Anda di halaman 1dari 19

SISTEM PENTANAHAN

Putu Andi Dinata


1605541052

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA JIMBARAN
2017
Sistem Pentanahan
Sistem pentanahan adalah suatu metode pengamanan gedung beserta
peralatan, yaitu apabila terjadi arus lebih akan dialirkan ke tanah. Penanaman
elektroda tersebut dapat secara horisontal (sejajar dengan tanah) dan secara vertikal
(tegak lurus dengan tanah). Untuk mengamankan gedung beserta peralatan yang
ada disekitarnya dibutuhkan tahanan pentanahan sekecil mungkin. Tahanan
pentanahan untuk gedung diharapkan < 5 ohm (PUIL, 2000) dan tahanan
pentanahan untuk peralatan diharapkan < 3 ohm. Agar mendapatkan tahanan
pentanahan sekecil mungkin tidak cukup hanya dilakukan dengan menanam pasak
saja, karena selain sistem pentanahan kandungan elektrolit pada tanah juga
berpengaruh terhadap tahanan pentanahan. Kandungan elektrolit pada tanah
tersebut, dipengaruhi oleh jenis tanah yang berbeda. Perubahan kandungan
elektrolit pada tanah tersebut dapat dilakukan dengan penambahan zat aditif. Zat
aditif-zat aditif tersebut seperti : bentonit, garam, air dan lain-lain. Penambahan zat
aditif pada tanah tersebut justru cukup besar mempengaruhi tahanan pentanahan
(Janardana, 2005).

Tujuan darisistem pentanahan itu sendiri adalah menghilangkan gejala-


gejala busur api pada suatu system, membatasi tegangan-tegangan pada fasa yang
tidak terganggu (pada fasa yang sehat), meningkatkan keandalan (realibility)
pelayanan dalam penyaluran tenaga listrik, mengurangi/membatasi tegangan lebih
transient yang disebabkan oleh penyalaan bunga api yang berulang-ulang (restrike
ground fault) dan memudahkan dalam menentukan sistem proteksi serta
memudahkan dalam menentukan lokasi gangguan (Suranto, 2012).

Dalam suatu sistem pentanahan tidak semua komponen dapat ditanahkan


adapun bagian-bagian yang dapat ditanahkan adalah sebagai berikut (maryono,
2009) :

1. Semua bagian instalasi yang terbuat dari logam (menghantar listrik) dan
dengan mudah bisa disentuh manusia. Hal ini perlu agar potensial dari logam
yang mudah disentuh manusia selalu sama dengan potensial tanah (bumi)
tempat manusia berpijak sehingga tidak berbahaya bagi manusia yang
menyentuhnya.
2. Bagian pembuangan muatan listrik (bagian bawah) dari lightning arrester. Hal
ini diperlukan agar lightning arrester dapat berfungsi dengan baik, yaitu
membuang muatan listrik yang diterimanya dari petir ke tanah (bumi) dengan
lancar.
3. Kawat petir yang ada pada bagian atas saluran transmisi. Kawat petir ini
sesungguhnya juga berfungsi sebagai lightning arrester. Karena letaknya
yang ada di sepanjang saluran transmisi, maka semua kaki tiang transmisi
harus ditanahkan agar petir yang menyambar kawat petir dapat disalurkan ke
tanah dengan lancar melalui kaki tiang saluran transmisi.
4. Titik netral dari transformator atau titik netral dari generator. Hal ini
diperlukan dalam kaitan dengan keperluan proteksi khususnya yang
menyangkut gangguan hubung tanah.

Elektroda pentanahan adalah penghantar yang ditanam dalam tanah dan


membuat kontak langsung dengan tanah. Adanya kontak langsung tersebut
bertujuan agar diperoleh pelaluan arus yang sebaik-baiknya apabila terjadi
gangguan sehingga arus tersebut disalurkan ketanah. Menurut PUIL (2000),
elektroda adalah pengantar yang ditanamkan ke dalam tanah yang membuat kontak
lansung dengan tanah. Untuk bahan elektroda pentanahan biasanya digunakan
bahan tembaga, atau baja yang bergalvanis atau dilapisi tembaga. Jenis-jenis
elektroda yang digunakan dalam pentanahan adalah sebagai berikut
(EprintPolsri,2012) :

A. Elektroda Batang
Elektroda batang yaitu elektroda dari pipa atau besi baja profil yang
dipancangkan ke dalam tanah. Elektroda ini merupakan elektroda yang pertama kali
digunakan dan teori-teori berawal dari elektroda jenis ini. Elektroda ini banyak
digunakan pada gardu induk. Secara teknis, elektroda jenis ini mudah
pemasangannya dan tidak memerlukan lahan yang luas. Elektroda batang biasanya
ditanam dengan kedalaman yang cukup dalam .

Gambar 1 Elektroda Batang

Rumus tahanan pentanahan untuk elektroda Batang tunggal adalah sebagai berikut
:

....................................(1)

Dimana : R = Tahanan pentanahan untuk batang tunggal (ohm)


ρ = Tahanan jenis tanah (ohm-meter)
L = Panjang elektroda (meter)
A = Diameter Elektroda (meter)
Rumus tahanan pentanahan untuk 2 elektroda batang :
Untuk s < L; jarak antar elektroda s

(2)

Untuk s > L ; jarak s

.................(3)

B. Elektroda Plat
Elektroda pelat ialah elektroda dari bahan pelat logam (utuh atau berlubang)
atau dari kawat kasa. Pada umumnya elektroda ini ditanam dalam. Elektroda ini
digunakan bila diinginkan tahanan pentanahan yang kecil dan sulit diperoleh
dengan menggunakan jenis - jenis elektroda yang lain

Gambar 2 Elektroda Plat

Rumus tahanan pentanahan untuk elektroda Pelat –Tunggal adalah sebagai berikut

.............................(3)

Dimana :
Rp = Tahanan pentanahan pelat (ohm)
ρ = Tahanan jenis tanah (ohm-meter)
Lp = Panjang pelat (m)
Wp = Lebar Pelat (m)
Tp = Tebal Pelat (m)
C. Elektroda Pita
Elektroda pita ialah elektroda yang terbuat dari hantaran berbentuk pita atau
berpenampang bulat atau hantaran pilin yang pada umumnya ditanam secara
dangkal. Kalau pada elektroda jenis batang, pada umumnya ditanam secara dalam.
Pemancangan ini akan bermasalah apabila mendapati lapisan-lapisan tanah yang
berbatu, disamping sulit pemancangannya, untuk mendapatkan nilai tahanan yang
rendah juga bermasalah. Ternyata sebagai penggantipemancangan secara vertikal
ke dalam tanah, dapat dilakukan dengan menanam batang hantaran secara mendatar
(horisontal) dan dangkal. Di samping kesederhanaannya itu, ternyata tahanan
pentanahan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh bentuk konfigurasi
elektrodanya, seperti dalam bentuk melingkar, radial atau kombinasi antar
keduanya.

Gambar 3 Elektroda Pita

Contoh rumus perhitungan tahanan pentanahan untuk elektroda pita tunggal :

.......................(4)

Susunan elektroda pentanahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu


pentanahan elektroda yang ditanam secara vertikal dan pentanahan elektroda yang
ditanam secara horisontal. Untuk daerah-daerah yang tanahnya keras dan berbatu
lebih praktis kalau menggunakan pentanahan secara horisontal karena tidak
memerlukan penanaman yang dalam, tetapi memerlukan lebih banyak batang
pentanahan sehingga biayanya akan lebih besar. Sedangkan untuk daerah yang
struktur tanahnya tidak terlalu keras, pentanahan secara vertikal dapat dipakai.
Gambar 4 Pentanahan satu batang elektroda ditanam secara vertikal

................................................(5)

...........................................................(6)

Keterangan :
R = tahanan pentanahan (Ω)
ρ = tahanan jenis tanah (Ω-m)
L = panjang elektroda pentanahan (m)
a = jari-jari elektroda pentanahan (m)
η = koefisien kombinasi
n = banyaknya elektroda pentanahan η tergantung dari jarak antara dari masing-
masing yang harganya diperlihatkan dalam Tabel 1

Tabel 1 Nilai Koefisien Kombinasi


Jarak 0,5 1 2 3 4 5
Η 1,35 1,20 1,15 1,10 1,05 1,0

SJ. Schwarz telah menurunkan persamaan yang telah umum yang bisa
dipergunakan untuk menghitung tahanan pentanahan elektroda yang ujung atasnya
tidak tepat diatas permukaan tanah seperti Gambar 5.
Gambar 5 Satu Batang Elektroda yang Ditanam dengan Kedalaman z dari Ujung Atasnya

Persamaan yang digunakan menghitung tahanan pentanahannya adalah :

...........................(7)

dengan :
R = tahanan pentanahan (Ω )
L = panjang elektroda pentanahan (m)
z = jarak elektroda dengan permukaan tanah (m)
ρ = tahanan jenis tanah (Ω m)
a = jari-jari elektroda pentanahan (m)
Pentanahan dengan Elektroda Ditanam Horisontal, pentanahan seperti ini
dilakukan pada daerah yang berbatu karena tidak memerlukan penggalian yang
terlalu dalam (Janardana,2005).
Jenis bahan dan ukuran elektroda, sebagai konsekwensi peletakannya di
dalam tanah, maka elektroda dipilih dari bahan-bahan tertentu yang memiliki
konduktivitas sangat baik dan tahan terhadap sifat-sifat yang merusak dari tanah,
seperti korosi. Ukuran elektroda dipilih yang mempunyai kontak paling efektif
dengan tanah. Tabel berikut ini dapat digunakan sebagai acuan kasar harga tahanan
pentanahan pada tanah dengan tahanan jenis tanah tipikal berdasarkan jenis dan
ukuran elektroda.
Gambar 5 nilai rata-rata jenis resistan pembumian untuk elektroda pembumian

Tahanan jenis tanah, Dari rumus untuk menentukan tahanan tanah dari statu
elektroda yang hemispherical R = ρ/2πr terlihat bahwa tahanan pentanahan
berbanding lurus dengan besarnya ρ. Untuk berbagai tempat harga ρ ini tidak sama
dan tergantung pada beberapa faktor :

a. Sifat Geologi Tanah


Ini merupakan faktor utama yang menentukan tahanan jenis tanah. Bahan
dasar dari pada tanah relatif bersifat bukan penghantar. Nilai resistans jenis tanah,
rt sangat berbeda tergantung komposisi tanah seperti dapat dilihat dalam pasal 320-
1 dalam PUIL 1987 atau yang ditunjukkan pada tabel berikut
Jenis Tanah Resistans jenis tanah dalam
ohm-m
Tanah rawa 10 - 40
Tanah liat dan tanah 20 - 100
ladang
Pasir basah 50 - 200
Kerikil basah 200 - 3000
Pasir/kerikil kering < 10000
Tanah berbatu 2000 - 3000
Air laut dan air tawar 10 - 100

Komposisi Zat-Zat Kimia di Dalam Tanah , kandungan zat – zat kimia dalam
tanah terutama sejumlah zat organik maupun anorganik yang dapat larut perlu untuk
diperhatikan pula.Didaerah yang mempunyai tingkat curah hujan tinggi biasanya
mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi disebabkan garam yang terkandung pada
lapisan atas larut. Pada daerah yang demikian ini untuk memperoleh pentanahan yang
efektif yaitu dengan menanam elektroda pada kedalaman yang lebih dalam dimana
larutan garam masih terdapat.
b. Kandungan Air Tanah
Kandungan air tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan tahanan jenis
tanah ( ρ ) terutama kandungan air tanah sampai dengan 20%. Dalam salah satu test
laboratorium untuk tanah merah penurunan kandungan air tanah dari 20% ke 10%
menyebabkan tahanan jenis tanah naik samapai 30 kali. Kenaikan kandungan air
tanah diatas 20% pengaruhnya sedikit sekali.
c. Temperatur tanah
Temperatur bumi pada kedalaman 5 feet (= 1,5 m) biasanya stabil terhadap
perubahan temperatur permukaan. Bagi Indonesia daerah tropic perbedaan temperatur
selama setahun tidak banyak, sehingga faktor temperatur boleh dikatan tidak ada
pengaruhnya.

Faktor penyebab tegangan permukaan tanah, adapun faktor penyebab


tegangan permukaan tanah adalah sebagi berikut (muhamatyas, 2009) :
1. Pengaruh uap lembab dalam tanah
Kandungan uap lembab dalam tanah merupakan faktor penentu nilai
tegangan tanah. Variasi dari perubahan uap lembab akan membuat perbedaan yang
menonjol dalam efektifitas hubungan elektrod pentanahan dengan tanah. Hal ini
jelas telihat pada kandungan uap lembab di bawah 20%. Nilai di atas 20%
resistivitas tanah tidak banyak terpengaruh, tetapi di bawah 20% resistivitas tanah
meningkat drastic dengan penurunan kandungan uap lembab. Berkaitan dengan
kandungan uap lembab, tes bidang menunjukkan bahwa dengan lapisan permukaan
tanah 10 kali akan lebih baik ditahan oleh batas dasar. Elektroda yang dipasang
dengan dasar batu biasanya memberikan kualitas pentanahan yang baik, hal ini
disebabkan dasar-dasar batu sering tidak dapat tembus air dan menyimpan uap
lembab sehingga memberikan kandungan uap lembab yang tinggi.
2. Pengaruh tahanan jenis tanah
Tahanan tanah merupakan kunci utama yang menentukan tahanan elektroda
dan pada kedalaman berapa elektroda harus ditanam agar diperoleh tahanan yang
rendah. Tahanan tanah bervariasi di berbagai tempat dan cenderung berubah
menurut cuaca. Tahanan tanah ditentukan juga oleh kandungan elektrolit di
dalamnya, kandungan air, mineralmineral dan garam-garam. Tanah yang kering
biasanya mempunyai tahanan yang tinggi, namun demikian tanah yang basah juga
dapat mempunyai tahanan yang tinggi apabila tidak mengandung garam-garam
yang dapat larut. Tahanan tanah berkaitan langsung dengan kandungan air dan
suhu, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa tahanan suatu system 19
pentanahan akan berubah sesuai dengan perubahan iklim setiap tahunnya. Untuk
memperoleh kestabilan resistansi pentanahan, elektroda pentanahan dipasang pada
kedalaman optimal mencapai tingkat kandungan air yang tetap.
3. Pengaruh temperatur
Temperatur akan berpengaruh langsung terhadap resistivitas tanah dengan
demikian akan berpengaruh juga terhadap performa tegangan permukaan tanah.
Pada musim dingin struktur fisik tanah menjadi sangat keras, dan tanah membeku
pada kedalaman tertentu. Air di dalam tanah membeku pada suhu di bawah 0 0C
dan hal ini menyebabkan peningkatan yang besar dalam koefisien temperature
resistivitas tanah. Koefisien ini negatif, dan pada saat temperature menurun,
resistivitas naik dan resistansi hubung tanah tinggi. Pengaruh temperatur terhadap
resistivitas tanah dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3 Efek temperature terhadap resistivitas tanah
NO Temperatur ( oC ) Resistivitas ( ohm )

1 -5 70.000
2 0 30.000
3 0 10.000
4 10 8000
5 20 7000
6 30 6000
7 40 5000
8 50 4000

4. Perubahan resistivitas tanah


Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa resistivitas tanah sangat
tergantung dengan material pendukung tanah, temperatur dan kelembaban. Daerah
dengan struktur tanah berpasir, berbatu dan cenderung berstruktur tanah padas
mempunyai resistivitas yang tinggi. Disinyalir kondisi tanah yang demikian
diakibatkan kerusakan yang terjadi di permukaan tanah, berkurangnya tumbuhan-
tumbuhan
yang dapat mengikat air mengakibatkan kondisi tanah tandus dan berkurang
kelembabannya.

5. Korosi
Komponen sistem pentanahan dipasang di atas dan di bawah permukaan
tanah, keduanya menghadapi karakteristik lingkungan yang berlainan. Bagian yang
berada di atas permukaan tanah, asap dan partikel debu dari proses industri serta
partikel terlarut yang terkadung dalam air hujan akan mengakibatkan korosi pada
konduktor. Bagian di bawah tanah, kondisi tanah basah yang mengandung materi
alamiah, bahan – bahan kimia yang terkontaminasi didalamnya juga dapat
mengakibatkan korosi (muhamatyas, 2009).

Pengaruh tahanan tanah terhadap tahanan elektroda, Rumus Dwight


menunjukkan, bahwa tahanan elektroda pentanahan ke tanah tidak hanya
tergantung pada kedalaman dan luas permukaan elektroda, tetapi juga pada tahanan
tanah. Tahanan tanah merupakan faktor kunci yang menentukan tahanan elektroda
dan pada kedalaman berapa pasak harus ditanam agar peroleh tahanan yang rendah.
Tahanan tanah sangat bervariasi di berbagai tempat dan berubah menurut
iklim. Tahanan tanah ini terutama ditentukan oleh kandungan elektrolit didalamnya,
kandungan air, mineral-mineral dam garam-garam. Tanah tinggi mempunyai
tahanan tinggi, tetapi tanah basah memilki tahanan tinggi apabila tidak mengandung
garam yang dapat larut. Karena tahanan tanah berkaitan langsung dengan
kandungan air dan suhu, maka dapat saja diasumsikan bahwa tahanan pentanahan
suatu system akan berubah sesuai perubahan tiap tahunnya. Variasi-variasi tersebut
dapat dilihat pada gambar berikut (EprintPolsri,2012).

Gambar 6 Variasi tahanan-tahanan tanah : (a) terhadap kedalaman; (b) terhadap garis tengah
pasak; (c) terhadap iklim.

Sistem pentanahan titik netral sistem, pentanahan titik netral dari sistem
tenaga merupakan suatu keharusan, pentanahan titik netral ini dilakukan pada
alternator pembangkit listrik, transformator daya pada gardu-gardu induk dan gardu
- gardu distribusi/panel. Berikut adalah sistem pentanahan netral sistem daya,
Gambar 7 sistem pentanahan netral sistem daya

1. TN-C (Terra Neutral-Combined) adalah Saluran Tanah dan Netral


disatukan.Pada sistem ini saluran netral dan saluran pengaman disatukan pada
sistem secara keseluruhan. Semua bagian sistem mempunyai saluran PEN
(Protective Earth Neutral) yang merupakan kombinasi antara saluran N dan PE.
Disini seluruh bagian sistem mempunyai saluran PEN yang sama.

Gambar 8 Sistem TN-C

2. TN-C-S (Terra Neutral – Combined – Separated). Saluran Tanah dan Netral


disatukan dan dipisah. Pada sistem ini saluran netral dan saluran pengaman
dijadikan menjadi satu saluran pada sebagian sistem dan terpisah pada sebagian
sistem yang lain.

Gambar 9 Sistem TN-C-S

Gambar diatas terlihat bahwa bagian sistem 1 dan 2 mempunyai satu


hantaran PEN (combined). Sedangkan pada bagian sistem 3 menggunakan dua
hantaran, N dan PE secara terpisah (separated).
3. TN-S (Terra Neutral-Separated) Saluran Tanah dan Netral-dipisah. Pada
sistem ini saluran netral dan saluran pengaman terdapat pada sistem secara
keseluruhan. Jadi semua sistem mempunyai dua saluran N dan PE secara tersendiri
(separated).

Gambar10 Sistem TN-C-S

4. TT (Terra Terra) system Saluran Tanah dan Tanah. Sistem yang titik
netralnya disambung langsung ke tanah, namun bagian-bagian instalasi yang
konduktif disambungkan ke elektroda pentanahan yang berbeda (berdiri sendiri).

Gambar 11 Sistem TT

Gambar di atas terlihat bahwa pentanahan peralatan dilakukan melalui sistem


pentanahan yang berbeda dengan pentanahan titik netral.

5. IT (Impedance Terra) Saluran Tanah melalui Impedansi .Sistem rangkaian


tidak mempunyai hubungan langsung ke tanah namun melalui suatu impedansi,
sedangkan bagian konduktif instalasi dihubung langsung ke elektroda pentanahan
secara terpisah. Sistem ini juga disebut sistem pentanahan impedansi. Jenis
sambungan titik netral, yaitu melalui reaktansi, tahanan dan kumparan petersen.

Gambar 12 Sistem TT
Pengaruh umur pada beberapa volume zat aditif bentonite terhadap nilai
tahanan pentanahan dan perbandingan penggunaan garam dan zat bentonit terhadap
tahanan pentanahan. Metode yang dapat digunakan untuk memperkecil nilai
tahanan pentanahan dapat dilakukan dengan penambahan zat aditip pada tanah. Zat
aditip tersebut dapat berupa garam, bentonit, serbuk besi dan lain-lain. Namun zat
aditif tersebut memiliki keterbatasan umur. Zat aditif tidak dapat berfungsi dengan
baik pada waktu yang cukup lama. Masing-masing zat aditif tersebut memiliki
kandungan kimia yang berbeda-beda yang berakibat terjadinya nilai tahanan
pentanahan yang berbeda-beda pula. Perbedaan penambahan garam dengan
penambahan bentonit pada system pentanahan pada jenis tanah lempung. Bertujuan
untuk mengetahui nilai tahanan pentanahan pada system pentanahan. Pengaruh
nilai pentanahan dengan penambahan zat aditif , dapat dilihat pada tabel berikut
(Janardana, 2005).

Tabel 4 Pengukuran Nilai Tahanan Pentanahan Dengan Penambahan Zat Aditif Bentonit
NO MINGGU ZAT ADITIF BENTONIT
KE 20 KG 10 KG 15 KG
(OHM) (OHM) (OHM)
1 I 2,6 2,2 1,8
2 II 2,6 2,2 1,8
3 III 2,8 2,2 1,9
4 IV 3,2 2,4 2,0
5 V 3,2 2,4 2,0
6 VI 3,2 2,4 2,0
7 VII 3,2 2,4 2,0
8 VIII 3,2 2,4 2,0
9 IX 3,2 2,4 2,0
10 X 3,2 2,4 2,0
11 XI 3,2 2,4 2,0
12 XII 3,2 2,4 2,0
13 XIII 3,2 2,4 2,0
14 XIV 3,2 2,4 2,0
15 XV 3,3 2,4 2,0
16 XVI 3,4 2,5 2,1
17 XVII 3,5 2,7 2,1
18 XVIII 3,5 2,8 2,1
19 XIX 3,5 2,8 2,1
20 XX 3,5 2,8 2,1
21 XXI 3,5 2,8 2,1
22 XXII 3,6 2,9 2,1
23 XXIII 3,6 2,9 2,1
24 XXIV 3,6 2,9 2,1
RATA-RATA 3,25 2,51 2,01

Berdasarkan tabel diatas maka dapat dikonversikan dalam bentuk grafik sebagai
berikut.

Gambar 13 Grafik Kualitas Nilai Tahanan Pentanahan selama 6 Bulan

Berdasarkan data-data hasil pengukuran seperti pada tabel 2 di atas dapat


dianalisis ada tidaknya perbedaan antara nilai tahanan pentanahan bila ditinjau dari
umur pentanahannya dari ketiga volume bentonit yang pengujian dapat dilakukan
dengan statistik uji “t ”, serta dilakukan dengan deskriptif.Dari hasil uji statistik
dengan “t - Test” tersebut didapatkan beberapa hasil sebagai berikut :
 Nilai rata-rata tahanan pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa
bentonit seberat 5 kg selama 6 bulan adalah 3,25 ± 0,27 ohm.
 Nilai rata-rata tahanan pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa
bentonit seberat 10 kg selama 6 bulan adalah 2,51 ± 0,23 ohm.
 Nilai rata-rata tahanan pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa
bentonit seberat 15 kg selama 6 bulan adalah 2,01 ± 0,008 ohm.
Berdasarkan nilai rata-rata tahanan pentanahan selama 6(enam) bulan dari masing
– masing kegiatan penelitian tersebut dapat diuji dengan statistik uji “t” didapatkan
hasil sebagai berikut :
 Nilai tahanan pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa bentonit 5
kg terjadi perbedaan yang signifikan terhadap nilai tahanan pentanahan
dengan penambahan zat aditif berupa bentonit 10 kg dengan nilai p = 0,00
atau p < 0,05.
 Nilai tahanan pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa bentonit 5
kg terjadi perbedaan yang signifikan terhadap nilai tahanan pentanahan
dengan penambahan zat aditif berupa bentonit 15 kg dengan nilai p = 0,00
atau p < 0,05.
 Nilai tahanan pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa bentonit 10
kg terjadi perbedaan yang signifikan terhadap nilai tahanan pentanahan
dengan penambahan zat aditif berupa bentonit 15 kg dengan nilai p = 0,00
atau p < 0,05.

Nilai tahanan pentanahan dipengaruhi oleh beberapa factor seperti : jenis


tanah, suhu dan kelembaban tanah, sistem pentanahan, lapisan tanah dan kandungan
elektrolit pada tanah Penambahan zat aditif berupa bentonit dapat menurunkan nilai
tahanan pentanahan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama 24
minggu, nilai tahanan pentanahan pada sistem pentanahan ditambah zat aditif
bentonit terjadi peningkatan seperti yang ditunjukkan pada gambar 4. Peningkatan
nilai tahanan pentanahan selama 24 minggu dari masing-masing volume zat aditif
pada system pentanahan yang diteliti memiliki peningkatan nilai yang berbeda-
beda. Selama 24 minggu tersebut, pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa
bentonit seberat 5 kg terjadi peningkatan 38,46 %, pentanahan dengan penambahan
zat aditif berupa bentonit seberat 10 kg terjadi peningkatan 31,82 %, pentanahan
dengan penambahan zat aditif berupa bentonit seberat 15 kg terjadi peningkatan
11,11 %. Peningkatan nilai tahanan pentanahan tersebut berarti terjadinya
penurunan kualitas pentanahan selama 24 minggu (Janardana, 2005).
Perbedaan penambahan garam dengan bentonit terhadap tahanan
pentanahan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5 Data Hasil Pengukuran Tahanan Pentanahan
PENGUKURAN PUKUL TAHANAN PENTANAHAN (OHM)
DENGAN DENGAN
GARAM BENTONIT
I 12.00 7 3
15.00 7 3
II 12.00 7 3
15.00 7 3
III 12.00 7 3
15.00 7,5 3,2
IV 12.00 7,5 3,2
15.00 7,5 3,2
V 12.00 8 3,2
15.00 8 3,2
VI 12.00 8 3,2
15.00 8 3,2
VII 12.00 8 3,2
15.00 8 3,2
VIII 12.00 8 3,2
15.00 8 3,2
IX 12.00 8 3,2
15.00 8 3,2
X 12.00 8 3,2
15.00 8 3,2
RATA-RATA 7,6750 ± 0,4375 3,1600± 0,0082

Pengukuran dilakukan sebanyak 20 (dua puluh) kali yaitu pukul 12.00


WITA dan pukul 15.00 WITA pada masing-masing objek penelitian. Pada
pengukuran tersebut memiliki kondisi yang sama hanya saat pengukuran pertama
kondisi dari masing-masing lubang pentanahan masih basah dan terlihat dari data
pada tabel 3 bahwa tahanan pentanahan hasil pengukuran terjadi peningkatan atau
semakin besar sampai hari ke lima, setelah hari ke lima nilai tahanan pentanahan
menjadi tetap. Kondisi tahanan pentanahan hasil pengukuran pada tabel diatas dapat
dikonversikan dalam bentuk grafik sebagi berikut.

Gambar 14 Grafik Kualitas Nilai Tahanan Pentanahan


Dari data pada tabel 5, untuk mendapatkan ada tidaknya perbedaan
penambahan garam dengan penambahan bentonit terhadap tahanan pentanahan
dapat diuji dengan statistik. Dari analisis statistic dengan uji “ t“, didapatkan bahwa
rata-rata tahanan pentanahannya sebagai berikut :
 Rata-rata tahanan pentanahan dengan penambahan garam = 7,6750 ± 0,4375
Ω.
 Rata-rata tahanan pentanahan dengan penambahan bentonit = 3,16 ± 0,0082
Ω.
Dengan uji “t” didapatkan bahwa tahanan pentanahan dengan penambahan
garam terjadi perbedaan yang signifikan terhadap tahanan pentanahan dengan
penambahan bentonit dengan p = 0.00 atau p < 0,05.
Jadi, tahanan pentanahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : jenis
tanah, suhu, kelembaban tanah, lapisan tanah serta kandungan elektrolit tanah.
Kandungan elektrolit tanah dapat menurunkan tahanan pentanahan. Kandungan
elektrolit tanah dapat dirubah dengan cara penambahan zat aditif pada tanah seperti
: bentonit, garam, air, arang dan lain-lain. Hasil pengukuran perbedaan penambahan
garam dengan penambahan bentonit menunjukkan perbedaan secara signifikan.
Sehingga dalam pemasangan sistem pentanahan perlu memperhatikan zat aditif
yang digunakan agar didapatkan tahanan pentanahan sesuai dengan kebutuhan
(Janardana, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

IGN Janardana. 2005. Perbedaan Penambahan Garam dengan Penambahan


Bentonit terhadap Nilai Tahanan Pentanahan pada Sistem Pentanahan.
https://ojs.unud.ac.id
/index.php/jte/article/download/205/160. Diakses pada tangal 4
Desember 2017 pukul 20.00 Wita.

IGN Janardana. 2005. Pengaruh Umur pada Beberapa volume Zat aditif bentonit
terhadap nilai Tahanan pentanahan. https://ojs.unud.ac.id/
index.php/jte/article/download/205/160 .Diakses pada tanggal 4
Desember 2017 pukul 20.20 Wita.

Politeknik Negri Sriwijaya. 2012. Sistem Pentanahan.


http://eprints.polsri.ac.id/383/3/BAB%20II.pdf . Diakses pada
tanggal 4 Desember 2017 pukul 20.20 Wita

Muhamatyas. 2009. BAB II landasan teori pentanahan.


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdl-
muhamatyas-5924-3-babii.pdf. Diakses pada tanggal 4 Desember
2017 pukul 20.25WIta
Anton Suranto. 2012. Training Pemeliharaan Peralatan GI SISTEM
PENTANAHAN (PEMBUMIAN) TITIK NETRAL.
http://121.100.16.220/webtjbtb/wp-
content/uploads/perpustakaan/Training%20Pemeliharaan%20Peral
atan%20GI%20SISTEM%20PENTANAHAN%20(PEMBUMIAN)%2
0TITIK%20NETRAL.ppt-maryono-copy.pdf. Diakses pada tanggal 5
Desember 2017 pukul 20.30 Wita.

Maryono. 2009. Sistem Pentanahan.


https://maryonoam.files.wordpress.com/2009/07/1-sistem-
pentanahan-oleh-maryono-copy.pdf. Diakses pada tanggal 5
Desember 2017 pukul 20.1 Wita.

Anda mungkin juga menyukai