Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Penyediaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan kesehatan lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam
menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan
berperan dalam meningkatkan standar atau taraf/kualitas hidup masyarakat.

Sampai saat ini, penyediaan air bersih untuk masyarakat diindonesia masih dihadapkan pada
beberpa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum dapat diatasi
sepenuhnya. Salah satu masalah yang masih dihadapi sampai saat ini yakni masih rendahnya
tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat.

Di Negara kita ini masalah lainnya yang perlu di pikirkan adalah tentang samapah. Sampah
akan terus ada dan tidak akan berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya akan
berbanding lurus dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan banyaknya sampah-sampah
dikota besar yang berpenduduk padat. Permasalahan ini akan timbul ketika sampah
menumpuk dan tidak dapat dikelola dengan baik.

1.2.TUJUAN

1. Agar masahiswa mengetahui tentang bagaimana penyediaan air bersih.


2. Agar mahasiswa menegtahui tentang bagaimana cara pembuangan sampah.
3. Agar mahasiswa mampu menganalisa bagaimana pengaruh penyediaan air berih dan
pembuangan sampah bagi kesehatan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENYEDIAAN AIR BERSIH

2.1.1 Pengertian air bersih

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
industri terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk
keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005


Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, didapat beberapa pengertian
mengenai :

1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air
yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan
yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
2. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
3. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia
dari lingkungan permukiman.
4. Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.
5. Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.
6. Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas
dan/atau meningkatkan sistemfisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan,
manajemen,keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang
lebih baik.
7. Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan,
melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau,
dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum.
8. Penyelenggara pengembangan SPAM yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah
badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta,
dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan
sistem penyediaan air minum.

2.1.2 Sumber Air Bersih

Berdasarkan petunjuk Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu perihal Pedoman


Perencanaan dan Desain Teknis Sektor Air Bersih, disebutkan bahwa sumber air baku yang
perlu diolah terlebih dahulu adalah:

1. Mata air, Yaitu sumber air yang berada di atas permukaan tanah. Debitnya sulit untuk
diduga, kecuali jika dilakukan penelitian dalam jangka beberapa lama.
2. Sumur dangkal (shallow wells), Yaitu sumber air hasil penggalian ataupun
pengeboran yang kedalamannya kurang dari 40 meter.
3. Sumur dalam (deep wells), Yaitu sumber air hasil penggalian ataupun pengeboran
yang kedalamannya lebih dari 40 meter.
4. Sungai, Yaitu saluran pengaliran air yang terbentuk mulai dari hulu di daerah
pegunungan/tinggi sampai bermuara di laut/danau. Secara umum air baku yang
didapat dari sungai harus diolah terlebih dahulu, karena kemungkinan untuk tercemar
polutan sangat besar.
5. Danau dan Penampung Air (lake and reservoir), Yaitu unit penampung air dalam
jumlah tertentu yang airnya berasal dari aliran sungai maupun tampungan dari air
hujan.

Sumber-sumber air yang ada dapat dimanfaatkan untuk keperluan air minum adalah (Budi D.
Sinulingga, Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal, 1999):

1. Air hujan. Biasanya sebelum jatuh ke permukaan bumi akan mengalami pencemaran
sehingga tidak memenuhi syarat apabila langsung diminum.
2. Air permukaan tanah (surface water). Yaitu rawa, sungai, danau yang tidak dapat
diminum sebelum melalui pengolahan karena mudah tercemar.
3. Air dalam tanah (ground water). Yang terdiri dari air sumur dangkal dan air sumur
dalam. Air sumur dangkal dianggap belum memenuhi syarat untuk diminum karena
mudah tercemar. Sumber air tanah ini dapat dengan mudah dijumpai seperti yang
terdapat pada sumur gali penduduk, sebagai hasil budidaya manusia. Keterdapatan
sumber air tanah ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti topografi,
batuan, dan curah hujan yang jatuh di permukaan tanah. Kedudukan muka air tanah
mengikuti bentuk topografi, muka air tanah akan dalam di daerah yang bertopografi
tinggi dan dangkal di daerah yang bertopografi rendah.

Di lain pihak sumur dalam yang sudah mengalami perjalanan panjang adalah air yang jauh
lebih murni, dan pada umumnya dapat langsung diminum, namun memerlukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikan kualitasnya. Keburukan dari pemakaian sumur dalam ini
adalah apabila diambil terlalu banyak akan menimbulkan intrusi air asin dan air laut yang
membuat sumber air jadi asin, biasanya daerah-daerah sekitar pantai.

1. Mata air (spring water). Sumber air untuk penyediaan air minum berdasarkan
kualitasnya dapat dibedakan atas:
1. Sumber yang bebas dari pengotoran (pollution).
2. Sumber yang mengalami pemurniaan alamiah (natural purification).
3. Sumber yang mendapatkan proteksi dengan pengolahan buatan (artificial
treatment).

2.1.3 Standar Kualitas Air Baku

Air bersifat universal dalam pengertian bahwa air mampu melarutkan zat-zat yang alamiah
dan buatan manusia. Untuk menggarap air alam, meningkatkan mutunya sesuai tujuan,
pertama kali harus diketahui dahulu kotoran dan kontaminan yang terlarut di dalamnya. Pada
umumnya kadar kotoran tersebut tidak begitu besar.

Dengan berlakunya baku mutu air untuk badan air, air limbah dan air bersih, maka dapat
dilakukan penilaian kualitas air untuk berbagai kebutuhan. Di Indonesia ketentuan mengenai
standar kualitas air bersih mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 416 tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih.
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan 1990 Kriteria penentuan standar baku mutu air dibagi
dalam tiga bagian yaitu:

1. Persyaratan kualitas air untuk air minum.


2. Persyaratan kualitas air untuk air bersih.
3. Persyaratan kualitas air untuk limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi.

Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia, maka kualitas air tersebut
harus memenuhi persyaratan, yaitu:

1. Syarat fisik, antara lain:


1. Air harus bersih dan tidak keruh.
2. Tidak berwarna
3. Tidak berasa
4. Tidak berbau
5. Suhu antara 10o-25 o C (sejuk)
6. Syarat kimiawi, antara lain:
1. Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun.
2. Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan.
3. Cukup yodium.
4. pH air antara 6,5 – 9,2.
5. Syarat bakteriologi, antara lain:

Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen
penyebab penyakit.

Pada umumnya kualitas air baku akan menentukan besar kecilnya investasi instalasi
penjernihan air dan biaya operasi serta pemeliharaannya. Sehingga semakin jelek kualitas air
semakin berat beban masyarakat untuk membayar harga jual air bersih.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan kualitas, yaitu:

1. Aman dan higienis.


2. Baik dan layak minum.
3. Tersedia dalam jumlah yang cukup.
4. Harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.

Mengenai parameter kualitas air baku, Depkes RI telah menerbitkan standar kualitas air
bersih tahun 1977 (Ryadi Slamet, 1984:122). Dalam peraturan tersebut standar air bersih
dapat dibedakan menjadi tiga kategori (Menkes No. 173/per/VII tanggal 3 Agustus 1977):

1. Kelas A. Air yang dipergunakan sebagai air baku untuk keperluan air minum.
2. Kelas B. Air yang dipergunakan untuk mandi umum, pertanian dan air yang terlebih
dahulu dimasak.
3. Kelas C. Air yang dipergunakan untuk perikanan darat.

2.1.4 Sistem Penyediaan Air Bersih

Sistem penyediaan air bersih meliputi besarnya komponen pokok antara lain: unit sumber air
baku, unit pengolahan, unit produksi, unit transmisi, unit distribusi dan unit konsumsi.

1. Unit sumber air baku merupakan awal dari sistem penyediaan air bersih yang mana
pada unit ini sebagai penyediaan air baku yang bisa diambil dari air tanah, air
permukaan, air hujan yang jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan.
2. Unit pengolahan air memegang peranan penting dalam upaya memenuhi kualitas air
bersih atau minum, dengan pengolahan fisika, kimia, dan bakteriologi, kualitas air
baku yang semula belum memenuhi syarat kesehatan akan berubah menjadi air bersih
atau minum yang aman bagi manusia.
3. Unit produksi adalah salah satu dari sistem penyediaan air bersih yang menentukan
jumlah produksi air bersih atau minum yang layak didistribusikan ke beberapa tandon
atau reservoir dengan sistem pengaliran gravitasi atau pompanisasi. Unit produksi
merupakan unit bangunan yang mengolah jenis-jenis sumber air menjadi air bersih.
Teknologi pengolahan disesuaikan dengan sumber air yang ada.
4. Unit transmisi berfungsi sebagai pengantar air yang diproduksi menuju ke beberapa
tandon atau reservoir melalui jaringan pipa.
5. Unit distribusi adalah merupakan jaringan pipa yang mengantarkan air bersih atau
minum dari tandon atau reservoir menuju ke rumah-rumah konsumen dengan tekanan
air yang cukup sesuai dengan yang diperlukan konsumen.
6. Unit konsumsi adalah merupakan instalasi pipa konsumen yang telah disediakan alat
pengukur jumlah air yang dikonsumsi pada setiap bulannya.

2.1.5 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih

Semakin padat jumlah penduduk dan semakin tinggi tingkat kegiatan akan menyebabkan
semakin besarnya tingkat kebutuhan air. Variabel yang menentukan besaran kebutuhan akan
air bersih antara lain adalah sebagai berikut:

1. Jumlah penduduk
2. Jenis kegiatan
3. Standar konsumsi air untuk individu
4. Jumlah sambungan

Target pelayanan dapat merupakan potensi pasar atau mengacu pada kebijaksanaan nasional.
Asumsi-asumsi lain yang digunakan mengikuti kecenderungan data yang ada di lapangan
serta kriteria dan standar yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, yaitu seperti:

1. Cakupan pelayanan
2. Jumlah pemakai untuk setiap jenis sambungan
3. Jenis sambungan
4. Tingkat kebutuhan konsumsi air
5. Perbandingan SR/HU
6. Kebutuhan Domestik dan Non Domestik
7. Angka kebocoran
8. Penanggulangan kebakaran

Perencanaan pengadaan sarana prasarana air bersih dilakukan dengan memperhitungkan


jumlah kebutuhan air yang diperlukan bagi daerah perencanaan. Proyeksi kebutuhan air
dihitung dengan menggunakan data proyeksi jumlah penduduk, standar kebutuhan air bersih,
cakupan pelayanan, koefisien kehilangan air, dan faktor puncak yang diperhitungkan untuk
keamanan hitungan perencanaan.

2.1.6 Satuan Kebutuhan Air Bersih

Kebutuhan air terbagi atas kebutuhan untuk:

1. Rumah Tangga
2. Non Rumah Tangga

Pemerintah Indonesia telah menyusun program pelayanan air bersih sesuai dengan kategori
daerah yang dikelompokkan berdasarkan jumlah penduduk.

Tabel II.1
Tingkat Pemakaian Air Rumah Tangga Sesuai Kategori Kota

No Kategori Kota Jumlah Penduduk Sistem Tingkat Pemakaian Air


1 Kota Metropolitan > 1.000.000 Non Standar 190
2 Kota Besar 500.000 – 1.000.000 Non Standar 170
3 Kota Sedang 100.000 – 500.000 Non Standar 150
4 Kota Kecil 20.000 – 100.000 Standar BNA 130
5 Kota Kecamatan < 20.000 Standar IKK 100
6 Kota Pusat Pertumbuhan < 3.000 Standar DPP 30

Sumber : SK-SNI Air Bersih

Tabel II.2

Tingkat Pemakaian Air Non Rumah Tangga

No Non Rumah Tangga (fasilitas) Tingkat Pemakaian Air


1 Sekolah 10 liter/hari
2 Rumah Sakit 200 liter/hari
3 Puskesmas (0,5 – 1) m3/unit/hari
4 Peribadatan (0,5 – 2) m3/unit/hari
5 Kantor (1 – 2) m3/unit/hari
6 Toko (1 – 2) m3/unit/hari
7 Rumah Makan 1 m3/unit/hari
8 Hotel/Losmen (100 – 150) m3/unit/hari
9 Pasar (6 – 12) m3/unit/hari
10 Industri (0,5 – 2) m3/unit/hari
11 Pelabuhan/Terminal (10 – 20) m3/unit/hari
12 SPBU (5 – 20) m3/unit/hari
13 Pertamanan 25 3/unit/hari

Sumber : SK-SNI Air Bersih

2.1.7 Tahapan Perencanaan Air Bersih

Dalam pemenuhan kebutuhan prasarana air bersih, maka dilakukan tahapan-tahapan


perencanaan berdasarkan 5 (lima) komponen utama yang terdiri dari:

1. 1. Perhitungan Kebutuhan Air

Kebutuhan air dihitung berdasarkan kebutuhan untuk rumah tangga (domestik), non domestik
dan juga termasuk perhitungan atas kebocoran air. Analisis kebutuhan air ini disesuaikan
dengan hasil perhitungan proyeksi penduduk, prosentase penduduk yang dilayani dan
besarnya pemakaian air.
1. 2. Identifikasi Sumber Air Baku

Identifikasi air baku terutama dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai:

– Jarak dan beda tinggi sumber air terhadap daerah pelayanan

– Debit andalan sumber air

– Kualitas air baku dan jenis alokasi sumber air baku pada saat ini

1. 3. Pemeriksaan dan Penilaian Kualitas Air

Sistem pengolahan air yang dibangun harus dapat memproduksi air yang memenuhi standar
kualitas air bersih yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI.

1. 4. Pemilihan Alternatif Sistem

Sistem penyediaan air bersih yang dirancang merupakan sistem terpilih yang diperoleh
berdasarkan hasil pemilihan terhadap beberapa alternatif pilihan sistem. Penentuan pilihan
didasarkan pada penilaian berdasarkan aspek:

– Teknis

– Ekonomis

– Lingkungan

1. 5. Perhitungan Kebocoran/Kehilangan Air

Kehilangan air yang disebabkan kebocoran teknis dan non teknis diperkirakan sebesar 20%
dari kebutuhan total.

1. 6. Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih

 Sistem Penyediaan Air Bersih terdiri dari:

– Sistem Produksi meliputi Intake dan Instalasi Pengolahan Air

– Sistem Distribusi meliputi Reservoir dan Pipa Induk

– Sistem Pemanfaatan melalui Sambungan Rumah dan Hydrant Umum

 Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem distribusi adalah:

– Pola tata guna lahan

– Kepadatan penduduk

– Kondisi topografi kota


– Rancangan induk kota.

2.2 PEMBUANGAN SAMPAH

2.1.1 Pengertian Sampah

Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Dalam
Undang-Undang No.18 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan definisi sampah sebagai
sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat.
Permasalahan sampah merupakan permasalahan yang krusial bahkan sampah dapat dikatakan
sebagai masalah kultural karena berdampak pada sisi kehidupan terutama dikota-kota besar
seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, Medan dan kota besar lainnya. Sampah akan
terus ada dan tidak akan berhenti diproduksi oleh kehidupan manusia, jumlahnya akan
berbanding lurus dengan jumlah penduduk, bisa dibayangkan banyaknya sampah-sampah
dikota besar yang berpenduduk padat. Permasalahan ini akan timbul ketika sampah
menumpuk dan tidak dapat dielola dengan baik. Sampah menjadi masalah penting untuk
penting untuk kota yang padat penduduknya hal tersebut disebabkan oleh beberapa

faktor yaitu:

1. Volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat
pembuangan sampah akhir (TPA)
2. Lahan TPA semakin sempit karena tergeser penggunaan lain.
3. Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya,
hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar dari
pembusukannya oleh karena itu selalu diperlukan perluasan area TPA baru
4. Sampah yang sudah layak menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena
beberapa pertimbangan
5. Managemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga seringkali menjadi penyebab
distorsi dengan masyarakat setempat
6. Pengelolaan sampah disarakan tidak memberikan dampak positif terhadap lingkungan
8.
7. Kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah dalam memanfatkan produk
sampingan sehingga tertumpuknya produk tersebut di lahan TPA.

Ratio timbunan sampah dikota besar umumnya dihasilkan tiap-tiap jiwa adalah 0.7
kg/kapita/hari termasuk kota medan. Kota yang memiliki jumlah penduduk tetap mencapai
2.125.591 jiwa dan komutter yang diperkirakan mencapai 600.000 jiwa. jika diestimasikan
timbunan sampah yang mampu diproduksi adalah 6806 m3/hari setara dengan 1701 ton/hari.
Jumlah volume sampah di Kota Medan tergolong besar sehingga perlu ada penanganan
khusus, bila tidak cepat maka kota tersebut akan terus ditimbun oleh tumpukan sampah dan
berbarengan dengan efek negatif yang ditimbulkan.

2.2.2 Penggolongan Sampah

Ada beberapa penggolongan sampah, penggolongan ini berdasarkan atas beberapa kriteria
yaitu: asal sampah, sifat dan jenisnya.

1. Penggolongan sampah berdasarkan asalnya


1. sampah hasil rumah tangga termasuk didalamya sampah rumah sakit, hotel
dan kantor
2. sampah hasil kegiatan industry
3. sampah hasil kegiatan pertanian meliputi perkebunan, perikanan dan
peternakan.
4. sampah hasil kegiatan perdagangan misal sampah pasar, swalayan dan toko
5. sampah hasil kegiatan pembangunan
6. sampah jalan raya.
7. pengolongan sampah berdasarkan sifatnya
1. sampah organik terdiri atas dedaunan, sisa makanan, kertas sayur dan
buah. Sampah organik merupakan sampah yang mengandung senyawa
organik dan tersusun oleh unsur karbon, hidrogen dan oksigen serta
sampah organik mudah terdegradasi oleh mikroba.
2. sampah anorganik terdiri atas kaleng, plastik, besi, kaca dan bahan-
bahan lainnya yang tidak tersusun oleh senyawa organik. Sampah ini
tidak dapat terdegradasi oleh mikroba sehingga sulit diuraikan.

2.2.3 Undang-Undang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah

Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jenis sampah yang
diatur adalah:

1. Sampah Rumah Tangga

Yaitu sampah yang berbentuk padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-hari di rumah
tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik dan dari proses alam yang berasal dari
lingkungan rumah tangga. Sampah ini bersumber dari rumah atau dari komplek perumahan.

1. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

Yaitu sampah rumah tangga yang bersala bukan dari rumah tangga dan lingkungan rumah
tangga melainkan berasal dari sumber lain seperti pasar, pusat perdagangan, kantor, sekolah,
rumah sakit, rumah makan, hotel, terminal, pelabuhan, industri, taman kota, dan lainnya.

1. Sampah Spesifik

Yaitu sampah rumah tangga atau sampah sejenis rumah tangga yang karena sifat, konsentrasi
dan/atau jumlahnya memerlukan penanganan khusus, meliputi, sampah yang mengandung B3
(bahan berbahaya dan beracun seperti batere bekas, bekas toner, dan sebagainya), sampah
yang mengandung limbah B3 (sampah medis), sampah akibat bencana, puing bongkaran,
sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, sampah yang timbul secara periode
(sampah hasil kerja bakti).

Mekanisme pengelolaan sampah dalam UU N0.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
meliputi, kegiatan–kegiatan berikut:

1. Pengurangan Sampah

Pengurangan sampah merupakan kegiatan untuk mengatasi timbulnya sampah sejak dari
produsen sampah (rumah tangga, pasar, dan lainnya), mengguna ulang sampah dari
sumbernya dan/atau di tempat pengolahan, dan daur ulang sampah di sumbernya dan atau di
tempat pengolahan. Pengurangan sampah akan diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri,
kegiatan yang termasuk dalam pengurangan sampah ini adalah:

1. Menetapkan sasaran pengurangan sampah


2. Mengembangkan Teknologi bersih dan label produk
3. Menggunakan bahan produksi yang dapat di daur ulang atau diguna ulang
4. Fasilitas kegiatan guna atau daur ulang
5. Mengembangkan kesadaran program guna ulang atau daur ulang
6. Penanganan Sampah

Merupakan rangkaian kegiatan penaganan sampah yang mencakup pemilahan


(pengelompokan dan pemisahan sampah menurut jenis dan sifatnya), pengumpulan
(memindahkan sampah dari sumber sampah ke TPS atau tempat pengolahan sampah

terpadu), pengangkutan (kegiatan memindahkan sampah dari sumber, TPS atua tempat
pengolahan sampah terpadu, pengolahan hasil akhir (mengubah bentuk, komposisi,
karateristik dan jumlah sampah agar diproses lebih lanjut, dimanfaatkan atau dikembalikan
alam dan pemprosesan aktif kegiatan pengolahan sampah atau residu hasil pengolahan
sebelumnya agar dapat dikembalikan ke media lingkungan. Dalam perencanaan pengelolaan
sampah, Undang-Undang Pengelolaan Sampah mengharapkan pemerintah kota/kabupaten
dapat membentuk semacam forum pengelolaan sampah skala kota/kabupaten atau provinsi.
Forum ini beranggotakan masyarakat secara umum, perguruan tinggi, tokoh masyarakat,
organisasi lingkungan/persampahan, pakar, badan usaha dan lainnya. Hal-hal yang dapat
difasilitasi forum adalah: memberikan usul, pertimbangan dan saran terhadap kinerja
pengelolaaan sampah, membantu merumuskan kebijakan pengelolaan sampah, memberikan
saran dan dapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. Sampai saat ini, belum ada
kebijakan nasional mengenal persampahan itu sendiri masih bersifat sosialisasi.

2.3 ARTIKEL

2.3.1 Artikel penyediaan air bersih

Standar Minimal Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi di Daerah BencanaTuesday, 06


October 2009 10:44

Bencana selalu menimbulkan permasalahan. Salah satunya bidang kesehatan. Timbulnya


masalah ini berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri
dan sanitasi lingkungan. Akibatnya berbagai jenis penyakit menular muncul.

Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera diberikan baik
saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian. Saat ini sudah ada standar minimal
dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penganan pengungsi. Standar
ini mengacu pada standar internasional. Kendati begitu di lapangan, para pelaksana tetap
diberi keleluasaan untuk melakukan penyesuaian sesuai kondisi keadaan di lapangan.

Beberapa standar minimal yang harus dipenuhi dalam menangani korban bencana khususnya
di pengungsian dalam hal lingkungan adalah:

1. A. Pengadaan Air.
Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam
hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya
problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya
persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu.

Tolok ukur kunci:

1. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per
hari
2. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
4. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang
5. Kualitas air

Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan
keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa
menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit
maupun pencemaran kimiawi atu radiologis dari penggunaan jangka pendek.

Tolok ukur kunci:

1. Di sumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari
pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter
2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahwa resiko pencemaran semacam itu
sangat rendah.
3. Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih
dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada
kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum
digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada
kran air 0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
5. Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air,
akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari
pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan, menurut
penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi
yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi
nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan
akibat konsumsi air itu.
6. Prasarana dan Perlengkapan

Tolok ukur kunci:

1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan
tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah
yang berleher sempit dan/bertutup
2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
3. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak
untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–jam tertentu.
Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–laki.
Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu
bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.

2.3.2 Artikel pembuangan sampah

Wow, Tempat Pembuangan Sampah Jadi Obyek wisata.

Jumat, 15 Juni 2012, 22:44 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI — Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara,


mengembangkan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Puuwatu sebagai salah satu
objek wisata.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Kendari, Alamsyah Lotunani, di


Kendari, mengatakan, penetapan kawasan pengolahan menjadi objek wisata guna menjawab
stigma masyarakat kalau TPAS selama ini dianggap sebagai tempat yang identik dengan bau,
jorok dan kotor.

“Ada konsep yang kami tawarkan di TPAS Puuwatu sehingga ditetapkan menjadi objek
wisata, salah satunya kita bisa melihat seluruh Kota Kendari dari atas puncak yang ada di
TPAS ini,” ujarnya.

Ia mengatakan, di TPS Puuwatu tersebut sudah dibangun taman yang disebut Taman
Bougenville karena seluruh bunga yang ditanam di sana adalah bougenville.

“Kita juga membuat dua unit vila yang bisa digunakan pengunjung yang ingin bermalam di
kawasan itu, untuk menyaksikan keindahan Kota Kendari dari atas puncak jika malam hari,”
katanya.

Menurut dia, kawasan TPAS Puuwatu telah direvitalisasi bahkan proses penimbunan dan
penataan kawasan tersebut terus dilakukan agar TPAS kelihatan lebih bersih, indah dan bisa
dijadikan kawasan arena balap pencinta otomotif.

“Medan di kawasan TPAS ini cukup menantang, sehingga selain tempat rekreasi, kita juga
membangun arena motor cross, mobil offroad,” ujarnya.

Menurut dia, pengelolaan TPAS Puuwatu yang bisa berfungsi sebagai objek wisata sudah
diakui dari Kementerian lingkungan hidup saat berkunjung ke tempat itu.

“Bahkan tempat itu menjadi salah satu penyumbang poin bagi Kota Kendari dalam meraih
tropi adipura yang ke empat kalinya secara berturut-turut dari tahun 2009, 2010, 2011 dan
2012,” katanya.

2.3.3 ANALISA

1. Pada hakikatnya penanggulangan bencana alam di Indonesia sudah sangat baik


terlebih untuk menaggulangi penyediaan air bersih yang sangat fital sebagai
kelangsungan hidup manusia.Bahakan BASARNAS juga memiliki criteria tersendiri
untuk pengadaan air bersih ketika terjadi bencana alam.Tetapi terkadang dengan
beranekaragaman tempat,situasi,kondisi, maka pelaksana di beri keleluasaan untuk
menyesuaikan sesuai lapangan.Sehingga tak hayal sering kita dengar banyak
penyediaan air bersih tak seperti setandart yang sudah di tetapkan.walau dasarnya
prinsip prinsip pada penyediaan air untuk penanggulangan bencana tidak di
tinggalkan.Apalagi diperparah dengan sumber air bersih yang sulit di dapatkan ketika
bencana alam tiba,ini adalah salah satu factor hal yang dapat mempengaruhi kenapa di
lapangan tidak sesuai dengan criteria pengambilan sumber air ketika terjadi bencana
alam.
2. Yang sering kita lihat adalah TPAS yang penuh sampah dan baunya tidak sedap tetapi
tidak sama halnya dengan TPAS puuwatu di Kendari.Di tps ini tidak ada
pemandangan tumpukan sampah dan bau busuk melainkan di tempat ini di jadikan
salah satu tempat pariwisata yang terdapat taman bunga bugenvil dan terdapat
penginapan yang terkenal dengan keindahan panoramanya.Hal ini membuktikan
bahwa tidak semua pengelolaan pembuangan sampah di Indonesia buruk,buktinya di
TPAS puuwatu dapat membuktikan bahwa pengelolaan pembungan sampah jika di
perhatikan dengan seksama dan prosesnya di awasi dengan ketat ,dan dapat dip roses
dengan benar maka tak hayal indonesa bisa menjadi Negara yang bersih dan angka
kesehatanya meninggkat.

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16528-2208100660-Chapter2.pdf

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/rekayasa_lingkungan/bab2_sistem_penye
dian_air_bersih.pdf
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat

bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi

manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi

oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada,

hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut.

Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air

bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan

akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang.

Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan

biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka

sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi.

Untuk konsumsi air minum menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum

adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat.

Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat risiko bahwa air ini

telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun

bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100 °C, banyak zat berbahaya, terutama

logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.

2. Tujuan

1. Mengetahui pengertian air bersih dan syarat-syaratnya.

2. Mengetahui sumber air bersih.


3. Mengetahui masalah air bersih.

4. Penyalah gunaan dan pencemaran air.

5. Mengetahui tentang menanggulangi masalah ketersediaan air bersih.

6. Mengetahui sebab dan dampak akibat ketiadaan air bersih.

BAB II

PEMBAHASAN

3. Pengertian Air dan Syarat-syarat Air Bersih

Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun

2002, disebutkan beberapa pengertian terkait dengan air, yaitu sebagai berikut :

Sumber daya air adalah air, dan daya air yang terkandung didalamnya. Air adalah semua air

yang terdapat pada diatas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini

air permukaan. Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-

hariyang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses

pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sumber air

adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas, ataupun di

bawah permukaan tanah. Dalam referensi lain disebutkan bahwa air adalah adalah zat kimia

yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi

tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi.


Saat ini kualitas air minum di kota-kota besar di Indonesia masih memprihatinkan.

Kepadatan penduduk, tata ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air sangat

berpengaruh pada kualitas air. Pemerintah telah mengeluarkan Kepmenkes No

907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Syarat air

minum sesuai Permenkes yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Dengan

kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah berbahaya dan lain

sebagainya.

Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai

Permenkes tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri E.Coli dan total

koliform. Yang berhubungan dengan kimia organik berupa arsenik, flourida, kromium,

kadmium, nitrit, sianida dan selenium. Sedangkan parameter yang tidak langsung

berhubungan dengan kesehatan, antara lain berupa bau, warna, jumlah zat padat terlarut

(TDS), kekeruhan, rasa, dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa aluminium, besi,

khlorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, sisa khlor dan ammonia.

4. Sumber Air Bersih

 Sungai

Rata-rata lebih dari 40.000 kilometer kubik air segar diperoleh dari sungai-sungai di

dunia. Ketersediaan ini (sepadan dengan lebih dari 7.000 meter kubik untuk setiap orang)

sepintas terlihat cukup untuk menjamin persediaan yang cukup bagi setiap penduduk, tetapi

kenyataannya air tersebut seringkali tersedia di tempat-tempat yang tidak tepat. Sebagai

contoh air bersih di lembah sungai Amazon walupun ketersediaannya cukup, lokasinya

membuat sumber air ini tidak ekonomis untuk mengekspor air ke tempat-tempat yang

memerlukan.

 Curah hujan
Dalam pemanfaatan hujan sebagai sumber dari air bersih, individu perorangan/

berkelompok/ pemerintah biasanya membangun bendungan dan tandon air yang mahal untuk

menyimpan air bersih di saat bulan-bulan musim kering dan untuk menekan kerusakan

musibah banjir.

 Air permukaan dan air bawah tanah.

Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan

tanah.

5. Masalah Air Bersih

Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih terpusat di

daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota yang bersangkutan.

Namun demikian secara nasional jumlahnya masih belum mencukupi dan dapat dikatakan

relatif kecil yakni 16,08 % ( Supas 1995). Untuk daerah yang belum mendapatkan pelayanan

air bersih dari PAM umumnya mereka menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air hujan,

air sumber (mata air) dan lainnya. Dari hasil survey penduduk antar sensus (SUPAS) 1995,

prosentasi banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai

daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya. Secara nasional

yakni sebagai berikut :


Permasalahan yang timbul yakni sering dijumpai bahwa kulaitas air tanah maupun air

sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum yang sehat

bahkan di beberapa tempat bahkan tidak layak untuk diminum. Air yang layak diminum,

mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis, kimiawi dan bakteriologis,

dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi jika ada satu saja parameter yang tidak

memenuhi syarat maka air tesebut tidak layak untuk diminum. Pemakaian air minum yang

tidak memenuhi standar kualitas tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan, baik

secara langsung dan cepat maupun tidak langsung dan secara perlahan.

Masalah air bersih yang memenuhi syarat kesehatan tidak hanya dialami oleh

masyarakat umum, tetapai juga sering dialami oleh masyarakat industri khususnya industri

kecil dan menengah yang bergerak di dalam industri proses khususnya proses pengolahan

makanan dan minuman serta proses yang berhubungan dengan senyawa kimia. Masalah air

bersih yang kurang memenuhi syarat tersebut sangat berpengarauh terhadap kualitas produk.

Sebagai contoh di dalam industri makanan dan minuman jika air yang digunakan kurang baik

maka produk yang dihasilkan juga kurang baik, apalagi jika air yang digunakan tidak steril

maka produk yang dihasilkan dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen yang mana

dapat membayakan konsumen.


Data dari kementerian kesehatan menyatakan bahwa 60% sungai di Indonesia

tercemar, mulai dari bahan organic sampai bakteri-bakteri penyebab diare seperti coliform

dan Fecal coli. Padahal, air sungai seharusnya bisa menjadi sumber kehidupan warga sekitar.

Namun, justru malah tercemar dan berubah warnanya menjadi hitam pekat, sehingga tidak

layak untuk dijadikan air minum, mandi, serta mencuci. Kondisi ini tentunya menyebabkan

pencemaran lingkungan dan berimbas pada buruknya kesehatan pada warga.

Belum selesai masalah akses terhadap air bersih, masalah buruknya sanitasi juga semakin

besar. Sebab, kedua hal tersebut juga berkaitan. Sebuah penelitian bahkan menunjukkan

bahwa masih sekitar 70 juta masyarakat Indonesia buang air besar sembarangan setiap

harinya. Itu berarti, setiap hari ada 14.000 ton tinja dan 176.000 meter kubik air seni yang

mencemari lingkungan. Bakteri E.Coli juga dijumpai pada 75% air sumur dangkal di

perkotaan Hal itu tentu menyebabkan akses air bersih semakin sulit. Ini dibuktikan dengan

sebuah data yang menunjukkan dari 1000 orang penduduk Indonesia, 411 diantaranya terkena

penyakit diare, yang itu artinya hampir 50% penduduk Indonesia.

Menurut penelitian sebuah lembaga yang bernama MDGs (Millenium Development Goals)

Asia Pasifik, Bahwa untuk sektor sanitasi di Indonesia cakupan akses nasionalnya, rata-rata

memang telah mencapai 80%, dan itu artinya telah melampaui target dari MDGs yang hanya

74%. Namun, hal itu baru sebatas kuantitas. Bukan kualitas. Dengan bukti di atas yang

menunjukkan bahwa banyaknya bayi yang meninggal akibat diare, hal itu telah cukup

membuktikan bahwa secara kualitas, sanitasi di Indonesia masih sangat-sangat buruk.

Sedangkan bila ditinjau dari kuantitas dan kualitas, data terbaru yang dilansir MDGs, baru

51,02% keluarga di Indonesia yang memiliki akses sanitasi yang memadai. Targetnya, pada

tahun 2015 akses sanitasi dapat naik hingga di angka 60% hingga 70%.

Melihat data-data di atas tentu kita sangat prihatin terhadap kondisi masyarakat

Indonesia sekarang ini ditinjau dari faktor ketersediaan akses terhadap air bersih serta
sanitasi. Hal itu tentunya memunculkan tanda tanya besar. Apa penyebab buruknya kualitas

air dan sanitasi di Indonesia ?

Masalah yang pertama adalah rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap

lingkungan tempat tinggalnya. Dari data di atas saja sudah dapat dibuktikan, dengan masih

banyaknya penduduk Indonesia yang buang air besar sembarangan tentu menyebabkan

buruknya kualitas air di Indonesia terutama pada sumber-sumber air yang seharusnya

menjadi sumber penghidupan warga. Dengan tingkat populasi yang tinggi, namun kesadaran

akan lingkungan yang rendah semakin memperparah kondisi tersebut. Masyarakat Indonesia

masih sering membuang limbah rumah tangga, sampah, dst. Padahal sungai-sungai itulah

yang menjadi sumber penghidupan mereka. Belum juga eksploitasi air tanah untuk

kepentingan fasilitas hotel, apartemen, dan perkantoran yang menyebabkan semakin

berkurangnya debit air bersih.

Masalah yang kedua, adalah rendahnya alokasi APBD tiap daerah yang digunakan

untuk memperbaiki layanan air bersih dan sanitasi. Berdasarkan data dari Dirjen Bina

Pembangunan Daerah Kementrian Dalam Negeri, pada tahun 2010 yang lalu, rata-rata

alokasi belanja sanitasi seluruh kota dan kabupaten di Indonesia masih di angka 1,5% dari

total belanja APBD. Dibandingkan pada saat tahun 2006 yang alokasi rata-ratanya hanya

0.5%, hal itu tentu mengalami kenaikan yang signifikan. Namun, berkaca dari kondisi

Indonesia saat ini, hal itu tentu jauh dari kata layak, karena kondisi sanitasi dan air bersih di

Indonesia telah mencapai taraf yang sangat memprihatinkan.

6. Penyalah Gunaan Dan Pencemaran Air

Sumber-sumber air bersih ini biasanya terganggu akibat penggunaan dan penyalahgunaan

sumber air seperti:


1. Pertanian. Penghamburan air akibat ketiadaannya penyaluran air yang baik pada

lahan yang diairi dengan irigasi (untuk penghematan dalam jangka pendek) dapat berakibat

terjadinya kubangan dan penggaraman yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya

produktivitas air dan tanah.

2. Industri. Walaupun industri menggunakan air jauh lebih sedikit dibandingkan

dengan irigasi pertanian, namun penggunaan air oleh bidang industri mungkin membawa

dampaknya yang lebih parah dipandang dari dua segi. Pertama, penggunaan air bagi industri

sering tidak diatur dalam kebijakan sumber daya air nasional, maka cenderung berlebihan.

Kedua, pembuangan limbah industri yang tidak diolah dapat menyebabkan pencemaran bagi

air permukaan atau air bawah tanah, seihingga menjadi terlalu berbahaya untuk dikonsumsi.

Air buangan industri sering dibuang langsung ke sungai dan saluran-saluran, mencemarinya,

dan pada akhirnya juga mencemari lingkungan laut, atau kadang-kadang buangan tersebut

dibiarkan saja meresap ke dalam sumber air tanah tanpa melalui proses pengolahan apapun.

Kerusakan yang diakibatkan oleh buangan ini sudah melewati proporsi volumenya. Banyak

bahan kimia modern begitu kuat sehingga sedikit kontaminasi saja sudah cukup membuat air

dalam volume yang sangat besar tidak dapat digunakan untuk minum tanpa proses

pengolahan khusus.

3. Eksploitasi sumber-sumber air secara masal oleh rumah tangga.

* Di negara berkembang: Di beberapa tempat di negara bagian Tamil Nadu di India bagian

selatan yang tidak memiliki hukum yang mengatur pemasangan penyedotan sumur pipa atau

yang membatasi penyedotan air tanah, permukaan air tanah anjlok 24 hingga 30 meter selama

tahun 1970-an sebagai akibat dari tak terkendalikannya pemompaan atau pengairan. Pada

sebuah konferensi air di tahun 2006 wakil dari suatu negara yang kering melaporkan bahwa

240.000 sumur pribadi yang dibor tanpa mengindahkan kapasitas jaringan sumber air

mengakibatkan kekeringan dan peningkatan kadar garam.


* Di negara maju seperti Amerika Serikat seperlima dari seluruh tanah irigasi di AS

tergantung hanya pada jaringan sumber air (Aquifer) Agallala yang hampir tak pernah

menerima pasok secara alami. Selama 4 dasawarsa terakhir terhitung dari tahun 2006, sistem

jaringan yang tergantung pada sumber ini meluas dari 2 juta hektar menjadi 8 juta, dan kira-

kira 500 kilometer kubik air telah tersedot. Jaringan sumber ini sekarang sudah setengah

kering kerontang di bawah sejumlah negara bagian. Sumber-sumber air juga mengalami

kemerosotan mutu, di samping pencemaran dari limbah industri dan limbah perkotaan yang

tidak diolah, seperti pengotoran berat dari sisa-sisa dari lahan pertanian. Misalnya, di bagian

barat AS, sungai Colorado bagian bawah sekarang ini demikian tinggi kadar garamnya

sebagai akibat dari dampak arus balik irigasi sehingga di Meksiko sudah tidak bermanfaat

lagi, dan sekarang AS terpaksa membangun suatu proyek besar untuk memurnikan air garam

di Yuma, Arizona, guna meningkatkan mutu sungainya. Situasi di wilayah perkotaan jauh

lebih jelek daripada di daerah sumber dimana rumah tangga yang terlayani terpaksa merawat

WC dengan cara seadanya karena langkanya air, dan tanki septik membludak karena layanan

pengurasan tidak dapat diandalkan, atau hanya dengan menggunakan cara-cara lain yang

sama-sama tidak tuntas dan tidak sehat. Hal ini tidak saja mengakibatkan masalah bagi

penggunanya sendiri, tetap juga sering berbahaya terhadap orang lain dan merupakan

ancaman bagi lingkungan karena limbah mereka lepas tanpa proses pengolahan.

7. Kontroversi Air Bersih

Walaupun air meliputi 70% permukaan bumi dengan jumlah kira-kira 1,4 ribu juta

kilometer kubik, namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang dapat benar-benar

dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%. Sebagian besar air, kira-kira 97%, ada dalam

samudera atau laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi untuk kebanyakan keperluan. Dari 3%

sisanya yang ada, hampir semuanya, kira-kira 87 persennya,tersimpan dalam lapisan kutub

atau sangat dalam di bawah tanah.


Keributan masalah air bersih bisa terjadi dalam suatu negara, kawasan, ataupun

berdampak ke benua luas karena penggunaan air secara bersama-sama. Di Afrika, misalnya,

lebih dari 57 sungai besar atau lembah danau digunakan bersama oleh dua negara atau lebih;

Sungai Nil oleh sembilan, dan Sungai Niger oleh 10 negara. Sedangkan di seluruh dunia,

lebih dari 200 sungai, yang meliputi lebih dari separo permukaan bumi, digunakan bersama

oleh dua negara atau lebih. Selain itu, banyak lapisan sumber air bawah tanah membentang

melintasi batas-batas negara, dan penyedotan oleh suatu negara dapat menyebabkan

ketegangan politik dengan negara tetangganya.

Di seluruh dunia, kira-kira 20 negara, hampir semuanya di kawasan negara

berkembang, memiliki sumber air yang dapat diperbarui hanya di bawah 1.000 meter kubik

untuk setiap orang, suatu tingkat yang biasanya dianggap kendala yang sangat

mengkhawatirkan bagi pembangunan, dan 18 negara lainnya memiliki di bawah 2.000 meter

kubik untuk tiap orang.

Penduduk dunia yang pada 2006 berjumlah 5,3 miliar diperkirakan akan meningkat

menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025 akan didera oleh ketersediaan air bersih. Laju angka

kelahiran yang tertinggi justru terjadi tepat di daerah yang sumber-sumber airnya mengalami

tekanan paling berat, yaitu di negara-negara berkembang.

8. Penyebab dan Akibat Ketiadaan Air Bersih

a. Sebab-sebab Terjadinya Krisis Air Bersih

 Perilaku Manusia

Kodoatie dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu

mengungkapkan bahwa faktor utama krisis air adalah perilaku manusia guna mencukupi

kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat

tinggal. Sebagian besar masyarakat Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi
tidak tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan air, terutama

tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Masyarakat masih

menganggap air sebagai benda sosial.

Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber air minum

tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber air baku (sungai),

difungsikan berbagai macam kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan

pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya

urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air

minum secara bersama.

Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata.

Pemanfaatan sumberdaya air bagi kebutuhan umat manusia semakin hari semakin

meningkat. Hal ini seirama dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di dunia, yang

memberikan konsekuensi logis terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Disatu sisi kebutuhan akan sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan

dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi

dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata sehingga

menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan

sanitasi dasar.

Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk

yang akan berpengaruh besar pada kualitas air. Sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur

yang berjarak kurang dari 10 meter dari septic tank. Jumlah septic tank di Jakarta lebih dari

satu juta. Melimpahnya jumlah septic tank yang terus bertambah tanpa ada regulasi yang baik

mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan jutaan penduduk.

 Kerusakan Lingkungan
- Penggundulan Hutan

Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan merupakan

penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini

menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju

kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu

maupun pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi

wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.

Berdasarkan data di Departemen Kehutanan hingga tahun 2000 saja diketahui luas

lahan kritis yang mengalami kerusakan parah di seluruh Indonesia mencapai 7.956.611

hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.359 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan

pada tahun yang sama rehabilitasi atau penanaman kembali yang dilakukan pemerintah hanya

mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.

- Global Warming

Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan

melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air

laut dan dampak buruk lainnya. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah

tempat di mana air berada juga akan cepat mengalami penguapan untuk mempertahankan

siklus hidrologi. Air permukaan juga mengalami penguapan semakin cepat sedangkan balok-

balok salju yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air tawar justru semakin

sedikit dan kecil. Ketika salju mencair tidak menurut musimnya yang benar, maka yang

terjadi bukanlah salju mencair dan mengisi air ke danau, salju justru akan mengalami

penguapan. Danau-danau itu sendiri akan menghadapi masalahnya sendiri ketika airnya tidak

lagi membeku.

Air akan mengalami penguapan yang jauh lebih lambat ketika permukaannya tertutup

es, sehingga ada lebih banyak air yang tersisa dan meresap ke dalam tanah. Ketika terjadi
pembekuan yang lebih sedikit, artinya semakin banyak air yang dilepaskan ke atmosfir.

Maka, ketika gletser yang tersisa dari zaman es mencair semua, sungai-sungai akan

kehilangan sumber air.

 Pencemaran Air

Saat ini pencemaran air sungai, danau dan air bawah tanah meningkat dengan pesat.

Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton

sampah per hari, dan diikuti kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan penyuburan

pada pertanian (Unesco, 2003). Sehingga memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi

di dunia akan mengalami pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan

dengannya.

Hilman Masnellyarti, Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan

Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup

mengungkapkan bahwa kelangkaan air bersih disebabkan pula oleh pencemaran limbah di

sungai. Diperkirakan, 60 persen sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan

Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan

fecal coli penyebab diare.

Sungai-sungai di Pulau Jawa umumnya berada pada kondisi memprihatinkan akibat

pencemaran limbah industri dan limbah domestik. Padahal sebagian besar sungai itu

merupakan sumber air bagi masyarakat, untuk keperluan mandi, cuci, serta sumber baku air

minum olahan (PAM).

Di Jakarta misalnya, dari hasil penelitian oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta pada 2006, 13 sungai yang mengalir melewati

ibukota sudah tercemar bakteri Escherchia coli (E-coli). Bakteri yang berasal dari sampah
organik dan tinja manusia ini juga mencemari hampir 70 persen tanah di kawasan ibukota,

sehingga berpotensi mencemari sumber air tanah. Salah satu sungai yang tingkat

pencemarannya paling parah adalah Sungai Ciliwung. Kadar bakteri E-coli pada sungai itu

mencapai 1,6-3 juta individu per 100cc, jauh di atas baku mutu 2.000 individu per 100cc.

Padahal sungai ini menjadi bahan baku air minum di Jakarta. Sedangkan penelitian lain

menyebutkan, 76,2 persen dari 52 sungai di Pulau-pulau Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi

tercemar berat oleh zat organik, termasuk 11 sungai-sungai utama di Indonesia yang tercemar

unsur amonium. Sungai-sungai yang mengalir di pulau Jawa, seperti Jakarta, cenderung lebih

tercemar oleh bakteri E-coli akibat pencemaran tinja yang menyebabkan penyakit diare pada

manusia.

 Manajemen Pengelolaan Air yang Kurang Baik

- Kurangnya koordinasi antara institusi terkait

Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab terhadap infrastruktur air,

Departemen Dalam Negeri mengurusi pentarifan air, Departemen Kehutanan bertanggung

jawab terhadap konservasi sumber daya air, sedangkan masalah kualitas air oleh Departemen

Kesehatan. Banyaknya institusi yang terlibat dan tumpang-tindihnya pengambilan kebijakan

tentang air oleh berbagai departemen yang ada ditambah lagi dengan kurangnya koordinasi

antara institusi tersebut menyebabkan kegagalan program pembangunan Indonesia di sektor

air.

- Anggaran yang tidak mencukupi

Menurut Depkes, selama 30 tahun terakhir, anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan

sanitasi (termasuk penyediaan air bersih) hanya sekitar 820 juta dolar AS atau setara Rp 200

per orang per tahun. Padahal kebutuhannya mencapai Rp 470 per rupiah per tahun. Versi
Bank Pembangunan Asia perlu RP 50 triliun untuk mencapai target MDGs 2015 dengan

72,5% penduduk akan terlayani oleh fasilitas air bersih dan sanitasi dasar.

Dalam APBN tahun 2008, anggaran untuk sanitasi itu hanya 1/214 dari anggaran subsidi

BBM. Dari anggaran tersebut terlihat pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan

sanitasi sebagai investasi tetapi mereka melihatnya sebagai biaya. Padahal menurut

perhitungan WHO dan sejumlah lembaga lain setiap US$ 1 investasi di sanitasi dan air bersih

akan memberikan manfaat ekonomi sebesar US$ 8 dalam bentuk peningkatan produktivitas

dan waktu, berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian.

- Buruknya Kinerja PAM/PDAM

Air minum perpipaan sebagai sistem pelayanan air minum yang paling ideal hingga saat

ini baru dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia. Secara nasional, cakupan

air perpipaan baru sekitar 17%, meliputi 32% di perkotaan dan 6,4% di perdesaan. Pada

umumnya PDAM secara rata rata nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi

harapan. Seperti tingkat pelayanan yang rendah (32%), kehilangan air tinggi (41%), konsumsi

air yang rendah (14 m3/bulan/RT).

Sebagian besar PDAM mengalami kendala dalam memberikan pelayanan yang baik akibat

berbagai persoalan, baik aspek teknis (air baku, unit pengolah dan jaringan distribusi yang

sudah tua, tingkat kebocoran, dan lain lain) maupun aspek non teknis (status kelembagaan

PDAM, utang, sulitnya menarik investasi swasta, pengelolaan yang tidak berprinsip

kepengusahaan, tarif tidak full cost recovery, dan lain lain).

Biaya produksi tergantung dari sumber air baku yang digunakan oleh PDAM. Namun secara

umum biaya produksi untuk sernua jenis air baku ternyata lebih tinggi daripada tarif. PDAM

yang menggunakan mata air sebagai sumber air baku, biaya produksi rata rata Rp 787/m3,

sedangkan tarif rata-rata Rp 61 8/m3. PDAM yang menggunakan mata air, sumur dalam dan

sungai sekaligus, biaya produksi rata rata Rp 1.188/m3 , dan tarif rata rata Rp 1.112/m3.
Sedangkan PDAM yang mengandalkan sungai sebagai sumber air baku, biaya produksi rata

rata Rp 1.665/m3 , dan tarif rata rata Rp 1.175/m3.

PDAM belum mandiri karena campur tangan pemilik (Pemda) dalam manajemen dan

keuangan, cukup membebani PDAM. Sumber daya manusia pengelola PDAM umumnya

kurang profesional sehingga menimbulkan inefisiensi dalam manajemen. Dari segi keuangan,

tarif air saat ini tidak bisa menutup biaya operasi PDAM, sehingga PDAM mengalami defisit

kas, dan tidak mampu lagi menyelesaikan kewajibannya. PDAM masih mempunyai hutang

jangka panjang yang cukup besar dan tidak terdapat penyelesaian yang memuaskan.

Di awal tahun 2007 misalnya, banyak warga di kawasan Jakarta mengeluhkan kelangkaan

air bersih. Tingginya permintaan secara otomatis mengakibatkan terjadinya lonjakan harga

air bersih. Diantara sebab kelangkaan air bersih adalah tidak beroperasinya beberapa

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) secara ideal.

Fakta yang ada menunjukkan bahwa dari sekitar 400 PDAM yang tersebar di seluruh

Indonesia, hanya sekitar 10 persen yang dapat beroperasi dengan prima. Kondisi PDAM pada

tahun 2007 adalah 80 perusahaan sehat, 116 kurang sehat, 139 sakit, dari total 335 PDAM.

PDAM saat ini juga terbelit utang kurang lebih sekitar Rp 5,66 triliun. Selain kapasitas

produksi nasional air yang belum terpenuhi, PDAM hingga kini masih mengalami masalah

kebocoran air hingga 40-50 persen.

b. Akibat Ketiadaan Air Bersih

1) Penyakit diare. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian kedua terbesar bagi anak-

anak dibawah umur lima tahun. Sebanyak 13 juta anak-anak balita mengalami diare setiap

tahun. Air yang terkontaminasi dan pengetahuan yang kurang tentang budaya hidup bersih

ditenggarai menjadi akar permasalahan ini. Sementara itu 100 juta rakyat Indonesia tidak

memiliki akses air bersih.

2) Penyakit cacingan.
3) Pemiskinan. Rumah tangga yang membeli air dari para penjaja membayar dua kali hingga

enam kali dari rata-rata yang dibayar bulanan oleh mereka yang mempunyai sambungan

saluran pribadi untuk volume air yang hanya sepersepuluhnya.

9. Menanggulangi Masalah Ketersediaan Air Bersih

Langkah pertama dan yang paling mendasar di sini adalah pemerintah terus

menggalakkan upaya penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya.

Hal itu sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah melalui program PHBS, yaitu Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat yang mengupayakan untuk memberdayakan anggota rumah tangga

agar sadar, mau dan mampu melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Sasaran

penyuluhan program ini adalah kelas IV dan V SD/sederajat. Namun, di sini, saya ingin

menggarisbawahi, bahwa hendaknya penyuluhan tentang PHBS sebaiknya lebih dimulai dari

dini. Bahkan sejak taman kanak-kanak pun, pemerintah harus memberikan penyuluhan juga.

Mulai dari hal-hal kecil seperti mencuci tangan sebelum makan, gosok gigi dua kali sehari,

dan lainnya. Sehingga, penanaman perilaku hidup sehat dapat teraplikasikan sejak anak didik

berada di pendidikan dasar.

PHBS seharusnya juga tidak hanya diberikan kepada anak-anak. Orang tua pun juga

perlu diberi pengetahuan tentang ini. Sebab, orang tua-lah yang membentuk pribadi dan

perilaku anak tersebut. Secara tidak langsung, orang tua juga menjadi pengawas bagi anak

saat di rumah, apakah anak tersebut mampu melaksanakan perilaku hidup sehat ataukah

tidak.

Selain itu, instansi - instansi pemerintah, masyarakat, pendidikan dan lainnya juga

harus diberi penyuluhan tentang ini. Dengan begitu, fasilitas di lembaga mereka tentu harus

memenuhi standar, bahkan di atas standar. Misal fasilitas tempat cuci tangan yang memadai

serta fasilitas MCK yang bersih dan layak


Selain digalakkan melalui penyuluhan, pemerintah juga sebenarnya telah

menggalakkan PHBS melalui demonstrasi atau peragaan langsung. Misalnya demonstrasi

cuci tangan yang benar, klinik sanitasi, dan lain sebagainya. Namun, upaya pemerintah

mengadakan sosialisasi semacam itu terlihat belum menyeluruh ke seluruh wilayah

Indonesia, terutama daerah-daerah yang masuk ke dalam daerah dengan kualitas air dan

sanitasi yang buruk. Ketidakterjangkauan itulah yang menyebabkan masyarakat tidak tahu

bagaimana berperilaku hidup sehat. Oleh karena itu, pelaksanaan PHBS hendaknya dipetakan

secara maksimal sehingga dapat menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan.

Program lainnya yang telah dilaksanakan pemerintah adalah PPSP yaitu Program

Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman. Melalui program ini pembangunan sanitasi

untuk permukiman yang membutuhkan diharapkan dapat dipercepat. Namun, minimnya

anggaran yang dimiliki, menyebabkan program ini jauh dari kata maksimal. Sehingga,

dibutuhkan anggaran yang lebih besar untuk mewujudkannya.

Langkah kedua yang harus dilaksanakan, setelah kesadaran masyarakat dapat

ditumbuhkan, maka pemerintah menaikkan anggaran untuk meningkatkan fasilitas untuk

mengakses air bersih serta sanitasi yang layak. Berdasarkan data yang telah saya tulis di atas,

rata-rata daerah di Indonesia masih mengalokasikan 1,5% dari APBD-nya untuk

pembangunan di bidang sanitasi. Hal itu tentu sangat kecil, dan seharusnya bisa ditambah

untuk tahun-tahun ke depannya.

Langkah yang ketiga, apabila di rasa APBD telah mencapai titik maksimum, sehingga

tidak dapat dinaikkan lagi, pemerintah juga dapat menjalin kerja sama dengan lembaga-

lembaga internasional yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya lembaga PBB, seperti WHO

atau World Health Organization. Di tingkat nasional, langkah Danone untuk membantu

ketersediaan air bersih di NTT patut diacungi jempol. Dan itu, tentu akan semakin dapat
menjangkau daerah lainnya bila kerja sama itu dilakukan dengan lembaga-lembaga

Internasional lainnya.

M. Aris Marfai, Krisis Air, Tantangan Manajemen Sumberdaya Air (Mar 20 2012 ).

Andi Iqbal Burhanuddin, Fenomena Pemanasan Global dan Dampaknya (Maret 19 2012).

http://poltekkes-
denpasar.ac.id/files/JURNAL%20KESEHATAN%20LINGKUNGAN/Yennie%20Candra1,%20M%20Choiru
l%20Hadi2,%20Anysiah%20Elly%20Yulianty3.pdf

Anda mungkin juga menyukai