Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PANCASILA

Pandangan Mahasiswa UGM terhadap Pergeseran Jabatan Kepala Daerah


dan Hubungannya dengan Nilai-Nilai Pancasila

Dosen Pengampu: Fitri Alfariz., S.Fil., M.Phil.

Disusun oleh: (Kelompok 4)


Aldi Maghfiro G. 18/428844/TK/47346 Maulana Resa P. 15/378851/TK/42793
Baha Tegar R. 18/431235/TK/47828 Muhammad Dhifan 18/428880/TK/47382
Fikra Meilina H. 17/410244/TK/45601 Muhammad Taufik 18/431261/TK/47854
Kemuel Matthew W. 18/431247/TK/47840 Qofiyyu Huda 18/425167/TK/46862
Lorian Aldi F. 17/410250/TK/45607 Salman Zaki 18/428896/TK/47398
Maulana Iskak 17/413560/TK/46000 Wikantyoso Aji N. 15/378869/TK/42811

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA


YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan
anugerah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pandangan
Mahasiswa UGM terhadap Pergeseran Jabatan Kepala Daerah dan Hubungannya dengan Nilai-
Nilai Pancasila” tepat waktu. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Pancasila. Isi dari makalah ini yaitu pemaparan tentang pandangan
mahasiswa terhadap pergeseran jabatan kepala daerah dan hubungannya dengan nilai-nilai
Pancasila.

Makalah ilmiah ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak, khususnya Pak Fitri Alfariz., S. Fil.,
M.Phil. sebagai dosen pengampu kami, yang telah berkontribusi dan membantu kami dalam
proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami terbuka untuk menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Yogyakarta, 26 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii

ABSTRACT (BAHASA INGGRIS) ......................................................................................... 1

ABSTRAK (BAHASA INDONESIA) ...................................................................................... 2

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

METODE ................................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6

A. Pandangan Mahasiswa UGM terhadap Topik yang Dipilih............................................. 6

B. Hubungan Nilai-Nilai Pancasila dengan Topik yang Dipilih ........................................... 8

KESIMPULAN .......................................................................................................................... 9

PUSTAKA ............................................................................................................................... 10

ii
ABSTRACT

Politic is one of the main aspects in Indonesia to create a stable and advanced nation.
To realize it, Indonesia needs a democratic political system, where the community can issue
his/her opinion with freedom, without any coercion. With democratic political system, the
relations between the government and the community will be better, so that state government
can run smoothly.
Pancasila affects all aspects of community life, especially in political aspect in
Indonesia because Pancasila itself is the nation’s ideology (J. Friska, 2017). Pancasila as the
main ideology in political life makes it as the base and the purpose of politics in Indonesia.
Politics in Indonesia must be carried out according to the Pancasila values. The aim of making
Pancasila as the main ideology is to create a conducive political life, democratic, and could
achieve the ideals (Hope/Dream) of Indonesia (J. Friska, 2017).
To run a government, a nation needs people’s representatives that can be trusted by the
community and able to motivate and lead the community to become an advanced nation. That’s
why, Indonesia is looking for a leader who can keep the mandate from the community. To
choose that representatives, the government hold direct elections (Indonesia: Pemilihan
Langsung/Pemilihan Umum) in each region. The result of the elections could give an
opportunity for the former leader to continue his/her work in the next period, commonly known
as a “2 Leadership Period” (Indonesia: 2 Periode Kepemimpinan), but it can also be a promoted
leader or a new leader, with the duration of each period is 5 years in charge.
But, in the application/technical terms, there’s still a lot person from the community
who are “Pro” and/or “Contra” about this period of leadership of regional heads and the
promotion. That’s why, we conducted a survey and interview to some of UGM students from
all clusters (Agro, Humanities, Medical, Science, and Engineering), as our sample of this study,
to ask their opinion about this political thing by asking them directly and via social media,
where the result will be discussed in this paper.

1
ABSTRAK

Politik merupakan salah satu aspek negara Indonesia yang penting untuk mewujudkan
negara yang stabil dan maju. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan politik yang bersifat
demokrasi, dimana rakyat Indonesia dapat mengeluarkan pendapatnya dengan bebas, tanpa
adanya unsur paksaan. Dengan adanya politik yang bersifat demokrasi, hubungan antara
pemerintah dan rakyat akan menjadi lebih baik, sehingga pemerintahan negara dapat berjalan
dengan lancar.
Pancasila berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam
aspek politik di Indonesia karena Pancasila sendiri adalah ideologi negara (J. Friska, 2017).
Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan politik di Indonesia menjadikannya sebagai
landasan dan tujuan dalam kehidupan politik di Indonesia. Politik di Indonesia harus dijalankan
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Tujuan dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi
politik adalah menciptakan politik yang kondusif, demokratis, dan dapat mencapai tujuan cita-
cita bangsa Indonesia (J. Friska, 2017).
Dalam menjalankan pemerintahan, tentu suatu negara membutuhkan wakil-wakil
rakyat yang dapat dipercaya oleh rakyat serta mampu menggerakkan rakyat untuk menjadi
negara yang maju. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan sosok pemimpin atau wakil rakyat
yang bisa menjaga amanah rakyat. Untuk memilih wakil rakyat tersebut, dilakukanlah
pemilihan langsung (pemilu) di masing-masing daerah. Hasil dari pemilu tersebut bisa saja
memberikan kesempatan kepada pemimpin yang lama untuk duduk di periode selanjutnya yang
biasa disebut dengan 2 periode kepemimpinan, bisa juga dengan naik jabatan, atau
kepemimpinan yang baru, dengan durasi per periodenya yaitu 5 tahun.
Namun dalam teknisnya, masih banyak rakyat yang Pro dan Kontra tentang periode
kepemimpinan kepala daerah dan kenaikan jabatan kepala daerah tersebut. Oleh karena itu,
kami melakukan survey dan wawancara kepada beberapa mahasiswa UGM dari berbagai
kluster (Agro, Humaniora, Medika, Sains, dan Teknika), sebagai sampel penelitian kami, untuk
menanyakan pendapat mereka tentang hal tersebut dengan cara menanyakan langsung dan
menanyakan lewat media sosial, yang hasilnya akan kami bahas di dalam makalah ini.

2
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Politik adalah segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya)
mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain (KBBI). Sedangkan, menurut
Ramlan Surbakti, politik adalah proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat
untuk menentukan kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu. Berdasarkan pengertian politik tersebut, dapat kami simpulkan bahwa
politik berperan sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat karena politik
mengatur jalannya pemerintahan dalam negeri dan menjadi dasar/pedoman dalam
pembuatan kebijakan untuk mengatur masyarakat. Pancasila menjadi dasar kehiupan
bangsa. Sila Pancasila yang secara khusus mengatur tentang kehidupan berpolitik
Indonesia yaitu Pancasila sila ke-4, yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Salah satu peristiwa
politik yang dibahas dalam makalah ini yaitu pergeseran jabatan kepala daerah dan
keterkaitannya dengan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat.
Belakangan ini, terdapat beberapa peristiwa politik yang membuat masyarakat
(mahasiswa) bertanya-tanya, yaitu seorang kepala daerah yang merelakan jabatan yang
dimilikinya untuk menjadi seorang kepala daerah dengan jabatan dan lingkup yang
lebih tinggi. Namun, yang menjadi topik pembahasan dalam makalah ini yaitu terkait
dengan masa jabatan seorang kepala daerah. Seperti yang telah diketahui bersama,
seorang kepala daerah dapat menjabat selama 5 tahun, dengan maksimal 2 kali masa
jabatan. Dari hal tersebut, kami menemukan beberapa kejadian seputar politik yang
cukup langka bagi masyarakat, khususnya mahasiswa di Universitas Gadjah Mada
(UGM). Kami beri contoh yaitu Pak Joko Widodo yang baru saja terpilih menjadi
Gubernur DKI Jakarta pada 15 Oktober 2012. Baru berjalan 2 tahun, tepatnya sampai
16 Oktober 2014, Beliau terpilih menjadi Presiden RI dari Pemilu 2014. Selain itu,
baru-baru ini juga sempat menjadi perbincangan hangat bahwa Pak Sandiaga Uno juga
diajukan menjadi seorang Wakil Presiden RI, dimana Beliau baru saja terpilih menjadi
seorang Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2017 tetapi Beliau diajukan oleh
salah satu partai politik untuk maju sebagai calon presiden RI pada tahun 2019. Baru
berselang satu tahun, tepatnya pada 18 September 2018, Beliau harus merelakan
jabatannya sebagai seorang Wakil Gubernur DKI Jakarta.

3
Tahun ini bertepatan dengan tahun politik di Indonesia. Hari-hari ini, politik
menjadi topik hangat yang ramai dibicarakan di kalangan masyarakat, khususnya
mahasiswa UGM. Oleh karena itu, selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila,
kami juga ingin memaparkan penelitian pada mahasiswa dalam lingkungan kampus
UGM tentang pandangan mereka terkait dengan suatu peristiwa politik yang terjadi di
Indonesia. Kami juga akan mencoba menghubungkannya dengan nilai-nilai Pancasila,
apakah sebenarnya peristiwa ini mendukung/sejalan dengan implementasi Pancasila,
atau justru menghambat/bertentangan dengan implementasi Pancasila.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan tema dan judul dari makalah ini, terdapat beberapa pertanyaan
yang kami ajukan kepada para responden (mahasiswa UGM) sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan mahasiswa UGM terhadap pergeseran jabatan kepala
daerah? Dimisalkan ada suatu kepala daerah (gubernur) yang belum menyelesaikan
masa jabatannya selama 5 tahun dan langsung naik ke jabatan yang lebih tinggi
(presiden/wakil presiden). Apakah mereka Pro atau Kontra terhadap peristiwa
politik ini? Kalau iya, apa alasannya? Kalau tidak, mengapa?
2. Bagaimana hubungan peristiwa politik ini dengan Pancasila sila ke-4?

4
METODE

Dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif yang bermaksud untuk


mengetahui pandangan mahasiswa UGM dalam perspektif politik sehingga penelitian
ini lebih bersifat subjektif. Penelitian kualitatif menekankan kelengkapan dan
kedalaman data (Moleong, 2006, h.6).
Fokus penelitian digunakan untuk mengungkapkan data yang akan
dikumpulkan, dianalisis dalam suatu penelitian. Adapun yang menjadi fokus dari
penelitian ini adalah (1). Bagaimana pandangan mahasiswa UGM terhadap pergeseran
jabatan kepala daerah? Apakah mahasiswa UGM setuju atau tidak dengan peristiwa
politik tersebut?, (2). Bagaimana hubungan peristiwa politik ini dengan Pancasila sila
ke-4?.
Metode penelitian ini dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Purposive
Sampling adalah teknik penentuan responden yang dipilih berdasarkan tujuan-tujuan
dan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Kriteria responden dalam penelitian ini
adalah (1). Mahasiswa UGM; (2). Berasal dari semua kluster yang ada di UGM.
Kriteria itu kami tentukan agar dapat menyesuaikan ruang lingkup penelitian, yaitu
pada lingkup mahasiswa, dan penelitian lebih menyeluruh di lingkungan kampus UGM.
Untuk metode pengumpulan data, dilakukan dengan cara wawancara
mahasiswa UGM dari berbagai kluster, yaitu kluster Agro, kluster Humaniora, kluster
Medika, kluster Sains, dan kluster Teknika. Wawancara dilakukan secara langsung dan
media sosial. Setiap anggota kelompok kami memiliki kewajiban untuk masing-masing
mewawancarai minimal 3 responden mahasiswa dari kluster yang berbeda-beda.

5
HASIL PEMBAHASAN

1. PANDANGAN MAHASISWA UGM TERHADAP PERGESERAN JABATAN


KEPALA DAERAH
Responden pertama, yaitu Agil K. (FMIPA) yang Kontra terhadap peristiwa ini,
berpendapat:
” Tidak setuju karena bagaimanapun juga kepala daerah yang terpilih itu sudah
memegang amanah dari rakyat daerah itu yang harus diselesaikan sampai masa
baktinya selesai. Kalau kepala daerah itu naik jabatan sebelum menyelesaikan
tugasnya sama saja dia tidak amanah.”

Responden Dina C. (Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian) juga Kontra


terhadap peristiwa ini, namun berpendapat berbeda:
“Tidak setuju karena belum ada bukti pasti kinerja sesungguhnya dari pejabat
tersebut. Sehingga, jika diberi tanggung jawab lebih besar di tingkat daerah
yang lebih tinggi mengkhawatirkan karena kita tidak tahu apakah dia mampu
menjalankan dan mengurus masalah di tingkat yang lebih rendah.”

Salah satu responden, Irfan R. (Filsafat), melihat peristiwa ini dari segi karakter
kepala daerah tersebut dan Kontra terhadap peristiwa ini:
“Walaupun dari peraturan perundang-undangan tidak melarang kepala daerah
yang masih menjabat untuk menjadi anggota yang lebih tinggi tapi dari segi etik,
sangat tidak etik. Karena dia dalam sumpahnya dalam 1 periode atau 5 tahun
tapi dia naik ke yang lebih tinggi seperti menggambarkan dia kurang puas atau
rakus jabatan.”

Responden Ananda R. (FISIPOL) juga mengungkapkan pandangannya dengan


melihat dari sudut pandang behavioural (tingkah laku):
“Misal kepala daerah baru jabat beberapa bulan kok tiba-tiba mau nyalon
presiden. Nah itu kan menimbulkan stigma masyarakat kalo jabatan kepala
daerah sebenernya hanya digunakan sebagai batu loncatan aja. Nah nantinya
akan berdampak sama nilai dan moral pejabat itu tadi, bisa aja elektabilitasnya
jadi naik, bisa juga turun drastis.”

6
Tetapi, juga terdapat responden yang Pro terhadap peristiwa ini, seperti
responden Yusticha M. (FKKMK) yang melihatnya dari segi peraturan di Indonesia:
“Sebagai orang yang awam terhadap politik ya, aku sih gak masalah. Selama
emang dia merasa mampu dan ada massa pendukung gitu. Lagipula kan
regulasi/peraturannya kan juga gak ada yang ngelarang, jadi selama itu gak
dilarang UU ya aku si ga masalah. Lagipula untuk jabatan penggantinya kan
juga bakalan ada pemilihan lagi dan bakal ada calon2 kompeten dan terpilih
lainnya.”

Responden Ahnaf (FT) juga memiliki pandangan yang sama dan Pro terhadap
peristiwa ini, dimana Ia melihatnya dari segi kinerja kepala daerah tersebut:
“Kalau emg org itu bagus kerjanya, maka sudah sepatutnya mengurus sesuatu
yang lebih besar skalanya.”

Responden Ananda R. (FISIPOL) juga mengungkapkan pandangannya dari


sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi institusional:
“Kalau misal pake sudut pandang institusional, pemerintahan jelas butuh orang
yang memang punya kapasitas. Nah kalau orang yang punya kapasitas ada di
daerah gimana? Nah selama UU gak melarang seorang kepala daerah untuk
mencalonkan diri sebagai presiden ya sah-sah aja kan? Selama kepala daerah
tersebut tidak terjerat kasus apapun selama menjabat di daerah yang ia pimpin.
Kalo dari sisi kepala daerahnya missal aja gini. Ada pesepakbola lagi bela
klubnya. Kemudian ada panggilan timnas Indonesia. Terus mana yang bakal ia
pilih? Ya jelas timnas kan? Unsur prioritas juga memengaruhi karena
menyangkut kebutuhan warga negara.”

Dilihat dari pendapat responden-responden di atas, dapat kami simpulkan


bahwa mahasiswa UGM memiliki pandangannya masing-masing. Ada sebagian yang
Pro, Kontra, dan juga netral. Terdapat salah satu pendapat responden yang dapat
menjadi kesimpulan: “Menurut saya, mahasiswa harus mengkritisi kebijakan dan
kinerja yang ada secara mendalam dan tidak dangkal. Dengan kritikan dan saran
yang bagus, baiknya sang individu pencalon akan wawas diri mengenai seberapa
pantas dirinya untuk mencalonkan diri ke jenjang yang lebih luas.”

7
2. HUBUNGAN NILAI-NILAI PANCASILA DENGAN PERGESERAN
JABATAN KEPALA DAERAH
Responden Charyadi D. (FT) mengungkapkan bahwa:
“Kepala daerah yang sudah dipercayai oleh rakyatnya untuk menjabat
seharusnya menyelesaikan amanah yang diberikan kepadanya. Apabila seorang
kepala daerah tidak menyelesaikan jabatannya dapat menimbulkan berbagai
dampak misalkan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap kepala daerah
tersebut. Padahal disebutkan dalam sila ke-4 bahwa politik di Indonesia adalah
demokrasi, dimana pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Apabila rakyat sudah tidak mempercayai kepala daerahnya, maka demokrasi
yang merupakan aplikasi sila ke-4 tidak terpenuhi.”

Responden Delvian A. (FTP) juga berpendapat sama terkait dengan hubungan


nilai Pancasila sila ke-4 dengan pergeseran jabatan kepala daerah:
“Seorang kepala daerah yang sudah terpilih harusnya melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan apa yang sudah dijanjikan kepada rakyatnya.
Aplikasi sila ke-4 salah satunya yaitu keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, dan keadilan, serta
mengutamakan persatuan dan kesatuan bersama.”

Kami melihat bahwa terdapat hubungan positif dan negatif antara Pancasila
dengan pergeseran jabatan kepala daerah. Seorang kepala daerah yang mendapatkan
“promosi” jabatan sama sekali tidak melanggar makna dari sila ke-4 itu sendiri karena
dalam sila ke-4, terkandung makna bahwa setiap orang memiliki hak demokrasi yang
sama. Ini menunjukkan bahwa “promosi” jabatan kepala daerah sama sekali tidak
melanggar Pancasila. Tetapi, juga terdapat tafsiran bahwa hikmat kebijaksaan (dari sila
ke-4) ini yaitu pemilihan kepala daerah oleh rakyat melalui pemilu (pemilihan umum).
Jika kepala daerah itu ingin naik ke jabatan yang lebih tinggi, maka Ia harus
mengundurkan diri dari jabatannya yang sekarang dan posisinya akan digantikan
dengan wakilnya atau pejabat sementara yang ditunjuk oleh pusat atau segelintir orang,
yang mungkin kurang bisa dikatakan sebagai suara rakyat. Oleh karena itu, pergeseran
jabatan kepala daerah juga dapat dikatakan melenceng dari sila ke-4 Pancasila.

8
KESIMPULAN

Setelah melakukan penelitian mengenai pandangan mahasiswa UGM terhadap


pergeseran jabatan kepala daerah dan hubungannya dengan nilai-nilai Pancasila, dapat
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari alasan beberapa mahasiswa yang Pro, mereka berpandangan bahwa kepala
daerah tersebut mungkin memiliki kinerja yang bagus sehingga pantas untuk
memperbaiki atau menyelesaikan permasalahan pada ruang lingkup yang lebih luas,
dalam UU juga belum ada yang mengatur tentang peristiwa ini, dan Pancasila sila
ke-4 juga tidak melarang hal tersebut karena para kepala daerah itu juga dipilih oleh
rakyat Indonesia sendiri. Selama kepala daerah itu memiliki kualitas dan
kredibilitas yang mumpuni, tidak ada salahnya untuk menjabat sebagai kepala
daerah pada tingkat yang lebih tinggi.
2. Dari alasan beberapa mahasiswa yang Kontra, mereka mengkritik kinerja yang
sudah dijanjikan saat kepala daerah tersebut berkampanye (dimana letak
pertanggungjawabannya) karena bisa saja terdapat program-program kerja yang
belum terealisasi sepenuhnya selama Ia menjabat, dan hak suara yang digunakan
pada akhirnya akan terbuang sia-sia. Mereka juga berpandangan bahwa kepala
daerah tersebut sudah menyalahartikan maksud dari Pancasila ke-4 tentang
kebijaksanaan kepala daerah yang serta merta meninggalkan masa kerjanya karena
jabatan mereka mungkin saja akan diganti dengan kepala daerah yang tidak sesuai
dengan harapan masyarakat.

9
PUSTAKA

Moleong, L.J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi cetakan ke-22. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Friska, J. (2017). Masihkah Pancasila sebagai Landasan Politik?. Kompasiana (Online)
https://www.kompasiana.com/jevayafriska/5930f66df67e618a0a4861d0/masihkah-
pancasila-sebagai-landasan-politik (diakses Senin, 30 Oktober 2018)

10

Anda mungkin juga menyukai