Disusun oleh :
Pembimbing :
JAKARTA
2018
i
Lembar Pengesahan
Laporan Kasus
Telah diajukan dan disahkan oleh dr. Bambang Suharto, Sp.A, MH.Kes di
Arjawinangun, Cirebon pada bulan Mei tahun 2018
Mengetahui:
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan
kasus dengan judul “Sindrom Nefrotik pada Anak usia 2 Tahun”, sebagai tugas
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arjawinangun. Tidak lupa shalawat
serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu kami mengharapkan saran serta kritik yang
dapat membangun dalam laporan presentasi kasus ini untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga presentasi kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua baik sekarang maupun di hari yang akan datang. Amin.
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
dan Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP). Seorang anak yang
lahir dengan kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya Sindrom nefrotik.
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu
kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit
sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemil.
Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia
kurang dari 6 bulan, merupakan kelanian kongenital (umumnya herediter) dan
mempunyai prognosis buruk.
1.1 Tujuan Penulisan
Penyajian laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan kasus Sindrom
Nefrotik pada Anak Usia 2 tahun dan memenuhi sebagian syarat Program
Pendidikan Profesi Kepanitraan Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD
Arjawinangun.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : An. A
Usia : 2 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Cikarang
I. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Bengkak pada mata dan kaki ±15 hari sebelum masuk rumah sakit
2. Keluhan Tambahan
Batuk (+), Pilek (+), Demam (+)
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 2 tahun datang ke RSUD Arjawinangun pada tanggal
02 Mei 2018, dengan keluhan bengkak pada mata dan kaki ±15 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dengan demam naik turun, batuk
berdakah namun tidak keluar, dan pilek. Pasien sebelumnya berobat ke
Puskesmas dan diberikan obat racikan, cefixim dan parasetamol keluhan
berkurang namun masih bengkak pada kaki tanpa mengetahui diagnosis
kerja.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah muntah berak saat bulan September 2017 namun tidak
dirawat. Bulan April 2018 pasien bengkak pada mata dan kaki.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami sakit seperti ini
6. Silsilah/Iktisar keturan
3
Keterangan :
: ayah pasien
: ibu pasien
: pasien
7. Riwayat Pribadi
- Riwayat kehamilan
- Riwayat persalinan
Pasien lahir dengan persalinan spontan dibantuk oleh bidan. Pasien lahir
cukup bulan, langsung menangis, berat lahir 3600 gram.
Tidak ada
8. Riwayat Makanan
Ibu pasien mengatakan sejak anaknya lahir sampai usia 2 bulan di berikan
ASI. Setelah itu diberikan susu formula sampai usia 18 bulan. Saat usia 6
bulan pasien sudah diberikan makanan tambahan. Usia 12 bulan makan
nasi tim, suka makan telur, nasi, mie satu minggu sekali, coklat, es krim,
teh botol, sirup, dan minuman seduh serbuk.
4
9. Perkembangan
10. Imunisasi
BCG : lengkap
DPT : lengkap
Polio : lengkap
Campak : lengkap
Hepatitis B : lengkap
Ulangan / booster : -
Imunisasi lain :-
11. Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Sosial Ekonomi :
Lingkungan :
5
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Status gizi :
Klinis : edema (+)
Antropometri :
Berat badan : 13,5 kg
Tinggi badan : 83 cm
Lingkar lengan atas : kanan : 16 cm
Kiri : 13 cm
𝐵𝐵 13,5
= 12,6 = 107%
𝑈
𝑇𝐵 83
= 87 = 95%
𝑈
𝐵𝐵 13,5
= 11,8 = 114%
𝑇𝐵
b. Paru
6
Kanan Kiri
Depan
Inspeksi normal
Palpasi normal
Perkusi sonor
Auskultasi ronki +/+
Belakangan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
10. Abdomen : perkusi redup, hepar tidak teraba
7
Segmen 28,3 % 28,0-78,0 Flowcytometri
Limfosit 53,9 % 20-50 Flowcytometri
Monosit 10,3 % 1-6 Flowcytometri
Eosinophil 0,4 % 1-5 Flowcytometri
Basophil 1,2 % 0-1 Flowcytometri
Luc 6,0 % 3-6 -
Kimia klinik
Glukosa waktu 98 mg/dL 60-100 GHOD-PAP
Ureum 29,4 mg/dL 10-50 GLOH
Creatinine 0,28 Mg/dL <1,0 Jaffe
Urine
lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning Visual
Kejernihan Agak keruh Visual
Berat Jenis >=1,030 g/dL 1,015-1,025 Cark celup
pH/reaksi 6,0 4,8-7,4 Cark celup
Blood Negative Negative
Lekosit Negative Negative
esterase
Nitrit Negative Negative Cark celup
Protein 3+ <10 Cark celup
Bilirubin Negative <0,2 Cark celup
Keton Negative <0,5 Cark celup
Glukosa Negative <15 Cark celup
Urobilinogen Normal <1 Cark celup
Mikroskopis :
Eritrosit (+) 1-4 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit (+) 1-4 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel epitel (+) 0-1 /LPK 5-15 Mikroskopis
8
Silinder Negative /IPK Negative Mikroskopis
Kristal Negative /LPB Negative Mikroskopis
Bakteri Negative Negative Mikroskopis
Lain-lain Negative Mikroskopis
03-05-2018
Feces
Makroskopis :
Warna Coklat
Bau Khas
Konsistensi Padat
Lendir Negative
Darah Negative
Nanah Negative
Mikroskopis :
Lekosit (+) 0-1
Eritrosit (+) 0-1
Amoeba Negative
Bakteri Negative
Telur cacing Negative
Parasite Negative
Sel lemak Negative
Sisa makanan Negative
Lain-lain
Kimia klinik
Kolesterol 270 mg/dL 114-203 CHOD-PAP
total
Ureum 28,6 mg/dL 10-50 GLDH
Creatinine 0,24 mg/dL <1,0 Jaffe
Albumin 1,14 g/dL 3,5-5,2 BCG
Serologi
9
ASTO Negative IU/ml Aglutinase
Urine
lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning Visual
Kejernihan Jernih Visual
Berat jenis 1,025 g/mL 1,015-10,25 Cark celup
pH/reaksi 6,0 4,8-7,4 Cark celup
Blood Negative Negative
Lekosit Negative Negative
esterase
Nitrit Negative Negative Cark celup
Protein 3+ <10 Cark celup
Bilirubin Negative <0.2 Cark celup
Keton Negative <0,5 Cark celup
Glukosa Negative <15 Cark celup
Urobilinogen Normal <1 Cark celup
Mikroskopis :
Eritrosit (+)0-1 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit (+)0-2 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel epitel (+)0-2 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Negative /IPK Negative Mikroskopis
Kristal Negative /LPB Negative Mikroskopis
Bakteri Negative Negative Mikroskopis
Lain-lain Menyusul Mikroskopis
04-05-2018
Urine
lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning Visual
10
Kejernihan Jernih Visual
Berat jenis 1,020 g/mL 1,015-10,25 Cark celup
pH/reaksi 5,5 4,8-7,4 Cark celup
Blood Negative Negative
Lekosit Negative Negative
esterase
Nitrit Negative Negative Cark celup
Protein 1+ <10 Cark celup
Bilirubin Negative <0.2 Cark celup
Keton Negative <0,5 Cark celup
Glukosa Negative <15 Cark celup
Urobilinogen Normal <1 Cark celup
Mikroskopis :
Eritrosit (+)1-2 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit (+)0-2 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel epitel (+)1-2 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Negative /IPK Negative Mikroskopis
Kristal Negative /LPB Negative Mikroskopis
Bakteri Negative Negative Mikroskopis
Lain-lain Negative Mikroskopis
05-05-2018
Urine
Protein urine 3+
06-05-2018
Urine
lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning Visual
Kejernihan Jernih Visual
Berat jenis 1,015 g/mL 1,015-10,25 Cark celup
11
pH/reaksi 7,5 4,8-7,4 Cark celup
Blood Negative Negative
Lekosit Negative Negative
esterase
Nitrit Negative Negative Cark celup
Protein 3+ <10 Cark celup
Bilirubin Negative <0.2 Cark celup
Keton Negative <0,5 Cark celup
Glukosa Negative <15 Cark celup
Urobilinogen Normal <1 Cark celup
Mikroskopis :
Eritrosit (+)1-2 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit (+)0-3 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel epitel (+)0-3 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Negative /IPK Negative Mikroskopis
Kristal Negative /LPB Negative Mikroskopis
Bakteri Negative Negative Mikroskopis
Lain-lain Negative Mikroskopis
07-05-2018
Urine
lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning Visual
Kejernihan Jernih Visual
Berat jenis 1,010 g/mL 1,015-10,25 Cark celup
pH/reaksi 7,5 4,8-7,4 Cark celup
Blood Negative Negative
Lekosit Negative Negative
esterase
Nitrit Negative Negative Cark celup
12
Protein 1+ <10 Cark celup
Bilirubin Negative <0.2 Cark celup
Keton Negative <0,5 Cark celup
Glukosa Negative <15 Cark celup
Urobilinogen Normal <1 Cark celup
Mikroskopis :
Eritrosit (+)1-2 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit (+)0-2 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel epitel (+)0-2 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Negative /IPK Negative Mikroskopis
Kristal Negative /LPB Negative Mikroskopis
Bakteri Negative Negative Mikroskopis
Lain-lain Menyusul Mikroskopis
08-05-2018
Urine
lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning Visual
Kejernihan Jernih Visual
Berat jenis 1,010 g/mL 1,015-10,25 Cark celup
pH/reaksi 8 4,8-7,4 Cark celup
Blood Negative Negative
Lekosit Negative Negative
esterase
Nitrit Negative Negative Cark celup
Protein Negative <10 Cark celup
Bilirubin Negative <0.2 Cark celup
Keton Negative <0,5 Cark celup
Glukosa Negative <15 Cark celup
Urobilinogen Normal <1 Cark celup
13
Mikroskopis :
Eritrosit - /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit (+)0-2 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel epitel (+)0-2 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Negative /IPK Negative Mikroskopis
Kristal Negative /LPB Negative Mikroskopis
Bakteri Negative Negative Mikroskopis
Lain-lain Negative Mikroskopis
09-05-2018
Urine
lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning Visual
Kejernihan Jernih Visual
Berat jenis 1,010 g/mL 1,015-10,25 Cark celup
pH/reaksi 7 4,8-7,4 Cark celup
Blood Negative Negative
Lekosit Negative Negative
esterase
Nitrit Negative Negative Cark celup
Protein Negative <10 Cark celup
Bilirubin Negative <0.2 Cark celup
Keton Negative <0,5 Cark celup
Glukosa Negative <15 Cark celup
Urobilinogen Normal <1 Cark celup
Mikroskopis :
Eritrosit (+)0-1 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit (+)1-2 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel epitel (+)0-1 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Negative /IPK Negative Mikroskopis
14
Kristal Negative /LPB Negative Mikroskopis
Bakteri Negative Negative Mikroskopis
Lain-lain Negative Mikroskopis
10-05-2018
Urine
lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning Visual
Kejernihan Jernih Visual
Berat jenis 1,010 g/mL 1,015-10,25 Cark celup
pH/reaksi 7 4,8-7,4 Cark celup
Blood Negative Negative
Lekosit Negative Negative
esterase
Nitrit Negative Negative Cark celup
Protein Negative <10 Cark celup
Bilirubin Negative <0.2 Cark celup
Keton Negative <0,5 Cark celup
Glukosa Negative <15 Cark celup
Urobilinogen Normal <1 Cark celup
Mikroskopis :
Eritrosit (+)1-2 /LPB 0-1 Mikroskopis
Lekosit (+)1-2 /LPB 1-4 Mikroskopis
Sel epitel (+)0-1 /LPK 5-15 Mikroskopis
Silinder Negative /IPK Negative Mikroskopis
Kristal Negative /LPB Negative Mikroskopis
Bakteri Negative Negative Mikroskopis
Lain-lain Negative Mikroskopis
15
waktu Follow up
02/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai, demam
+, batuk +, pilek +, mual +
O:kesadaran : CM TD : 100/60 P :
150x/menit RR : 30x/menit SpO2 : 96%
S : 37,6º C LP : 55cm BB : 13,5 kg,
terdapat sklera ikterik conjungtiva
anemis pada kedua mata
A: edema anasarka susp sindrom
nefrotik
P:IUFDN s 10 tpm
Ranitidin 2x13 mg IV
Antrain 2x130 mg IV
Pemeriksaan : Darah lengkap, GDS,
ureum, creatinine, urine lenglap
03/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai, kedua
mata, perut, demam +, batuk +, pilek +,
mual +
O:kesadaran : CM TD : 100/60 P :
141x/menit RR : 36x/menit SpO2 : 94%
S : 37,9º C LP : 55 cm BB : 13,5kg
piting udem pada kedua tungkai, asites
terlihat pada pemeriksaan ballotement
dan shifting dullnes + menandakan
adanya cairan pada rongga peritoneum
A: edem anasarka susp sindrom nefrotik
P:D5% 14 tpm
Vit B kompleks 2x ½ tab
Vit C 2x ½ tab
TKTP Rendah Garam
16
Pemeriksaan : kolestrol total, Ureum,
kreatinin, albumin, Urine Lengkap,
tampung urin 24 jam, ASTO
04/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai, kedua
mata, perut, demam +, batuk +, pilek +,
mual +
O:kesadaran : CM TD : 100/60 P :
145x/menit RR : 36x/menit SpO2 : 91%
S : 36,3º C LP : 55cm BB : 14kg
Piting udem pada kedua tungkai, asites
terlihat pada pemeriksaan ballotement
dan shifting dullnes + menandakan
adanya cairan pada rongga peritoneum
A: edem anasarka susp sindrom nefrotik
P:D5% 14 tpm
Vit B kompleks 2x ½ tab
Vit C 2x ½ tab
Prednisolon II,I,II
Inj sefotaxim 2x500 mg
Inj Antrain 3x0,3 cc
TKTP Rendah Garam
Pemeriksaan : Urin Lengkap, tampung
urin 24 jam
05/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai, kedua
mata bengkak berkurang , perut, demam
+, batuk +, pilek +, mual +
O:kesadaran : CM TD : 110/90 P :
126x/menit RR : 40x/menit SpO2 : 96%
S : 36,5º C LP : 55cm BB : 13,5kg
piting udem pada kedua tungkai, asites
17
terlihat pada pemeriksaan ballotement
dan shifting dullnes + menandakan
adanya cairan pada rongga peritoneum
A: edem anasarka susp sindrom nefrotik
P:D5% 14 tpm
Vit B kompleks 2x ½ tab
Vit C 2x ½ tab
Prendnisolon II,I,II
Inj sefotaxim 2x500 mg
Inj Antrain 3x0,3 cc
TKTP Rendah Garam
Pemeriksaan : protein urine
06/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai,
bengkak kedua mata sedikit berkurang,
perut, demam +, batuk +, pilek +, mual
+
O:kesadaran : CM TD : 100/60 P :
124x/menit RR : 24x/menit SpO2 : 96%
S : 38,6º C LP : 55 cm BB :13,5 kg
Piting udem pada kedua tungkai, asites
terlihat pada pemeriksaan ballotement
dan shifting dullnes + menandakan
adanya cairan pada rongga peritoneum
A: edem anasarka susp sindrom nefrotik
P:KCL 6 cc dalam D5% 14 tpm
Inj Furosemid 1x10 mg/hari
Vit B kompleks 2x ½
Vit C 2x ½
Prendnisolon II,I,I
Inj sefotaxim 2x500
18
Inj Antrain 3x0,3 cc
TKTP Rendah Garam
Pemeriksaan : Urine lengkap, tampung
urin 24 jam
07/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai,
bengkak pada kedua mata menghilang,
pada perut sedikit berkurang , demam
+, batuk +, pilek +, mual +
O:kesadaran : CM TD : 100/60 P :
112x/menit RR : 40x/menit SpO2 : 93%
S : 36,9º C LP : 55cm BB : 13,5kg
Piting udem pada kedua tungkai, asites
terlihat pada pemeriksaan ballotement
dan shifting dullnes + menandakan
adanya cairan pada rongga peritoneum,
udem pada skrotum
A: edem anasarka susp sindrom nefrotik
P: KCL 6 cc dalam D5% 14 tpm makro
Inj Furosemid 1x10 mg/hari
Vit B kompleks 2x ½ tab
Vit C 2x ½ tab
Prendnisolon II,I,II
Inj sefotaxim 2x500 mg
Inj Antrain 3x0,3 cc
TKTP Rendah Garam
Pemeriksaan : Urin Lengkap, tampung
urin 24 jam
08/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai
berkurang, bengkak pada kedua mata
menghilang, pada perut sedikit
19
berkurang , demam +, batuk +, pilek +,
mual +
O:kesadaran : CM TD : 110/60 P :
103x/menit RR : 40x/menit SpO2 : 95%
S : 36,6º C LP : 55 cm BB :12 kg
Piting udem pada kedua tungkai, asites
terlihat pada pemeriksaan ballotement
dan shifting dullnes + menandakan
adanya cairan pada rongga peritoneum,
udem pada skrotum
A: edem anasarka susp sindrom nefrotik
P:Vit B kompleks 2x ½ tab
Vit C 2x ½ tab
Prendnisolon II,I,II
Inj sefotaxim 2x500 mg
Inj Antrain 3x0,3 cc
TKTP Rendah Garam
Pemeriksaan : Urin Lengkap, tampung
urin 24 jam
09/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai
berkurang, bengkak pada kedua mata
menghilang, pada perut sedikit
berkurang , demam +, batuk +, pilek +,
mual +, skrotum seedikit berkurang
O:kesadaran :, CM TD : 110/60 P :
103x/menit RR : 40x/menit SpO2 : 95%
S : 36,6º C LP : 55cm BB :12 kg
A: edem anasarka susp sindrom nefrotik
P: KCL 6 cc dalam D5% 14 tpm
Inj Furosemid 1x10 mg/hari
20
Vit B kompleks 2x ½ tab
Vit C 2x ½ tab
Prendnisolon II,I,II
Inj sefotaxim 2x500 mg
Inj Antrain 3x0,3 cc
TKTP Rendah Garam
Pemeriksaan : Urin Lengkap, tampung
urin 24 jam
10/05/2018 S:Bengkak pada kedua tungkai
berkurang, bengkak pada kedua mata
menghilang, pada perut sedikit
berkurang , demam +, batuk +, pilek +,
mual +
O:kesadaran : CM TD : 110/60 P :
103x/menit RR : 40x/menit SpO2 : 95%
S : 36,6º C LP : 55 cm BB :12 kg
A: edem anasarka susp sindrom nefrotik
P:Pasien dipulangkan
Prendnisolon II,I,II
Kontrol poli tanggal 16 Mei 3018
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala dan manifestasi klinik dari
proteinuria massif, hypoalbuminemia, edema dengan tanpa disertai
hyperlipidemia. Proteinuria massif ditentukan berdasar atas ekskresi protein
dalam urine melebihi 40 mg/m2LPT (Luas Permukaan Tubuh)/jam. Kepustakaan
lain menyatakan bahwa proteinuria masif dapat juga dinyatakan dengan ekskresi
protein urine melebihi 50 mg/kgBB/24 jam atau rasio protein. Kreatinin urine
melebihi 2,5. Hilangmya makromolekul seperti albumin melalui urine
mencerminkan gangguan fungsi barrier filtrasi glomerulus yang bersifat sangat
selektif.
3.2 EPIDEMIOLOGI
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan insiden SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak pertahun, dengan
prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang insidens
lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia
22
kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak lahi-laki dan perempuan 2:1.
3.3 ETIOLOGI
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom Nefrotik yang
pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakir autoimun,
yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
23
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan
terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).
24
adalah sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik
resisten steroid (SNRS).
3.4 PATOFISIOLOGI
Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis
glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh
kehilangan albumin lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia,
diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia
dan lipiduria. Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
PROTEINURIA
25
membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai peningkatan filtrasi protein
plasma dan akhirnya terjadi proteinuria(albuminuria). Beberapa faktor yang turut
menentukan derajat proteinuria(albuminuria) sangat komplek.
HIPOALBUMINEMIA
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati
ruangan ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang
berat molekul 69.000.
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh
kehilangan sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme
kompensasi dari hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama
untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan ekstra
vascular(EV) dan intra vascular(IV).
26
Gambar 1. Sintesis albumin di dalam hepar
27
EDEMA
28
Teori yang lebih baru mengenai terjadi edema proteinuria masif pada
penderita sindrom nefrotik menyebaban inflamasi tubulointerstisial dan pelepasan
vasokonstriktor local, serta juga penghambat vasodilatasi. Keadaan ini
mengakibatkan penuruan kecepatan filtrasi glomerulus serta retensi natrium dan
air.
HIPERLIPDEMIA
29
hiperlipdemia pada penderita sindrom nefrotik, seperti lesitin-kolesterol
asiltransferase, lipoprotein lipase, dan kolesterol ester transfer protein.
3.5 PATOGENESIS
Perubahan fisiologis awal sindrom nefrotik adalah perubahan sel pada
membrane dasar glomerular. Hal ini mengakibatkan membran tersebut menjadi
hiperpermeabel (karena berpori-pori) sehingga banyak protein yang terbuang
dalam urine (proteinuria). Banyaknya protein yang terbuang dalam urine
mengakibatkan albumin serum menurun (hypoalbuminemia). Kurangnya albumin
serum mengakibatkan berkurangnya tekanan osmotik serum. Tekanan hidrostatik
kapiler dalam jaringan seluruh tubuh menjadi lebih tinggi daripada tekanan
osmotik kapiler. Oleh karena itu, terjadi edema di seluruh tubuh. Semakin banyak
cairan yang terkumpul dalam jaringan (edema), semakin berkurang volume
plasma yang menstimulasi sekresi aldosterone untuk menahan natrium dan air.
Air yang ditahan ini juga akan keluar dari kapiler dan memperberat edema.
Menurut Betz & Sowden (2009), Sindrom Nefrotik adalah keadaan klinis
yang disebabkan oleh kerusaan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin, hyperlipidemia dan
edema. Hilangnya protein dari rongga vaskuler menyebbakan penurunan tekanan
osmotic plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan
terjadinya akumulasi cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen.
Penurunan volume cairan vaskuler menstimulasi system renin-angiotensin yang
mengakibatkan diskresikannya hormon antidiuretic dan aldosterone. Reabsorbsi
tubular terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya
menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan
edema. Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena penurunan volume
vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urine dari koagulasi
protein. Kehilangan immunoglobulin pada urine dapat mengarah pada
peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
30
Manifestasi klinis sindrom nefrotik adalah edema berat di seluruh tubuh
(anasarca), proteinuria berat, hipoalbuminermia, dan hyperlipidemia. Pasien juga
mengalami anoreksia, dan merasa cepat lelah. Pasien wanita dapat mengalami
amenorea.
Penderita sindrom nefrotik yang tidak diobati atau tidak memberi respons
terhadap pengobatan dapat berkembang menjadi edema anasarka masif yang
disertai edema scrotal atau vulva. Pada edema yang sangat berat, trauma kecil
dapat menyebabkan kebocoran cairan dari jaringan yang mengalami edema.
31
sekresi renin yang berlebiham, aldosterone, dan hormone-hormoon vasokostriktor
sebagai kompensasi tubuh terhadap hypovolemia.
3.7 DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis berdasarkan Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik
Pada Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2012:
GAMBAR LABORATORIUM
Urine
Sedimen urine
Protein urine
32
U:P (trasnferin) / U:P (albumin)
Lipid urine
Elektrolit urine
Darah
Protein
Lipid
Pada tahap awal SNKM dan GSFS kadar ureum dan kreatinin plasma
dalam batas normal, kemudian meningkat pada beberapa kasus karena
33
hypovolemia dan perfusi ke ginjal yang menurun. Kadar elektrolit di dalam
plasma umumnua normal, meskipun kadang-kadang ditemukan hyponatremia.
Kalsium
Hematologi
34
dan hematokrit di dalam darah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, sepereti
keadaan anemia sebelumnya. Perubahan yang cepat dari nilai hemoglobin dan
hematocrit menunjukkan perubahan dalam volume darah.
Pada anak dengan SNKM atau GSFS yang disertai penurunan volume
darah menunjukkan kadar hemoglobin dah hematocrit yang meningkat. Kadar
trombosit dan kemampuan agregrasinya juga meningkat. Pada hitung jenis darah
tidak didapatkan kelainan yang khas.
3.8 TATALAKSANA
Untuk kepentingan pengobatan sindrom nefrotik dapat diklasifikasikan
berdasar atas respons awal terhadap pengobatan steroid. Klasifikasi sindrom
nefrotik berdasar atas respon terhadap pengobatan steroid lebih dianjurkan pada
anak karena dapat menggambarkan prognosis serta kemungkinan terjadi penyakit
ginjal kronik. Sebagian besar anak yang menderita sindrom nefrotik tergolong ke
dalam sindrom nefrotik sensitive steroid (SNSS) dan hanya sekitar 20% anak
tergolong ke dalam sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) karena SNKM
sebagian besar memberikan respons yang baik terhadap pengobatan steroid.
35
pengobatan yang benar, baik dosis maupun lama pengobatan pada saat anak
melamai episode pertama dari sindrom nefrotik.
36
Gambar 2. Skema pengobatan inisial dan relaps pada sindrom nefrotik.
37
mengurangi jumlah relaps, dan relaps sering.13 Pada pemberian dosis inisial
prednison lebih dari 3 bulan akan mengurangi relaps sampai 30% dibandingkan
pemberian hanya 2 bulan, dalam pengamatan selama 12-24 bulan.
Hal ini didasarkan pada studi open label, multisenter RCT pada 246 pasien
sindrom nefrotik anak (128 pasien mendapat 4-4 minggu dan 127 mendapat
prednisolon 6 bulan). Maka disimpulkan bahwa tetap dipergunakan cara lama
yaitu pemberian prednison/prednisolon 4-4 minggu pada terapi inisial sindrom
nefrotik
38
Pengobatan sindrom nefrotik sering relaps atau dependen steroid
Pada sindrom nefrotik yang sering relaps atau dependen steroid
pengobatan lanjutan adalah pemberian steroid jangka panjang dan penggunaan
kortikosteroid sparing agent.
Jika terjadi relaps sering diberi prednison dosis penuh sampai terjadi
remisi (paling sedikit 2 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating bersama
dengan obat kortikosteroid sparing agent (2C). Skema pengobatan relaps sering
dan dependen steroid tidak berubah. Skema pengobatan SN relaps frekuen dan
dependen steroid dengan obat kortikosteroid sparing agent (1B) tertera pada
Gambar ... Di sampng itu KDIGO juga menganjurkan pemberian CPA
(siklofosfamid) selama 8-12 minggu (2C). Apabila siklofosfamid oral tidak ada,
maka pada sindrom nefrotik yang sering relaps juga diberikan CPA seperti pada
dependen steroid selama 6 bulan (Gambar 3).
Preparat kortikosteroid sparing agent yang dianjurkan pada sindrom nefrotik
adalah,
Siklofosfamid atau klorambusil (2C) dengan dosis siklofosfamid 2
mg/kg/hari selama 8-12 minggu (2C), dosis kumulatif maksimal 168
mg/kg. Siklofosfamid diberikan setelah pasien mengalami remisi dengan
steroid dosis penuh (full dose). Sedangkan dosis klorambusil 0,1-0,2
mg/kg/hari, dosis kumulatif maksimal 11,2 mg/kg (2C)
Levamisol, dosis 2,5 mg/kgbb/hari diberikan bersamaan dengan prednison
alternating (selang sehari) selama 12 bulan (2C). Apabila obat dihentikan,
seringkali pasien relaps kembali (2B)
Kalsineurin inhibitor siklosporin atau takrolimus, dosis 4-5 mg/kg/hari 2x
sehari (2C). Dosis takrolimus 0,1 mg/kgbb/hari, 2x sehari diberikan jika
ditemukan efek samping kosmetik pada pemberian siklosporin. Lama
pemberian kalsineurin inhibitor 12 bulan (2D), pada umumnya akan terjadi
relaps jika obat dihentikan.
Mikofenolat mofetil (MMF) dengan dosis 1200 mg/m2 /hari 2x sehari
selama 12 bulan, obat ini juga jika pemberiannya dihentikan pasien akan
relaps (2C).
39
Rituximab hanya diberikan pada kasus dependen steroid yang terus
menerus relaps jika sudah mendapat kalsineurin inhibitor dengan dosis
optimal atau menderita efek samping.
Mizoribin tidak dianjurkan untuk pengobatan pasien relaps
sering/dependen steroid (2C). Azatioprin juga tidak dianjurkan untuk
diberikan pada sindrom nefrotik anak
Sindrom nefrotik yang mendapat terapi awal lebih lama (12 minggu)
mempunyai kecenderungan lebih jarang kambuh bila dibandingkan dengan kasus
yang mendapat terapi steroid awal lebih pendek (8 minggu)
40
Batasan
Klasifikasi Definisi
Sindrom nefrotik Edema, uPCR ≥2.000 mg/g (≥200 mg/mmol) atau ≥300
mg/dL atau 3+ protein pada urine dipstick, hypoalbuminemia
≤2,5 mg/L (≤25 g/L)
Remisi lengkap uPCR <200mg/g (<20 mg/mmol) atau 1+ pada urine dipstick
selama 3 hari berturut-turut.
Remisi sebagian Proteinuria berkurang sebesar 50% atau lebih dari kadar
sebelumnya dan nilai absolut UPCR berada di antara 20 mg/g
dan 2.000 mg/g (20-200 mg/mmol)
Tidak ada remisi Tidak terjadi penurunan ekskresi protein dalam urin 50% dari
nilai awal atau eksresi uPCR menetap >2.000 mg (>200
mg/mmol)
Responder awal Tercapai remisi lengkap dalam kurun waktu 4 minggu
pertama sejak pemberian steroid.
Nonresponder Tidak terjadi remisi lengkap sesudah 8 minggu pemberian
awal/resistensi steroid. uPCR ≥2.000 mg/g (≥200 mg/mmol) atau proteinuria
steroid kambuh ≥3+ dengan urine dipstick selama 3 hari berturut-turut
sesudah mengalami remisi.
Kambuh jarang Satu kali kambuh dalam kurun waktu 6 bulan sejak serangan
awalan atau 1 sampai 3 kali kambuh dalam periode 12 bulan.
Kambuh sering Relaps terjadi ≥2 kali dalam 6 bulan pertama sesudah respons
awal, atau ≥4 kali dalam periode 1 tahun.
Dependen steroid Dua kali kambuh berturut-turut sesudah dosis steroid
diturunkan atau dalam kurun waktu 14 hari ketika dosis
steroid dihentikan.
41
Nonresponder Proteinuria menetap selama 4 minggu atau lebih sesudah
lanjut pemberian kortikosteroid, tetapi pernah mengalami remisi
sebelumnya.
Sumber : KDIGO
Kortikosteroid
Biopsy ginjal tidak selalu dilakukan pada anak yang menderita sindrom
nefrotik. Kriteria berikut ini digunakan untuk memberikan pengobatan steroid
pada anak yang menderita sindrom nefrotik tanpa perlu dilakukan biopsy ginjal.
a. Usia kurang dari satu tahun atau lebih dari delapan tahun
b. Terdapat gross hematuria
42
c. Terdapat riwayat keluarga dengan penyakit ginjal
d. Terdapat gejala penyakit sistemik
e. Skirining virus positive
Siklofosfamid
Klorambusil
Siklosporin A
Levamisole
43
antihelmintik, turunan dari imidazotiazol sintetik yang mempengaruhi fungsi sel
T. meskipun demikian, berbeda dengan imunosupresan yang sudah dijelaskan
sebelumnya, levamisole merangsang fungsi sel T. levamisole terbukti
meningkatkan respons sitokin tipe 2. Seperti diketahui sitokin tipe 2 berperan
dalam pathogenesis SNI melalui pembentukan IgG4 dan IgE oleh sel B.
Rituximab
44
Mekanisme ini menerangkan terjadinya kekambuhan pada GSFS. Meskipun
demikian, peran rituximab pada sindrom nefrotik kambuh sering dan
ketergantungan steroid masih harus diteliti lebih lanjut.
Kortikosteroid
Alkylating agent
45
Selama terjadi infeksi berat, pemberian siklofosfamid harus dihentikan sementara.
Efek samping yang mungin muncul sesudah penggunaan jangka waktu lama
adalah gangguan fertilitas dan keganasan.
Definisi SNRS ialah bila tidak terjadi remisi sesudah pemberian 8 minggu
predinison 60/mg/m2 LPT/hari atau 2 mg/kgBB/hari untuk 4 minggu diikuti oleh
40 mg/m2LPT atau 1,5 mg/kgBB pemberian alternative selama 4 minggu.
Pendapat lain menyebutkan SNRS bila penderita tidk mengalami remisi 4-6
minggu. Penentuan SNRS lebih awal didasarkan pertimbangan pada pemberian
obat tambahan yang lebih agresif agar remisis cepat tercapai sehingga dapat
46
menguragi toksisitas dari obat-obatan. Penderita dengan SNRS terbagi dua
kategori, yaitu resisten steroid primer (nonrespinder inisial) bila penderita tidak
menunjukkan respons terhadap terapi awal dan resisten steroid sekunder
(nonresponder lanjutan) bula sebeumnya penderita menunjukkan respons pada
terapi awal selanjutnya menjadi resisten. Respons terhadap pengobatan steroid
merupakan indikator penting untuk prognosis sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik
pada anak 85-0% merupakan SNSS, hanya 10-15% yang merupakan SNSS.
Walaupun presentase SNRS relative kecil, tetapi 50% penderita SNRS ini akan
berkembang menajadi gagal ginjal terminal dalam waktu 1-4 tahun. SNRS
merupakan salah satu penyebab gagal ginjal terminal yang sukar diatasi pada
penderita berusia kurang dari 20 tahun.
Sindrom nefrotik resisten steroid terdiri dari resisten primer dan sekunder.
Resisten primer apabila terjadi pada pengobatan inisial (awal) yaitu setelah diberi
preparat kortikosteroid selama 8-12 minggu tidak terjadi remisi. Sedangkan
resisten sekunder jika pada pasien sindom nefrotik yang telah berulang kali
mendapat steroid (relaps frekuen) atau dependen steroid.
Pada sindrom nefrotik resisten steroid dianjurkan, (1) melakukan biopsi
ginjal untuk mengevaluasi gambaran patologi anatomi, pada umumnya FSGS atau
yang lainnya, (2) melakukan evaluasi fungsi ginjal dengan mengukur GFR atau
e.GFR, dan (3) pemeriksaan protein kuantitatif
47
Pemeriksaan histopatologi
1. Kelainan minimal
3. FSGS
48
Lesi glomerular terlihat dnegan sclerosis pada daerah fokal dan
keselurahan sering berhubungan dengan kerusakan interstitial dan tubular. Lesi
biasnaya predominan pada daerah corticomedularry junction. Materi hialin sering
ditemukan pada lesi sklerotik. Suatu gambaran zona “halo” ditemukan pada
segmen sklerotik perifer. FSGS juga ditemukan pada hypoplasia ginjal dengan
oligomeganefronia sesudah nefrektomi pasrial dan pada kondisi reduksi jumlah
nefron, termasuk refluks nefropati dan uropati obstruktif. Lesi FSGS berhubungan
erat dnegan kejadian SNRS, seperti yang dilaporkan ISKDC di antara 55 pasien
SNRS, 47,5% FSGS, 45,5% memiliki lesi minimal dan 7% proliferasi difus
mesangial.
49
Gambar 4. Skema pengobatan SNRS (resisten steroid) dengan siklofosfamid (CPA)
50
3.9 KOMPLIKASI
1. kelainan koagulasi dan timbulnya thrombosis. Dua mekanisme kelainan
hemostasis pada sindrom nefrotik :
i. peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
a. meningkatkan degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin
seperti antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan
antiplasmin.
b. Hipoalbunemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
c. Meningkatkan sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrolisis.
2. aktivasi system hemostatic di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus
yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi
trombosit.
3. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erysipelas pada kulit perut atau paha
sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang
menonjol seperti erisipleas dan biasanya tidak ditemukan organisme
apabila kelainan kulit dibiakan.
4. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya
hantaran natriu dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin
ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian
beban asam.
5. Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema intertisial dengan akibatnya meningkatnya
tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
6. Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferrin serum
yang menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena
defisiensi besi yang tipikal, namun resisten besi yang tipikal, namun
resisten terhadap pengobatan preparat Fe.
51
7. Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang
baik untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat
infeksi sterptokokus pneumonia, E.coli.
8. Ganguan keseimbangan hormone dan mineral.
I. karena protein pengikat hormone hilang melalui urin. Hilangnya
globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien
sindrom nefrotik dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan
dengan beratnya proteinuria.
II. Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan
berakibat menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi
normal dan menetap. Disamping itu pasien sering mengalami
hipokalsiuria, yang kembali menjadi normal dengan membaiknya
proteinuria. Absorbs kalsium yang menurun di GIT, dengan eksresi
kalsium dalam feses lebih besar daripada pemasukan.
Hal-jal seperti di atas dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan serta mental anak pada fasa pertumbuhan. Hubungan antara
hipokalsemina, hipokalsiuria, dan menurunnya absorpsi kalsium dalam GIT
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan metabolism vitamin D namun
penyakit tulang yang nyata pada penderita sindrom nefrotik jarang ditemukan
(Rauf, 2002).
3.10 PROGNOSIS
Sindrom Nefrotik pada anak, sebagian besar (80-90%) mempunyai
gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM). Pada pengobatan
dengan kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi
total (responsif). Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun
menunjukkan hanya 4 – 5% menjadi gagal ginjal terminal dan sebagian besar
lainnya disertai penurunan fungsi ginjal. Dalam perjalanan penyakitnya, 76 – 93%
akan mengalami relaps, 30% diantaranya akan mengalami relaps sering / frekuen,
10 – 20% akan mengalami relaps jarang. Sedangkan 40 – 50% sisanya akan
mengalami dependen steroid.
52
Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respon terhadap
pengobatan steroid lebih dapat dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan
dengan gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu, pada saat ini klasifikasi SN
lebih didasarkan pada respon klinik yaitu sindrom nefrotik senstitif steroid
(SNSS) dimana proteinuria dengan cepat menghilang dan sindrom nefrotik
resisten steroid (SNRS) dimana steroid tidak mampu menginduksi terjadinya
remisi.
Prognosis makin baik jika dapat didiagnosis segara. Pengobatan segera dapat
mengurangi kerusakan glomerulus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi
ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan
53
respons yang baik terhadap korikosteroid dan jarang terjadi relaps. Pada
umumnya sebagian besar (+/- 80%) pasien sindrom nefrotik memberi respon yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya
akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan
pengobatan steroid.
54
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini bengkak dimulai dari kelopak mata yang berlanjut hingga terjadi
edema pada kaki. Hal ini menunjukan bahwa bengkak pada pasien ini mengarah
pada kelainan ginjal. Untuk membantu menegakkan diagnosa maka dibutuhkan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap, kimia
darah dan urin lengkap.
Dari hasil pemerikasaan laboratorium didapatkan albumin 1,14 g/dl, , ureum 29,4
mg/dl, kreatinin 0,28 mg/dl, kolesterol total 270 mg/dl, protein urin +3.
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, pasien ini
didapatkan edema anaksarka, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan
proteinuria masif. Maka pasien ini didiagnosa Sindrom Nefrotik karena memenuhi
semua Kriteria diagnosis berdasarkan Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik
Idiopatik Pada Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2012:
55
Untuk pengobatan pada pasien ini diberikan steroid full dose, diberikan
Lalu, untuk mengatasi edema pada pasein ini diberikan diuretik furosemid
dengan dosis 1-3 mg/kgBB/hari sehingga dosis yang diberikan pada pasien ini
adalah 13,5 kg x 1 mg mg/kgBB/hari jadi 13,5 mg/hari dengan 1x pemberian.
Pemberian furosemid ini diindikasikan untuk edema berat seperti yang terjadi
pada pasien ini.
56
BAB V
KESIMPULAN
57
DAFTAR PUSTAKA
Sekarwana, N., Sambas, D.P., Hilmanto, D., Garna, H. 2017. Buku Ajar
Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Rauf, S., 2002, Hematuria, dalam Alatas, H., Tambunan, T., Trihono, P., dan
Pardede, S. (Editor), Buku Ajar Nefrologi Anak: Jakarta, Balai Penerbit
FKUI, hal. 114-25.
Elizabeth, R. Sindrom Nefrotik Kasus Baru Pada Anak Usia 2 Tahun: J Agromed
Unila. Lampung 2015:2:3:217-221
58