HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………. vi
DAFTAR TABEL………………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
D. D. Analisa Data…………………………………………………………...… 16 16
E. Metode Penjernihan Air………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 27
LAMPIRAN…………………………………………………………………. 28
DAFTAR TABEL
5 Media Penjernihan……………………………………… 31
6 Sampel Air……………………………………………… 32
7 Rangkaian Filtrasi Penjernihan dengan Kulit Pisang
Kepok……………………………………………………. 32
8 Pengukuran Kekeruhan………………………………….. 33
9 Pengukuran Fe dengan SSA……………………………... 33
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Permasalahan lingkungan yang menjadi perhatian utama pada saat ini adalah menurunnya
kualitas perairan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan
manusia seperti sampah pemukiman, industri, pemupukan serta pestisida (Marganof, 2007
dalam Endra, 2013). Kebutuhan akan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota
digunakan untuk berbagai keperluan, seperti untuk air minum, memasak, mencuci dan
sebagainya yang harus diperhatikan.Marganof (2007) dalam Endra (2013) menyatakan
kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti
tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya.
Kekeruhan menggambarkan sifat fisik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya
yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan
disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut
(misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa
plankton dan mikro organisme lain.Sub DAS Karang Mumus sebagai salah satu Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kota Samarinda kini kondisinya perlu mendapat
perhatian yang lebih, baik dari Pemerintah Kota maupun masyarakat di sekitar wilayah
aliran sungai agar dampak yang ditimbulkan dapat ditanggulangi sedini mungkin.
Kebiasaan masyarakat di sekitar sungai yang setiap hari memanfaatkan air sungai untuk
memenuhi kebutuhan baik itu untuk mencuci, mandi dan bahkan sebagai tempat untuk
pembuangan sampah membuat kualitas air sungai semakin mengalami penurunan hal ini
ditandai dengan kondisi air yang berwarna hitam, adanya bau yang dihasilkan dari
pembusukan sampah dan banyaknya sampah yang tergenang dipermukaan air akibat
aktifitas keseharian masyarakat mulai dari kegiatan rumah tangga, kegiatan pabrik kecil
hingga besar dan kegiatan pasar yang sering kali tidak mempertimbangkan limbah yang
mereka buang begitu saja ke badan sungai hingga menimbulkan masalah pencemaran yang
serius hingga pencemaran logam berat (Anonim, 2007).Kulit pisang merupakan bahan
buangan atau limbah buah pisang yang cukup banyak jumlahnya. Umumnya kulit pisang
belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau
digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi dan kerbau. Jumlah dari kulit
pisang cukup banyak yaitu sekitar 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Kulit pisang
juga menjadi salah satu limbah dari industri pengolahan pisang, namun bisa dijadikan
media dalam penjernihan air (Endra, 2013).Dengan dasar pemikiran ini penulis mencoba
untuk menggunakan metode filtrasi dengan media limbah kulit pisang kepok sebagai
penjernihan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan limbah kulit pisang
kepok (Musa acuminate balbisiana C.) sebagai media penjernih air.Dengan penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pemanfaatan kulit pisang kepok
(Musa acuminate balbisiana C.) sebagai media penjernih air pada air Sub DAS Karang
Mumus dalam upaya pencegahan terhadap kemungkinan pencemaran yang telah terjadi
yang dapat mengganggu kondisi kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah
Sub DAS Karang Mumus.
B:Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas :
1.Apakah yang dimaksud dengan pencemaran air?
2.Apa saja penyebab dan akibat pencemaran air ?
3.Bagaimana cara menanggualangi pencemaran air di sungai sehingga air dari sungai
tersebut dapat lebih bermanfaat bagi warga sekitar ?
C:Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, proposal penelititan ini di susun dengan tujuan
mengetahui dan mendeskripsikan:
1.Pengertian pencemaran air?
2.Penyebab dan dampak pencemaran air.
3.Solusi untuk menanggulangi pencemaran air di sungai !inutut sehingga air dari sungai
tersebut dapat lebih bermanfaat bagi warga sekitar.
D.Manfaat Pene!itian
Proposal ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis proposal ini berguna sebagai pengembangan konsep konsep
penjerihan air dengan bahan-bahan yang dapat menyerap polutan yang menyebabkan
pencemaran air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Sungai Karang Mumus
1. Pengertian Air Sungai
Air sungai berasal dari mata air dan air hujan yang mengalir pada permukaan tanah. Secara
fisik, air sungai terlihat berwarna coklat dengan tingkat kekeruhan yang tinggi karena
bercampur dengan pasir, lumpur, kayu dan kotoran lainnya. Kualitas air sungai juga
dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar aliran sungai. Secara umum, kualitas air sungai di
daerah hilir (muara) lebih rendah dibandingkan di daerah hulu (mata air). Hal ini terjadi
akibat limbah industri dan rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai tanpa melalui
proses pengolahan terlebih dahulu dan terkumpul di muara sungai. Akibatnya, secara
kualitas fisika, kimia maupun biologi, air di daerah muara sungai sangat rendah dan tidak
layak dijadikan bahan baku air (Djunaedi, 2007).
2. Kondisi Geografis Sungai Karang Mumus
Secara geografis, wilayah Sub DAS Karang Mumus terletak pada koordinat antara
0°17’30” - 0°30’00” LS dan 117°06’00” - 117°22’00” BT. Berdasarkan peta Administrasi
dan peta Topografi dengan skala 1:50.000, luas Sub DAS Karang Mumus 31.475 hektar.
Panjang sungai Karang Mumus adalah 42 Km, dengan pemanfaatan tergantung kebutuhan
individu atau kebanyakan. Sub DAS Karang Mumus merupakan prioritas urutan pertama
DAS kritis di Kaltim. BPDAS Mahakam Berau (2004) menyatakan, luas lahan kritis di
Kota Samarinda mencapai 32.705 ha, sedangkan yang potensial kritis mencapai luasan
9.141 ha. Luas lahan kritis tersebut yang terluas berada pada kawasan Samarinda Utara
(9.106 ha) yang merupakan kawasan DAS Karang Mumus (Anonim, 2007).
B. Parameter Kualitas Air
1. Parameter Fisika Air
Parameter fisika adalah salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kadar
kualitas air yang berhubungan dengan sifat fisik air. Salah satu parameter fisika yang biasa
digunakan untuk menentukan kualitas air adalah kekeruhan.
Kualitas air yang baik adalah jernih (bening) dan tidak keruh. Batas maksimal kekeruhan
air layak pakai menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990
Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air adalah 5 skala NTU.
Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi, seperti lempung, lumpur,
zat organik, plankton, dan zat-zat halus lainnya. Kekeruhan merupakan sifat optis dari suatu
larutan, yaitu hamburan dan absorpsi cahaya yang melaluinya. Tidak dapat dihubungkan
secara langsung antara kekeruhan dengan kadar semua jenis suspensi, karena tergantung
juga pada ukuran dan bentuk butir (Endra, 2013).
Parameter kimia adalah salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kadar
kualitas air yang berhubungan dengan sifat kimia air. Air secara alamiah tidak pernah
dijumpai dalam keadaan betul-betul murni. Ketika air mengembun di udara dan jatuh di
permukaan bumi, air tersebut telah menyerap debu atau melarutkan oksigen,
karbondioksida, dan berbagai jenis gas lainnya. Kemudian air tersebut, baik yang di atas
maupun di bawah permukaan tanah waktu mengalir menuju ke berbagai tempat yang lebih
rendah letaknya, melarutkan berbagai jenis batuan yang dilaluinya atau zat-zat organik
lainnya. (Achmad, 2004 dalam Effendi, 2003).
Beberapa parameter kimia yang digunakan untuk menentukan kualitas air adalah pH, BOD,
COD, DO dan logam-logam berat. Dalam penelitian ini, parameter yang menjadi perhatian
adalah logam Fe (besi).
Air yang tinggi kandungan besi-nya bila bersentuhan dengan udara menjadi keruh, berbau
dan tidak menyenangkan untuk dikonsumsi. Kekeruhan dan warna kuning terbentuk karena
oksidasi besi (II) menjadi besi (III) berupa endapan koloid berwarna kuning. Karena
oksidasinya berlangsung perlahan terutama pada pH<6 maka pembentukan dan
pengendapan Fe(OH)3 atau Fe2O3 berlangsung sangat lambat. Selain penampilannya yang
tidak menyenangkan, air yang tinggi kandungan besi-nya mempunyai rasa yang tidak enak.
Konsentrasi unsur besi yang melebihi ± 2 mg/L akan menimbulkan noda-noda pada
perlalatan dan bahan yang berwarna putih (Kacaribu, 2008).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2002 tentang Tentang Pengolahan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa standar baku mutu kualitas air untuk
kandungan Fe yang diperbolehkan adalah sebesar 0,3 mg/L.
C. Tinjauan Umum tentang Air Jernih
Air bersih dan sehat adalah salah satu kebutuhan mendasar sehari-hari untuk setiap rumah.
Air bersih, jernih dan tidak bewarna diperlukan di setiap rumah mulai dari mencuci, masak,
air minum dan mandi. Di sebagian tempat saat ini kebutuhan air semakin meningkat
sementara kualitas kesehatan dan kebersihan air semakin menurun (Anonim, 2012b).
Jernih atau tidak keruh merupakan salah satu parameter fisika air. Air dikatakan keruh
apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga
memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Turbidity atau kekeruhan air dapat
disebabkan oleh clay pasir, zat organik dan anorganik yang halus, plankton dan
mikroorganisme lainnya. (Tutut, 2012).
Air dengan penampilan keruh atau tidak tembus pandang akan memiliki kekeruhan tinggi,
sementara air yang jernih atau tembus pandang akan memiliki kekeruhan rendah. Nilai
kekeruhan yang tinggi disebabkan oleh partikel seperti lumpur, tanah liat, mikroorganisme,
dan material organik. Berdasarkan definisi, kekeruhan bukan merupakan ukuran langsung
dari partikel-partikel melainkan suatu ukuran bagaimana partikel menghamburkan cahaya
(Copernicus, 2013).
D. Penyaringan (filtrasi)
Penyaringan atau filtrasi merupakan proses pemisahan padatan yang terlarut di dalam air.
Pada proses ini, filter berperan memisahkan air dari partikel-partikel padatan hal ini juga
bertujuan mendapatkan air yang jernih. Media yang digunakan untuk bahan filter memiliki
syarat, yaitu pori-pori yang berukuran sesuai dengan ukuran padatan yang akan disaring
dan tahan lapuk. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai media filter antara lain pasir,
ijuk, arang, kerikil, dan batu (Sujana, 2006).
Menurut Sujana (2006) tujuan dan manfaat dari filtrasi adalah berikut :
1. Tujuan Fitrasi
a. Memanfaatkan air kotor atau limbah untuk bisa digunakan kembali.
b. Mengurangi resiko meluapnya air kotor dan limbah.
c. Mengurangi keterbatasan air bersih dengan membuat filtrasi air.
d. Mengurangi penyakit yang diakibatkan oleh air kotor.
a. Air keruh yang digunakan bisa berasal dari mana saja, misalnya sungai, rawa,
telaga, sawah, sawah, dan air kotor lainnya.
b. Dapat menghilangkan bau yang tidak sedap pada air yang keruh.
c. Dapat mengubah warna air yang keruh menjadi lebih bening.
d. Menghilangkan pencemar yang ada dalam air atau mengurangi kadarnya agar
air dapat dilayak untuk minum.
e. Cara ini berguna untuk desa yang masih jauh dari kota dan tempat terpencil.
E. Tinjauan Umum tentang Pisang
Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari buah,
batang, daun, kulit hingga bonggolnya. Tanaman pisang yang merupakan suku
Musaceae termasuk kedalam tanaman yang besar memanjang. Tanaman pisang
sangat menyukai sekali daerah yang beriklim tropis panas dan lembab terlebih
didataran rendah. Ditemui pula di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia,
Indonesia serta termasuk pula Papua, Australia Topika, Afrika Tropi. Pisang dapat
berbuah sepanjang tahun pada daerah dengan hujan merata sepanjang tahun.
Umumnya, kebanyakan orang memakan buah pisang kulitnya akan dibuang begitu
saja. Seringkali kulit pisang dianggap sebagai barang tak berharga alias sampah.
Ternyata dibalik anggapan tersebut, kulit pisang memiliki kandungan vitamin C, B,
kalsium, protein dan juga lemak yang cukup baik (Anonim, 2012a).
Penyebaran tanaman ini selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni meliputi daerah
tropik dan subtropik, dimulai dari Asia Tenggara ke Timur melalui Lautan Teduh sampai
ke Hawai. Selain itu, tanaman pisang menyebar ke barat melalui Samudera Atlantik,
Kepulauan Kanari, sampai Benua Amerika. Pisang yang dikenal sampai saat ini merupakan
keturunan dari spesies pisang liar yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana.
Pisang Kepok memiliki tinggi 370 cm dengan umur berbunga 13 bulan. Batangnya
berdiameter 31 cm dengan panjang daun 258 cm dan lebar daun 90 cm, sedangkan warna
daun serta tulang daun hijau tua. Bentuk jantung spherical atau lanset. Bentuk buah lurus
dengan panjang buah 14 cm dan diameter buah 3.46 cm. Warna kulit dan daging buah
matang kuning tua. Produksi Pisang Kepok dapat mencapai 40 ton/ha (Firmansyah, 2012
dalam Endra, 2013).
Menurut Hewwet et al (2011), menyebutkan bahwa kulit pisang kepok (Musa acuminate
balbisiana C.) didalamnya mengandung beberapa komponen biokimia, antara lain selulosa,
hemiselulosa, pigmen klorofil dan zat pektin yang mengandung asam galacturonic,
arabinosa, galaktosa dan rhamnosa. Asam galacturonic menyebabkan kuat untuk mengikat
ion logam yang merupakan gugus fungsi gula karboksil. Didasarkan hasil penelitian,
selulosa juga memungkinkan pengikatan logam berat. Limbah kulit daun pisang yang
dicincang dapat dipertimbangkan untuk penurunan kadar kekeruhan dan ion logam berat
pada air yang terkontaminasi. Hanya butuh sekitar 20 menit untuk mencapai keseimbangan
(Endra, 2013).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu, Lokasi dan Batasan Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Juni 2013,
meliputi kegiatan antara lain persiapan bahan, pengolahan data dan penyusunan laporan.
Adapun lokasi kegiatan ini dilaksanakan di Sungai Karang Mumus Jl. Tarmidi untuk
pengambilan sampel dan untuk batasan penelitian analisa parameter pada kekeruhan dan
kadar logam Fe. Analisa sampel parameter Fe dilakukan di Laboratorium Tanah dan Air
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda serta analisa sampel parameter kekeruhan dilakukan
di Laboratorium Kualitas Udara dan Cuaca Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Sebagai
pembanding kemampuan, penelitian dibagi menjadi dua, yaitu penjernihan dengan
menggunakan kulit pisang kepok dan tanpa menggunakan kulit pisang kepok.
B. Bahan dan Peralatan Penelitian
1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Air sungai Karang Mumus untuk sampel penjernihan
b. Limbah kulit pisang Kepok untuk media penjernihan
c. Ijuk dan sabut kelapa untuk media penjenihan
d. Kerikil untuk media penjernihan
e. Kain kasa untuk membungkus kulit pisang
f. Tisu untuk pembersih alat yang digunakan
Wadah yang digunakan adalah jerigen plastik kapasitas 5 Liter untuk sampel air
yang akan di jernihkan dan botol sampel kapasitas 500 ml untuk sampel yang akan
di analisis di Laboratorium.
b. Persiapan bahan penjernih air
1) Menyediakan bahan-bahan penjernih seperti kerikil, sabut kelapa dan ijuk, kulit
pisang kepok yang telah dicincang serta dibungkus kain kasa.
2) Menyusun semua bahan dalam bejana plastik seperti pada Gambar 2 dan 3
(Lampiran halaman 30).
2. Pengambilan sampel air
a. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel air yang dilakukan adalah dengan purposive sampling.
Purposive sampling merupakan pemilihan anggota sampel yang didasarkan atas
tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti. Kelebihan dari pengambilan menurut
tujuan ini adalah tujuan dari peneliti dapat terpenuhi (Wikipedia, 2013). Dalam hal
ini sampel air yang diambil di sungai Karang Mumus Jl. Tarmidi dengan
pertimbangan kemudahan akses pengambilan.
b. Cara pengambilan sampel :
1) Menyiapkan alat pengambil sampel (jerigen air)
2) Membilas alat sebanyak 3 kali dengan air yang akan diambil
(3) Meletakkan tabung pada Turbidimeter dan pastikan bahwa tanda panah
pada tabung searah dengan garis yang terdapat pada ruang tabung
Turbidimeter.
(4) Tunggulah sampai pembacaan pada alat telah selesai dengan hasil yang
tertera pada layar kemudian langsung dicetak dengan menekan tombol
“print”.
(5) Mencatat hasil yang diperoleh.
c. Menampung air saringan dalam wadah dan dibagi menjadi 2, ± 500 ml dalam
botol untuk di analisa dan sisanya disaring kembali
d. Menyaring kembali sisa air yang telah melewati penjernihan pertama dan
seterusnya hingga penyaringan ketiga
5. Tahap pengukuran akhir parameter sampel air
Semua data hasil kegiatan penelitian yang sudah diperoleh untuk selanjutnya
penulis tuangkan dalam bentuk Karya Ilmiah.
D.Kandungan dalam kulit pisang
Analisa data yang dilakukan terhadap nilai-nilai parameter sampel air seperti Kekeruhan
dan Logam Fe (Besi) dilakukan dengan menggunakan nilai pada masing-masing parameter
yang diuji dan dibandingkan dengan Standar Baku Mutu.
b. Analisa kemampuan
Analisa kemampuan kulit pisang kepok ini meliputi analisa angka penurunan kadar
parameter dan analisa persentase kemampuan kulit pisang kepok. Analisa penurunan kadar
parameter ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar angka penurunan kadar yang
mampu direspon oleh kulit pisang kepok sebagai media penjernihan, sedangkan analisa
persentase kemampuan ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa persen kemampuan kulit
pisang sebagai media penjernih air dalam proses penjernihan air dengan metode filtrasi.
Rumus berikut digunakan untuk mengetahui kemampuan kulit pisang kepok terhadap
parameter yang di uji (Tutut, 2012) :
1) Angka penurunan
Angka Penurunan = Nilai Parameter Awal - Nilai Parameter Akhir
2) Persentase kemampuan
% = (Nilai Parameter Awal - Nilai Parameter Akhir) x 100%
Nilai Parameter Awal
Dari hasil tersebut dapat diketahui berapa persen kemampuan kulit pisang dalam
peranannya menjernihkan air.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil data yang diperoleh dari penelitian pemanfaatan kulit pisang kepok (Musa acuminate
balbisiana C.) sebagai media penjernihan air yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Hasil pengukuran tingkat kekeruhan dengan alat Turbidimeter
Tabel 1. Hasil pengukuran tingkat kekeruhan air sampel
Tingkat Kekeruhan
No Sampel Dengan Kulit Tanpa Kulit
Pisang Kepok Pisang Kepok
2. Hasil pengukuran kandungan Fe (Besi) dengan SSA di laboratorium Tanah, Air dan
Udara
Tabel 2. Hasil pengukuran kadar Fe air sampel
Kadar Fe (mg/L)
No Sampel Dengan Kulit Tanpa Kulit
Pisang Kepok Pisang Kepok
Tingkat Angka %
No Sampel
kekeruhan penurunan kemampuan
Tingkat Angka %
No Sampel
kekeruhan penurunan kemampuan
Dari data Tabel 3 dan 4 di atas dapat dibuat Grafik penurunan tingkat kekeruhan seperti
yang tercantum pada Gambar 1 sebagai berikut ini :
Gambar 1. Tingkat Penurunan Kekeruhan Penjernihan Air
2) Analisa penurunan kadar Fe dan persentase kemampuan penjernihan air sungai tanpa
menggunakan kulit pisang kepok dan dengan menggunakan kulit pisang kepok terhadap
penurunan kadar Fe air sungai.Angka penurunan kadar Fe dan persentase kemampuan
penjernihan sederhana tanpa menggunakan kulit pisang kepok dan dengan menggunakan
kulit pisang kepok terhadap air sungai yang memiliki kadar Fe dalam air sebesar 0,326
mg/L adalah dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut :
Angka %
No Sampel Kadar Fe
penurunan kemampuan
0,203
1 Air Sungai Penjernihan 1 0,123 mg/L 37,73 %
mg/L
0,095
2 Air Sungai Penjernihan 2 0,231 mg/L 70,85 %
mg/L
0,044
3 Air Sungai Penjernihan 3 0,282 mg/L 86,50 %
mg/L
0,114
Rata-rata 0,212 mg/L 65,02 %
mg/L
Dari data
Tabel 5 dan 6 di atas dapat dibuat Grafik penurunan kadar logam Fe seperti yang tercantum
pada Gambar 2 sebagai berikut ini :
Gambar 2. Tingkat Penurunan Kadar Fe Penjernihan Air
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate balbisiana C.)
sebagai Media Penjernihan Air yang telah diperoleh, maka dilakukan pembahasan sebagai
berikut :
1. Analisa kelayakan sesuai peraturan
Analisa kelayakan yang dilakukan adalah dengan membandingkan nilai parameter yang
diperoleh dari hasil penelitian dengan Standar Baku Mutu yang telah ditetapkan sebagai
berikut :
a. Analisa kelayakan sesuai peraturan
1) Kekeruhan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian maka diketahui tingkat kekeruhan air
sungai Karang Mumus Samarinda sebelum dilakukan penjernihan adalah 7,15 NTU. Hasil
ini belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air dimana standar kekeruhan air adalah 5 NTU.
Pada penjernihan tanpa menggunakan kulit pisang kepok, hasil rata-rata tingkat kekeruhan
yang diperoleh adalah 5,73 NTU. Nilai ini juga belum memenuhi Standar Baku Mutu yang
ditetapkan, namun dengan penjernihan yang dilakukan dengan menggunakan kulit pisang
kepok maka diperoleh hasil rata-rata tingkat kekeruhan adalah sebesar 3,01 NTU. Nilai ini
telah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan.
2) Kandungan Besi (Fe)
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui
kandungan Fe pada air sungai Karang Mumus sebelum dilakukan penjernihan adalah
sebesar 0,326 mg/L. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan Fe belum memenuhi standar
baku mutu kualitas air yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2002
bahwa kandungan Fe yang diperbolehkan adalah sebesar 0,3 mg/L.
Pada penjernihan tanpa menggunakan kulit pisang kepok, hasil rata-rata kadar Fe yang
diperoleh adalah 0,234 mg/L. Nilai ini telah memenuhi standar baku mutu kualitas air yang
telah ditetapkan, namun jika dibandingkan dengan penjernihan menggunakan kulit pisang
kepok, maka hasil rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 0,114 mg/L dan penjernihan
menunjukkan respon yang lebih baik menggunakan kulit pisang kepok dibandingkan tanpa
menggunakan kulit pisang kepok.
Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa persentase kemampuan kulit pisang kepok
terhadap respon penurunan tingkat kekeruhan pada air sungai adalah sebesar 57,85 %. Hal
ini lebih baik dibandingkan dengan penjernihan tanpa menggunakan kulit pisang kepok
yang menunjukkan respon hanya sebesar 19,85 %. Sedangkan untuk persentase
kemampuan kulit pisang kepok terhadap penurunan kadar logam Fe dalam air sungai
adalah sebesar 65,02 %. Hal ini lebih baik dibandingkan dengan penjernihan tanpa
menggunakan kulit pisang kepok yang menunjukkan respon hanya sebesar 28,11 %.
Menurut Hewwet et al (2011), menyebutkan bahwa kulit pisang kepok (Musa acuminate)
didalamnya mengandung beberapa komponen biokimia, antara lain selulosa, hemiselulosa,
pigemen klorofil dan zat pektin yang mengandung asam galacturonic, arabinosa, galaktosa
dan rhamnosa. Asam galacturonic kuat untuk mengikat ion logam yang merupakan gugus
fungsi gula karboksil. Kulit pisang juga terdiri dari atom nitrogen, sulfur dan bahan-bahan
organik seperti asam carboxylic. Zat tersebut dapat berfungsi mengikat molekul pencemar
dalam air. Didasarkan hasil penelitian, selulosa juga memungkinkan pengikatan logam
berat (Endra, 2013).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil data dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis, dapat
diberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Limbah kulit pisang kepok dapat diaplikasikan sebagai media penjernih air.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa limbah kulit pisang kepok
menunjukkan respon terhadap penurunan parameter kekeruhan dalam air sungai. Hal ini
terbukti perolehan angka penurunan terhadap tingkat kekeruhan dengan persentase
kemampuan terhadap penurunan tingkat kekeruhan sebesar 57,85 %. Jika dibandingkan
penjernihan tanpa menggunakan kulit pisang kepok yang hanya menunjukkan persentase
kemampuan terhadap penurunan tingkat kekeruhan sebesar 19,85 %. Dengan mengacu
pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengolahan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dimana standar kekeruhan adalah 5 NTU,
parameter fisika kekeruhan air sungai setelah dilakukan penjernihan dengan kulit pisang
kepok telah memenuhi standar baku mutu kualitas air yang ditetapkan yakni 3,01 NTU. Hal
ini lebih baik jika dibandingkan dengan penjernihan tanpa menggunakan kulit pisang kepok
dengan tingkat kekeruhan yang diperoleh adalah 5,73 NTU.
2. Sedangkan untuk parameter kimia kadar logam Fe (besi) dari hasil penelitian yang
telah dilakukan diketahui bahwa limbah kulit pisang kepok menunjukkan respon terhadap
penurunan parameter logam Fe (besi) dalam air sungai. Hal ini terbukti dengan diperoleh
angka penurunan terhadap tingkat logam Fe dengan persentase kemampuan terhadap
penurunan tingkat logam Fe sebesar 65,02 %. Jika dibandingkan penjernihan tanpa
menggunakan kulit pisang kepok yang hanya menunjukkan persentase kemampuan
terhadap penurunan tingkat logam Fe sebesar 28,11 %. Dengan mengacu pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air dimana standar kadar logam Fe dalam air adalah 0,3
mg/L, setelah dilakukan penjernihan telah memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan
yakni 0,114 mg/L. Hal ini lebih baik jika dibandingkan dengan penjernihan tanpa
menggunakan kulit pisang kepok, dengan hasil kadar logam Fe yang diperoleh adalah 0,234
mg/L.
B. Saran
1. Disarankan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan kulit pisang kepok sebagai
media penjernih air terhadap parameter-parameter lain.
2. Disarankan penelitian lebih lanjut mengenai jangka waktu penggunaan kulit pisang
kepok sebagai media penjernih air sebelum mengalami pembusukan.
3. Disarankan penelitian lebih lanjut agar media kulit pisang kepok dapat diaplikasikan
dalam teknologi filtrasi air skala besar.
4. Disarankan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan limbah kulit pisang bekas
penjernihan air.
5. Disarankan penelitian lebih lanjut mengenai perlakuan terhadap kulit pisang kepok
sebagai media penjernih air seperti membuat arang aktif dari kulit pisang kepok.
Perhitungan
Diketahui :
Jawab :
Ditanya :
Penurunan tingkat kekeruhan dengan menggunakan kulit pisang kepok?
Jawab :
Diketahui :
Ditanya :
pisang kepok ?
Jawab :
Diketahui :
Ditanya :
pisang kepok ?
Jawab :
Diketahui :
Jawab :
Diketahui :
Ditanya :
Jawab :
Diketahui :
Ditanya :
kepok?
Jawab :
% = 0,023 x 100 %
0,326
= 7,05 %
% = 0,12 x 100 %
0,326
= 36,80 %
% = 0,132 x 100
0,326
= 40,49 %
Diketahui :
Ditanya :
DAFTAR PUSTAKA
Djunaedi. 2007. Air Permukaan dan Air Tanah. Gajah Media. Malang
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Kacaribu. 2008. Tesis Kandungan kadar Seng (Zn) dan Besi (Fe) dalam air
minum dari depot air minum isi ulang air pegunungan Sibolangit di kota Medan.
Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5921/1/067006017.pdf Diakses pada
tanggal 15 Januari 2013.
Sujana. 2006. Merakit Sendiri Alat Penjernih Air untuk Rumah Tangga. Kawan Pustaka .
Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya makalah
berjudul “ Alat penjernih air berbahan dasar kulit pisang kepok “ ini dapat terselesaikan
dengan baik. Shalawat bertangkaikan salam tak lupa kami curahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW sang pemimpin sejati, beserta keluarganya, kerabat, sahabat dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini membahas tentang proses pembuatan alat penjernih air dari kulit pisang .
Keunggulan Alat dari kulit pisang kepok, dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses
pembuatan alat penjernih air dari kulit pisang tanduk.
Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu proses pembuatan karya tulis ini sehingga dapat terselesaikan dengan
baik.Semoga makalah ini dapat menjadi acuan bagi masyarakat agar dapat memanfaatkan
limbah kulit pisang tanduk sebagai bahan dasar pembuatan alat penjernih air.
Dalam makalah ini mungkin terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu kami sangat
mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun guna menyempurnakan makalah
ini di masa yang akan datang.
ABSTRAK
Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate balbisiana C.) sebagai Media
Penjernihan Air (di bawah bimbingan DADANG SUPRAPTO).
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kemampuan limbah kulit pisang kepok
(Musa acuminate balbisiana C.) sebagai media penjernih air.
Penelitian ini telah dilaksanakan oleh penulis selama satu bulan pada bulan Juni
2013 dengan sampel air berasal dari perairan Sub DAS Karang Mumus. Untuk analisa
parameter yang diteliti yaitu kekeruhan dilakukan di Laboratorium Tanah dan Air dan
kandungan logam Fe dilakukan di Laboratorium Kualitas Udara dan Cuaca Politeknik
Pertanian Negeri Samarinda.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit pisang kepok menunjukkan respon
dalam penurunan tingkat kekeruhan dan kadar logam Fe dalam air sungai. Air sungai yang
memiliki tingkat kekeruhan sebesar 7,51 NTU setelah dilakukan penjernihan dengan kulit
pisang kepok tingkat kekeruhannya menjadi 3,01 NTU dan telah memenuhi standar baku
mutu yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
1990 Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dimana standar
kekeruhan air adalah 5 NTU, demikian juga dengan kadar logam Fe yang dikandung air
sungai sebesar 0,326 mg/L setelah dilakukan penjernihan dengan kulit pisang kepok
kadarnya menjadi 0,114 mg/L dan telah memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2002 bahwa kandungan Fe yang diperbolehkan
adalah sebesar 0,3 mg/L.
Makalah
“Kulit Pisang Kepok sebagai
Media Penjernih Air”
Nama : Zahra Yuni Shofiah
Kelas : X Airlangga
SMAN 2 SANGATTA
UTARA