Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Lagu akan selalu berkaitan dengan lirik dan musik yang mengiringinya.

Dapat dikatakan bahwa kekuatan dari sebuah lagu terletak pada hadirnya kedua

aspek tersebut. Lirik merupakan pemikiran atau gagasan seseorang terhadap suatu

hal yang dituangkan dalam rangkaian kata dengan musik sebagai media

penyampaiannya. Sebuah lagu tanpa lirik hanya akan menjadikannya sebuah

musik instrumental, begitu pula dengan sebuah lagu tanpa musik tidak akan

membedakannya dengan sebuah puisi atau sajak sehingga dapat pula dikatakan

lagu merupakan perpaduan antara dinamisme musik dan keindahan bahasa sastra

meskipun tentu saja tidak semua lagu dapat digeneralisasi demikian. Lalu, apa

yang membuat sebuah lagu dapat dikaitkan dengan sastra?

Sastra menurut Esten (1978: 9) merupakan pengungkapan dari fakta

artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat)

melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap

kehidupan manusia (kemanusiaan). Jenis karya sastra yang hampir serupa dengan

lirik lagu adalah puisi. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001: 820),

lirik merupakan karangan (sastra) prosa tetapi berirama puisi sehingga lebih indah

dari prosa biasa. Hal ini sejalan dengan beberapa definisi puisi yang dikemukakan

oleh para penyair romantik Inggris. Carlyle (via Pradopo, 2010: 6) berpendapat

 

bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair dalam

menciptakan puisi itu memikirkan bunyi yang merdu seperti musik dalam

puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian

bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan menggunakan orkestra bunyi.

Dunton (via Pradopo, 2010: 6) juga berpendapat bahwa sebenarnya puisi

merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa

emosional serta berirama, misalnya dengan kiasan, citra-citra, dan disusun secara

artistik dan bahasanya penuh perasaan serta berirama seperti musik. Dari beberapa

pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa puisi dan lirik lagu sebenarnya

memiliki bentuk yang sama, yang membedakan keduanya adalah cara

penyampaiannya. Puisi disampaikan dengan cara dibaca, sedangkan lirik lagu

dengan cara dinyanyikan dengan iringan musik. Pada penelitian ini, yang

digunakan sebagai objek material penelitian adalah lirik lagu dari sebuah grup

musik Jepang bernama Sound Horizon.

Gensou gakudan1 Sound Horizon atau lebih dikenal dengan sebutan Sound

Horizon adalah salah satu grup musik dari Jepang. Meskipun dinamakan grup

musik akan tetapi anggota tetap dari Sound Horizon hanya satu orang yaitu Revo.

Revo merupakan pemimpin grup sekaligus sebagai pengarang lagu, penata musik,

dan pengaransemen untuk semua karya dari Sound Horizon. Revo kemudian

bekerja sama dengan para musisi dan penyanyi lain pada setiap karya musik dari

Sound Horizon.

                                                            
1
 Gensou gakudan (幻想楽団) – grup musik fantasi  

Sound Horizon menyebut grup musik mereka dengan sebutan gensou

gakudan karena konsep musik mereka yang merupakan musikal cerita fantasi.

Karya musik dari Sound Horizon hampir selalu merepresentasikan cerita fiksi

fantasi dengan tema utama umumnya seputar kehidupan manusia dengan

mengangkat aspek kontradiksi antara dua hal yang bertentangan tetapi tidak dapat

terpisahkan seperti kehidupan dan kematian, kegembiraan dan kesedihan, cahaya

dan kegelapan, cinta dan kebencian, dan lain sebagainya. Sound Horizon memiliki

seorang ilustrator bernama yokoyan yang bertugas menangani ilustrasi pada setiap

karya dari Sound Horizon untuk dapat membantu memudahkan imajinasi

pendengar terhadap dunia yang ada di dalam cerita pada setiap karya musik dari

Sound Horizon. Selain itu, Sound Horizon juga menghadirkan peran narator serta

tidak jarang melibatkan para seiyuu 2 untuk menyuarakan dialog-dialog dalam

karyanya.

Sound Horizon telah merilis tujuh album konsep (Sound Horizon

menyebutnya sebagai CD cerita), tiga album orisinal, satu best album, dan empat

maxi single3 hingga saat ini. Seperti yang telah ditulis sebelumnya, hampir seluruh

album dan maxi single dari Sound Horizon merepresentasikan sebuah cerita

dengan tema tertentu. Album konsep (untuk selanjutnya penulis akan

                                                            
2
 Seiyuu (声優) pada dasarnya sama seperti penyulih suara. Penulis memutuskan untuk
tetap menggunakan istilah seiyuu dikarenakan tingkat profesinya di Jepang berbeda dengan di
Indonesia.
3
 Merupakan sebutan untuk rilisan sebuah single yang berisi lebih dari dua lagu di
dalamnya. Sebuah maxi single biasanya berisi antara tiga hingga lima lagu, sebagai perbandingan
untuk sebuah single yang umumnya hanya berisi dua lagu saja.

menggunakan istilah CD cerita) dari Sound Horizon yang akan diteliti pada

skripsi ini adalah CD cerita ketujuh yang berjudul Märchen (dilafalkan: mĕr'khən).

Märchen merupakan kata yang berasal dari bahasa Jerman dan dalam

bahasa Indonesia memiliki arti ‘dongeng’. Sesuai dengan namanya, CD cerita

ketujuh tersebut mengangkat tujuh dongeng yang diambil dari kumpulan dongeng

terkenal dari Jerman4 sebagai cerita utamanya. Sepertinya hal itulah yang menjadi

alasan Sound Horizon kemudian mengambil kata Märchen sebagai judul CD

cerita ketujuhnya.

CD cerita Märchen terdiri atas sembilan lagu yang berurutan sehingga

tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian tanpa mengkaji keseluruhan

lirik lagu yang terdapat pada CD cerita tersebut. Lagu pertama memiliki peran

sebagai lagu pembuka cerita yang kurang lebih menjelaskan mengenai situasi

yang melatarbelakangi cerita. Kemudian tujuh lagu setelahnya (lagu kedua hingga

kedelapan) masing-masing menceritakan kisah dari tujuh aktris utama, yang

menjadi fondasi CD cerita Märchen. Dan lagu kesembilan yang merupakan lagu

terakhir berperan seperti penutup cerita. Sebagai CD cerita, Märchen memiliki

elemen-elemen layaknya cerita fiksi pada umumnya seperti karakter atau tokoh,

alur, latar, tema, serta sudut pandang meskipun tidak sedetail cerita fiksi pada

                                                            
4
 Kumpulan dongeng yang dimaksud adalah Kinder und Hausmärchen (Dongeng Anak-
anak dan Rumah Tangga) atau lebih dikenal dengan nama Grimms Elfenmärchen (Dongeng
Grimm) karya Jacob dan Wilhelm Grimm, kakak-beradik penulis dongeng berkebangsaan Jerman.
Kumpulan dongeng ini dipublikasikan pertama kali pada tahun 1812. Edisi ketujuh kumpulan
dongeng ini merupakan edisi final yang diterbitkan pada tahun 1857, memuat 200 dongeng dan
sepuluh cerita legenda anak-anak. Dongeng-dongeng terkenal seperti Hansel & Gretel, Putri Salju
dan Tujuh Kurcaci, serta Rapunzel merupakan contoh beberapa dongeng karya Grimm (Heidi
Anne Heiner. “The Quest for The Earliest Fairy Tales”. Diakses pada 6 Maret 2014, Pukul 14.38
WIB dari http://www.surlalunefairytales.com/introduction/earliesttales.html)

umumnya. Hal-hal tersebut yang membuat penulis tertarik untuk meneliti CD

cerita Märchen sebagai objek penelitian pada skripsi ini.

Märchen dimulai dengan cerita mengenai seorang pria bernama Märchen

von Friedhof yang terbangun di dasar sumur dengan sebuah boneka perempuan

yang dapat berbicara bernama Elise. Elise yang dikuasai oleh rasa dendam lalu

mengajak Märchen untuk melakukan aksi balas dendam bersama-sama. Märchen

kemudian mendatangi tujuh wanita yang telah melewati ‘batas’ 5 kemudian

menawarkan kepada mereka kesempatan untuk melakukan aksi balas dendam di

bawah arahannya. Tujuh dongeng Jerman yang telah disebutkan sebelumnya

itulah yang menjadi dasar cerita ketujuh wanita ini. Ketujuh dongeng tersebut

diceritakan kembali dengan pendekatan tragedi yang disesuaikan dengan situasi

tragis yang dialami ketujuh wanita tersebut. Dalam hal ini penulis melihat adanya

paradoks antara dongeng yang diangkat pada CD cerita Märchen dengan fungsi

dongeng pada umumnya. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001: 355),

dongeng merupakan cerita yang dikarang-karang karena banyak hal di dalamnya

yang tidak masuk akal atau tidak dapat ditemukan dalam kenyataan hidup sehari-

hari. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1997: 144), secara

umum pengertian dongeng adalah cerita yang dituturkan atau dituliskan yang

bersifat hiburan dan biasanya tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan.

Dongeng merupakan suatu bentuk karya sastra yang ceritanya tidak benar-benar

terjadi/fiktif yang bersifat menghibur dan terdapat ajaran moral yang terkandung

                                                            
5
 Pada naskah lirik asli CD cerita Märchen tertulis sebagai kyoukai (境界) namun tidak
dijelaskan dengan pasti tentang ‘batas’ apa yang dimaksud pada CD cerita tersebut. Berdasarkan
apa yang penulis pahami dari situasi pemakaian kata tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
‘batas’ yang dimaksud pada CD cerita Märchen merupakan batas antara kehidupan dan kematian.

dalam cerita dongeng tersebut. Hal senada juga dikatakan oleh Trianto (2007:

46) yakni dongeng adalah cerita fantasi sederhana yang tidak benar-benar terjadi

berfungsi untuk menyampaikan ajaran moral (mendidik) dan juga menghibur.

Selain itu melalui dongeng, nilai, kepercayaan, dan adat masyarakat juga dapat

tercermin. Kisah ketujuh wanita tersebut selain diangkat dari tujuh dongeng

Jerman, masing-masing juga dihubungkan dengan konsep seven deadly sins 6 .

Berdasarkan hal-hal yang dijelaskan di atas, penulis ingin mengetahui makna yang

ingin disampaikan oleh Sound Horizon melalui CD cerita Märchen tersebut.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis akan meneliti

sembilan lirik lagu yang terdapat pada CD cerita Märchen karya Sound Horizon.

CD cerita Märchen merupakan CD cerita yang dibuat berdasarkan tujuh dongeng

Jerman yang diceritakan kembali dengan pendekatan tragedi dan dihubungkan

dengan konsep seven deadly sins. Adapun rumusan masalah penelitian dijabarkan

sebagai berikut:

1. Apa makna yang terkandung pada CD cerita Märchen?

2. Bagaimana hubungan konsep seven deadly sins terhadap cerita dalam CD

cerita Märchen?

                                                            
6
 Dalam teologi Kristen, terdapat dosa-dosa yang tergolong ke dalam dosa yang
mematikan. Disebut mematikan karena dosa-dosa tersebut dapat mengecualikan manusia dari
keadaan rahmat (state of grace) jika tidak benar-benar bertobat dan dihilangkan dari nurani
manusia. S. Paulus mengatakan: “Dari kemurkaan terpenuhilah kehendak raga maupun jiwa.”
sehingga dari ketujuh dosa mematikan tersebut terdapat tiga dosa yang tergolong ke dalam dosa
raga karena beroperasi melalui indulgensi indera manusia yakni nafsu birahi (lust), kehilangan
kuasa diri (intemperance), dan kemalasan (sloth). Sementara empat dosa lainnya diklasifikasikan
sebagai dosa jiwa karena lebih tersalurkan di dalam pikiran manusia dibandingkan raga yakni
kebanggaan (pride), iri hati (envy), amarah (wrath), dan ketamakan (covetousness) (Liddle, 1858:
2)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan teoritis dan tujuan praktis. Tujuan teoritis

pada penelitian ini adalah untuk mengetahui makna yang terkandung dalam lirik

lagu-lagu pada CD cerita Märchen karya Sound Horizon berdasarkan perspektif

teori semiotika Riffaterre. Sedangkan tujuan praktisnya adalah untuk

memperkenalkan Sound Horizon dan CD cerita ketujuhnya yakni Märchen

kepada pembaca sehingga diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian

karya-karya Sound Horizon yang terkait dengan lirik-lirik lagu yang dibuatnya

khususnya di Universitas Gadjah Mada.

1.4. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian terhadap lirik lagu dengan

menggunakan teori semiotika Riffaterre pernah dilakukan oleh Andini Surety

Indranesya dalam skripsinya yang berjudul Lirik Lagu Kanjani Eito Bertema

Osaka: Analisis Semiotik Riffaterre pada tahun 2012. Indranesya menggunakan

teori semiotika Riffaterre untuk menganalisis empat lirik lagu bertema Osaka dari

sebuah grup musik dari Jepang bernama Kanjani Eito. Dari hasil analisis yang

dilakukan oleh Indranesya, diketahui makna keempat lirik bertema Osaka tersebut

yakni menceritakan prinsip hidup yang dimiliki orang-orang Osaka yang tidak

pantang menyerah dalam menghadapi berbagai rintangan dan selalu berusaha

untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Sedangkan pada penelitian ini,

penulis menggunakan lirik lagu dari grup musik yang berbeda dari penelitian yang

dilakukan oleh Indranesya.


Penelitian oleh Noor Sa’idah dalam skripsinya yang berjudul Diksi, Gaya

Bahasa, dan Kata Konkret dalam Lirik Lagu Karya Ninomiya Kazunari pada

tahun 2014 juga merupakan penelitian terhadap lirik lagu. Sa’idah meneliti diksi,

gaya bahasa, kata konkret, serta ketidaklangsungan ekspresi pada tiga lirik lagu

karya Ninomiya Kazunari. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Sa’idah,

diketahui makna dari ketiga lagu yang dianalisis yakni lagu pertama Niji adalah

kenangan sepasang kekasih yang sudah menikah saat mereka masih berpacaran,

lagu kedua Gimmick Game adalah kebohongan dan pengkhianatan yang dilakukan

oleh sepasang kekasih, dan lagu ketiga 1992*4##111 adalah penyampaian rasa

terima kasih melalui sebuah kode.

Penelitian yang dilakukan oleh Dinar Kinanthi Hanggoro Kasih pada tahun

2012 yang berjudul Puisi Remon Aika dalam Antologi Chiekosho Karya

Takamura Kotaro (Sebuah Kajian Semiotik Riffaterre) juga menggunakan teori

semiotika Riffaterre dalam skripsinya untuk menganalisis sebuah puisi dan

menyimpulkan makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Kasih menganalisis

sebuah puisi berjudul Remon Aika karya Takamura Kotaro dan menyimpulkan

bahwa puisi tersebut merupakan refleksi cinta dan kasih sayang dari seorang

suami kepada istrinya.

Dari beberapa tinjauan pustaka yang telah disebutkan sebelumnya,

penelitian ini menggunakan objek material yang berbeda dengan penelitian-

penelitian yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian Kasih menggunakan puisi

Jepang kontemporer sebagai objek material penelitian, sedangkan penelitian ini

menggunakan lirik lagu. Meskipun pada penelitian Indranesya dan Sa’idah juga

menggunakan lirik lagu sebagai objek material penelitiannya, tetapi sembilan lirik

lagu dari CD cerita Märchen karya Sound Horizon yang digunakan pada

penelitian ini memiliki hubungan pada setiap liriknya yang pada akhirnya

membentuk sebuah cerita yang padu, sedangkan empat lirik lagu dari Kanjani Eito

pada penelitian Indranesya dan tiga lirik lagu pada penelitian Sa’idah merupakan

lirik lagu yang berdiri sendiri dan tidak memiliki hubungan satu sama lain.

1.5. Landasan Teori Penelitian

Teori utama yang dipakai pada penelitian ini adalah teori semiotika. Teori

semiotika pada dasarnya merupakan teori mengenai tanda. Menurut Paul Cobley

dan Litza Janz, secara definitif semiotika berasal dari kata seme dari bahasa

Yunani yang berarti penafsir tanda. Literatur lain menjelaskan bahwa semiotika

berasal dari kata semeion yang berarti tanda. Dalam pengertian yang lebih luas,

sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi

tanda, bagaimana cara kerjanya, serta apa manfaatnya terhadap kehidupan

manusia (Ratna, 2004: 97)

Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah

keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal.

Menurut Eco (via Ratna, 2004: 105), semiotika berhubungan dengan segala

sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Sebuah tanda adalah segala sesuatu yang

secara signifikan dapat menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tidak

harus eksis atau hadir secara aktual (Ratna, 2004: 105)

Dalam bentuk teks, baik berupa narasi maupun notasi, musik dapat

dianalisis secara semiotis. Komponis dalam hubungan ini memiliki kedudukan


10 

yang sejajar dengan para subjek kreator dalam karya sastra. Dengan menentukan

medium, fungsi-fungsi, pesan-pesan, dan efeknya terhadap masyarakat, maka

aspek sintaksis, semantis, dan pragmatisnya dapat dianalisis secara semiotis.

Hadirnya musik dan lagu-lagu populer, sebagaimana novel populer yang selalu

dihindarkan dalam karya sastra dengan alasan bermutu rendah, melalui sudut

pandang semiotika diharapkan dapat memberikan hasil yang berbeda (Ratna,

2004: 108-109)

Teori semiotika dari Michael Riffaterre yang ditulisnya dalam buku yang

berjudul Semiotics of Poetry merupakan teori semiotika yang digunakan sebagai

dasar analisis penelitian ini. Teori semiotika Riffaterre berusaha memberikan

deskripsi yang koheren dan relatif sederhana terhadap struktur makna dari puisi

(Riffaterre, 1978:1)

Secara umum, teori semiotika Riffaterre memiliki empat pokok pemikiran

yang berkaitan dengan pemaknaan karya sastra khususnya puisi. Pertama adalah

ekspresi tidak langsung, yaitu menyatakan suatu hal dengan arti yang lain.

Ekspresi tidak langsung itu disebabkan oleh penggantian arti (displacing of

meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti

(creating of meaning). Penggantian arti disebabkan oleh metafora dan metonimi,

yakni bahasa kiasan pada umumnya yaitu simile (perbandingan), metafora,

personifikasi, sinekdoki, dan metonimi. Penyimpangan arti disebabkan oleh

ambiguitas (disebabkan oleh penggunaan kata-kata, frase, kalimat, atau wacana

yang memiliki makna lebih dari satu (polyinterpretable) yang dapat ditafsirkan

bermacam-macam menurut konteksnya), kontradiksi (disebabkan oleh


11 

penggunaan ironi, paradoks, dan antitesis), dan nonsense (“kata-kata” yang tidak

memiliki arti, tetapi mempunyai makna gaib, atau juga mempunyai makna lain

sesuai dengan konteks, berupa deretan bunyi tanpa arti, juga dapat bermakna lucu

atau kebalikan). Penciptaan arti disebabkan oleh enjambement (perloncatan baris

dalam sajak, membuat intensitas arti atau perhatian pada kata akhir, atau kata

“yang diloncatkan” ke baris berikutnya), sajak (menimbulkan intensitas arti dan

makna liris, pencurahan pada sajak yang berpola sajak itu), tipografi (tata huruf),

dan homologue (persejajaran bentuk atau persejajaran baris) (Pradopo, 1999: 77-

80)

Kemudian yang kedua adalah pembacaan heuristik dan pembacaan

retroaktif atau pembacaan hermeneutik. Pembacaan heuristik atau pembacaan

berdasarkan konvensi bahasanya sebagai sistem semiotik tingkat pertama adalah

pembacaan menurut sistem tata bahasa normatif. Kata-kata yang tidak berawalan

dan berakhiran diberi awalan dan akhiran, dapat pula ditambahkan kata-kata atau

kalimat untuk memperjelas hubungan antarkalimat dan antarbaitnya, susunannya

diubah menjadi susunan tata bahasa normatif, baik kata maupun kalimatnya dapat

diganti dengan sinonimnya atau yang memiliki arti sama. Pembacaan retroaktif

atau pembacaan hermeneutik merupakan pembacaan berdasarkan konvensi

sastranya sebagai sistem semiotik tingkat kedua. Pada pembacaan hermeneutik,

karya sastra dibaca secara berulang (retroaktif) dan diberi tafsirannya berdasarkan

konvensi sastra (dengan menafsirkan metafora dan metoniminya) (Pradopo, 1999:

80-81)
12 

Ketiga adalah pencarian matriks, model, dan varian-variannya. Secara

teoritis, sajak merupakan perkembangan dari matriks menjadi model dan

ditransformasikan menjadi varian-varian. Dalam analisis karya sastra, matriks

diabstraksikan dari karya sastra yang dianalisis. Matriks dapat berupa satu kata,

gabungan kata, bagian kalimat, atau kalimat sederhana (Pradopo, 1999: 81)

Terakhir adalah pencarian hipogram atau hubungan intertekstual. Teeuw

(via Pradopo, 1999: 83) mengatakan untuk memberikan makna yang lebih penuh

dalam pemaknaan sastra, sebuah karya sastra perlu dijajarkan dengan karya sastra

lain yang menjadi hipogram atau latar belakang penciptaannya. Hipogram

merupakan latar penciptaan karya sastra. Latar penciptaan ini dapat berupa

masyarakat, peristiwa dalam sejarah, atau alam dan kehidupan. Selain itu, juga

terdapat hipogram yang berupa karya sastra tertentu yang menjadi latar sebuah

karya sastra (Pradopo, 1999: 83-84)

1.6. Sumber Data dan Metode Penelitian

Seluruh lirik lagu pada CD cerita Märchen karya Sound Horizon yang

akan digunakan sebagai sumber data utama penelitian ini merujuk pada lirik lagu

yang tertulis di buku lirik lagu yang terdapat di dalam album tersebut yakni Das

Märchen des Lichts & Dunkels ~Siebte Märchen~, karena seringkali ditemukan

perbedaan antara lirik lagu yang tertulis di buku lirik lagu dengan lirik lagu yang

dinyanyikan oleh Sound Horizon. Meskipun judul dari buku lirik lagu tersebut

tertulis dalam bahasa Jerman, tetapi lirik lagu yang tertulis di dalamnya

seluruhnya menggunakan bahasa Jepang.


13 

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode

penelitian kualitatif yang terfokus pada pemaknaan lirik lagu dengan

menggunakan pendekatan semiotika Riffaterre. Berikut merupakan urutan cara

kerja yang dilakukan untuk mengkaji makna yang terkandung pada lirik lagu

tersebut:

1. Menentukan album dari Sound Horizon yang akan dijadikan objek

penelitian ini, yaitu CD cerita ketujuh berjudul Märchen.

2. Mengumpulkan data-data yang relevan terhadap penelitian ini, antara lain

dengan membaca buku-buku maupun skripsi mengenai teori-teori yang

digunakan dalam penelitian dan mencari sumber bacaan lain yang relevan

melalui media internet berupa jurnal/artikel.

3. Melakukan pembacaan heuristik dan hermeneutik terhadap seluruh lirik lagu

dalam CD cerita Märchen sesuai dengan teori semiotika Riffaterre.

4. Mencari matriks, model, dan varian, serta menentukan hipogram dari

seluruh lirik lagu dalam CD cerita Märchen kemudian menginterpretasikan

makna yang ingin disampaikan melalui album tersebut berdasarkan teori

semiotika Riffaterre.

5. Menarik kesimpulan dari penelitian.

6. Menulis laporan akhir penelitian berupa skripsi.

1.7. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri atas empat bab yang ditulis secara sistematis. Bab I

merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian berupa uraian

mengenai hal-hal yang mendasari penulis melakukan penelitian; rumusan masalah


14 

penelitian yakni berisi uraian butir-butir masalah yang akan diteliti; tujuan

penelitian yaitu uraian mengenai tujuan dari penelitian ini; tinjauan pustaka

berupa tinjauan penelitian-penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya

untuk membuktikan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang

sudah ada; landasan teori penelitian berupa uraian mengenai teori yang digunakan

penulis dalam penelitian ini; sumber data dan metode penelitian merupakan

penjelasan mengenai hal yang dijadikan sebagai sumber data utama dalam

penelitian serta metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini; dan

sistematika penulisan yaitu uraian mengenai sistematika penelitian ini.

Selanjutnya pada bab II merupakan uraian mengenai biografi dan

diskografi dari Sound Horizon. Pada sub-bab biografi Sound Horizon merupakan

penjelasan singkat mengenai Sound Horizon serta perjalanan karir musiknya

hingga saat ini dan pada sub-bab diskografi Sound Horizon merupakan kumpulan

daftar rekaman dari Sound Horizon yang diurutkan secara sistematis.

Analisis makna lirik lagu dalam CD cerita Märchen diuraikan pada bab III.

Pada bab ini dilakukan empat tahapan analisis sesuai dengan teori semiotika

Riffaterre yang telah dijelaskan sebelumnya pada masing-masing sembilan lagu

yang terdapat pada CD cerita ketujuh Sound Horizon, Märchen. Empat tahapan

analisis tersebut adalah pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, pencarian

matriks, model, dan varian, serta penentuan hipogram.

Terakhir, bab IV merupakan penutup penelitian ini yang merupakan uraian

jawaban dari hasil analisis penelitian sembilan lirik lagu dalam CD cerita

Märchen yang dilakukan pada bab III.

Anda mungkin juga menyukai