Anda di halaman 1dari 8

TUGAS SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

“BAB 6: HARGA TRANSFER”

DISUSUN OLEH:

1. ADRIANA AFFANDA TIMUR F0316002

S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


Definisi Harga Transfer : adalah harga perpindahan barang atau jasa yang
dipertukarkan antar unit-unit atau antar pusat pertanggung jawaban dalam suatu
organisasi.
Sistem Harga Transfer bertujuan :
1. Untuk memberikan informasi relevan pada setiap pusat laba dalam
menentukan harga transfer.
2. Untuk memmotivasi manajer pusat laba pengirim, pusat laba penerima, dan
kantor pusat dalam membuat keputusan yang tepat.
3. Untuk menyajikan laporan laba setiap divisi yang secara layak mengukur
prestasi divisi.
Metode Penentuan Harga Transfer
Istilah “harga transfer” yang digunakan disini adalah nilai yang diberikan
kepada suatu transfer barang dan jasa dalam suatu transaksi dimana setidaknya ada satu
pusat laba yang terlibat didalamnya. Harga semacam ini biasanya melibatkan suatu
elemen laba karena sebuah perusahaan yang independent tidak akan mentransfer
barang dan jasa ke perusahaan independent yang lain sebesar biaya produksi atau lebih
rendah dari itu.
Prinsip Dasar
Prinsip dasarnya adalah bahwa harga transfer harus sama dengan harga yang
dipatok seandainya produk tersebut terjual kepada konsumen luar atau dibeli dari
pemasok luar.
Situasi Ideal
Harga transfer yang berdasarkan harga pasar akan menghasilkan kesamaan
tujuan, dan tidak membutuhkan administrasi pusat jika kondisi-kondisi dibawah ini
terpenuhi :
1. Orang-orang kompeten.
2. Atmosfer yang baik
3. Harga pasar.
4. Kebebasan memperoleh sumber daya.
5. Informasi penuh.
6. Negosiasi
Hambatan-hambatan Dalam Perolehan Sumber Daya
1. Pasar yang terbatas.
Dalam berbagai perusahaan, pasar bagi pusat laba penjual atau pembeli dapat
saja sangat terbatas.
2. Kelebihan atau Kekurangan Kapasitas Industri.
Seandainya pusat laba penjualan tidak dapat menjual seluruh produk ke pasar
bebas – dengan kata lain, ia memiliki kapasitas yang berlebih. Perusahaan
mungkin tidak akan mengoptimalkan labanya jika pusat laba pembelian
membeli produk dari pemasok luar sementara kapasitas produksi di dalam
masih memadai
Harga Transfer Berdasarkan Biaya
Keputusan yang harus dibuat dalam system harga transfer berdasarkan biaya :
1. Dasar biaya
Basis yang umum adalah biaya standar. Biaya actual tidak boleh digunakan
karena factor inefisiensi produksi akan terlewatkan bagi pusat laba
pembelian
2. Markup laba.
3. Dalam menghitung markup laba, juga terdapat dua keputusan :
a. Apa basis markup laba tersebut
b. Tingkat laba yang diperbolehkan.
Biaya Tetap dan laba Hulu
Penetapan harga transfer dapat menimbulkan permasalahan yang cukup serius
dalam suatu perusahaan yang terintegrasi. Metode-metode yang digunakan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara-cara yang digambarkan di bawah ini :
1. Persetujuan diantara unit-unit usaha.
2. Dua langkah penentuan harga
3. Pembagian laba
4. Dua bentuk harga
Pengendalian atas Jumlah Jasa
Manajer unit usaha mungkin diharuskan untuk menggunakan staf perusahaan
yang tidak dapat dikendalikan efisiensi kinerjanya ( teknologi informasi dan riset &
pengembangan) tetapi dia tapi dapat mengendalikan jumlah jasa yang diterimanya.
Ada tiga teori pemikiran mengenai jasa-jasa seperti ini :
1. Teori pertama menyatakan bahwa sebuah unit usaha harus membayar biaya
variable standar dari jasa yang diberikan.
2. Teori kedua menyarankan harga yang sama dengan biaya variable standar
ditambah porsi yang cukup memadai atas biaya tetap standar – yaitu biaya
penuh (full cost).
3. Teori ketiga menyarankan suatu harga yang sama dengan harga pasar, atau
biaya penuh standar (standard full cost) ditambah dengan margin labanya.
Kesederhanan dari Mekanisme Harga
Harga yang dibebankan untuk servis perusahaan tidak akan mencapai tujuan
kecuali metode dalam menghitungnya dapat dimengerti dan dipahami dengan cukup
mudah oleh para manajer unit usaha.
Administrasi Harga Transfer
1. Negosiasi
Pada sebagian besar perusahaan, unit-unit usaha menegosiasikan harga transfer
satu sama lain; maksudnya, harga transfer yang tidak ditentukan oleh kelompok
staf sentral.
2. Arbitrase dan Penyelesaian Konflik
Bagaimanapun rincinya peraturan penentuan harga (pricing rule), mungkin
tidak ada kasus dimana unit-unit usaha tidak setuju pada harga tertentu. Untuk
alasan tersebut, suatu prosedur harus dibuat untuk menengahi pertikaian harga
transfer.
3. Klasifikasi Produk
Luas dan formalitas dari sourcing dan peraturan penentuan harga transfer
tergantung pada banyaknya jumlah transfer dalam perusahaan dan ketersediaan
pasar dan harga pasar. Makin besar jumlah transfer dan ketersediaan harga
pasar, makin formal dan spesifik peratutran yang ada.
PT ADARO INDONESIA (PT Adaro Energy Tbk) adalah perusahaan batubara
kedua terbesar di Tanah Air yang memiliki produk andalan Enviro Coal, batubara
berkalori rendah dan ramah lingkungan. Perusahaan yang punya cadangan batubara
mencapai 928 juta ton dengan luas pertambangan 34.940 hektare ini sebelumnya
dimiliki konglomerat Sukanto Tanoto. Tapi, akibat dijaminkan ke Deutcshe Bank,
perusahaan itu belakangan dibeli konsorsium pengusaha Indonesia dengan harga
murah. Konsorsium itu, di antaranya Edwin Soryadjaya, Sandiaga S Uno, Teddy
Rachmat, dan Boy Garibaldi Thohir yang kini jadi Dirut PT Adaro Indonesia. PT Adaro
Indonesia diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan cara transfer pricing.
Sebab.
Adaro telah melakukan manipulasi penggelapan pajak dengan transaksi jual
beli batubara secara tidak wajar (tidak sesuai dengan harga batubara pasaran
Internasional) kepada perusahaanya Coaltrade Services International Pte. Ltd asal
Singapura. Tujuh tahun silam, Adaro melakukan perjanjian dengan Coaltrade Services
International Pte Ltd, sebuah perusahaan kertas (paper company) di Singapura.
Perjanjian itu menyatakan bahwa Adaro menjual batubara per tahun dengan harga
tertentu, di bawah harga yang berlaku di pasar. Coaltrade lalu menjualnya dengan harga
internasional. Yang dijual bukan sembarang batubara, melainkan batubara bermutu
tinggi. Pada tahun 2005, Adaro menjual batubara ke perusahaan Coaltrade dari
Singapura sebesar US$26 per ton, sementara harga pasar US$48 per ton. Sedangkan
pada 2006, Adaro menjual batubara ke Coaltrade US$29 per ton, sementara harga
internasional mencapai US$40 per ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26
juta ton lebih dan 2006 mencapai 34 juta ton, terdapat selisih antara harga jual ke
Coaltrade dan harga jual internasional masing-masing US$589,9 juta (Rp5,8 triliun
dengan kurs rata-rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan US$363,1 juta
(Rp3,3 triliun dengan kurs rata-rata 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006. Jika dihitung
berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya berjumlah US$ 1,287
miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti, ada selisih penjualan Adaro dengan
penjualan berdasarkan harga pasar. Jika dirupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum
lagi kerugian negara dari potensi royalti 13,5% yang nilai berkisar Rp 1,231 triliun.
Akibat transfer pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu diperkirakan ada
Rp 9 triliun dari hasil penjualan yang disembunyikan. Sehingga kerugian negara terkait
pajak dan royalti diperkirakan mencapai Rp 4-5 triliun. Royalti adalah nilai yang harus
dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan transfer pricing yang memperkecil nilai jual
mengakibatkan royalti yang harus dibayarkan otomatis juga turun
Jika di lihat dari sisi hukum, penggelapan pajak karena transfer pricing itu telah
menyimpang dari ketentuan perpajakan yang berlaku, karena secara substansi negara
seharusnya dapat mempajaki perusahaan multinasional tersebut dalam jumlah yang
lebih besar. Sehingga dengan demikian perusahaan yang melakuhan hal tersebut akan
dikenai sanksi pidana perpajakan, untuk Indonesia sesuai dengan Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2000 diatur dalam Pasal 39, bahwa perbuatan kriminal pajak akan
dikenai sanksi pidana penjara paling lama 6 ( enam ) tahun dan denda paling tinggi 4
( empat ) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Perbedaan antara
penghindaran pajak dengan penggelapan pajak sangat tipis dan dari sisi etika bisnis
praktik transfer pricing dapat menimbulkan moral hazard, karena bertentangan dengan
ketentuan yang berlaku. Selain tu, Pengadilan per-pajakan dinilai menjadi solusi
komprehensif dalam menyelesaikan kasus-kasus perpajakan, termasuk dugaan adanya
transfer pricing-manipulasi pajak yang dilakukan sejumlah perusahaan, juga kelompok
usaha Asian Agri. Sebab masalah transfer pricing belum pernah diadili secara pidana,
karena sebenarnya tujuan pajak itu bukan menghukum orang tapi agar uang atau hak
negara tidak dimanipulasi.
Di dalam Undang-Undang Perpajakan pasal 18 ayat 3 juga ditegaskan masalah
perpajakan bukan masuk dalam ranah pidana Di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 tanggal 9 Maret 1993 berisi panduan bagi aparat pajak
untuk menangani transaksi transfer pricing atau yang mengandung indikasi adanya
transfer pricing dan bagaimana perlakuan perpajakannya. Surat edaran ini memuat
berbagai bentuk kekurang wajaran harga, biaya atau imbalan lain yang direalisasikan
dalam suatu transaksi usaha , seperti dalam penentuan : Selain kasus transfer pricing,
Adaro pun terlilit gugatan pengalihan saham yang dijaminkan ke Deustche Bank untuk
mendapatkan pinjaman US$ 100 juta. Berkaitan dengan itu, Direktorat Jenderal
Geologi dan Sumberdaya Mineral meminta direksi Adaro tidak melakukan pengalihan
saham sampai gugatan tersebut selesai. Sebelumnya, kuasa hukum Beckkett Pte Ltd
menuntut Bapepam-LK membatalkan penawaran umum saham perdana (IPO) PT
Adaro Energy Tbk, holding PT Adaro Indonesia. Tim kuasa hukum Beckett
berargumen, proses itu tidak layak karena kepemilikan saham PT Adaro Indonesia
masih dipersengketakan. Karena itu, pantaslah jika Bapepam mengerem langkah Adaro
untuk menjual sahamnya di lantai bursa. Sebab, jika dugaan itu terbukti dan Adaro
harus membayar, para investorlah yang akan dirugikan. Dalam hal ini, pemerintah
seharusnya semakin ketat dalam melakukan pengawasan terhadap sistem harga transfer
yang dilakukan oleh perusahaan - perusahaan di Indonesia . Adanya berbagai undang-
undang yang mengatur mekanisme harga transfer antar anak perusahaan yang masih
dalam satu grup perusahaan seharusnya bisa mempermudah pemerintah unutk
mencegah kasus adaro ini terulang. Keberadaan Undang-Undang Perpajakan No. 10
Tahun 1994 , Surat Edaran Dirjen Pajak N0. SE-04/PJ.7/1993, dan Undang - Undang
lainnya seharusnya bisa memberikan kekuatan bagi pemerintah untuk melakukan
pengawsan serta koreksi terhadap transaksi - transaksi perusahaan yang menyalahi
aturan. Ketika seluruh elemen baik itu elemen dari pemerintah, ataupun perusahaan
telah berkomitmen menjalankan kewajibanya masing - masing maka akan sangat
mudah untuk mencegah sistem harga transfer yang dijalankan oleh perusahaan-
perusahaan di dalam negeri menjadi disfungsional serta mencegah praktik
penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri melalu
transaksi yang tidak wajar
Praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam
negeri melalui transaksi yang tidak wajar misalnya seperti yang dilakukan PT Adaro
Indonesia telah memberikan efek negative bagi negara Indonesia, karena apabila
dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan negara menderita kehilangan
pendapatan pajak dengan jumlah yang cukup signifikan. Dari berkurangnya
pendapatan pajak itu sendiri saja sudah akan memberikan dampak bagi pertumbuhan
ekonomi negara Indonesia, belum lagi dampak-dampak tidak langsung yang kemudian
muncul seperti berkurangnya dana untuk pelayanan masyarakat, berkurangnya dana
bantuan/ subsidi dari pemerintah. Selain dari penghindaran pajak kerugian yang
ditanggung oleh masyarakat Indonesia dari praktik semacam ini dapat dikatakan tidak
sebanding, karena masyarakat Indonesia yang dalam kasus contoh ini juga diposisikan
sebagai salah satu pasar target dari perusahaan tersebut hanya menjadi layaknya sapi
perah yang tidak mendapatkan imbalan.

Anda mungkin juga menyukai