Anda di halaman 1dari 12

Jur. Ilm. Kel. & Kons., Mei 2018, p : 96-107 Vol. 11, No.

2
ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN : 2502 – 3594 DOI: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2018.11.2.96

PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN HIV/ AIDS


DI KECAMATAN PURWOKERTO SELATAN

Colti Sistiarani1*), Bambang Hariyadi1), Munasib2), Septi Maria Sari3)

1) Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Jl dr
Suparno Karangwangkal Purwokerto 53123, Indonesia
2) Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Jl dr Suparno

Karangwangkal Purwokerto 53123, Indonesia


3) Program Studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jenderal Soedirman, Jl dr Suparno

Karangwangkal Purwokerto 53123, Indonesia

*)E-mail : coltisistiarani@yahoo.co.id

Abstrak

Kecamatan Purwokerto Selatan masuk dalam zona merah penyebaran HIV/ AIDS di Kabupaten Banyumas. Oleh
karenanya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran keluarga dalam pencegahan HIV/ AIDS. Selama ini
salah satu kendala pencegahan penularan HIV dan AIDS justru berasal dari keluarga. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif melalui metode phenomenology, yaitu dengan melihat persepsi tindakan individu.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada informan utama yaitu suami dan istri. Informan
utama berjumlah enam pasangan suami istri sedangkan informan pendukung berjumlah 3 informan untuk
triangulasi sumber. Analisis data menggunakan content analysis. Hasil penelitian menggambarkan bahwa informan
telah mengetahui informasi tentang HIV/ AIDS, cara penularan, serta pencegahannya. Temuan di lapangan
menunjukkan bahwa pencegahan HIV belum dilakukan secara maksimal baik oleh suami maupun istri. Hal ini
disebabkan istri tidak memiliki kontrol terhadap suami tentang perilaku seksual. Sosialisasi tentang pencegahan
HIV/ AIDS serta upaya pemberdayaan keluarga juga belum optimal dilaksanakan terkait pendidikan kesehatan
dalam mencegah penularan HIV/ AIDS. Tindak lanjut penelitian ini yaitu pentingnya upaya penyebarluasan
informasi tentang HIV/ AIDSkepada keluarga dan masyarakat.

Kata kunci : AIDS, HIV, keluarga, pencegahan, peran

Family Role to Prevent HIV/AIDS at South Purwokerto Subdistrict


Abstract

There are still many obstacles in prevention program of HIV and AIDS, especially for prevention program with
family-based. Southern Purwokerto Subdistrict is in the red zone of HIV and AIDS spread in Banyumas District.
The purpose of the study was to examine the role of families in preventing HIV and AIDS. This type of research
was qualitative research through phenomenology method by seeing perception about individual action. Data
collection was conducted through in-depth interviews to key informants that were husbands and wives informant.
The main informants were 6 husbands and wives couples while the comparison informants were 3 informants for
the source triangulation. Data analysis used content analysis. The results of this study illustrated that the couples
already know about HIV/ AIDSinformation, how to spread HIV and AIDS, and how to prevent HIV and AIDS. The
role of HIV prevention had not been done optimally either by husband and wife. Wife had no control over her
husband about sexual behavior. Socialization on HIV/ AIDSprevention and family empowerment efforts was also
not optimally implemented related to health education in preventing HIV/ AIDStransmission. The follow up of this
research is the importance of efforts to disseminate information about HIV and AIDS to families and communities.
Key words : AIDS, HIV, family, perception, stigma

PENDAHULUAN berkembangnya kuman penyakit. HIV/ AIDS


menular melalui kontak seksual yaitu terdapat
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada cairan sperma dan cairan vagina, alat
merupakan penyakit yang disebabkan oleh suntik yang terkontaminasi seperti penggunaan
virus Human Immunodefficiency Virus (HIV). narkoba suntik, dan juga penularan melalui ibu
Virus ini menyerang sel darah putih sehingga ke janin (Shaluhiyah et al., 2013). Kondisi kasus
dapat merusak sistem kekebalan tubuh. Jika HIV/ AIDS berdasarkan Sistem Informasi HIV/
hal tersebut terjadi, maka tubuh menjadi rentan AIDS dan IMS (SIHA) pada triwulan 2017
terhadap penyakit. Tubuh yang lemah dan tidak menunjukkan beberapa fakta yang
berdaya melawan penyakit menyebabkan membutuhkan perhatian lebih untuk dapat
Vol. 11, 2018 PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN HIV/ AIDS 97

mencegah dan menanggulanginya.Jumlah membuat wanita tidak ingin mendiskusikan


infeksi HIV dilaporkan sebanyak 10.376 orang masalah seks dengan suaminya.
sedangkan jumlah penderita AIDS mencapai
673 orang pada triwulan 2017. Persentase Kajian sebelumnya di Kecamatan Purwokerto
kasus HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok Selatan, menunjukkan bahwa 74 persen ibu
usia 25-49 tahun yaitu sebanyak 69,6 persen, atau istri merasa tidak mudah tertular HIV dan
sedangkan kasus AIDS tertinggi pada rentang AIDS. Hal tersebut disebabkan istri merasa
usia 30-39 tahun yaitu sebesar 38,6 persen. tidak mungkin tertular dari suami (16,0%).
Jumlah penderita AIDS pada ibu rumah tangga Selain itu, hampir setengah perilaku istri
sebesar 12,3 persen. Provinsi Jawa Tengah (44,0%) dalam pencegahan HIV dan AIDS
merupakan provinsi yang berada di urutan ke-3 terkategori kurang baik (Sistiarani et al., 2016).
terbanyak kasus AIDS yaitu kasus HIV yang Hasil penelitian di Yogyakarta menyebutkan
mencapai 6.531 kasus. Perincian kasus HIV di bahwa sikap ibu pada kelompok ibu yang
Jawa Tengah sebanyak 18.038 kasus, memiliki suami yang tidak berisiko terkena HIV
sedangkan kasus AIDS mencapai 6.531 kasus masih kurang peduli. Ibu menyatakan tidak
(Kemenkes, 2017). mungkin tertular HIV dari suami sedangkan
pada wilayah yang terkategori Desa Peduli
Kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Banyumas AIDS, ibu lebih memahami definisi, penyebab,
berdasarkan data Profil Kesehatan Dinas penularan, pengobatan dan perawatan serta
Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2016 tes HIV AIDS (Setiyawati, Shaluhiyah, & Cahyo
ditemukan pada rentang usia 15-34 tahun yang 2014). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
jumlahnya mencapai 325 kasus. Selanjutnya, hubungan status perempuan dan sikap gender
pada rentang usia 35-44 tahun yaitu 234 kasus berperan dalam membentuk risiko terhadap
dan 45 tahun ke atas sebanyak 117 kasus. HIV-AIDS. Hal ini disebabkan perbedaan peran
Kasus HIV/AIDS paling banyak ditemukan laki-laki dan perempuan, keeratan hubungan,
pada warga yang bekerja menjadi wiraswasta kemiskinan, dan kesetaraan gender. Istri hanya
dengan kasus sebanyak 220 kasus, ibu rumah menuruti kehendak suami sehingga tidak dapat
tangga 157 kasus, dan karyawan swasta 123 memutuskan sendiri segala sesuatu yang
kasus. Kasus yang semakin meningkat di berkaitan dengan akses ke pelayanan
Kabupaten Banyumas menginiasi terbentuknya kesehatan termasuk layanan konseling. Bukit
Perda tentang Penanggulangan HIV-AIDS. dan Simanjutak (2015) menyatakan bahwa
Perda No 14 Tahun 2015 tentang laki-laki memiliki peran besar dalam
Penanggulangan HIV/AIDS juga telah mengendalikan keadaan rumah tangga, baik
dikembangkan di Kabupaten Banyumas. Hal dalam hal keuangan, pengambilan keputusan,
tersebut menjadi acuan Dinas Kesehatan dan pekerjaan.
Kabupaten Banyumas untuk melakukan
pencegahan HIV dan AIDS melalui kerja sama Friedman (2010) menyebutkan bahwa keluarga
dengan tenaga kesehatan, bidan, PKK, kader memiliki fungsi yaitu fungsi afektif, fungssi
kesehatan, camat, kepala desa, dan sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi
Puskesmas untuk selanjutnya membentuk dan fungsi perawatan kesehatan. Fungsi
forum Warga Peduli AIDS (WPA). keluarga dapat terlaksana melalui upaya-upaya
yang diwujudkan melalui peran suami dan istri
Perempuan lebih mudah terserang virus HIV secara bersama-sama dalam mencapai fungsi
yang berdampak epidemik dibandingkan dalam keluarga. Fungsi perawatan kesehatan
laki-laki karena alasan biologis, sosiokultural, tercermin pada aspek penyediaan kebutuhan
dan ekonomi. Pencegahan penyebaran infeksi fisik makanan, pakaian tempat tinggal dan
HIV dapat dilakukan melalui program-program perawatan kesehatan. Pencegahan penularan
berbasis kesetaraan gender dan HIV/ AIDS merupakan salah satu perwujudan
pemberdayaan perempuan (WHO & ILO, upaya pencapaian fungsi perawatan kesehatan.
2005). Hasil penelitian Yulianti (2013) Upaya pencegahan penularan HIV/ AIDS
menyatakan bahwa perempuan tidak dapat seyogyanya dilakukan melalui upaya
menolak hubungan seksual dengan suaminya peningkatan peran suami dan istri secara
dan tidak dapat meminta suami untuk bersama-sama untuk memproteksi diri dari
menggunakan kondom ketika melakukan penularan HIV-AIDS.
hubungan tersebut yang kemudian
memperbesar resiko terjangkit HIV/ AIDS Upaya preventif terkait pelayanan kesehatan
ketika suami sudah terinfeksi. Faktor tabu HIV dan AIDS dapat dilakukan melalui
dalam membicarakan seks, kesehatan peningkatan gaya hidup sehat, memahami
reproduksi, dan informasi terkait seksualitas bahaya, dan pencegahannya melalui tindakan
asertif dari penyakit HIV-AIDS. Tindakan asertif
98 SISTIARANI, HARIYADI, MUNASIB, & SARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

adalah suatu kemampuan untuk menunda pengobatan atau bahkan mengakhiri


mengomunikasikan hal yang diinginkan kepada pengobatan penyakit HIV maupun untuk
orang lain, namun tetap menjaga dan mengatasi adiksi akibat narkoba suntik (Ardani
menghargai orang tersebut. Sikap asertif & Handayani, 2017). Menurut Mahajan et al.
menuntut seseorang untuk konsisten dan jujur (2008), stigma yang dirasakan berkaitan
dalam mengespresikan perasaan, pendapat, dengan empat komponen yang mencakup: 1)
dan kebutuhan secara sadar tanpa individu membedakan dan memberi label
memanipulasi. Pencegahan HIV dan AIDS perbedaan pada manusia, 2) kepercayaan
dapat dilakukan melalui konsep pendekatan budaya yang dominan yang menghubungkan
ABCD, yaitu A (Abstinence) artinya absen seks orang berlabel dengan karakteristik yang tidak
atau tidak melakukan hubungan seks bagi diinginkan (atau stereotip negatif), 3) orang
orang yang belum menikah; B (Faithful) artinya berlabel ditempatkan dalam kategori yang
bersikap setia kepada satu pasangan seksual berbeda untuk mencapai beberapa derajat
(tidak berganti pasangan seks); C (Condom) pemisahan "kita" dari "mereka", dan 4) orang
artinya cegah penularan HIV melalui berlabel mengalami status kehilangan dan
penggunaan kondom; dan D (Drug) artinya diskriminasi yang menghasilkan hasil yang
tidak menggunakan narkoba (Shaluhiyah et al., tidak setara. Pemberian stigma tergantung
2013). Ibu kurang dapat bersikap asertif pada ketidaksetaraan dalam kekuatan sosial,
dikarenakan takut dan merasa tergantung pada ekonomi, dan politik yang memungkinkan
suami sehingga kurang terbuka dengan keempat komponen stigma tersebut terungkap.
masalah seksual dan kurang percaya diri. Hal
tersebut salah satunya disebabkan oleh Indikator untuk mengukur stigma antara lain
adanya stigma yang dipersepsikan dalam menilai berdasarkan aspek sosio-kognitif
membangun hubungan suami istri. stigma. Stigma dapat diamati dari perspektif
'stigmatizers', yang mencakup masyarakat
Stigma merupakan proses kehilangan umum atau kelompok tertentu seperti petugas
kepercayaan diri seseorang di mata orang lain. layanan kesehatan dan perspektif 'stigmatisasi'
Faktor penyebab munculnya stigma dan yang mencakup ODHA atau kelompok berisiko
diskriminasi dalam konteks ini yaitu kurangnya tinggi seperti pekerja seks komersial. Indikator
pengetahuan mengenai HIV-AIDS, persepsi untuk menilai sikap stigmati dilakukan dengan
yang salah tentang cara penularan HIV-AIDS, mengukur jarak dan dukungan sosial untuk
laporan kasus epidemik dan anggapan tindakan yang dilakukan. Indikator-indikator ini
penyakit HIV/ AIDS yang tidak dapat menilai kesediaan seseorang untuk berinteraksi
disembuhkan, serta prasangka dan ketakutan dengan ODHA dalam berbagai situasi, melalui
yang berlebihan terhadap masalah sosial yang serangkaian pertanyaan hipotetis tentang
sensitif (Sofro & Sujatmoko, 2010). Stigma interaksi di rumah, lingkungan, dan tempat
adalah cap buruk terhadap orang yang kerja. Indikator tersebut juga menanyakan
mengidap HIV dan AIDS. Stigma ada dua jenis, tentang dukungan seseorang untuk
yaitu: felt stigma berupa persepsi norma mengarantinakan ODHA atau menolak
masyarakat dan enacted stigma yaitu berupa masuknya ODHA ke wilayah tertentu.
tindakan diskriminasi yang jelas. Stigma dan Kumpulan indikator lainnya memunculkan data
diskriminasi merupakan kendala dalam upaya tentang reaksi emosional terhadap ODHA.
pendekatan program penanggulangan HIV dan Indikator ini dirancang untuk mengukur sejauh
AIDS. Adanya stigma dan diskriminasi mana seorang individu menyalahkan ODHA
membuat seseorang tidak mau melakukan tes atas penyakit yang dialami, menganggap HIV
HIV dan menyembunyikan status penyakitnya sebagai pembalasan dari Tuhan, dan
sehingga pengobatan dan akses layanan menimbulkan kemarahan, ketakutan, atau jijik
kesehatan kurang optimal. Hal membuka terhadap ODHA. Dalam menilai stigma yang
peluang penyebaran penyakit yang sulit dirasakan atau dialami di antara ODHA,
dikendalikan (Shaluhiyah et al., 2013). indikator mencakup cara ODHA merasa dan
merespon pasangan, teman, keluarga dan
Stigma juga berasal dari dalam diri sendiri dan masyarakat dalam memperlakukan ODHA
dari luar. Stigma dari dalam yaitu rasa takut secara umum (Mahajan et al., 2008).
pada diri ODHA (Orang dengan HIV/ AIDS)
Hasil penelitian Retnowati (2017) menyatakan
yang menginternalisasikan stigma dari luar.
bahwa tingkat pengetahuan tokoh agama
Stigma dari luar pada ODHA penguna narkoba
tentang HIV/AIDS di Kabupaten Banyumas
suntik (penasun) diterima dalam bentuk
terkategori kurang yaitu sebesar (59,1%)
diskriminasi, intimidasi, serta pembiaran.
sedangkan pengetahuan yang baik sebanyak
ODHA penasun yang terstigma kemungkinan
40,9 persen. Selain itu, lebih dari satu perdua
membatasi diri untuk mencari bantuan,
partisipan penelitian (55,5%) melakukan stigma
Vol. 11, 2018 PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN HIV/ AIDS 99

terhadap ODHA sedangkan yang tidak dan tokoh masyarakat. Batasan konsep dalam
melakukan stigma sebanyak 45,5 persen. Hasil penelitian ini mengidentifikasi pemahaman
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa informan tentang penyakit HIV dan AIDS,
terdapat hubungan antara pengetahuan penyebab HIV/AIDS, penularan HIV/AIDS.
dengan stigma tokoh agama terhadap ODHA. Penelitian ini juga mengidentifikasi pemahaman
Berdasarkan pemaparan berbagai fakta stigma HIV dan AIDS dan tindakan yang
empiris di atas maka penelitian ini mempunyai dilakukan jika berhadapan dengan penderita
tujuan untuk mengidentifikasi gambaran HIV/ AIDS serta upaya yang dilakukan untuk
tentang peran keluarga dalam pencegahan mencegah HIV dan AIDS.
HIV/ AIDSsehingga diperoleh pemahaman
tentang penyakit dan stigma HIV AIDS, Langkah pengumpulan data meliputi tahap
persepsi stigma, serta upaya yang dilakukan pralapangan, menentukan daerah/lokasi
individu dan keluarga dalam upaya penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan
pencegahan HIV dan AIDS. menilai keadaan lapangan, memilih dan
memanfaatkan informan, pertimbangan etika
METODE penelitian. Etika penelitian dilakukan dengan
cara memberitahukan secara terbuka maksud
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan dan tujuan penelitian, menghargai informan,
metode phenomenology yaitu studi memahami serta menuliskan segala yang diinformasikan
pengalaman tentang fenomena dan situasi. informan sesuai dengan keadaan aslinya.
Phenomenology merupakan bagian Pengolahan dan analisis data dikumpulkan dan
pemahaman informan terhadap fenomena yang dituliskan dalam bentuk laporan lapangan.
muncul dalam kesadaran dan pengalaman Setelah pengolahan data, proses selanjutnya
informan. Tujuan dari metode phenomenology yaitu interpretasi atau penafsiran data (Martha
adalah untuk memberikan gambaran yang & Kresno, 2016). Data penelitian dianalisis
akurat dari fenomena yang dipelajari. menggunakan proses induktif, artinya data
Phenomenology bukan hanya metode dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian
penelitian tetapi juga filosofi dan pendekatan. disimpulkan secara umum. Analisis data yang
Peneliti berusaha memahami arti yang lebih digunakan menggunakan metode content
dalam dan lebih lengkap dari sekadar analysis, yaitu analisis berdasarkan topik dan
pengalaman tertentu (Martha & Kresno, 2016). masing-masing wawancara terdiri dari
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan beberapa topik dalam kategori.
Teluk Kecamatan Purwokerto Selatan
Kabupaten Banyumas.Kecamatan Purwokerto HASIL
Selatan merupakan zona merah di Kabupaten
Banyumas, Provinsi Jawa Tengah untuk Karakteristik informan utama dan
penyebaran HIV/AIDS. pendukung

Penelitian ini menggunakan proses menggali Dilihat dari usia, informan istri yang paling tua
informasi melalui wawancara mendalam semi berumur 49 tahun dan usia termuda 34 tahun.
terstruktur melalui personal kontak dengan cara Tingkat pendidikan terendah yaitu tamat SD
mencari informan secara langsung di dan pendidikan tertinggi yaitu SMP. Informan
masyarakat. Informan utama sebanyak enam suami paling tua berusia 53 tahun dan usia
pasang suami dan istri. Wawancara mendalam termuda 38 tahun. Berdasarkan tingkat
dilakukan untuk menggali informasi; memahami pendidikan, informan suami memiliki tingkat
pandangan, pengetahuan tentang penyakit pendidikan tertinggi tamat SMA dan paling
HIV-AIDS; persepsi stigma; serta upaya/peran rendah tamat SMP. Informan pendukung terdiri
keluarga dalam pencegahan HIV-AIDS. Teknik atas tokoh agama (satu informan), serta tokoh
pemilihan informan menggunakan teknik masyarakat yaitu Ketua RT (dua informan).
purposive sampling. Kriteria pemilihan informan Informan tokoh masyarakat memiliki pekerjaan
yaitu informan yang berdomisili tetap di sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan usia 45
Kecamatan Purwokerto Selatan dan bersedia tahun dan 60 tahun. Sementara itu, informan
menjadi informan. Kriteria eksklusif yaitu tokoh agama berusia 55 tahun.
informan yang tidak memiliki pasangan karena
telah bercerai/ditinggal pasangan. Pendekatan Berdasarkan wawancara mendalam tentang
untuk mengukur validitas data kualitatif HIV/ AIDS dan stigma, informan menyatakan
dilakukan melalui triangulasi data yaitu telah memahami informasi tentang HIV dan
melakukan wawancara dengan informan AIDS. Informan mengerti bahwa HIV/ AIDS
berbeda yaitu melakukan wawancara terhadap disebabkan oleh virus yang dapat menularkan,
tiga informan pendukung yaitu tokoh agama berbahaya, dan mematikan.
100 SISTIARANI, HARIYADI, MUNASIB, & SARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

Tabel 1 Pandangan Informan tentang HIV dan AIDS


Pertanyaan Pandangan Informan
Penyakit HIV dan AIDS 1. Penyakit berbahaya karena belum ada obatnya
2. Penyakit menular akibat virus
3. Penyakit karena hubungan bebas/ hubungan seks
Cara penularan HIV-AIDS 1. Lewat jarum suntik
2. Hubungan seksual/free sex
3. Tranfusi darah
4. Ibu ke janin
5. Konsumsi narkoba
Jika berhadapan dengan 1. Dijauhi soalnya takut tertular
ODHA 2. Diberi dukungan
3. Diperlakukan sewajarnya
4. Jangan dijauhi
5. Waspada
6. Dibantu
Cara mencegah HIV-AIDS 1. Tidak selingkuh/ hindari free sex
2. Periksa ke pelayanan kesehatan
3. Saling berkomunikasi dengan suami
4. Pakai kondom
5. Setia sampai akhir dengan pasangan
6. Keluarga saling mendukung
Sumber informasi HIV-AIDS 1. TV
2. Papan informasi
3. Pelayanan Kesehatan
4. Leaflet
5. Majalah/buku
“Belum terlalu paham, Mbak. Nek
Beberapa kutipan dari informan adalah sebagai
Bapak tah mungkin tahu lebih
berikut:
banyak…” (K, 42 tahun)
“Nggak tahu loh, Mbak, cuma
“HIV ya penyakit kelamin apa
pernah dengar sendiri-sendiri
ya…ya menular” (Y, 34 tahun)
saja….. nggak pernah diomongin
“HIV dan AIDS itu suatu penyakit
dengan suami” (N, 34 tahun)
`menular..” (N, 35 tahun) “Ya, belum tahu, Mbak, kesehatan
“Penyakit akibat virus atau bakteri reproduksi gitu ya,..” (T, 46 tahun)
lupa saya mbaa…yang menyerang
“Suka hubungan sembarangan,
kekebalan tubuh” (F, 40 tahun)
pergaulannya bebas…dijauhi ya
takut tertularlah” (S, 37 tahun)
Selanjutnya, seperti yang tersaji di Tabel 1,
dapat diketahui bahwa HIV/AIDSmerupakan Seluruh informan menyatakan tidak pernah
penyakit menakutkan yang menular melalui mengakses pelayanan kesehatan untuk
hubungan seksual/kelamin. Menurut informan memeriksakan status HIV. Informan juga tidak
penyakit ini dapat tertular oleh orang yang pernah mendapatkan informasi terkait layanan
memiliki tabiat yang buruk/tidak benar. pemeriksaan status HIV melalui klinik yang
Informan menyatakan jika berhadapan dengan memberikan pelayanan pemeriksaan status
ODHA lebih membatasi diri dikarenakan HIV. Berikut kutipan pernyataan informan
khawatir apabila tertular. Dalam penelitian ini terkait hal tersebut:
informan juga menyatakan akan
memperlakukan sewajarnya serta tidak “Saya tidak pernah periksa HIV,
mengucilkan dan memberi semangat kepada Mbak” (SR, 54 tahun)
ODHA untuk dibantu. “Kalau periksa, ya, ke Puskesmas
Mbak, kalo pemeriksaan HIV sih
Seluruh informan menyatakan telah
belum pernah” (R, 31 tahun)
mengetahui informasi tentang HIV/AIDS,
“Informasi jarang ada sih, Mbak…
terutama definisi dan cara penularan, serta
kalau saya belum pernah. Cuma
stigma yang melekat di masyarakat seputar info
dengar-dengar saja mba.” (K, 42
HIV-AIDS. Informan memersepsikan HIV
tahun)
sebagai penyakit yang disebabkan azab karena
pergaulan tidak benar. Berikut ini pernyataan
informan melalui kutipan hasil wawancara:
Vol. 11, 2018 PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN HIV/ AIDS 101

“Informasi ya paling dari HP, “Pokoknya istri ya nurut sama


sosialisasi saya jarang ikut” (N, 31 suami, harus setia pokoknya,
tahun) nggak pernah tahu suami ngapain,
“Informasi dari bidan kalau pas saya percaya saja sama suami”
Posyandu juga” (T, 46 tahun) (S, 34 tahun)
“Informasi dari TV, kadang ada “Budaya patriarki di sini masih
film menceritakan tentang HIV” (S, ada, Mbak, tapi sekarang ya
36 tahun) lumayan ibu-ibu sudah mulai aktif
di masyarakat” (F, 40tahun)
Seluruh informan menyatakan bahwa tidak “Istri harus sopan dan tidak
pernah berdiskusi dengan suami tentang topik seenaknya, harapannya kalau istri
kesehatan reproduksi khususnya tentang sopan nanti suaminya jadi sayang”
perilaku seksualitas. Informan menganggap (Y, 38 tahun)
tabu membicarakan hal tersebut dengan
suami/pasangan. Pendapat informan mengenai Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
penggunaan kondom untuk mencegah HIV dan pendukung menyatakan bahwa informasi
AIDS menyatakan bahwa kesehatan tentang HIV/ AIDS melalui program
pemberdayaan masyarakat masih kurang
“Nggak pernah sih, Mbak, dalam pelaksaannya. Menurut informan
membicarakan dengan suami pendukung, perlu adanya penyuluhan
tentang kesehatan reproduksi kesehatan dari desa, kecamatan, dan
termasuk aktivitas seksual” (N, 34 Puskesmas Cilongok sehingga upaya
tahun) pencegahan HIV/ AIDS melalui pemberdayaan
“Saya tidak pernah pakai kondom masyarakat akan menjadi lebih baik. Berikut
ketika melakukan hubungan kutipan pernyataan informan pendukung yang
seksual” (T, 34 tahun) dilakukan melalui wawancara mendalam:
“Perilaku seksual suami kalau di
luar saya tidak pernah tahu, Mbak” “Belum pernah ada kegiatan
(S, 38 tahun) seperti itu, Mbak” (G/Tokoh
Agama, 55 tahun)
Perilaku seksual yang berisiko pernah “Untuk pemberdayaan belum ada,
dilakukan oleh salah satu informan yaitu suami. Mbak, mungkin kalau ada
Informan suami menyatakan pernah melakukan penyuluhan dari pihak terkait
hubungan seksual dengan orang lain selain seperti Desa, Kecamatan,
dengan istri. Berikut pernyataan informan: Puskesmas, ya malah lebih baik”
(W/Ketua RT, 60 tahun)
“Ya, manusialah, saya tidak sesuci “Memerangi HIV/ AIDS ya dari
itu.. pernah terjadi seperti itu.. nek keluarga dulu, mungkin informasi
wong putih kaya ngapa rasane, dari PKK tentang apa itu
wong ireng kaya ngapa rasane… HIV-AIDS” (S/Tokoh Masyarakat
(N, 38 tahun) 45 tahun)
“Kalau saya pernah juga
terpengaruh karena mengikuti Berdasarkan pendapat informan terkait peran
arus, senang senang, ikut-ikut masyarakat dalam mengurangi stigma
teman (sambil tertawa)” (T, 51 terhadap penyakit HIV/ AIDS dikatakan bahwa
tahun) dari RT pernah ada sosialisasi dan pengarahan
“Ya, saya pernah dulu waktu baru untuk tidak mengucilkan warga yang terkena
punya istri yang kedua…dulu kan HIV-AIDS. Akan tetapi sosialisasi yang lebih
masih muda.. kadang llihat orang banyak dilakukan berupa arahan/ imbauan
kok cantik gituu, ya gitulah, Mbak, supaya warga terhindar dari penyakit
laki-laki sih....” (S, 52 tahun) HIV-AIDS. Berikut pernyataan informan :
Seluruh informan istri menyatakan tidak dapat
“Paling pengarahan, warga dikasih
melakukan kontrol atas perilaku seksual
tahu kalau ada warga yang
suaminya, hanya pasrah dan menurut pada
terkena ya jangan dijauhkan,
suami. Informan tidak menggunakan
jangan dikucilkan” (P/Ketua RT, 60
kesempatan untuk tawar-menawar kepada
tahun)
suami. Hal ini disebabkan budaya patriarki yang
“Pencegahan melalui upaya
masih kental pada masyarakat desa. Berikut
pemberdayaan lebih utama untuk
kutipan hasil wawancara dengan informan :
102 SISTIARANI, HARIYADI, MUNASIB, & SARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

dilakukan” (B/tokoh agama, 55 Seluruh informan baik yang memiliki tingkat


tahun) pendidikan dasar maupun menengah belum
“Jarang ada pertemuan, paling ya mengetahui informasi tentang stigma dan
pengarahan PKK yang dilakukan pencegahan HIV dan AIDS serta belum pernah
melalui perkumpulan sehingga melakukan pemeriksaan HIV dan AIDS. Hasil
bisa dibicarakan. Kalau ada yang penelitian Dunlap (2016) menunjukkan bahwa
sakit, ya dibantu” (T/Tokoh responden memiliki pengetahuan tentang HIV
masyarakat, 45 tahun) yang meliputi cara penularan dan mengetahui
bahwa infeksi HIV dapat menyebabkan AIDS,
PEMBAHASAN namun pengetahuan mereka tentang waktu
paparan dan infeksi sebagian besar tidak tepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu atau Responden pada penelitian Dunlap (2016)
istri belum memahami tentang HIV dan AIDS menyatakan bahwa HIV dipercaya merupakan
karena masih kurangnya sosialisasi dan virus yang mematikan walaupun dilakukan
kegiatan pendidikan kesehatan reproduksi, pengobatan. Sebagian besar responden
khususnya tentang penyakit HIV dan AIDS. tersebut melaporkan bahwa telah menjalani tes
Sosialisasi kesehatan yang sudah pernah HIV beberapa kali dan mendapat pembelajaran
dilakukan seperti sosialisasi demam berdarah. tentang HIV di sekolah, sedangkan responden
Beberapa informan masih salah dalam yang lebih tua (pertengahan 40an sampai 60)
memahami istilah HIV dan IVA adalah dua hal melaporkan pengetahuan mereka berasal dari
yang berbeda sehingga sosialisasi informasi televisi atau jalanan.
kesehatan yang telah diperoleh tidak lengkap.
Hasil penelitian lain menyatakan bahwa tingkat
Selain itu, hasil penelitian juga menemukan pengetahuan ibu tergolong rendah serta ada
bahwa nformasi mengenai HIV dan AIDS yang hubungan antara pengetahuan HIV dengan
didapat suami dan istri berbeda karena perilaku pencegahan HIV dan AIDS.
kurangnya komunikasi keluarga dalam bertukar Pemahaman yang kurang tepat tentang
informasi. Komunikasi keluarga merupakan hal informasi HIV dan AIDS dapat dipengaruhi oleh
yang penting sebagai penentu ketahanan tingkat pendidikan seseorang (Octavianty et al.,
keluarga untuk mencegah tertularnya 2015). Kurangnya pengetahuan masyarakat
HIV-AIDS. Informan menyatakan bahwa terhadap masalah HIV dan AIDS dari sudut
pencegahan HIV dan AIDS dapat dilakukan pandang agama, mitos yang ada dalam
dengan memeriksakan diri ke dokter atau masyarakat dapat memengaruhi tindakan
pelayanan kesehatan seperti Puskesmas stigma dan diskriminasi HIV dan AIDS (Ahwan,
namun kenyataannya para informan juga 2014).
belum pernah memeriksakan status HIV ke
pelayanan kesehatan. Menurut Najib (2015), Pengetahuan tidak berhubungan dengan
berbagai solusi permasalahan HIV dan AIDS kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS)
yang dapat dilakukan diantaranya sedangkan perilaku berkaitan kejadian IMS.
melaksanakan bimbingan sosial, pemberian Perilaku seksual berkaitan dengan penggunaan
konseling, dan pelayanan sosial termasuk kondom, jumlah pasangan seksual, serta
pelayanan kesehatan sebagai langkah untuk pencegahan komprehensif HIV dan AIDS.
mengantisipasi agar kematian akibat HIV dapat Responden dengan tingkat pengetahuan yang
dihindari serta upaya untuk meningkatkan lebih tinggi, kematangan usia ketika mulai aktif
harapan hidup. seksual, tidak melakukan perilaku seksual
berisiko akan lebih dapat menurunkan kejadian
Ketidakpahaman masyarakat mengenai HIV/ IMS (Gani & Utomo, 2016). Suami dan istri
AIDS merupakan salah satu faktor penyebab memiliki peran yang berbeda dalam
munculnya stigma dan diskriminasi. Stigma pencegahan HIV-AIDS. Istri cenderung
dan diskriminasi akan mendorong munculnya mengikuti keinginan suami dan tidak memiliki
pelanggaran hak asasi pada ODHA dan kemampuan dalam upaya pencegahan HIV/
keluarganya. Stigma dan diskriminasi dapat AIDS dalam keluarga. Perilaku pencegahan
menyebabkan keparahan akan epidemik Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV
HIV-AIDS. Hal tersebut akan menghambat dan AIDS dengan menggunakan kondom
upaya pencegahan dan pemenuhan akses masih belum dilakukan. Hal tersebut
pelayanan dan pengobatan HIV/ AIDS yang dikarenakan merasa tidak melakukan perilaku
masih kurang (Shaluhiyah, Musthofa, & seksual berisiko dengan orang lain (Abhinaja &
Widjanarko 2015). Astuti, 2013).
Vol. 11, 2018 PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN HIV/ AIDS 103

Informan suami menyatakan bahwa seseorang Perilaku seksual dapat menyebabkan


akan melakukan hubungan seksual dengan penularan HIV/ AIDS di dalam keluarga
pasangan lain selain istri di rumah karena terutama pada pasangan dan anak. Kurangnya
berbagai faktor seperti keadaan dalam informasi istri tentang perilaku seksual yang
keluarga, hubungan suami istri yang kurang dilakukan oleh suami akan menyebabkan istri
harmonis, istri tidak dapat memuaskan tidak dapat mengontrol dan menekan perilaku
kehendak suami, suami merasa jenuh, dan juga seksual suami. Hal ini juga menyebabkan
pengaruh lingkungan sosial atau teman dalam perempuan lebih rentan terhadap penularan
bergaul. Lingkungan pergaulan kurang baik HIV-AIDS. Kerentanan perempuan terhadap
mengakibatkan seseorang cenderung HIV/ AIDS lebih banyak disebabkan oleh
terpengaruh dan ikut melakukan perbuatan ketimpangan gender seperti perempuan tidak
berisiko. Hal ini sesuai dengan penelitian bisa mengontrol perilaku pasangan, serta
Setyadani (2013) yang menemukan bahwa kurangnya akses untuk mendapatkan informasi
alasan seseorang melakukan seks bebas dan pelayanan HIV-AIDS. (Lestari, Hargono, &
adalah karena nafsu yang timbul, rasa suka Subarniati, 2013).
sama suka, dan ikut-ikutan teman.
Budaya patriarki dapat dikaitkan dengan
Hasil penelitian Gyawali et al. (2014) berbagai permasalahan sosial dan realitas di
menunjukkan bahwa perempuan usia Indonesia. Menurut Sakirna dan Siti (2017),
reproduktif yang menikah telah mengetahui munculnya masalah sosial karena ada tekanan
tentang HIV sebesar (70,2%). Perempuan terhadap kebebasan dan pelanggaran hak
menyatakan bahwa seks yang tidak aman, perempuan. Perempuan cenderung mengalami
transfusi darah yang terinfeksi, berbagi jarum ketidakadilan gender akibat subordinasi yaitu
suntik, dan transmisi ibu ke anak merupakan posisi perempuan yang cenderung di bawah
cara penularan HIV. Upaya pencegahan HIV laki-laki/suami. Pengsubordinasian dianggap
dan AIDS dapat dilakukan melalui penggunaan sebagai sesuatu yang digambarkan struktural
kondom jika melakukan seks di luar nikah, budaya patriarki. Budaya patriarki yang
penggunaan jarum suntik steril, membatasi dibentuk dalam masyarakat menempatkan
seks dengan pasangan dan keamanan darah. perempuan sebagai penerima nafkah dan
Seks di luar nikah, berbagi jarum suntik dan hanya berperan di sektor domestik. Menurut
pisau cukur dianggap perilaku berisiko. Di luar Dalimoenthe (2011), faktor sosiokultural
itu, sekitar (4,9%) perempuan memiliki memengaruhi perempuan tidak dapat menolak
pengalaman seksual di luar nikah. Perempuan hubungan sosial dengan pasangannya. Faktor
yang melakukan seks di luar nikah tabu membicarakan seks, kesehatan
menggunakan kondom secara teratur reproduksi, dan informasi lainnya membuat
sebanyak (26,6%). Perempuan usia reproduktif perempuan sulit membicarakan masalah seks
yang menikah memiliki kesadaran terbatas dengan pasangannya. Penelitian Esariti (2016)
mengenai penularan HIV dan tindakan menyatakan tentang pentingnya kontribusi
pencegahan. Praktik pencegahan HIV masih rumah tangga miskin untuk mengakses
kurang sehingga menunjukkan adanya informasi dan manfaat program terkait dengan
kesenjangan pengetahuan dan perilaku. pola relasi gender dan konstruksi sosial
masyarakat.
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa istri
setiap hari menghabiskan waktunya di rumah Hasil penelitian Sistiarani, Elviera dan Anandari
mengurus keluarga yang cenderung tidak (2016) menyatakan bahwa hampir dua pertiga
melakukan perilaku berisiko seksual. Hal ini istri (62,0%) memiliki keyakinan positif terkait
sesuai penelitian Sari dan Suwartiningsih upaya pencegahan HIV dan AIDS. Ditemukan
(2013) yang menyatakan bahwa ibu atau istri juga bahwa hampir sepertiga istri (22,0%)
memiliki perilaku seksual tidak berisiko setuju penularan HIV tidak dapat dicegah
sehingga kemungkinan apabila tertular infeksi dengan cara apa pun dan istri tidak punya
HIV dan AIDS berasal dari suami. Perilaku kewenangan untuk menawarkan kondom
seksual suami tidak diketahui oleh istri kepada suami (33,0%). Perbedaan status dan
dikarenakan pasangan suami istri tidak pernah peran dalam keluarga membuat akses
terbuka dengan permasalahan seksual yang informasi dan pencegahan terhadap infeksi
baik atau berisiko sehingga lebih rentan tertular menular seksual pada perempuan menjadi
HIV-AIDS. Hal ini sejalan dengan penelitian terbatas. Peran perempuan yang tidak dapat
Saspriyana, Suwiyoga, dan Darmayasa (2015) mengambil keputusan sendiri berdampak pada
yang menyatakan bahwa status HIV suami akses layanan kesehatan yang ada. Hal ini
dapat meningkatkan risiko terjadinya ibu hamil sesuai dengan penelitian Maimunah (2012)
terinfeksi HIV sebesar 12 kali. yang menyatakan bahwa masih rendahnya
104 SISTIARANI, HARIYADI, MUNASIB, & SARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

informasi HIV dan AIDS serta belum menyatakan lebih dari separuh ibu di daerah
diterimanya program kondom bagi perempuan. perdesaan maupun di perkotaan tidak
Kondom merupakan intervensi yang hemat dan mengetahui tentang HIV dan AIDS secara
sederhana dalam mencegah infeksi HIV. utuh. Ibu di perdesaan dan di perkotaan yang
Penggunaan kondom yang rendah pada tidak memiliki pengetahuan tentang penyebab
laki-laki didasari faktor malu untuk membeli HIV/AIDS sebesar (66,0%), selebihnya kurang
kondom dan berkurangnya kenikmatan pengetahuan tentang tanda dan gejala AIDS.
seksual. Pada perempuan penggunaan Lebih dari tiga perempat ibu baik di perdesaan
kondom yang masih rendah disebabkan (88,0%) maupun di perkotaan (85,6%)
kondom mengganggu kenikmatan seksual dan mengetahui bahwa AIDS harus dicegah.
ketidakmampuan meyakinkan pasangan untuk Persepsi risiko HIV mungkin rendah namun
menggunakan kondom (Katikiro & Njau, 2012). risiko tersebut berkaitan dengan perilaku
suami.
Studi Alo (2013) mengungkapkan bahwa
wanita dibatasi oleh lingkungan sosial dalam Penelitian Yebei, Fortenberry, dan Ayuku
negosisasi seks yang aman. Faktor-faktor yang (2008) menyebutkan bahwa perbedaan jenis
membatasi perempuan antara lain ketakutan kelamin dan wilayah perdesaan dan perkotaan
akan perpisahan dengan suami, dapat berkaitan dengan pengalaman
ketergantungan ekonomi, kekerasan dalam merasakan stigma HIV. Hal tersebut
rumah tangga, dan kesulitan untuk disebabkan wilayah perdesaan dan perkotaan
mengungkapkan kepada suami agar mau berbeda dalam jaringan sosial. Menurut
menggunakan kondom. Peningkatan akses Shaluhiyah Musthofa, dan Widjanarko (2015)
terhadap pendapatan dan pendidikan adalah stigma ODHA pada perempuan yang hidup
penting namun tidak secara langsung dapat dengan HIV dipengaruhi oleh sikap keluarga
memberdayakan perempuan untuk mencegah terhadap ODHA dan persepsi terhadap ODHA.
infeksi HIV. Keterbatasan perspektif perilaku Penelitian Ojikutu et al. (2016) menyebutkan
dan determinan sosial menunjukkan perlunya bahwa perempuan dengan HIV merasakan
model pencegahan kombinasi, yang berfokus stigma dari masyarakat yang mengaitkan
pada faktor sosial, perilaku dan biomedis saling infeksi HIV dengan pekerjaan seks dan banyak
tumpang tindih dalam membentuk hasil pasangan seksual. Intervensi diperlukan untuk
kesehatan. mengurangi stigma dan mempromosikan
kesetaraan gender. Penelitian Butt et al. (2010)
Keputusan keluarga berpengaruh pada menjelaskan bahwa sumber stigma dapat
pemilihan pelayanan kesehatan yang akan berupa budaya. Perempuan yang percaya
diakses dalam pencegahan HIV-AIDS. kepada suaminya karena tidak melakukan
Informan menyatakan tidak pernah melakukan penyimpangan norma karena takut merusak
pemeriksaan HIV/ AIDS karena merasa takut reputasi. Perempuan cenderung menarik diri
dan menganggap pemeriksaan tersebut tidak dari keluarga karena berhubungan dengan
diperlukan dan merasa tidak memiliki gejala sanksi budaya. Upaya perempuan agar tetap
HIV/AIDS. Penelitian Baroroh, Hidayati & terjaga dan terlindungi dari penularan penyakit
Kusumawardani (2014) menyebutkan bahwa HIV/AIDS berkaitan dengan keluarga,
pemeriksaan dilakukan sebagai upaya masyarakat, dan budaya.
pencegahan HIV-AIDS. Apabila belum
melakukannya, hal itu dikarenakan beberapa Menurut Maiorana et al. (2016), strategi
alasan seperti belum adanya keberanian mobilisasi sebagai kunci pencegahan HIV
melakukan tes HIV, adanya perasaan takut namun masih dianggap kurang
mengetahui hasil positif, serta tidak ingin pelaksanaannya. Pemberdayaan dapat
mengetahui status HIV pada diri sendiri. Kinsler membantu memperbaiki perilaku pencarian
et al. (2007) menyatakan bahwa akses yang kesehatan dan mengonsolidasikan norma
tidak baik dari pelayanan kesehatan sangat sosial yang mendukung perilaku pencegahan di
penting untuk meningkatkan status kesehatan, kalangan gay dan transgender. Penelitian
kesejahteraan, dan peningkatan kualitas hidup Masoudnia (2015) menyebutkan bahwa
orang yang positif HIV-AIDS. Penelitian Piper et terdapat pengaruh antara kesadaran warga
al. (2012) menyatakan bahwa sebagian besar tentang HIV/AIDS, sikap, persepsi terhadap
perempuan belum pernah melakukan tes HIV. diskriminasi ODHA, serta faktor budaya yang
Hal ini dikarenakan perempuan memiliki cenderung menstigma dan mendiskriminasi
keyakinan tidak berisiko terkena HIV, risiko pengidap HIV-AIDS. Malave et al. (2014)
tertular HIV yang dipercaya kemungkinan lebih melaporkan bahwa laki-laki lebih banyak
besar terkena pada individu yang belum melakukan pemeriksaan HIV dibanding
menikah. Kajian dari Kaur et al. (2013) perempuan. Hal ini karena perempuan lebih
Vol. 11, 2018 PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN HIV/ AIDS 105

berisiko memperoleh stigma. Pendekatan memberikan informasi yang benar mengenai


berbasis gender diperlukan untuk mencegah HIV/ AIDSdi lingkungan keluarga, khususnya
HIV dan pengurangan stigma. Penelitian pada pasangan suami dan istri. Hal ini penting
lainnya yaitu Stangl et al. (2013) stigma dan sebagai upaya untuk mengurangi persepsi
diskriminasi harus menjadi fokus dari upaya negatif atau stigma pada individu dan keluarga.
pencegahan. Penelitian Neuman et al. (2013) Peran pencegahan HIV/ AIDS dapat
menyebutkan bahwa ada pengaruh antara ditingkatkan melalui upaya peningkatan
pengungkapan dan diskriminasi interpersonal kewaspadaan individu dan keluarga untuk
dan pemanfaatan kelompok pendukung melakukan pencegahan ABCD sehingga
dengan diskriminasi perawatan kesehatan, penularan HIV/ AIDS dapat dicegah. Sebagai
rujukan, dan pengobatan. Temuan penelitian ini rekomendasi, diperlukan strategi pendekatan
menegaskan perlunya upaya-upaya sosialisasi dan pemberian informasi berbasis
pencegahan HIV/ AIDS melalui pengembangan gender untuk mencapai kewaspadaan
program berbasis keluarga mengingat hasil penularan HIV/ AIDS terkait upaya peningkatan
utama penelitian ini menemukan bahwa pengetahuan dan penurunan stigma.
pengetahuan dan kesadaran tentang bahaya
HIV/ AIDS masih rendah bukan hanya pada istri DAFTAR PUSTAKA
namun juga suami. Selain itu, pembicaraan
mengenai seksualitas suami istri masih Abhinaja, I.G.W., Astuti, & P.A.S. (2013).
merupakan hal tabu dalam hubungan suami Pengetahuan, sikap ibu rumah tangga
istri di dalam keluarga, padahal ada resiko mengenai infeksi menular termasuk
bahwa suami lah yang menularkan kepada istri. HIV/AIDS serta perilaku pencegahannya
Fakta tersebut menegaskan bahwa di Kelurahan Sanur, Kecamatan
family-based program memang sangat Denpasar Selatan. Community Health 1
dibutuhkan untuk mencegah penyebaran HIV/ (3) : 218-228
AIDS di masyarakat.
Ahwan, Z (2014). Stigma dan diskriminasi HIV
& AIDS pada orang dengan HIV dan
SIMPULAN DAN SARAN AIDS [ODHA] di masyarakat basis
anggota Nahdlatul Ulama’ [NU] Bangil
Jurnal Kebangsaan 6(1):1-15.
Hasil penelitian menemukan bahwa informan
universitas.yudharta.ac.id/wp-content/up
telah memahami tentang HIV dan AIDS.
loads/2014/11/11.pd
Informan ada yang belum memahami
penyebab, cara penularan serta pencegahan Alo, O.I (2013). Empowering Yoruba Women in
HIV dan AIDS. Informan tidak mengetahui Nigeria to Prevent HIV/AIDS: The
tentang istilah stigma HIV dan AIDS, namun Relative Significance of Behavioural and
informan menyatakan akan Social Determinant Models. Exchanges:
menjauhi/membatasi diri jika berhadapan the Warwick Research Journal, 1 (1) :
dengan ODHA. Informan merasa kasihan dan 59-81
merasa ingin membantu/ memberi dukungan
Ardani, I., & Handayani, S. (2017). Stigma
namun tidak mengucilkan jika berhadapan
terhadap Orang dengan HIV/AIDS
dengan ODHA. Peran pencegahan HIV/ AIDS
(ODHA) sebagai Hambatan Pencarian
belum maksimal untuk dilakukan karena istri
Pengobatan: Studi Kasus pada Pecandu
tidak memiliki kontrol terhadap perilaku seksual
Narkoba Suntik di Jakarta. Buletin
terhadap suami. Selain itu, mengenai
Penelitian Kesehatan. 45 (2): 81-88.
penggunaan kondom untuk mencegah
DOI:10.224435/bpk.v45i2.6042.81-88
penularan HIV/ AIDS, hanya satu pasangan
suami istri yang pernah menggunakannya. Baroroh, I., Hidayati, N., & Kusumawardani, D.
Sosialisasi dan pemberian informasi tentang (2014). Pengetahuan dan sikap Wanita
pencegahan HIV/ AIDS belum banyak Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) tentang
dilakukan dan bahkan jarang sehingga upaya pencegahan penanggulangan HIV/AIDS
pemberdayaan di masyarakat masih kurang. di Kota Pekalongan. Jurnal Litbang Kota
Pekalongan. 7(1) : 22-39
Berdasarkan penelitian, kegiatan Tridharma
Bukit, L.M., & Simanjuntak, M. (2015). Dimensi
perguruan tinggi diharapkan dapat membantu
budaya dan penyebaran penyakit
upaya pencegahan HIV/ AIDS. Dalam hal ini,
perguruan tinggi dapat melakukan kerja sama HIV/AIDS di Perkumpulan Kasih Rakyat.
Perspektif Sosiologi. 3 (1) : 90-103
lintas sektoral dengan pihak terkait (Dinas
Kesehatan dan Komisi Penggulangan HIV/ Butt, L., Morin, J., Numbery, G., Peyon, I., Goo,
AIDS di masing-masing wilayah) untuk A. (2010). Stigma dan HIV/AIDS di
106 SISTIARANI, HARIYADI, MUNASIB, & SARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

wilayah pegunungan Papua. Pusat Studi The effect of perceived stigma from a
Kependudukan Universitas health care provider on access to care
Cendrawasih Papua dengan University among a low income HIV positive
of Victoria Canada population. AIDS Patient Care and
STDs. 21(8) : 584-592
Dalimoenthe, I. (2011). Perempuan dalam
cengkeraman HIV/AIDS : kajian Lestari, D., Hargono, R., & Subarniati, R.
sosiologis feminis perempuan ibu rumah (2013). Pengembangan Program
tangga. Jurnal Komunitas. 5(1):41-48 Pemberdayaan Peningkatan
Kemandirian Ibu Rumah Tangga
Dunlap, E. (2016). Knowledge, awareness and
Pengidap HIV. Buletin Penelitian Sistem
behavior : HIV and Disasters. Journal
Kesehatan. 16(3) : 283-295
Alcohol Drug Depend. 4(1) : 230
Mahajan, A.P., Sayles, J.N., Patel, V.A.,
Esariti, L. (2016). Determinan analisis gender
Remien, R.H., Ortiz, D., Szekeres, G., &
pada pemberdayaan miskin perkotaan.
Coates, T.J., (2008). Stigma in the
Ruang. 2 (3) : 751-760
HIV/AIDS epidemic: A review of the
Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan literature and recommendations for the
keluarga : Riset, Teori, dan Praktek. Edisi way forward AIDS. 2008 Aug; 22(Suppl
ke-5. Jakarta: EGC 2): S67–
S79.DOI: 10.1097/01.aids.0000327438.
Gani, Y., Utomo, S.W. (2016). The relation
13291.62
between knowledge of HIV-AIDS,
attitude, behaviour and the incidence of Maimunah. (2012). Ketidakadilan gender
STIs In Housewives In Bukittinggi City, terhadap perempuan local dalam upaya
West Sumatra province 2013. Asian penanggulangan HIV/AIDS. Jurnal
Journal of Applied Sciences. 4 (3) Masyarakat Kebudayaan dan Politik. 23
:662-668 (1) : 174-183
Gyawali, K., Paneru, D. K., Paudel, D. P., Maiorana, A., Kegeles, S.m Salazar, X., Konda,
Joshi, K. R., & Paudel, M. (2014). K., Santiesteban, A.S., Caceres, C.
Human immunodeficiency virus related (2016). ‘Proyecto Orgullo’ an HIV
knowledge, risk perception and practices prevention, empowerment and
among married women of reproductive community mobilisation intervention for
age: A Cross-sectional study from gay men and transgender women in
Mid-western Development Region, callao/lima, peru. Glob Public Health.
Nepal. Annals of Medical Health 11(7-8): 1076–1092.
Sciences Research. Sep-Oct; 4(5): 786– DOI: 10.1080/17441692.2016.1161814
790.
Malave, S., Ramakrisnhna, J., Heylen, E.,
Kaur, H., Singh, G. P. I., Soni, R. K. (2013). A Bharat, S., Ekstrand, M.L. (2014).
community based study of HIV/AIDS Differences in testing, stigma, and
knowledge among housewives of Rural perceived consequences of
And Urban Background In Punjab. stigmatization among heteroseksual
International Journal of Research and men and women living with HIV in
Health Sciences. 2(1): 236-242 Bengaluru, India. AIDS Care. 26 (3) :
396-403
Katikiro, E. & Njau, B. (2012). Determinant of
behavioural change for condom use Masoudnia, E. (2015). Public perception about
among out of school youths in Tanzania. HIV/AIDS and discriminatory syndrome
Global Journal of Medicine and Public in iran. Sahara Journa of Aspect of
Health. GJMEDPH, 1 (5) HIV/AIDS. 12 (1): 116-122
September-October page 63-53.
Martha, E., & Kresno, S. (2016). Metodologi
www.gjmedph.org.
Penelitian Kualitatif untuk Bidang
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kesehatan. Jakarta: PT RajaGrafindo
(2017). Laporan Situasi Perkembangan Persada
HIV/ AIDS dan PIMS di Indonesia
Najib, A. (2015). Pola Kebijakan
Januari-Maret 2017. Direktorat Jenderal
Penanggulangan dan penularan
Pencegahan dan Pengendalian
terhadap perkembangan virus HIV/AIDS
Penyakit ; Jakarta
dan peran pekerja sosial. Panggung
Kinsler, J.J., Wong, M.D., Sayles, J.N., Hukum. 1(2) : 189-216
Davis,C., Cunningham, W.E. (2007).
Vol. 11, 2018 PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN HIV/ AIDS 107

Neuman, M., Obermeyer, M.C., Cherutich, P., Setyadani, A.S. (2013). Perilaku kesehatan
Desclaux, A.H., Ky-zerbo, O., reproduksi pada anak jalanan dengan
Namakhoma, I., Wanyenze, R. (2013) seks aktif di kota semarang. Jurnal
Experiences of stigma, stigma, Kesehatan Masyarakat. 9 (1) : 30-36
discrimination, care and support among
Sistiarani, C., Gamelia, E., & Anandari, D.
people living with HIV : a four country
(2016). Analisis pencegahan HIV/ AIDS
study. AIDS Behaviour. 17 (5) :
pada ibu rumah tangga di Kecamatan
1796-1808
Purwokerto Selatan. Laporan Penelitian
Octavianty, L., Rahayu, A., Rahman, F.,& Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Rosadi, D. (2015). Pengetahuan, sikap Universitas Jenderal Soedirman
dan pencegahan HIV dan AIDS pada (sedang dalam tahap publikasi)
Ibu Rumah Tangga. Jurnal Kemas. 11
Shaluhiyah, Z., Hasyim, H., Amiruddin, R,
(1) : 53-58
Syarifah, Nopriadi, Subirman, Mardjan,
Ojikutu, B.O., Pathak, S., Srithanaviboncai, K., Momongan, N., Prabawa, A., Virani, D.,
Limbada, M., Friedman, R., Li, S., Susanti, Y., Fikri, I.M., Suryoputro,A.,
Mimiaga, M. J., Mayer, K.H., Safren, Prijono, Leonita, E., Indrasari, W., &
S.A. 2016. Community cultural norms, Siregar, K.N. (2013) Kurikulum dan
stigma and disclosure to sexual partners Modul Penanggulangan HIV dan AIDS
among women living with HIV in Program Studi Ilmu Kesehatan
Thailand, brazil and Zambia (HPTN Masyarakat. Komisi Penanggulangan
063). Plos One . 6 (May) : 1-16 AIDS Nasional : Jakarta
Piper, C; Elder, K; Olatosi, B; Onsomu, E; Shaluhiyah, Z., Musthofa, S. B., Widjanarko, B.
Williams, EM; Sebastian, N; Ogbuano, (2015). Stigma masyarakat terhadap
C; Lee, W; Glover, SH. (2012). Beliefs orang dengan HIV/AIDS. Kesmas ;
and perception of risk of HIV among Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.
women that have never been tested for 9 (4) : 333-339
HIV in the United States. Journal of The
Sofro, M.A.U., & Sujatmoko, S.A. (2010). Sehat
National Medical assosiation. 104, issue
dan Sukses dengan HIV-AIDS. Penerbit
9-10. September-October 2012. Page
Gramedia Elex Media Komputindo :
441-448
Jakarta
Retnowati, M. (2017). Hubungan pengetahuan
Stangl, A., Lioyd, J.K., Brady, L.M., Holland,
dengan stigma tokoh agama terhadap
C.E., Baral, S. (2013). A systematic
orang dengan HIV AIDS di Kabupaten
review of interventions to reduce HIV
Banyumas. Bidan Prada Jurnal Ilmiah
related stigma and discrimination from
Kebidanan. 8(1):86-94
2002 to 2013 : how far we come?.
Sakirna, A.I., & Siti A, D.H. (2017). Menyiroti Journal of the International AIDS Society.
budaya patriarki di Indonesia. Social 16 (2) ; 18-34
Work Journal 7 (1) : 1-129
World Health Organization (WHO),
Sari, B.W.N., & Suwartiningsih, S. (2013). International Labor Organization (ILO).
Pemberdayaan perempuan dalam (2005). Pedoman bersama WHO/ILO
penanggulangan HIV/AIDS di Kota tentang pelayanan kesehatan dan HIV
Salatiga. Jurnal Studi Ilmu dan AIDS. Direktorat Pengawasan
Pembangunan Interdisiplin. 22(2): Kesehatan Kerja Direktorat Jenderal
118-135 Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan. Jakarta
Saspriyana, K.Y., Suwiyoga, K., & Darmayasa,
L.M. (2015) Karakteristik umur, Yebei, V., Fortenberry, J.D., Ayuku, D.O.
pendidikan dan pekerjaan istri serta (2008). Felt stigma among people living
status suami sebagai faktor risiko with HIV/AIDS in rural and urban Kenya.
terjadinya infeksi HIV pada ibu hamil. African Health Science. 8 (2) : 97-102
Jurnal Ilmiah Kedokteran. 46 (1) : 3-8
Yulianti, A.P. (2013). Kerentanan perempuan
Setiyawati, N.,Shaluhiyah, Z., & Cahyo, K. terhadap penularan HIV & AIDS: Studi
(2014). Sikap ibu rumah tangga pada Ibu rumah tangga pengidap
terhadap tes HIV AIDS di Sleman HIV/AIDS di Kabupaten Pati, Jawa
Yogyakarta. Jurnal Promosi Kesehatan Tengah. PALASTREN, 6. (1), 185-200.
Indonesia.9(1): 56-66

Anda mungkin juga menyukai