Anda di halaman 1dari 28

BIOMEDIK II

“FARMAKOKINETIK”

Oleh

NIA AUDALINA

1611212012

Dosen Pengampu : dr. Dien Gusta Anggraini N, MKM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat-Nya lah saya dapat menyelasaikan makalah tentang Farmakokinetik.

Shalawat dan salam saya ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

membawa kita kepada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Terimakasih

saya ucapkan kepada dr. Dien Gusta Anggraini N, MKM. selaku Dosen mata kuliah

Biomedik II yang telah memberikan tugas ini kepada saya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan kita

tentang farmakokinetik dan dapat kita pahami dan kita terapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Dan saya menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat

kekurangan .Oleh sebab itu saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang.

Padang, 05 agustus 2018

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................. 3
2.1 Farmakokinetik..................................................................................... 3
2.2 Reseptor ................................................................................................ 7
2.3 Hubungan Struktur dengan Aktivitas Obat .......................................... 9
2.4 Tempat Kerja Obat ............................................................................. 12
2.5 Kerja Obat yang tidak Diperantarai oleh Reseptor ............................ 13
2.6 Mekaniasme Kerja Obat ..................................................................... 13
2.7 Efek Obat............................................................................................ 14
2.8 Hubungan Dosis dengan Respon........................................................ 15
2.9 Indeks Terapeutik ............................................................................... 18
BAB 3 PENUTUP .......................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 22
3.2 Saran ................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat sekarang ini banyak orang yang menggunakan obat-obatan
tanpa memperhatikan fungsi, dosis, serta efek samping dari obat yang mereka
konsumsi. Hal tersebut dapat berbahaya bagi kesehatan orang yang
mengonsumsinya. Selain itu, kesalahan pemberian obat juga masih sering
terjadi, hal itu bisa disebabkan oleh kesalahan diagnosis atau kurang
diperhatikannya dosis dan cara pemakaian obat yang sesuai dengan pasien
oleh tenaga kesehatan. Hal tersebut juga dapat berakibat fatal bahkan bisa
membahayakan diri seseorang bahkan bisa menyebabkan kematian.
Ilmu farmakologi perlu untuk diketahui secara umumnya. Hal ini
dapat membantu menambah pengetahuan masyarakat tentang ilmu
farmakologi. Dengan demikian, kesalahan dalam penggunan obat dapat
dihindari dan diminimalisir.Bahasan farmakologi juga merupakan bahasan
yang kompleks, pada dasarnya dapat dibagi atas farmakologi dasar,
farmakodinamik, dan farmakokinetik.
Di dalam farmakoterapi dipelajari dua aspek, yaitu Farmakokinetik
dan Farmakodinamik. Farmakokinetik yaitu suatu imu yang mempelajari
proses Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi ( ADME ) obat dalam
tubuh. Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek biokimia dan
fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.
Farmakologi membahas mengenai obat, dimana farmakodinamik
membahas mengenai efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme
kerjanya. Sedang pada farmakokinetik membahas bagaimana proses yang
dilalui obat didalam tubuh. Jadi setelah kita mengetahui farmakokinetik obat
dalam tubuh kita , kita harus berhati-hati dalam mengkonsumsi obat dan
patuhi anjuran dokter. Jangan mengkonsumsi obat-obatan yang akan
membayakan diri kita dan jangan berlebihan

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Farmakokinetik ?

1
2. Apa pengertian dari reseptor ?
3. Bagaimana Hubungan Struktur dan Aktivitas Obat ?
4. Dimana Tempat Kerja Obat ?
5. Bagaimana Kerja Obat yang Tidak diperantarai Reseptor ?
6. Bagaimana mekanisme kerja obat ?
7. Bagaimana efek obat ?
8. Bagaimana hubungan dosis dengan respon ?
9. Bagaimana bentuk indeks terapeutik ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang farmakokinetik , proses-prosesnya dan

semua hal yang berhubungan dengan farmakokinetik.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengertian dari farmakokinetik
2. Untuk mengetahui pengertian dari reseptor
3. Untuk mengetahui Hubungan Struktur dan Aktivitas Obat
4. Untuk mengetahui Dimana Tempat Kerja Obat
5. Untuk mengetahuiKerja Obat yang Tidak diperantarai Reseptor
6. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat
7. Untuk mengetahui efek obat
8. Untuk mengetahui Hubungan Dosis dengan Respon
9. Untuk mengetahui indeks terapeutik

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai
kerja obat. Empat proses yang termasuk didalamnya adalah absorpsi,
distribusi, metabolisme (atau biotranformasi ) dan eksresi (atau eliminasi
).(1)

A. Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran
gastrointestinal kedalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif atau
pinositosis. Kebanyakan obat oral diabsorpsi diusus halus melalui kerja
permukaan vili mukosa yang luas. Jika sebagian vili mukosa berkurang karena
pengangkatan sebagian dari usus halus maka absorpsi juga berkurang. Obat-obat
yang mempunyai dasar protein seperti insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak
didalam usus halus oleh enzim-enzim pencernaan. Absorpsi pasif umumnya
terjadi melalui difusi (pergerakan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah
). Dengan proses difusi obat tidak memelukan energi untuk menembus
membran. Sedangkan absorpsi aktif membutuhkan karier (pembawa ) untuk
bergerak melawan perbedaan konsentrasi. Sebuah enzim atau protein dapat
membawa obat-obat menembus membran. Pinositosis berarti membawa obat
menembus membran dengan proses menelan.
Membran gastrointestinal terutama terdiri dari lipid ( lemak) dan
protein,sehingga obat-obat yang larut dalam lemak cepat menembus membran
gastrointestinal. Obat-obat yang larut dalam air membutuhkan karier, baik
berupa enzim maupun protein, untuk melalui membran. Partikel-partikel besar
menembus membran jika telah terjadi tidak bermuatan ( nonionized, tidak
bermuatan positif atau negatif ). Obat-obat asam lemah, seperti aspirin menjadi
kurang bermuatan didalam lambung dan aspirin melewat lambung dengan
mudah dan cepat. Asam hidroklorida merusak beberapa obat, seperti penisilin G

3
,oleh karena itu penisilin oral diperlukan dalam dosis besar karena sebagian
hilang akibat cairan lambung.
Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah , rasa nyeri, stress,
kelaparan, makanan dan Ph. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat
vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stress, dan
makanan yang padat, pedas dan berlemak dapat memperlambat masa
pengosogan lambung, sehingga obat lebih lama berada didalam lambung.
Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak
mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal.
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat diabsorpsi lebih
cepat di otot-otot yang memiliki lebih banyak pembuluh darah, seperti deltoid,
daripada otot-otot yang memiliki lebih sedikit pembuluh darah , sehingga
absorpsi lebih lambat pada jaringan yang demikian. Beberapa obat tidak
langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik setelah absorpsi tetapi melewati
lumen usus masuk ke dalam hati melalui vena porta. Di dalam hati kebanyakan
obat dimetabolisasi menjadi bentuk yang tidak aktif untuk diekskresikan,
sehingga mengurangi jumlah obat yang aktif. Proses dimana obat melewati hati
terlebih dahulu disebut sebagai efek first-pass, atau first-pass hepatik. Contoh-
contoh obat-obat dengan metabolisme first-pass adalah warfarin (coumadin) dan
morfin. Lidokain dan nitrogliserin tidak diberikan secara oral karena kedua obat
ini mengalami metabolisme first-pass yang luas, sehingga sebagian besar dari
dosis yang diberikan akan dihancurkan.

B. Distribusi
Distribusi adalah proses dimana obat menjadi berada dalam cairan tubuh
dan jaringan tubuh. (2) Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas
(kekuatan penggabungan) terhadap jaringan dan efek pengikatan dengan
protein. Ketika obat didistribusi di dalam plasma, kebanyakan berikatan dengan
protein ( terutama albumin ) dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda.
Obat-obat yang lebih besar dari 80% berikatan dengan protein dikenal sebagai
obat-obat yang berikatan dengan tinggi protein. Salah satu obat yang berikatan
tinggi dengan protein adalah diazepam (valium) yaitu 98% berikatan dengan

4
protein, aspirin 49% yang berikatan dengan protein dan termasuk obat yang
berikatan sedang dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif,
dan bagian obat selebihnya yang tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya
obat-obat yang bebas atau yang tidak berikatan dengan protein yang bersifat
aktif dan dapat menimbulkan respons farmakologik. Dengan menurunkan kadar
obat bebas dalam jaringan, maka lebih banyak obat yang berada dalam ikatan
dibebaskan dari ikatannya dengan protein untuk menjaga keseimbangan dari
obat yang dalam bentuk bebas.
Jika ada dua obat yang berikatan tinggi dengan protein diberikan
bersama-sama maka terjadi persaingan untuk mendapatkan tempat pengikatan
dengan protein, sehingga lebih banyak obat bebas yang dilepaskan kedalam
sirkulasi. Demikian pula, kadar protein yang rendah menurunkan jumlah tempat
peningkatan dengan protein sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam
plasma. Dengan demikian dalam hal ini dapat terjadi kelebihan dosis, karena
dosis obat yang diresepkan dibuat berdasarkan persentase dimana obat itu
berikatan dengan protein.
Jadi penting sekali untuk memeriksa persentase pengikatan dengan
protein dari semua obat-obat yang diberikan kepada klien untuk menghindari
kemungkinan toksisitas obat. Seorang perawat juga harus memeriksa kadar
protein plasma dan albumin plasma klien karena penurunan protein (albumin)
plasma akan menurunkan tempat pengikatan dengan protein, sehingga
memungkinkan lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi. Tergantung dari obat
(obat-obat) yang diberikan, akibat dari hal ini dapat mengancam nyawa. Abses,
eksudat, kelenjar dan tumor juga mengganggu distribusi obat. Antibiotika tidak
dapat didistibusikan dengan baik pada tempat abses dan eksudat. Selain itu
beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu seperti lemak, tulang,
hati, mata dan otot.
C. Metabolisme atau biotransformasi
Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat
diinaktifkan oleh enzim-emzim hati dan kemudian diubah atau
ditransformasikan oleh enzim-enzim hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang
larut dalam air untuk diekskresikan. (3) Tetapi beberapa obat ditransformasikan

5
menjadi metabolit aktif menyebabkan peningkatan respons farmakologik.
Penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisme
obat.
Waktu paruh dilambangkan dengan t1/2, dari suatu obat adalah waktu yang
dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi. Metabolisme dan
eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya pada kelainan fungsi hati
atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat
dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terus-menerus maka
dapat terjadi penumpukan obat. Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu
paruh sebelum sebelum lebih dari 90% obat itu dieliminasi. Jika seorang klien
mendapat 650 mg aspirin dan waktu paruhnya adalah 3 jam, maka dibutuhkan 3
jam untuk waktu paruh pertama untuk mengeliminasi 325mg, dan waktu paruh
kedua (atau 6 jam) untuk mengeliminasi 162 mg berikutnya dan seterusnya
sampai pada waktu paruh ke enam ( atau 18 jam) dimana tinggal 10 mg asprin
terdapat dalam tubuh. Waktu paruh selama 4-8 jam dianggap singkat dan 24 jam
atau lebih dianggap panjang. Jika suatu obat memiliki waktu paruh yang panjang
(seperti digoksin : 36 jam), maka diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat
mengelimasi obat tersebut seluruhnya. Waktu paruh obat juga dibicarakan dalam
bagian berikut mengenai farmakodinamik, karena proses farmakodinamik
berkaitan dengan kerja obat.

D. Ekskresi atau eliminasi


Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain
meliputi empedu, feses, paru-paru, saliva, keringat dan air susu ibu. Obat bebas,
yang tidak berikatan, yang larut dalam air dan obat-obat yang tidak diubah,
difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat dilepaskan ikatannya dengan protein, maka
obat menjadi bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin.
pH urin mempengaruhi ekskresi obat. Ph urin bervariasi dari 4,5 sampai 8.
Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.
Aspirin, suatu asam lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika
seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat dapat

6
diberikan untuk mengubah Ph urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah
yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang asam.

2.2 Reseptor
Reseptor merupakan suatu molekul yang jelas dan spesifik terdapat
dalam organisme, tempat molekul obat (agonis) berinteraksi membentuk suatu
kompeks yang reversibel sehingga pada akhirnya sehingga menimbulkan
respon. Suatu senyawa yang dapat mengaktivasi sehingga menimbulkan respon
disebut agonis. Selain itu senyawa yang dapat membentuk konleks dengan
reseptor tapi tidak dapat menimbulkan respons
dinamakan antagonis. Sedangkan senyawa yang mempunyai aktivitas diantara
dua kelompok tersebut dinamakan antagonis parsial. Pada suatu kejadian
dimana tidak semua reseptor diduduki atau berinteraksi dengan agonis untuk
menghasilkan respons maksimum, sehingga seolah-olah terdapat kelebihan
reseptor, kejadian ini dinamakan reseptor cadangan.
Reseptor di dalam atau di membran sel yang fungsinya untuk berinteraksi
dengan pembawa pesan kimia endogen di dalam tubuh (hormone, neurotransmitter,
mediator kimia bagi system kekebalan tubuh, dan lain-lain) sehingga dapat memicu
respons sel. Reseptor membantu mengoordinasikan respons dari sel-sel tubuh.
Obat-obatan yang digunakan dalam dunia kedokteran memanfaatkan sensor kimia
ini-baik dengan cara merangsangnya (obat-obatan ini disebut agonis) atau dengan
mencegah mediator endogen atau agonis untuk menstimulasi respons (obat-obatan
ini di sebut antagonis).
Beberapa obat menghasilkan suatu efek setelah berikatan atau
berinteraksi dengan komponen organisme yang spesifik. Komponen organisme
tersebut biasanya berupa suatu protein. Beberapa obat beraksi secara subsrat
yang salah atau sebagai inhibitor untuk sistem transport enzim. Kebanyakan obat
mengasilkan efek dengan aksi pada molekul yang spesifik dalam organisme,
biasanya pada membran sel molekul tersebut berupa suatu protein yang
dinamakan reseptor, dan secara normal merespons senyawa kimia endogen
dalam tubuh.
Teori Para Ahli Mengenai Reseptor Dalam Obat

7
Obat harus berintekasi dengan target aksi obat (salah satunya adalah reseptor) untuk
dapat menimbulkan efek. Interaksi obat dan reseptor dapat membentuk komplek
obat-reseptor yang merangsang timbulnya respon biologis, baik respon antagonis
maupun agonis. Mekanisme timbulnya respon biologis dapat dijelaskan dengan
teori obat reseptor.
Ada beberapa teori interaksi obat reseptor, antara lain yaitu teori klasik, teori
pendudukan
a. Teori Klasik
Crum dan Brown dan Fraser (1869), mengaktakan bahwa aktivitas biologis
suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur kimianya dan tempat obat
berinteraksi pada sistem biologis mempunyai sifat karakteristik.
Langley (1878), dalam studi efek antagonis dari atropin dan pilokarpin,
memperkenalkan konsep reseptor yang pertama kali, kemudian dikembangkan
oleh Ehrlich.

b. Teori Pendudukan
Clark (1926) memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati sati
sisi reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang berlebihan agar tetap
efektif selama proses pembentukan kompleks
Besarnya efek biologis yang dihasilkan secara langsung sesuai dengan jumlah
reseptor khas yang diduduki molekul obat. Clark hanya meninjau dari segi agonis
saja yang kemudian dilengkapi oleh Gaddum (1937), yang meninjau dari sisi
antagonis.
Jadi respons biologis yang terjadi setelah pengikatan obat-reseptor dapat
berupa :
1. rangsangan aktivitas (efek agonis )
2. pengurangan aktivitas (efek antagonis )
Beberapa Istilah Yang Terdapat Didalam Reseptor Dalam Mekanisme Obat
 Ligan : Molekul spesifik (obat) yang dapat mengikat reseptor
 Afinitas: Kemampuan ligan untuk mengikat reseptor
 afinitas besar = semakin mudah berikatan dengan reseptor (cocok)

8
 Efikasi: Perubahan/efek maksimal yang dapat dihasilkan oleh suatu obat
Analogi kunci dan gembok : obat dengan reseptor seperti kunci dan gemboknya
 Suatu reseptor dapat berikatan dengan sekelompok senyawa kimia yang
sejenis(a family of chemicals or hormones)
 Setiap senyawa tadi akan menunjukkan afinitas yang berbeda terhadap
reseptor (ikatan kuat atau lemah)
 Setiap senyawa akan menghasilkan efikasi yang berbeda
Fungsi Reseptor
 mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifisitas yang tinggi
 meneruskan signal ke dalam sel melalui:
 perubahan permeabilitas membran
 pembentukansecond messenger
 mempengaruhi transkripsi gen
 Merangsang perubahan permeabilitas membran sel

Mempengaruhi transkripsi gen atau DNA. Dari fungsi tersebut, reseptor

terlibat dalam komunikasi antar sel. Reseptor menerima rangsang dengan

berikatan dengan pembawa pesan pertama (first messenger) yaitu agonis yang

kemudian menyampaikan informasi yang diterima kedalam sel dengan langsung

menimbulkan efek seluler melalui perubahan petmeabilitas membran,

pembentukan pembawa pesan kedua atau mempengaruhi transkripsi gen.

2.3 Hubungan Struktur dengan Aktivitas Obat


Berdasarkan sumbernya obat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1. Obat alamiah
Obat yang terdapat di alam.
 Pada tanaman, contoh: kuinin dan atropin
 Pada Hewan, contoh : minyak ikan dan hormon
 Pada mineral, contoh : belerang (S) dan kalium bromida (KBr).

2. Obat semisintetik

9
Obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari bahan obat yang
terdapat di alam.
Contoh: morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron.
3. Obat sintetik murni
Obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan
didapatkan senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu .
Contoh: obat-obat golongan analgetik-antipiretik, antihistamin dan
diuretika.
Dari 252 obat pada daftar obat esensial yang dikeluarkan oleh WHO(1985),
sumber-sumber obat dapat dibagi sebagai berikut :
1. Sintesis kimia (48,9%)
2. Semisintetik (9,5%)
3. Mikroorganisme (6,4%)
4. Vaksin (4,32%)
5. Sera (2%)
6. Mineral (9,1%)
7. Tumbuh-tumbuhan (11,1%)
8. Hewan (8,7%)

Sifat-sifat fisika kimia merupakan dasar yang sangat penting untuk


menjelaskan aktivitas biologis obat, oleh karena:
1. Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan obat untuk
mencapai reseptor.
2. Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan tinggi saja yang dapat
berinteraksi dengan reseptor biologis.

Tiga Fasa yang menentukan terjadinya aktivitas biologis obat adalah :


1. Fasa farmasetik
Meliputi proses pabrikasi, penganturan dosis, formulasi, bentuk sediaan,
pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini berperan dalam
ketersediaan obat untuk dapat diabsorpsi ke tubuh.
2. Fasa Farmakokinetik

10
Meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat
(ADME). Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan
sasaran (target) atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respons biologis.
3. Fasa Farmakodinamik
Fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran. Fasa ini
berperan dalam timbulnya respons biologis obat.
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami
proses-proses sebagai berikut :
1. Obat disimpan dalam depo jaringan
2. Obat terikat oleh protein plasma, terutama albumin
3. Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respons biologis.
4. Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu:
a. Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan
menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respons biologis (bioaktivasi)
b. Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif,
kemudian diekskresikan (bioinaktivasi)
c. Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
(biotoksifikasi)
5. Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
Setelah masuk ke sistem peredaran darah, hanya sebagian kecil molekul
obat yang tetap utuh dan mencapai reseptor pada jaringan sasaran. Sebagian besar
obat berubah atau terikat pada biopolimer. Tempat dimana obat berubah atau terikat
sehingga tidak dapat mencapai reseptor disebutsisi kehilangan (site of loss).
Contoh sisi kehilangan: protein darah, depo-depo penyimpanan, sistem
enzim yang dapat menyebabkan perubahan metabolisme obat dari bentuk aktif
menjadi bentuk tidak aktif dan proses ekskresi obat baik sebelum maupun sesudah
proses metabolisme.

11
2.4 Tempat Kerja Obat
Tempat kerja obat (site of action) pada skala makro :

Organ

Jaringan

Sel

Molekul

1. Pada tempat aplikasi ( salep kulit, contoh:basitrasin )


2. Selama transport di dalam tubuh ( contoh: diuretik osmotik, manitol )
3. Pada tempat tertentu ( jaringan, sel ), contoh: atropine, eter.
a. ekstraseluler ( aksinya diluar sel ) contoh heparin, sebagai anti koagulan (jika ada
penjendalan darah dalam otak )
b. permukaan sel contoh penisilin sebagai antibiotik, asetil kolin senyawa endogen
termasuk neurotransmitter ( suatu senyawa yang dihasilkan oleh ujung saraf
otonom ). Tempat kerjanya reseptor asetil kolin pada membran sel yang tersebar
pada beberapa organ. Di otot yaitu mempengaruhi gerak , di otak yaitu aksinya
berupa sadar dan di jantung yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung.
c. intraseluler ( aksinya di dalam sel ) contoh: sulfonamida , bekerja pada inti sel
digunakan sebagai substrat palsu untuk pembentukan sel atau sintesis DNA dari
bakteri.
Yang mempengaruhi efek obat adalah kadar obat dalam darah dan yang
menuju tempat kerja (yang membawa obat ) adalah darah , secara intra vaskuler(IV)
obat langsung masuk dalam pembuluh darah contohnya: intra vena dan secara
ekstra vaskuler (EV) yaitu obat diberikan selain melalui pembuluh darah.
Contohnya per oral, inhalasi, I.P,I.M.
Faktor yang mempengaruhi kadar obat dalam darah adalah cara pemberian
obat,yang berpengaruh pada onset (mulai kerja obat) dan durasinya (lama kerja
obat). Intra vena dan per oral berbeda pada onset dan durasinya . kalau intravena
semua dosis masuk karena melalui saluran darah sehingga efek lebih cepat
seadangkan per oral tidak semua dosis masuk karena melalui dinding lambung yang
sifatnya peristaltik sehingga efeknya lebih lama.

12
2.5 Kerja Obat yang tidak Diperantarai oleh Reseptor
Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor :
a) Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran
b) Perubahan sifat osmotic
c) Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan
osmolaritas filtrate glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal
dengan akibat terjadi efek diuretic
d) Perubahan sifat asam/basa. Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid
dalam menetralkan asam lambung.
e) Kerusakan nonspesifik. Artinya Zat perusak nonspesifik digunakan
sebagai antiseptik dan disinfektan, dan kontrasepsi.contohnya, detergen merusak
intregitas membrane lipoprotein.
f) Gangguan fungsi membrane. Anestetik umum yang mudah
menguap misalnya eter,, halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan
melarut dalam lemak membrane sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun.
g) Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion. Kerja ini diperlihatkan
oleh kelator (chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+ bebas
menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb.
h) Masuk ke dalam komponen sel.

Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi ke


dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini
disebut antimetabolit misalnya :6-merkaptopurin atau anti mikroba lain.
2.6 Mekanisme Kerja Obat
Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel
atau dengan berinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat
mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar
asam lambung). Obat-obatan , misalnya gas anestsi mum berinteraksi dengan
membran sel. Setelah sifat sel berubah obat mengeluarkan pengaruhnya.mekanisme
kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel,reseptor
melokalisasi efek obat, tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki
bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan

13
kuncinya. Ketika obat dan reseptor saling berikatan , efek terapeutik dirasakan.
Setiap jaringan atau sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang unik
.misalnya reseptor pada sel jantung berespon pada preparat digitalis.
Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase : farmasetik

(disolusi), farmakokinetik dan farmakodinamik agar kerja obat dapat terjadi. Dalam

fase farmasetik obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membran

biologis. Jika obat diberikan melalui rute subskutan, intramuscular, atau intravena

maka tidak terjadi fase farmasetik. Fase kedua yaitu farmakokinetik terdiri dari 4

proses (subfase): absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi) dan

eksresi. Dalam fase farmakodinamik atau fase ketiga terjadi respons biologis atau

fisiologis.

2.7 Efek Obat


Efek samping obat (ESO) adalah efek merugikan yang timbul dari pemakaian
obat pada dosis yang diperbolehkan atau lazim dipergunakan (dosis diantara dosis
minimum efektif dan dosis maksimum efektif), efek samping obat ini juga sering
disebut dengan istilah Adverse Drug Reactions (ADRs) atau side effects.
Jenis (tipe) efek samping obat ini ada 3 yaitu, Efek samping tipe A dan efek
samping tipe B dan tipe C. Efek samping tipe A dipengaruhi seberapa banyak
takaran dosis dan biasanya efek ini bisa diprediksi sejak awal contohnya mual,
muntah, pusing dan sebagainya, sedangkan tipe B adalah efek samping yang tidak
bisa diprediksi dan tidak tergantung dosis, contohnya hipersensitifitas, alergi, syok
anafilaktik, dan lainnya. sedangkan tipe C efek sampingnya sulit dideteksi dan tidak
diketahui penyebabnya, biasanya terjadi pada pemakaian obat jangka panjang.
Faktor Pendorong Terjadinya Efek Samping Obat
1. Terapi obat berganda (multiple drugs therapy)
Efek samping yang potensial terjadi akibat pasien menerima obat lebih dari 1
terkait penyakitnya, sehingga resiko terjadinya interaksi antar obat yang
menyebabkan efek merugikan sangat tinggi, contohnya dalam resep ditemukan
captopril dan Aspar-K, captopril meningkatkan kadar kalium dalam darah sehingga

14
apabila diminum bersamaan dengan suplemen aspar-K yang mengandung kalium
akan menyebabkan hiperkalemia, dada pasien akan berdetak kencang.
2. Usia
Profil farmakokinetik dan farmakodinamik pasien pediatrik dan geriatrik
berbeda dengan pasien dewasa, hal ini terkait fungsi dan perkembangan organ
(fisiologi), pada pasien pediatrik (anak-anak dan balita) sistem organnya belum
sempurna sehingga berpotensi terkena efek samping obat, sedangkan pada geriatrik
(lansia), fungsi organnya telah menurun juga rentan mengalami efek samping obat,
solusinya penyesuainya dosis dengan melakukan drug terapi TDM (Therapy Drug
Monitoring ; dengan memantau kadar obat dalam darah).
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menyebabkan perbedaan hormon dan jumlah komponen dalam
tubuh seperti jumlah lemak, otot dsb, berdasarkan beberapa buku menyatakan
wanita rentan terhadap efek samping obat, ketimbang pria, memang tidak selalu
begitu, karna faktor terkait efek samping obat ini sangat banyak sehinggi tidak bisa
digeneralisasi.
4. Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan perubahan pada sistim Absorpsi-Distribusi-
Metabolisme-Ekskresi, sehingga penurunan pada tiap sistim akan meningkatkan
resiko terjadinya efek samping.
5. Perbedaan Etnik
Perbedaan etnik terkait dengan genetik juga, manusia beragam dan
mempunyai perbedaan dalam bentuk dan fisiologi tubuh, sehingga faktor etnik ini
juga berpengaruh, etnik tertentu sensitif terhadap obat tertentu namun etnik yang
lain tidak sensitif, hal ini dapat terjadi.
6. Faktor Farmasi
Faktor formulasi, jenis sediaan akan mempengaruhi kerja obat & ketersediaan
hayatinya, sehingga dalam hal ini faktor farmasi juga berpengaruh terhadap potensi
timbulnya efek samping obat.

2.8 Hubungan Dosis dengan Respon

Dosis Obat

15
Macam-macam dosis obat:

 Dosis toksik, yaitu dosis yang menimbulkan gejala keracunan.


 Dosis minimal, yaitu dosis yang paling kecil yang masih mempunyai efek
terapeutik.
 Dosis maksimal,yaitu dosis terbesar yang mempunyai efek terapeutik, tanpa
gejala/ efek toksik.
 Dosis terapeutik, yaitu dosis diantara dosis minimal dan maksimal yang
dapat memberikan efek menyembuhkan/terapeutik. Dosis ini dipengaruhi oleh
Umur, Berat badan, jenis kelamin, waktu pemberian obat, cara pemberian
obat.(Dewi, 2010)

Ada pula beberapa istilah yang berhubungan dengan dosis:

(Mutschler, 1991)
Konsentrasi Dan Respon Obat

Respons terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding


langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis penigkatan respon
menurun. Pada akhirnya, tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon
lagi. Pada system ideal atau system in vitro hubungan antara konsentrasi obat dan
efek obat digambarkan dengan kurva hiperbolik pada EC50, di mana E adalah efek
yang diamati pada konsentrasi C, Emaks adalah respons maksimal yang dapat

16
dihasilkan oleh obat. EC50 adalah konsentrasi obat yang menghasilkan 50% efek
maksimal.

Hubungan dosis dan respons bertingkat

1. Efikasi (efficacy)

Efikasi adalah respon maksimal yang dihasilkan suatu obat. Efikasi


tergantung pada jumlah kompleks obat-reseptor yang terbentuk dan efisiensi
reseptor yang diaktifkan dalam menghasilkan suatu kerja seluler.

2. Potensi

Potensi yang disebut juga kosentrasi dosis efektif, adalah suatu ukuran
berapa bannyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin
rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respon yang diberikan, makin poten obat
tersebut.Potensi paling sering dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50%
dari respon maksimal (ED50). Obat dengan ED50 yang rendah lebih poten daripada
obat dengan ED50 yang lebih besar.

3. Slope kurva dosis-respons

Slope kurva dosis-respons bervariasi sari suatu obat ke obat lainnya. Suatu
slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis yang kecil
menghasilkan suatu perubahan yang besar.Dosis yang menimbulkan efek terapi
pada 50% individu (ED50) disebut juga dosis terapi median. Dosis letal median
adalah dosis yang emnimbulkan kematian pada 50% individu , sedangkan TD50
adalah dosis toksik 50% (Ganiswara, 1995).

17
Gambar 1. Kurva Dosis Terapi (ED50) dan Dosis Lethal (LD50)

Variabel Hubungan dosis-intensitas efek obat


Kurva sederhana yang menunjukkan hubungan dosis-intensitas efek obat selalu
mempunyai 4 variabel karakteristik, yaitu: potensi, kecuraman (Slope), efek
maksimal, dan variasi individual

a. Potensi: menunjukkan kisaran dosis obat yang menimbulkan efek.


Besarnya ditentukan oleh kadar obat yang mencapai reseptor.
b. Efek maksimal/efektivitas: respon maksimal yang dapat
ditimbulkan oleh obat jika diberikan pada dosis yang tinggi
c. Slope: menunjukkan batasan keamanan obat.

Variasi biologic: variasi antar individu dalam besarnya respons terhadap dosis
obat yang sama pada populasi yang sama.(Farmakologi dan Terapi, 2007)
2.9 Indeks Terapeutik

Obat mempunyai respon farmasetik sepanjang masih adanya dosis obat yang
terkandung dalam obat dan berada dalam margin/ batas keamanan obat. Beberapa
obat mempunyai batas terapi yang luas. Ini menunjukkan bahwa pasien dapat

18
diberikan dengan range tingkat dosis yang lebar tanpa terjadi efek toksik. Obat
lainnya mempunyai batas terapi yang sempit dimana perubahan sejumlah kecil
dosis obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan
efek toksik ( Yesi, 2009 ).

Dosis yang memberikan efek terapi pada 50% individu disebut dosis terapi
median atau dosis efektif median ( ED 50 ). Dosis letal median ( LD 50 ) adalah
dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu, sedangkan TD 50 adalah
dosis toksik pada 50% individu ( Departemen Farmakologik dan Terapeutik, 2007
).

Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan racun
dengan dosis yang menghasilkan respon klinis yang diinginkan atau efektif dalam
populasi individu.

Dimana: TD50 adalah dosis obat yang menyebabkan respon beracun di 50%
dari populasi dan ED50 adalah dosis terapi obat yang efektif dalam 50% dari
populasi.

Baik ED50 dan TD50 dihitung dari kurva dosis respon quantal, yang
merupakan frekuensi yang masing-masing dosis obat memunculkan efek respon
atau beracun yang diinginkan dalam populasi.

19
Ada beberapa karakteristik penting dari kurva dosis-respons quantal (lihat
gambar di atas) yang patut dicatat:

 Dosis obat dalam plasma diplot dalam sumbu horisontal sedangkan


persentase individu (hewan atau manusia) yang menanggapi atau menunjukkan
efek toksik direpresentasikan dalam sumbu vertikal.
 Beberapa contoh respon positif meliputi: bantuan, sakit kepala untuk obat
antimigraine, peningkatan denyut jantung minimal 20 bpm untuk stimulan jantung,
atau 10 jatuh mmHg pada tekanan darah diastolik untuk antihipertensi.
 Data diperoleh dari suatu populasi. Tidak seperti grafik dosis-respons
dinilai, data untuk kurva dosis-respons quantal diperoleh dari banyak individu.
( Guzman, 2011 )

Grafik di bawah menunjukkan bagaimana ED50 dihitung.

20
Dosis yang diperlukan untuk menimbulkan efek terapi (respon positif) dalam
50% dari populasi adalah ED50 tersebut.

Dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek toksik di 50% dari

populasi dikaji adalah TD50 tersebut. Untuk studi hewan, LD50 adalah dosis yang

dapat menyebabkan kematian 50% dari populasi ( Guzman, 2011 ).

21
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat.
Empat proses yang termasuk didalamnya adalah absorpsi, distribusi,
metabolisme (atau biotranformasi ) dan eksresi (atau eliminasi ).Reseptor
merupakan suatu molekul yang jelas dan spesifik terdapat dalam organisme,
tempat molekul obat (agonis) berinteraksi membentuk suatu kompeks yang
reversibel sehingga pada akhirnya sehingga menimbulkan respon.
Berdasarkan sumbernya obat digolongkan menjadi tiga, yaitu:Obat
alamiah, Obat semisintetik dan Obat sintetik murni . Tempat kerja obat pertama di
organ kemudian masuk ke jaringan kemudian menuju sel dan kemudian ke
molekul.Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor diantaranya yaitu Efek
Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran ,Perubahan sifat osmotic, Diuretic
osmotic (urea, manitol), Perubahan sifat asam/basa. Kerusakan nonspesifik,
Gangguan fungsi membrane dan gangguan Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau
Ion.
Efek samping obat (ESO) adalah efek merugikan yang timbul dari pemakaian
obat pada dosis yang diperbolehkan atau lazim dipergunakan (dosis diantara dosis
minimum efektif dan dosis maksimum efektif), efek samping obat ini juga sering
disebut dengan istilah Adverse Drug Reactions (ADRs) atau side effects.Macam-
macam dosis obat yaitu Dosis toksik, Dosis minimal, Dosis maksimal dan Dosis
terapeutik, respon obat juga dipengaruhi oleh dosis obat .

3.2 Saran
Diaharapkan setelah kita mempelajari tentang farmakokinetik kita bisa

memahami bagaimana perjalanan obat dalam tubuh kita dan hal-hal yang

berhubungan dengan obat sehingga kita bisa hati-hati dalam mengkonsumsi obat

dan kita juga bisa berbagi pengetahuan kepada orang lain sehingga tidak terjadi

22
masalah dalam menggunakan dan mengkonsumsi obat di masa mendatang palig

tidak sudah berkurang.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kee LJH, R.Evelyn. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:


buku kedokteran EGC; 1996.
2. James O. farmakologi clinical pharmacology: Made Ridiculously Simple.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2003.
3. gunawan GS. farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

24

Anda mungkin juga menyukai