ABSTRAK
Penanganan air limbah domestik Kota Surabaya selama ini dilakukan dengan 2 cara, yakni untuk blackwater
dialirkan ke tangki septik dan greywater dialirkan ke drainase tanpa pengolahan. Hal ini menyebabkan peningkatan
pencemar pada sungai sebagai air baku. Salah satu teknologi alternatif yang dapat diaplikasikan dengan mudah dan rendah
biaya operasional dibanding pengolahan air limbah lainnya adalah constructed wetland dengan menggunakan tanaman
Iris pseudoacorus sebagai kombinasi pengolahan biofilter dan proses fitoteknologi. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui efisiensi dari constructed wetland dengan tanaman Iris pseudoacorus untuk mengolah limbah domestik,
serta menentukan bagaimana pengaruh dari adanya aerasi dan pengaruh waktu tinggal pada sistem constructed
wetland dalam menurunkan bahan organik dan nitrogen pada air limbah. Penelitian ini dilakukan dalam skala uji
laboratorium menggunakan reaktor berkapasitas 30 liter. Air limbah dialirkan pada reaktor dengan waktu tinggal 2
hari dan 3 hari, dengan variasi aerasi dan efisiensi pencemar diukur dengan parameter BOD, dan ammonia. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan penyisihan BOD, dan ammonia dari limbah air domestik oleh reaktor
constructed wetland dengan tambahan aerasi dan waktu tinggal selama 4 hari sangat efektif. Reaktor ini mampu
menurunkan nilai BOD hingga 96% dan nilai ammonia sebesar 97%.
Kata kunci: Limbah Domestik, Constructed Wetland, Fitoteknologi, Iris pseudoacorus, Aerasi.
ABSTRACT
Wastewater domestic in Surabaya City has been treated in two methods, including septic tank for blackwater and
directly discharged into drainage system for greywater. This caused an increasing pollutant loading in source water.
Constructed wetland with Iris pseudoacorus, one of the alternative natural treatment technology through biofilter and
phytotechnology process, could be applied easily and less costly to other treatment. This research was conducted to
know the efficiency of constructed wetland with Iris pseudoacorus in domestic wastewater treatment, and to reveal
the effect of aeration and detention time in reducing organic and nitrogen content in domestic wastewater.
Experiment has been conducted on a laboratory scale of continue aerated reactor and without aeration as control
reactor. Detention time (days) 2 and 3 was setup, then sample was taken for BOD and ammonia measurement. The
results indicated that constructed wetland with aeration and detention time 4 days had a higher performance to
remove BOD up to 96% and ammonia up to 97% than without aeration and less than 4 days process.
Sitasi: Hidayah, E. N., Djalalembah, A., Asmar, G.A. dan Cahyonugroho, G.A. (2018). Pengaruh aerasi dalam constructed wetland pada
pengolahan air limbah domestik. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(2),155-161, doi:10.14710/jil.16.2.155-161
1. Pendahuluan
Meningkatnya kuantitas limbah domestik limbah greywater ini pada saluran terbuka sehingga
tanpa peningkatan kualitas dan kuantitas badan air menimbulkan bau tidak sedap dan genangan pada
penerima, akan menyebabkan pencemaran badan saluran drainase rumah-rumah penduduk, c o n t o h
air akibat kuantitas limbah yang masuk ke badan air konkrit d a r i permasalahan ini dapat
melebihi daya tampung maupun daya dukungnya d i l i h a t p a d a b e b e r a p a kompleks perumahan
(Effendi, 2003). Penanganan air limbah domestik di Kota Surabaya.
Kota Surabaya selama ini dilakukan dengan 2 cara, Penerapan pengolahan limbah di kota
yakni untuk blackwater dialirkan ke tangki septik Surabaya sebaiknya mengimplementasikan
dan greywater dialirkan ke drainase tanpa pengolahan dengan biaya rendah dan teknologi yang
pengolahan. Belum adanya peraturan di Indonesia mudah dioperasionalkan dikarenakan mahalnya
yang menjelaskan pengelolaan limbah greywater biaya operasional dan rumitnya sistem
menyebabkan sering kali masyarakat membuang pengoperasian instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
© 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP 155
Hidayah, E. N., Djalalembah, A., Asmar, G.A. dan Cahyonugroho, G.A. (2018). Pengaruh aerasi dalam constructed wetland pada pengolahan air limbah
domestik. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(2),155-161, doi:10.14710/jil.16.2.155-161
komunal. Untuk mencapai tujuan tersebut, sistem 2000). Hasil uji RFT tersebut yang akan digunakan
pengolahan air limbah dengan Sistem Lahan Basah untuk melakukan penelitian utama yaitu uji lahan
Buatan (Constructed Wetlands) menjadi rekomendasi basah buatan dengan aerasi terhadap limbah cair
untuk pengolahan limbah yang ekologis karena domestik.
karakteristik limbah domestik yang biodegradable Lokasi pengambilan sampel dilakukan di perumahan
(Vymazal, 2011; Zidan et al., 2015). Wisma Gunung Anyar, Kecamatan Gunung Anyar,
Iris pseudoacorus sangat cocok untuk Surabaya. Variabel kontrol yang digunakan berupa
pengolahan limbah dengan sistem lahan basah kontrol tumbuhan dan kontrol limbah. Sebagai
buatan. Iris pseudoacorus memiliki sistem perakaran kontrol tumbuhan digunakan air PDAM dengan
yang banyak dan cukup kuat untuk menyerap zat media dan tumbuhan. Sebagai kontrol limbah
organik. Selain itu Iris pseudoacorus dapat digunakan media tanpa tumbuhan.
menyerap unsur hara lebih banyak dari yang Parameter utama yang diukur adalah konsentrasi
sebenarnya diperlukan untuk pertumbuhan dan BOD (SNI 6989.72:2009) dan NH3 dalam air limbah
menyimpannya dalam jaringannya dibanding domestik perumahan. Parameter pendukung yang
tanaman air lainnya (Jacobs, et al., 2010; Suswati, juga diukur adalah pH dan suhu dari air limbah
2012). Iris pseudacorus dapat dimanfaatkan untuk domestik perumahan yang telah melalui sistem lahan
pengolahan limbah karena kemampuannya untuk basah buatan. Pengambilan sampel analisa BOD
hidup di lingkungan tercemar. Iris pseudacorus dilakukan setiap 2 hari sekali setelah overflow
mampu mengangkut dan mentranslokasikan pertama yaitu pada hari ke- 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 16.
berbagai kontaminan di sekitarnya melalui Pengambilan sampel dilakukan secara langsung pada
penyerapan oleh akar (Tangahu dan saluran outlet reaktor. Ukuran reaktor, panjang=60
Warmadewanthi, 2001). Iris pseudacorus memiliki cm, lebar=30 cm, tinggi=30 cm. Ketebalan media
sistem perakaran yang banyak dan cukup kuat kerikil=25 cm, jarak antar tanaman=15 cm.
untuk menyerap zat organik (Jacobs, et al., 2010; Rangkaian alat penelitian dijelaskan dalam bentuk
Prawira, 2015). denah (Gambar 1), potongan (Gambar 2) dan detail
Reaktor constructed wetland dengan (Gambar 3).
menambakan aerasi mampu meningkatkan
penyisihan BOD jika dibandingkan dengan sistem
lahan basah buatan tanpa tambahan aerasi.
Penyisihan pencemar organik dengan waktu detensi
4 hari, mampu mencapai penyisihkan pencemar
organik 91,2-94,9% atau kualitas efluen sebesar 4,1-
7,1 mg/L (Panelin, 2016). Berdasarkan studi literatur
yang telah dilakukan, penelitian terdahulu belum
meneliti lebih lanjut terkait dengan kemampuan
kombinasi tanaman Iris pseudoacorus dan
penambahan aerasi pada wetland dalam mengurangi
kandungan BOD, dan amonia (NH3) dalam air limbah
domestik greywater, untuk itu perlu dilakukan
penelitian terhadap kemampuan kombinasi kedua
hal tersebut. Gambar 1. Denah susunan alat
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan sistem lahan basah
buatan dengan aerasi menggunakan jenis tanaman
Iris pseudocorus dengan tipe aliran subsurface flow
system dan arah aliran horizontal. Parameter utama
yang akan digunakan adalah penurunan kadar BOD,
dan NH3, adapun parameter pendukung seperti DO,
pH dan suhu. Pengamatan dilakukan dengan
melakukan pengamatan terhadap dampak dari
adanya aerasi pada lahan basah buatan terhadap
penurunan parameter limbah.
Penelitian diawali dengan tahap pembanyakan dan
persiapan kebutuhan tanaman dan reaktor.
Kemudian tahap aklimatisasi sebagai langkah
tumbuhan beradaptasi dengan kondisi lingkungan
penelitian. Tahap Range Finding Test (RFT)
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi maksimum
polutan yang dapat diterima oleh tumbuhan (USEPA, Gambar 2. Potongan susunan alat
Setelah mendapatkan Iris pseudocorus yang terhadap kondisi fisik mati atau layu yang
akan digunakan, maka dapat dilakukan tahap menunjukkan apakah dapat bertahan hidup atau
aklimatisasi, agar tanaman dapat beradaptasi dengan tidak. Setelah dipastikan bahwa tumbuhan tidak
lingkungan baru, yaitu reaktor uji wetland dengan dan mengalami kondisi mati atau layu, atau tumbuhan Iris
tanpa aerasi. Proses aklimatisasi dilakukan selama 2 pseudocorus dapat beradaptasi dengan kondisi baru,
minggu, dimana pada minggu pertama masih maka penelitian dapat dilanjutkan pada penelitian
menggunakan air PDAM dan pada minggu kedua dengan memberikan air limbah pada reaktor uji.
menggunakan air limbah. Pengamatan dilakukan
100
% Penyisihan BOD
80
60
a1 = aerasi + tanaman (2L/hari)
b1 = Tanpa aerasi + tanaman (2L/hari)
40 = Aerasi + tanpa tanaman (2L/hari)
ka1
= Tanpa aerasi + tanpa tanaman (2L/hari)
kb1
20
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)
Gambar 4 Hubungan Waktu Sampling dengan % Penyisihan BOD pada Reaktor Debit 2 L/hari
100
% Penyisihan BOD
80
60
40
a2 = aerasi + tanaman (4L/hari)
b2 = Tanpa aerasi + tanaman (4L/hari)
20 ka2 = Aerasi + tanpa tanaman (4L/hari)
= Tanpa aerasi + tanpa tanaman (4L/hari)
kb2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)
Gambar 5 Hubungan Waktu Sampling dengan % Penyisihan BOD pada Reaktor Debit 4 L/hari
3.3 Pengaruh Aerasi dalam Reaktor Wetland Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5,
terhadap Penurunan BOD perbandingan antara kemampuan reaktor dengan
Gambar 4 menjelaskan besarnya penurunan debit 2 L/hari dan debit 4 L/hari, didapat hasil bahwa
kandungan BOD pada reaktor wetland dengan debit 2 reaktor dengan aerasi adalah reaktor yang paling
L/hari, berkisar antara 69% - 94%. Terlihat pada tinggi dalam menyisihkan BOD yaitu dengan
siklus hari ke – 4 reaktor yang menggunakan aerasi kemampuan 94% pada reaktor debit 2 L/hari dan
mencapai penyisihan 93% dan mencapai penurunan 89,5% pada reaktor debit 4 L/hari. Hal ini
tertingi pada siklus hari ke – 16 yaitu 94,18%. menunjukan adanya pengaruh dari aersi terhadap
Pada reaktor tanpa aerasi dengan jenis media kemampuan reaktor dalam menyisihkan BOD pada air
dan Penelitian menunujukkan bahwa kemampuan limbah domestik. Proses penurunan BOD ini terjadi
penyisihan BOD pada reaktor uji lebih baik daripada melalui proses fisik dan biologis. Penyisihan BOD
reaktor kontrol, hal ini dikarenakan adanya proses kemungkinan terjadi karena pengaruh media kerikil
adsorbsi yang terjadi pada media kerikil maupun zona yang membantu untuk menangkap dan
akar melalui proses pertukaran ion dikarenakan mengendapkan material partikulat. Selain itu
adanya muatan ion (USEPA, 2000). Dibantu dengan pertumbuhan mikroba pada permukaan media dan
peran mikroorganisme yang ada pada reaktor menempel pada akar tumbuhan serta penetrasi
wetland dalam mengurai bahan organik menjadi rhizoma membantu menyisihkan BOD terlarut
bentuk bentuk yang lebih sederhana, serta adanya (Khiatuddin, 2003; Randerson, 2006). Hal ini
peran uptake dari tumbuhan dalam menyerap menunjukkan bahwa senyawa organik dalam limbah
nutrient N dan P sehingga membantu menurunkan merupakan sumber nutrisi bagi mikroba yang a diolah
konsentrasi pencemar pada air limbah (Vymazal, menjadi senyawa yang lebih sederhana. Melalui
2011). Pada Gambar 5 dapat dilihat besarnya phytotreatment, kerjasama antara tumbuhan dan
penurunan kandungan BOD pada reaktor wetland mikroba yang berada pada tumbuhan tersebut
dengan debit 4 L/hari berkisar antara 69% - 89%. merupakan proses yang mampu menurunkan
Terlihat pada siklus hari ke – 4 reaktor dengan debit 4 pencemar dalam limbah cair (Hayati, 1992; Shelef et
L/hari yang menggunakan aerasi memcapai al., 2013).
penyisihan sebesar 86% dan mencapai penurunan Kenaikan penyisihan terjadi pada hampir
tertingi pada siklus hari ke – 16 yaitu 89%. Pada pada setiap reaktor uji. Hal ini menunjukkan
reaktor dengan jenis media dan debit aliran yang tumbuhan berperan dalam mendukung laju
sama tetapi tanpa aerasi, penurunan kandunan BOD penyerapan unsur hara yang ada. Semakin tinggi
pada siklus hari ke – 4 memperoleh penurunan BOD aktivitas fotosintesis akan meningkatkan oksigen
sebesar 79% dan terus meningkat sampai tngkat terlarut dalam lingkungan wetland, sehingga akan
penurunanna mencapai 82% pada siklus hari ke – 16. mendukung kinerja mikroorganisme dalam
Reaktor kontrol untuk kedua reaktor diatas yaitu mendegradasi senyawa organik yang ada. Beberapa
reaktor tanpa tanaman mengalami penurunan hal yang dapat menjelaskan terjadinya penurunan
kandungan BOD sebesar 75% - 76% pada reaktor bahan organik dalam sistem wetland adalah adanya
kontrol dengan aerasi, dan 65% - 69% pada reaktor mekanisme aktivitas mikroorganisme dan tumbuhan,
kontrol tanpa aerasi. proses oksidasi oleh bakteri aerob yang tumbuh
disekitar rhizosphere tumbuhan maupun kehadiran
158 © 2018, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2018), 16 (2): 155-161, ISSN 1829-8907
bakteri heterotrof di dalam air limbah (Tangahu dan mikroorganisme dapat menurunkan kandungan DO di
Warmadewanthi, 2001; Hidayah dan Aditya, 2010; perairan. Semakin tinggi bahan organik, maka
Vymazal, 2011; Shelef, et al., 2013). semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan oleh
Pada reaktor dengan penambahan aerasi, mikroorganisme sehingga menyebabkan penurunan
terjadi adalah proses aerobik dengan penyisihan oksigen terlarut di perairan tersebut bahkan sampai
organik yang utama berasal dari aktivitas respirasi pada kondisi anaerob. Disinilah peran penambahan
berdasarkan persamaan reaksi: aerasi dalam reaktor dapat mengakibatkan
C6H12O6 + 6 O2 à 6 CO2 + 6 H20 penyisihan BOD yang lebih tinggi dibanding reaktor
Reaksi tersebut menunjukkan peranan oksigen dalam tanpa aerasi. Aerasi membuat kebutuhan oksigen
memecah rantai organik menjadi bentuk lain yakni bakteri terpenuhi.
CO2 dan H2O. Oleh karena itu, aerasi memiliki peranan Pada reaktor kontrol yang berisi media
penting dalam proses yang terjadi pada reaktor kerikil dan limbah domestik tanpa tumbuhan juga
wetland (Mena, et al., 2008; Shelef, et al., 2013). mengalami kenaikan nilai penyisihan BOD. Meskipun
Pengaruh dari aerasi pada sistem wetland ini nilai penyisihan BOD masih berada dibawah nilai
dapat dilihat pada hasil penyisihan pada reaktor penyisihan BOD pada masing-masing reaktor uji
dengan aerasi lebih tinggi dibanding dengan yang dengan tanaman. Kenaikan nilai penyisihan BOD pada
tanpa aerasi, hal ini disebabkan oleh adanya injeksi reaktor kontrol terjadi karena adanya
udara dari aerator yang meningkatkan kandungan mikroorganisme dan alga yang tumbuh pada media
oksigen terlarut pada air limbah didalam reaktor. kerikil dan berperan dalam mendegradasi polutan
debit aliran yang sama, penurunan kandungan BOD (Hidayah dan Aditya, 2010; Zidan, et al., 2015).
pada siklus hari ke – 4 memperoleh penurunan BOD Tumbuhan memegang peranan dalam
sebesar 84% dan terus meningkat sampai tingkat penyediaan oksigen yang secara prinsip terjadi
penurunan mencapai 89% pada siklus hari ke – 16. karena adanya proses fotosintesis. Melalui prinsip
Setelah dilakukan percoban pada reaktor selama 16 difusi, oksigen akan mengalir ke pori-pori daun
hari, diperoleh hasil efluen yang relatif stabil. Hasil itu menuju batang tumbuhan dan menuju ke akar
yang diasumsikan sebagai kemampuan optimum dari tumbuhan sehingga akan terbentuk zona rizosfer
sistem constructed wetland. Reaktor kontrol untuk yang kaya akan oksigen diseluruh permukaan akar
kedua reaktor diatas yaitu reaktor tanpa tanaman (Suprihatin, 2014). Pelepasan oksigen oleh akar
mengalami penurunan kandungan BOD sebesar 81% tumbuhan air menyebabkan adanya kandungan
- 89% pada reaktor kontrol dengan aerasi, dan 71% - oksigen terlarut yang tinggi dalam air atau media
72% pada reaktor kontrol tanpa aerasi. disekitar rambut akar. Hal ini memungkinkan
Semakin tinggi DO yang ada pada air akan menjadi mikro habitat untuk mikroorganisme aerob
meningkatkan aktivitas mikroorganisme didalamnya melakukan aktivitas penguraian. Hal ini terlihat
untuk mendekomposisi bahan organik (Metcalf & dengan adanya efisiensi penurunan parameter
Eddy, 2003). Proses dekomposisi oleh organik.
100
% Penyisihan NH3
80
60
100
80
% Penyisihan NH3
60
40
a2 = aerasi + tanaman (4L/hari)
b2 = Tanpa aerasi + tanaman (4L/hari)
20 ka2 = Aerasi + tanpa tanaman (4L/hari)
kb2 = Tanpa aerasi + tanpa tanaman (4L/hari)
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu (Hari)
Gambar 7 Hubungan Waktu Sampling dengan % Penysihan NH3 pada Reaktor Debit 4 L/hari
Namun, efisiensi penyisihan ammonia pada Perbandingan antara reaktor uji dengan
siklus akhir tidak mengalami penurunan yaitu masih reaktor kontrol menunjukkan bahwa reaktor kontrol
97% penurunan. Selain itu, penelitian ini mampu menyisihkan ammonia hingga 82%.
menunjukkan kemampuan penyisihan ammonia Penyisihan ammonia pada reaktor uji dan reaktor
menggunakan aerasi relatif stabil atau tanpa terjadi kontrol kemungkinan karena adanya mekanisme
peningkatan dan penurunan yang berarti. Adanya penyisihan melalui uptake tumbuhan, adsorbsi, serta
penambahan aerasi pada reaktor uji baik pada reaktor aktivitas mikroorganisme. Namun, pada reaktor
debit 2 L/hari maupun debit 4 L/hari memberikan kontrol terdapat satu mekanisme yang cukup
dampak positif yaitu peningkatan penyisihan pada signifikan dalam menyisihkan ammonia, yaitu
parameter uji ammonia, hal ini bisa terjadi karena volatilisasi (Shunan, et al., 2016). Volatilisasi
adanya aerasi bisa menjaga kondisi reaktor memiliki merupakan proses perubahan ammonia menjadi
kandungan oksigen terlarut (DO) yang tinggi sehingga bentuk gas, pada kondisi basa atau pH>8 (Bastviken,
mencukupi kebutuhan mikroorganisme untuk 2006). Volatilisasi ammonia juga terjadi pada
mengurai ammonia menjadi unsur yang lebih keadaan tanah tergenang, walaupun keadaan
sederhana dan mudah diserap oleh tumbuhan dan tergenang belum tentu menyebabkan terjadinya
dilepas ke udara yaitu nitrit dan nitrat melalui proses volatilisasi pada wetland (Fillery, et al., 1986).
nitrifikasi dan denitrifikasi (Shelef, et al., 2013). Efisiensi penyisihan ammonia pada reaktor kontrol
tidak lebih baik dari reaktor uji yang menggunakan