan mentah atau setengah matang.

Ada lagi jenis cacing pita yang lain, seperti hymenolepis nana (dwarf tapeworm), cacing pita
tikus, cacing pita anjing (echinococcus granulosus), Taenia crassiceps, Taenia
pisiformis,Taenia asiatica dan Taenia taeniaeformis.
MEKANISME INFEKSI CACING PITA

Jika terdapat cacing pita dewasa pada usus, peristaltik yang berlawanan pada gravidproglotid akan
menyebabkan proglotid bergerak secara retrograd dari usus ke lambung. Telur hanya dapat menetas
apabila terpapar dengan sekresi gaster diikuti dengan sekresi usus sehingga setelah terjadi peristaltik
yang bersifat retrograd, onkosfer akan menetas dan menembus dinding usus, mengikuti aliran kelenjar
getah bening atau aliran darah.Larva selanjutnya akan bermigrasi ke jaringan subkutan, otot, organ
viseral, dan sistem saraf pusat dan membentuk sistiserkus. Sistiserkosis dapat terjadi pada berbagai
organ dan gejala yang timbul tergantung dari lokasi sistiserkus.

IMUNITAS TERHADAP CACING

A. HUMORAL

IgE memiliki peranan yang lain dalam mengurangi jumlah cacing pada hewan.Misalnya, makrofag dapat
berikatan pada larva cacing melalui jalur yang diperantaraiIgE untuk menghancurkannya. Demikian juga
dengan memperantarai sel mast, IgEmerangsang pelepasan Faktor Anafilaksis Kemotaktik Eosinofil
(FAKE). Bahan inimenyebabkan dilepaskannya eosinofil dalalm jumlah besar ke dalam sirkulasi.
Atasdasar inilah maka eosinofilia menjadi demikian khas pada infeksi cacing. Eosinofil memegang 2
peranan. Pertama, mengandung enzim yang mampu menetralkan bahanvasoaktif yang dikeluarkan oleh
sel mast. Kedua, bersama-sama dengan antibodi dankomplemen, eosinofil dapat membunuh beberapa
larva cacing dan karena itu jugamembantu fungsi proteksi. Eosinofil melekat pada cacing melalui IgG.
Kemudianmengalami degranulasi, melepaskan isi granulanya pada kutikel cacing. Protein basautama
granula dapat menyebabkan kerusakan langsung pada kutikel dan jugamembantu perlekatan eosinofil
tambahan. Efek sitotoksik dari protein basa diperbesaroleh faktor yang berasal dari sel mast misalnya
histamin ataupun komplemen (Tizard,1988).

Mekanisme lainnya yang terlibat meliputi netralisasi yang diperantarai antiboditerhadap enzim
proteolitik yang dipakai larva untuk menembus jaringan, penyumbatanlubang anus dan mulut larva oleh
sekresi dari larva dan pencegahan terhadap ekdisisdan terhadap antigen kelompok luar (Tizard, 1988).

b. Pertahanan Seluler

Sel T limfosit yang telah disensitisasi dapat berhasil menyerang cacing yangterbenam di dalam mukosa
usus atau yang sedang mengalami stadium jaringan.Limfosit T tersebut menekan aktifitas cacing dengan
dua mekanisme. Pertama,terjadinya tanggap perbarahan dari mononuklear ke tempat invasi larva dan
merubahlingkungan setempat menjadi tidak cocok untuk pertumbuhan dan migrasi. Kedua,limfosit
sitotoksik mungkin mampu menyebabkan kehancuran larva (Tizard, 1988).

Respon imun pejamu terhadap infeksi cacing pada umumnya lebih kompleks olehkarena patogen lebih
besar dan tidak bisa ditelan oleh fagosit. Pertahanan terhadap banyak infeksi cacing diperankan
oleh aktivasi sel Th2. Cacing merangsang subset Th2sel CD4+ yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 dan IL-5
merangsang perkembangan danaktifasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan permukaan cacing diikat
oleh eosinofil.Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresi granula enzim yang
menghancurkan parasit (Baratawidjaya, 2009).

Parasit yang masuk ke dalam lumen saluran cerna, pertama dirusak oleh IgG, IgEdan juga dibantu oleh
ADCC. Sitokin yang dilepas sel T yang dipacu antigen spesifikmerangsang proliferasi sel goblet dan
sekresi bahan mukus yang menyelubungi cacingyang dirusak. Hal itu memungkinkan cacing dapat
dikeluarkan dari tubuh
melalui peningkatan gerakan usus yang diinduksi mediator sel mast seperti LTD4 dan diare

MENGAPA TIDAK DEMAM?

Karena yang bertugas melawan infeksi cacing adalah eosinofil bukan makrofag. Sementara penyebab
demam adalah sitokin-sitokin seperti IL-1,IL-6 dan TNF alfa yang dihasilkan makrofag. Eosinofil tidak
menghasilkan sitokin-sitokin tersebut sehingga tidak terjadi demam.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32576/4/Chapter%20II.pdf

SmallCrab , Petunjuk Pemberantasan Taeniasis Sistiserkosis di Indonesia, diakses tanggal 3 Juni 2015
http://www.smallcrab.com/kesehatan/1064-petunjuk-pemberantasan-taeniasis-sistiserkosis-di-
indonesia

Anda mungkin juga menyukai