Anda di halaman 1dari 2

FUNFACT about Mahasiswa Pre-Klinik (S1)

"Dokter gigi adalah perpaduan yang sempurna antara kecerdasan, kecantikan,


keperkasaan dan tenaga seperti kuli", ini merupakan quote yang sudah tidak asing lagi bagi
sebagian orang. Ditulis oleh salah satu novelis terkenal bernama Andrea Hirata.

Mendengar kata dokter gigi ataupun fakultas kedokteran gigi tentunya akan muncul
beberapa persepsi mengenai jurusan ini, ada yang beranggapan bahwan jurusan ini
merupakan salah satu jurusan yang mudah diantara jurusan kesehatan yang lainnya, adapula
yang menganggap tidak lebih dari sekedar jurusan pelarian ketika tidak lulus di kedokteran
umum. Namun, faktanya menjadi seorang mahasiswa pre-klinik di fakultas kedokteran gigi
tidak seperti anggapan masyarakat awam di luar sana, mau tau fakta-faktanya? Kuy, check it
out!

1. Jurusan pendidikan dokter gigi BUKAN lagi jurusan “pelarian”. Setiap tahunnya
peminat jurusan ini semakin bertambah. Hal ini berdampak pada pembatasan kuota
mahasiwa yang akan diterima oleh pihak fakultas. Bahkan, di beberapa universitas di
Indonesia menerapkan tes kemampuan mengenai kedokteran gigi (dental skill test).

2. “Dipandang enteng” sudah biasa. Yupss, pandangan maupun persepsi dari khalayak
ramai (a.k.a: sahabat dan keluarga) seringkali menjadi sarana untuk memperkuat jiwa
kesabaran kita (hehe, gak juga sih. But, it’s optional buat sebagaian orang). Jangan
salah, dalam dunia kedokteran gigi (walaupun objeknya ‘cuma’ gigi) kita juga belajar
mengenai tubuh manusia secara umum pada semester awal. Ibaratnya, kita
membangun rumah gak mungkin langsung ke atapnya kan? Hehe, begitupun dalam
belajar di kedokteran gigi. Dan yang pasti setiap jurusan itu mempunyai porsinya
masing-masing. Gak lebih ataupun kurang.

3. Sarana untuk mencari “passion”. Tidak jarang kita mendengar mahasiswa yang
hengkang dari jurusan ini. Tidak lain dan yang pasti karena kuliah di jurusan ini harus
dijalani dengan tulus, ikhlas, dan sepenuh hati. Tuntutan akan kemampuan untuk
memadu padankan antara teori dan skill di waktu yang bersamaan menjadi salah satu
alasan seorang mahasiswa hengkang dari jurusan ini. Kalau gak nyaman, untuk apa
bertahan? #eaa
4. Mahasiswa pre-klinik “diharamkan” untuk mengerjakan pasien. Mengapa
demikian? Karena, mahasiswa pre-klinik hanya dituntut untuk mengetahui teori serta
beberapa skill yang dalam pengaplikasiannya menggunakan pemeran pengganti atau
dalam kedokteran gigi di sebut phantom. Namun, bukan berarti kita putus asa untuk
mengasah kemampuan (skill) kita, untuk menghindari kekakuan saat memasuki dunia
klinik, mengikuti kegiatan seperti bakti sosial adalah salah satu kunci utamanya.
Banyak jam terbang = skill terasah.

5. Manjadi tempat konsultasi gratis. Menjadi mahasiswa di jurusan ini tidak hanya
menjadi suatu kebanggan tersendiri melainkan juga menjadi kebanggaan teman
maupun kerabat terdekat. Sangking bangganya, mereka lupa bahwa dalam dunia
kedokteran / kedokteran gigi memiliki standar kompetensi dalam aplikasi praktiknya.
Bahkan, terkadang mereka menanyakan penyakit yang tidak berhubungan dengan
bidang kita. Wah, bagaimana? Ada yang pernah mengalaminya? Jawab
sepengetahuannya aja ya:) jangan asal jawab, hati-hati malpraktek ya teman sejawat:)

6. No Time for bersolek ria. Mungkin, poin terakhir ini lebih banyak dialami oleh
kaum perempuan. Jadwal kuliah dan praktikum yang padat membuat kita kadang
susah untuk bercantik-ria saat kekampus. Kalaupun sempat, mungkin hanya pada saat
datang di pagi hari, setelah selesai perkuliahan khususnya setelah praktikum syukur-
syukur kalau gaada barang yang tertinggal dan harapannya cuma satu, hasil
praktikumnya SELESAI tepat waktu, penampilan? Jadi nomer dua hehe. Ada yang
kayak gini gak? Keep fighting!

Anda mungkin juga menyukai