PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
pembelajaran yang dilakukan penulis di SMTK Baa Rote Ndao Kelas X. Secara spesifik
ditemukan kurangnya perhatian siswa pada mata pelajaran dikarenakan siswa lebih
suka diam dari pada bertanya, dan kurangnya pemahaman siswa dalam penguasaan
materi. Sehingga hasil yang diharapkan tidak sesuai dengan tujuan ini terbukti pada
setiap kali evaluasi, siswa tidak dapat mengisi dengan benar, sehingga siswa yang
memperoleh nilai ideal hanya sekitar 60,74 % dari 27 siswa
Dalam mengidentifikasi masalah dari prasiklus pada proses pembelajaran, penulis
yang dibantu Pemandu menemukan masalah dari pembelajaran yang dilaksanakan,
yang berdampak pada kurangnya tingkat pencapaian nilai dalam proses belajar siswa.
Masalah-masalah yang timbul yaitu :
1. Siswa kurang berani bertanya saat berlangsungnya proses pembelajaran.
2. Rendahnya nilai yang diperoleh siswa.
Dari hasil analisis yang dilakukan melalui diskusi dengan Pemandu terdapat
kelemahan dan kekurangan dari cara penulis melakukan proses pembelajaran, hal
tersebut disebabkan oleh :
1. Kurang terbiasa untuk mengajukan pertanyaan.
2. Kurang percaya diri dalam mengajukan pertanyaan.
3. Kurang adanya pendekatan dengan siswa.
4. Kurang trampil dalam menggunakan kata-kata.
5. Kurang adanya pendekatan dengan siswa.
Berdasarkan hal tersebut di atas menjadi fokus perbaikan adalah bagai mana
memotivasi perhatian dan mengaktifkan siswa dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan pemahaman pada materi pembelajaran.
Atas dasar inilah penulis terdorong untuk melakukan perbaikan pembelajaran melalui
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan bimbingan Pemandu untuk memberikan
masukan dan koreksi dalam upaya meningkatkan efektifitas dan kualitas
pembelajaran yang bermakna dan bermanfaat.
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang terdapat pada analisis masalah, maka yang menjadi fokus
perbaikan adalah : “Bagaimana upaya meningkatkan pemahaman siswa terhadap
pembelajaran Pendidikan Agama Kristen melalui metode tanya jawab”.
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang kami lakukan tentang upaya meningkatkan siswa
untuk berani bertanya dan menjawab pertanyaan sehingga timbul rasa percaya diri
dan dapat meningkatkan tentang penguasaan materi pembelajaran. adapun
manfaatnya sebagai berikut :
1. Siswa lebih aktif untuk berani bertanya dan menjawab yang berkaitan dengan
materi pembelajaran.
2. Timbul rasa percaya diri siswa dalam mengikuti pembelajaran.
3. Sebagai proses pembiasaan siswa untuk aktif dalam pembelajaran.
4. Siswa lebih tertarik, tertantang dan menyenangkan dalam mengikuti pembelajaran
PAK.
5. Sebagai solusi bagi guru dalam memotivasi.
6. Mengembangkan kemampuan professional guru.
3
7. Memberikan sumbangan positif terhadap kemajuan sekolah dalam perbaikan
proses dan hasil belajar siswa, perubahan menyeluruh, serta konsifnya iklim
pendidikan di sekolah.
E. Definisi Operasional
Dalam perbaikan Pendidikan Agama Kristen melalui Penelitian Tindakan Kelas, kami
menetapkan hipotesa tindakan yang layak dan benar-benar dapat dilaksanakan
sesuai dengan kemampuan, kondisi, sarana dan iklim sekolah.
Upaya maksimal dalam memupuk keberanian siswa, berinteraktif serta memotivasi
perhatian agar terfokus pada saat proses pembelajaran berlangsung. Langkah-
langkah yang ditempuh dalam proses perbaikan pembelajaran Pendidikan Agama
Kristen, kami melakukan berbagai cara dan metode :
1. Metode tanya jawab.
a. Melakukan interaksi dua arah dimana siswa dirangsang untuk dapat
mengemukakan pendapatnya.
b. Siswa dirangsang untuk berani mengajukan dan menjawab pertanyaan secara lisan.
2. Metode demontrasi.
a. Guru menyiapkan kliping yang berhubungan dengan materi pembelajaarn
(gambar- gambar: orang mabuk, chatting, bully, geng motor, tawuran, KDRT,
pergaulan bebas, kehidupan yang foya – foya, waktu adalah uang).
b. Betanya jawab antara guru dan siswa tentang gambar peristiwa yang ada disekitar
tempat tinggalnya.
3. Metode diskusi.
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan materi
pembelajaran pengaruh gaya hidup terhadap keluarga.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pembelajaran
Dalam Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan, kami mengkaji beberapa teori
konsep yang berkaitan serta relevan dengan masalah yang dirumuskan. Teori-teori
yang disajikan meliputi tujuan pembelajaran, memahami pembelajaran, tingkah laku
siswa dalam pembelajaran, dan media pembelajaran serta bagaimana upaya
memotivasi siswa dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran bermanfaat dan
bermakna.
Teori dan konsep yang relevan dan memperkuat teori yang sudah diungkapkan
terhadap penelitian yang dilakukan kami yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan Dalam Sistem Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan harapan, yaitu apa yang diharapkan
dari siswa sebagai hasil belajar. Robert F. Meager memberi batasan yang lebih jelas
tentang tujuan pembelajaran, yaitu maksud yang dikomunikasikan melalui pernyataan
yang menggambarkan tentang perubahan yang diharapkan dari siswa. Jadi tujuan
merupakan deskripsi pola-pola prilaku atau performance yang diinginkan dapat
didemontrasikan siswa. Robert F. Meager (1962:12).
Rumusan tujuan selengkapnya untuk kepentingan pembelajaran menurut Robert F.
Meager (1962:12) adalah sebagai berikut :
a) Secara spesifik menyatakan prilaku yang akan dicapai.
b) Membatasi dalam keadaan maka perubahan prilaku diharapkan dapat terjadi
(kondisi perubahan perilaku).
c) Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan
standar minimal prilaku yang dapat diterima sebagai hal yang dicapai.
Tujuan pembelajaran adalah arah atau sasaran yang hendak dituju dalam proses
pembelajaran, tujuannya menuntun apa yang hendak dicapai. Setiap tujuan yang
ingin dicapai dari manapun sumbernya dapat menuntun kegiatan yang dilakukan.
Untuk mencapai tujuan itu perlu melalui langkah-langkah pencapaian tujuan
perantara yang sifatnya lebih sempit dan waktu yang digunakanpun lebih pendek.
5
Baik tujuan akhir (ultimate goal), tujuan perantara (intermediate goal) maupun tujuan
segera (immediate goal) berada pada satu kerangka. Artinya tujuan sebenarnya yang
hendak dicapai adalah tujuan akhir.
Bentuk prilaku sebagai tujuan, digolongkan ke dalam tiga klasifikasi. Benyamin S.
Bloom dan kawan-kawan menamakan cara mengklasifikasi itu dengan “The
Taxonomy Of Education Objectives”. Taksonomi tujuan pendidikan Bloom dan kawan-
kawan bahwa tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga domain
(disebut pula daerah, aspek, ranah atau matra) yaitu :
a) Domain Kognitif – Pengetahuan
b) Domain Afeftif – Sikap
c) Domain Psikomotor – Keterampilan
6
kemampuan ini adalah mengeneralisasikan.
e) Menyimpulkan, (inferring), yaitu menggambarkan suatu kesimpulan logis dan
informasi yang disajikan. Yang termasuk ke dalam kemampuan ini adalah
menyimpulkan (concluding), membuat ekstrapolasi, interpolasi, dan
meramalkan/memperkirakan (predicting).
f) Membandingkan, yaitu menemukan hubungan antara dua ide objek dan
sebagainya, yang termasuk ke dalam kemampuan ini adalah membedakan
(contrasting), memetakan (mapping) dan memasangkan (mateking).
g) Menjelaskan, (explaining), yaitu kemampuan untuk menyusun dan menggunakan
suatu model sebab akibat dari suatu sistem. Model tersebut bisa diambil dari suatu
teori formal atau dari hasil eksperimen maupun pengalaman dilapangan. Istilah lain
dari kemampuan ini adalah menyusun model (contructing models).
Proses kognitif turut ambil bagian selama proses belajar berlangsung. Oleh karena itu,
faktor tahap perkembangan kognitif siswa menjadi pertimbangan utama
berlangsungnya proses belajar (pendidikan).
Salah satu tokoh aliran kognitifisme Jean Piageat Ilmuan Prancis melakukan penelitian
tentang perkembangan kognitif individu ke dalam empat tahapan utama yang secara
kualitatif setiap tahapan memunculkan karakteristik yang berbeda-beda.Tahapan
perkembangan kognitif itu sebagai berikut :
a) Periode sensori motor (0;0 th – 2;0 th).
Periode ini ditandai oleh penggunaan sensori motorik (dalam pengamatan dan
penginderaan).
b) Periode praoperasional (2;0 th – 7;0 th).
Periode ini terbagi atas dua tahapan, yaitu pra konseptual (2;0 th – 4;0 th) dan intuitif
(4;0 th – 7;0 th).
Periode konseptual dengan cara berfikir yang transduktif (mencari kesimpulan)
tentang suatu klausur. Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang
bersifat egosentris (belum memahami cara lain memandang objek yang sama).
c) Periode operasional konkret (7;0 th – 11th atau 12;0 th).
Tiga kemampuan di atas dan kecakapan baru yang menandai periode ini adalah
mengklasifikasikan angka-angka atau bilangan dan mengkonversi pengetahuan
tertentu. Perilaku kognitif yang tampak ialah kemampuan proses berfikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terkait dengan objek-objek
7
yang bersifat kongkret.
d) Periode operasional formal (10;0 th atau 12;0 th – 14;0 th atau 15;0 th).
Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasionalkan kaidah-kaidah
logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkret.
3. Stimulus Respons Siswa Dalam Belajar
J.B. Watson (1878-1958) mengemukakan bahwa stimulant respon, artinya perilaku
manusia sebagai hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan, perilaku individu
dapat dibentuk sesuai dengan kehendak lingkungan.
Thondike (1879-1974) mengemukakan berlajar lebih bersifat meningkat bertahap
(incoemental) dari pada kehadiran insight (pemahaman). Artinya belajar melalui
langkah-langkah kecil yang sistematis dari pada sebuah lompatan besar.
Hukum-hukum belajarnya yaitu ;
a) Hukum kesiapan
b) Hukum latihan
c) Hukum akibat
d) Respon berganda
e) Sikap
f) Elemen-elemen pra potensi
g) Respon dengan analogi
h) Pergeseran asosiatif.
Teori belajar behaviorisme ini menganggap bahwa tingkah laku manusia merupakan
kumpulan respon terhadap rangsangan. Respon ini meliputi dua macam yaitu :
a) Konveksionis atau asosiasme yang mengungkap tingkah laku. Itu merupakan
respon terhadap stimulus tertentu. Suatu stimulus (S) mempunyai ikatan dengan
respon (R) tertentu.
b) Kognitif atau gestalt yang menganggap bahwa proses kognitif yaitu insight
(pemahaman) merupakan ciri pundamental (asasi) dari respon manusia. Dengan
demikian perilaku siswa itu ditandai oleh kemampuan melihat membuat hubungan
antar unsur-unsur dalam situasi problematic, sehingga diperoleh insight.
Teori behaviorisme mengungkapkan bahwa belajar akan menampakan hasil yang
dapat diawali dan diukur, belajar itu dimodifikasi oleh lingkungan. Proses belajar
terjadi dengan adanya tiga komponen pokok yaitu stimulus, respon dan akibat. (a)
Stimulus adalah unsur lingkungan yang dapat membangkitkan respon individu; (b)
8
respon menimbulkan perilaku jawaban atas stimulus; (c) akibat adalah sesuatu yang
terjadi setelah individu merespon, baik berupa positif maupun negatif.
Dalam memperoleh insight siswa belajar melalui pengalaman mempelajari Ilmu
Pengetahuan Sosial tidak hanya dilakukan dengan mempelajari jawaban soal, tetapi
yang paling penting disini adalah proses dalam menyelesaikan soal sehingga
diperoleh hasil atau jawaban yang tepat.
Perencanaan pembelajaran yang disusun berlandaskan teori ini lebih menekankan
pada materi-materi pembelajaran yang bertalian dengan latihan berfikir analitik
melalui pemecahan masalah. Materi pembelajaran disusun dengan mementingkan
suatu struktur suatu disiplin ilmu, yaitu ide-ide atau konsep maupun teoring yang
asasi dari cabang ilmu pengetahuan tertentu. Belajar dilakukan dengan pendekatan
proses (learning by process). Dengan demikian siswa dapat menguasai bagaimana
cara memecahkan soal atau masalah sekitar teori itu. Dengan penguasaan itu
kemampuannya dapat ditransfer ke dalam berbagai situasi sehubungan dengan teori
yang dipelajarinya. (Lukmanul Hakim:2009:.. ).
9
b. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Beberapa kesimpulan (generalisasi) hasil penelitian para ahli, seperti Dr. William Allen,
Universitas California; DR. Wilburn Schramm, Standford University; Dr. Ray Carpenter
dan Dr. Loran C. Tyford. Departemen Pendidikan Negara Bagian New York (1995:…),
pada intinya menyatakan bahwa berbagai macam media pembelajaran memberikan
bantuan yang sangat besar kepada siswa dalam proses pembelajaran. Namun
demikian, peran yang dimainkan oleh guru itu sendiri juga menentukan terhadap
efektifitas penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran. Peran ini tercermin
dari kemampuan media pembelajaran dalam pembelajaran. Peran ini tercermin dari
kemampuan memilih aneka ragam media pembelajaran sesuai dengan situasi dan
kondisi.
Berdasarkan pembuatan dan pemanfaatanya, jenis media pembelajaran terdiri atas :
1) Media by design, yaitu media pembelajaran yang dirancang, dipersiapkan dan
dibuat sendiri oleh guru lalu digunakan untuk proses pembelajaran. Contohnya
semua media pembelajaran yang dirancang, dipersiapkan dan dibuat sendiri oleh
guru.
2) Media by utilization atau media pembelajaran yang dimanfaatkan, yaitu media
pembelajaran yang dibuat oleh orang lain atau suatu lembaga/institusi, sedangkan
guru hanya tinggal menggunakan atau memanfaatkannya. Contohnya, semua media
pembelajaran yang hanya digunakan atu dimanfaatkannya dan tidak dibuat sendiri.
c. Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat atau kelebihan media pembelajaran antara lain :
1) Menjelaskan materi pembelajaran atau obyek yang abstrak (tidak nyata) menjadi
konkrit (nyata).
2) Memberikan pengalaman nyata dan langsung karena siswa dapat berkomunikasi
dan berinteraksi dengan lingkungan tempat belajarnya.
3) Mempelajari materi pembelajaran secara berulang-ulang.
4) Memungkinkan adanya persamaan pendapat dan persepsi yang benar terhadap
suatu materi pembelajaran atau obyek.
5) Menarik perhatian siswa, sehingga membangkitkan minat, motivasi, aktivitas, dan
kreativitas belajar siswa.
6) Membantu siswa belajar secara individual, kelompok, atau klasikal.
7) Materi pembelajaran lebih lama diingat dan mudah untuk diungkapkan kembali
10
dengan cepat dan tepat.
8) Mempermudah dan mempercepat guru menyajikan materi pembelajaran dalam
proses pembelajaran, sehingga memudahkan siswa untuk mengerti dan
memahaminya.
9) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan indera.
d. Memilih Media Pembelajaran
Gagne dan Briggs (1979:195) menyarankan suatu cara dalam langkah-langkah memilih
media pembelajaran untuk pembelajaran. Langkah dalam memilih media
pembelajaran menurut keduanya adalah :
1) Merumuskan tujuan pembelajaran.
2) Mengklasifikasi tujuan berdasarkan domein atau tipe belajar.
3) Memilih peristiwa-peristiwa pembelajaran yang akan berlangsung.
4) Menentukan tipe perangsang untuk tiap peristiwa.
5) Mendaftar media pembelajaran yang dapat digunakan pada setiap peristiwa dalam
pembelajaran.
6) Mempertimbangkan (berdasarkan nilai kegunaan) media pembelajaran yang
dipakai.
7) Menentukan media pembelajaran yang terpilih akan digunakan.
8) Menulis rasional (penalaran) memilih media pembelajaran tersebut.
9) Menuliskan tata cara pemakaiannya pada setiap event (peristiwa).
10) Menuliskan script (naskah) pembicaraan dalam penggunaan media pembelajaran.
e. Prinsip-Prinsip Pembuatan Media Pembelajaran
Membuat media pembelajaran tidak bisa sembarangan asal jadi, namun harus
direncanakan dan diperhatikan beberapa prinsip berikut ini :
1) Mudah mendapatkan bahan bakunya, diutamakan yang ada di sekitar lingkungan
tempat tinggal siswa atau sekitar sekolah.
2) Murah bahan bakunya sehingga terjangkau oleh siswa, guru, atau sekolah untuk
menyediakan dan membuatnya.
3) Multi guna atau manfaatnya banyak.
4) Menimbulkan kreatifitas siswa.
5) Menarik perhatian, sehingga siswa berminat untuk menggunakannya dan
mendapatkan pemahaman dari materi pembelajaran yang disampaikan melalui media
pembelajaran tersebut.
11
6) Menggunakan bahan yang tidak membahayakan bagi siswa atau guru.
7) Menggunakan media pembelajaran tersebut bisa secara individual, kelompok, atau
klasikal.
8) Menyesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, baik fisik, mental, atau
fikirannya.
12
6) Media pembelajaran menarik, menyenangkan, dan tidak membosankan bagi siswa
untuk menggunakannya.
7) Memenuhi unsur keindahan dalam bentuk, warna dan kombinasinya serta rapi
pembuatannya.
8) Mudah digunakan, baik oleh guru maupun oleh siswa.
9) Penggunaan media pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran tidak sekaligus
dipertunjukan kepada siswa melainkan bergantian sesuai dengan materi
pembelajaran yang dijelaskan.
10) Media pembelajaran yang digunakan merupakan bagian dari materi pembelajaran
yang sedang dijelaskan bukan sebagai selingan atau alat hiburan.
11) Siswa mempunyai tanggung jawab dalam menggunakan media pembelajaran,
sehingga mereka akan merawat dan menyimpannya kembali dengan keadaan utuh
pada tempat yang ditentukan.
12) Media pembelajaran lebih banyak berisikan materi pembelajaran yang
mengandung pesan positif dibandingkan dengan yang negatif.
Penggunaan media pembelajaran (termasuk didalamnya sumber belajar, dan alat-alat
pelajaran) untuk membantu kegiatan belajar seharusnya disesuaikan dengan isi atau
materi pembelajaran dan tujuan yang hendak dicapai. Disamping kesesuaian tersebut,
faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah :
1) Waktu yang tersedia dan yang dibutuhkan untuk belajar menggunakan media
pembelajaran tersebut.
2) Kecakapan guru maupun siswa menggunakan media pembelajaran.
3) Dana yang tersedia untuk pengadaan media pembelajaran yang diperlukan.
13
diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang jawabanya hanya
satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak banyak
kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.
14
kemampuanya untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimilikinya.
D. Motivasi Belajar
Motivasi adalah suatu yang mendorong individu untuk berprilaku yang berlangsung
menyebabkan munculnya prilaku. Seseorang akan melakukan suatu perbuatan
betatapun beratnya jika ia mempunyai motivasi tinggi. Demikian pula dalam belajar
motivasi memegang peranan cukup besar terhadap pencapaian hasil. Tanpa motivasi
seseorang tidak dapat belajar. Motivasi pada dasarnya merupakan dorongan yang
muncul dari dalam diri sendiri untuk bertingkah laku. Dorongan itu pada umumnya
diarahkan untuk mencapai sesuatu atau tujuan.
Prinsip-prinsip motivasi dalam belajar (Depdiknas, 2004:3) yaitu :
1) Jika materi pembelajaran yang dipelajarinya bermakna karena sesuai dengan bakat,
minat, dan pengetahuan dirinya, maka motivasi belajar siswa akan meningkat.
2) Pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang telah dikuasai siswa dapat dijadikan
landasan untuk menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan selanjutnya.
3) Motivasi belajar siswa akan meningkat jika guru mampu menjadi model bagi siswa
untuk dilihat dan ditirunya.
4) Materi atau kegiatan pembelajaran yang disajikan guru hendaknya selalu baru dan
berbeda dari yang pernah dipelajari sebelumnya, sehingga mendorong siswa untuk
mengikutinya.
5) Pelajaran yang dikerjakan siswa tepat dan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuan yang dimilikinya.
6) Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk melakukan tugas.
7) Suasana proses pembelajaran yang menyenangkan dan nyaman bagi siswa.
8) Guru memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk belajar sesuai dengan
strategi, metode, dan teknik belajarnya sendiri.
9) Dapat mengembangkan kemampuan belajar siswa seperti berpikir logis, sistematis,
induktif, atau deduktif.
10) Siswa lebih menguasai hasil belajar jika melibatkan banyak indra.
11) Antara guru dan siswa terjadi komunikasi yang akrab dan menyenangkan sehingga
mampu dan berani mengungkapkan pendapatnya sesuai dengan tingkat berpikirnya.
Motivasi berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai oleh siswa, karena motivasi
15
dan tujuan merupakan bagian penting dari proses belajar agar mendapatkan hasil
yang diinginkan. (Lukmanul Hakim hal. 35-36).
Pendekatan holistik atau terpadu dalam pembelajaran diilhami oleh psikologi Gestalt
yang dipelajari oleh Wertheiner, koffka dan Kohler. Menurut mereka, objek atau
peristiwa tertentu akan dipandang oleh individu sebagai suatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Suatu objek atau peristiwa baru dapat dilihat maknanya jika diamati
dari segi keseluruhannya dan keseluruhan itu bukanlah bagian-bagian. Sebaliknya
suat bagian baru akan bermakna jika berada dalam kaitan dengan keseluruhan.
Para penganut konstruktivisme barpendapat bahwa pengetahuan itu adalah
merupakan konstrksi dari kita yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan
fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, tetapi merupakan konstruksi
kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya.
Pengetahuan bukanlah suatu yang sudah ada di sana dan orang tinggal
mengambilnya, tetapi merupakan suatu bentukan terus-menerus dari seseorang yang
setiap kali mengadakan reorganisasi karena munculnya pemahaman yang baru. (Paul
Suparno, 1997: ).
Selanjutnya, M. Solahudin (1999: ) merumuskan sejumlah pemikiran yang
memungkinkan aktivitas belajar siswa SD lebih bermakna dengan menerapkan prinsip
konstruktivisme. Pemikiran ini terutama berkenaan dengan upaya peningkatan
kualitas proses pembelajaran. Jika para guru cenderung menggunakan cara
pembelajaran yang terarah dengan berpusat pada guru (teacher centered teaching
approach), tentu pendekatan itu tidak relevan dengan prinsip-prinsip pandangan
konstruktivisik.
Cara mengajar demikian, tidak memberi peluang kepada anak untuk mengkreasi dan
membangun pengetahuan. Sebaliknya pandangan konstruktivisme menghendaki
para guru untuk menerapkan pendekatan mengajar yang berpusat pada anak (child
centered teaching approach).
Secara lebih terperinci, cara pembelajaran anak diharapkan dapat dideskripsikan
berikut ini :
1) Orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik, melainkan
juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi dasar
16
siswa.
2) Untuk membuat pelajaran bermakna bagi siswa, topik-topik yang dipelajari dan
disarkan pada pengetahuan siswa yang relevan.
3) Metode yang digunakan harus membuat siswa terlibat dalam suatu aktivitas
langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan (a puasurable hands-on and
playful activity).
4) Dalam proses belajar, kesempatan siswa untuk bermain dan bekerja sama dengan
orang lain juga perlu diperioritaskan.
5) Bahan-bahan yang diajarkan hendaknya bahan yang konkret.
6) Dalam menilai harus pula mencakup semua domain perilaku siswa yang relevan
dengan melibatkan sejumlah alat penilaian.
7) Perlunya para guru menampilkan peran utama sebagai guru dalam proses
pembelajaran siswa, memiliki kemampuan yang kuat untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas dengan mengubah sikap dan strategi dalam mengajar.
(Dra. Sumiati, dkk:2009:…)
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
17
1. Siklus pertama tanggal 8 April 2017
2. Siklus kedua tanggal 22 April 2017.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
Dengan penelitian sederhana yang berdasarkan kepada langkah-langkah PTK, hasil
yang diperoleh sudah menunjukan perubahan positif. Dilengkapi dengan data-data
rasional juga tindakan tersebut hampir sesuai dengan teori-teori pendidikan dan
pembelajaran yang dipelajari sebelumnya, pengalaman pribadi, dan hasil diskusi
dengan teman sejawat serta pemandu.
Masalah yang ditemukan amatlah kompleks dan saling berkaitan satu sama lain.
Proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik manakala :
1. Scenario pembelajaran rencana perbaikan disusun dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan teori pembuatan perencanaan pembelajaran, tujuan, langkah kegiatan, materi
dan evaluasi harus saling berkesuaian dan merupakan satu kesatuan yang padan.
2. Pengelolaan kelas yang baik dan penuh strategi berpengaruh pada kondusifnya
kelas.
Fungsi pengelolaan kelas mencakup kegiatan :
a. Perencanaan pembelajaran diantaranya : Tujuan pembelajaran, materi, media,
metode dan instrument evaluasi yang tepat.
b. Pelaksanaan pembelajaran (adanya interaksi antara guru dengan siswa dan proses-
proses kognitif).
19
3 HESLI SIUBELAN L 30 55 60 48,3 V
4 DELCI ELIAS P 75 75 75 75 V
5 HELDA KO. MANAFE P 60 75 90 75 V
6 JEFRON SOAI L 40 55 55 50 V
7 MERLIN SIUBELAN P 70 70 70 70 V
8 MEKSI NDUN L 55 55 70 60 V
9 SOLEMAN KEBKOLE L 70 70 90 76.6 V
10 NOVIA NDUN P 85 85 95 88.3 V
11 BOBI LESIANGI L 70 70 70 70 V
12 RIFAN LANGGA L 30 30 45 35 V
13 YOHANIS DETHAN L 65 65 65 65 V
14 RUDY BALUKH L 60 60 90 70 V
15 MIRANTI BOLLA P 60 60 60 60 V
16 FALDI BALUKH L 35 60 50 48.3 V
17 RIFEN MAKANDOLU L 35 60 80 65 V
18 BETRIS LIUNESI P 55 55 75 61.6 V
19 MARLIN NDUN P 60 60 60 60 V
20 RIVALDI SIUBELAN L 60 70 75 68.3 V
21 YORI MENOH L 60 65 70 65 V
22 SEPRIYANTO RISSI L 90 100 100 96.6 V
23 PISTON MALELAK L 65 65 65 65 V
24 JAKSON NEHEMIA ADU L 50 70 60 60 V
25 YUNALDI DANIAL NDUN L 60 60 60 60 V
26 YOVANTRI DILLAK L 100 100 100 100 V
27 ATIM MUSKANAN L 60 60 60 60 V
Jumlah Nilai 1640 1795 1920
Rata-Rata Nlai 60,74 66,48 71,11
Daya Serap 60,74% 66,48% 71,11%
Interpretasi Data
1. Secara Individu
a. Banyaknya siswa = 27
b. Siswa tuntas belajar ada 23 siswa
20
c. Pesertase siswa yang telah tuntas = 23 : 27 X 100 % = 85 %
2. Secara Klasikal
a. Siswa belum tuntas belajar karena ketuntasan belajar secara klasikal harus
mencapai 90 %, sedangkan pencapaian belajar setelah siklus ke I dan II mencapai 85
%, sehingga untuk mencapai ketuntasan klasikal masih kurang 5 %.
b. Rata-rata skor sebelum perbaikan = 60,74
c. Rata-rata skor setelah perbaikan = 71,11
Gain skor (perolehan nilai) rata-rata = 10,37
Berdasarkan hasil analisis perbedaan hasil tes, maka dapat diketahui bahwa indikator
keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas telah tercapai. Sehingga penelitian yang
dilakukan telah berhasil telah meningkatkan prestasi belajar siswa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
21
memberikan tanggapan terhadap teman-temannya yang lain yang dinilai cukup baik.
3. Guru tidak mendominasi kelas sehingga interaksi menjadi lebih hidup disrtai rasa
percaya diri dan bertanggung jawab.
4. Meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan.
B. Saran
Sebagai guru harus dapat dipercaya dalam kualitas keprofesiannya sehingga dapat
meningkatkan potensi siswa dalam berbagai aktifitas di dalam kelas. Diharapkan ada
kesesuaian antara pendapat ahli dengan penelitian kelas yang dilaksanakannya.
Seyogyanya tindakan yang dilakukan guru adalah :
1. Guru harus dapat menyusun scenario pembelajaran yang tercakup dalam rencana
perbaikan dengan rincian dan struktur yang sistematis, maka kegiatan belajar
mengajar akan lebih bermakna.
2. Guru harus dapat menguasai kelas dengan pengorganisasian yang baik, maka
situasi kelas akan terkendali sekaligus menyenangkan.
3. Metode yang berfariasi dan dapat melibatkan siswa lebih aktif sehingga siswa tidak
bosan.
4. Guru harus mampu mengatur strategi pembelajaran dan menguasai kaidah-kaidah
pembuatan soal yang baik, maka diharapkan ketercapaian tujuan pelajaran akan
sesuai dengan target yang diharapkan.
Disamping itu, berdasarkan pengalaman melaksanakan perbaikan pembelajaran,
melalui penelitian tindakan kelas, kiranya perlu adanya kelompok kerja diatara guru
untuk saling tukar informasi dan pegalaman berkenaan dengan tugas mengajar
sehari-hari. Dengan demikian guru mengalami masalah dalam proses pembelajaran
akan turut terbantu dan menemukan solusi terbaik.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
Paterson, Katherine. Siapakah Aku. Jakarta: Gunung Mulia. 2004.
Soemanto, Wasty, Drs, M.Pd. Psikologi Pendidikan. Penerbit Rineka Cipta (SMA, SMP).
1994
24