Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS

FLOUR ALBUS

DISUSUN OLEH :
Nur Rahmadina

PEMBIMBING:
dr.Yenni, Sp.KK, M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun


Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 28 Tahun
Alamat : Panjalin kidul
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 26 Desember 2018

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan tanggal 26 Desember 2018 di Poliklinik Kulit RSUD
Arjawinangun.

Keluhan Utama : Gatal pada kelamin


Keluhan Tambahan : Gatal disertai keputihan berwarna seputih susu sejak sejak 2
tahun yang lalu.

III. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesis)


Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun diantar oleh
keluarga pada tanggal 26 Desember 2018 dengan keluhan gatal pada kelamin sejak 3
tahun. Gatal dirasakan semakin memburuk. Keluhan gatal dirasakan bukan setelah
melakukan hubungan seksual. Pasien tidak merasa nyeri saat melakukan berhubungan
seksual. Pasien mengeluhkan terdapat keloid pada kemaluan, keloid terdapat pada luka
bekas episiotomi.
Gatal disertai kemerahan pada bibir vagina. Pasien juga mengeluhkan keputihan.
Keputihan berwarna putih, kental, dan berbau busuk. Pasien tidak merasakan keluhan
apapun saat BAK. Pasien memiliki riwayat kontrasepsi spiral. Pasien menstruasi tidak
teratur.
Penggunakan antiseptik pada daerah genital disangkal. Riwayat kebiasaan
berganti-ganti pasangan disangkal. Menurut keterangan pasien, suami pasien juga tidak
memiliki kebiasaan berganti-ganti pasangan, dan suami juga tidak memiliki keluhan
serupa dengan pasien.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya. Pasien pernah mengalami keloid
dan berobat di RSUD Arjawinangun. Riw DM (-) HT (-)

V. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan yang
pasien alami.

VI. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Kepala / leher : Normocephali, rambut hitam, tidak terlihat massa atau KGB dan
tidak ada kelainan kulit.
Thoraks : Bentuk normal, pergerakan simetris dan tidak ada kelainan kulit.
Abdomen : Datar dan tidak ada kelainan kulit
Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak terdapat kelainan kulit
Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema dan tidak terdapat kelainan kulit.

Status Ginekologi
Inspekulo: Fluor albus (+) putih seperti keju, kental, terdapat kemerahan pada labium
mayor dan minor.
Resume
 Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Arjawinangun diantar oleh keluarga pada
tanggal 26 Desember 2018 dengan keluhan gatal pada kelamin
 Gatal disertai kemerahan pada bibir vagina dan keputihan.
 Pasien memiliki riwayat kontrasepsi spiral.
 Riwayat kebiasaan berganti-ganti pasangan disangkal.
 Pemeriksaan inspekulo didapatkan fluor albus putih, kental, kemerahan pada labium
mayor dan minor.

Diagnosis Kerja
Fluor Albus e.c Kandidiasis

Diagnosis Banding
Fluor albus ec. Vaginosis bakterial
Fluor albus ec. trikomoniasis

Pemeriksaan Penunjang
•Pemeriksaan mikroskopik
•Pemeriksaan pH vagina
•Whiff test

Penatalaksanaan
Itrakonazole 2 x 100 mg, 7- 10 hari
Loratadine 2x10mg
Vit C 1x1

Prognosis
Quo Ad vitam : ad bonam
Quo Ad functionam : ad bonam
Quo Ad sanationam : ad bonam
BAB II
Tinjauan Pustaka
2. Flour Albus
2.1 Definisi
Keputihan atau fluor albus atau leukorea atau vaginal discharge merupakan istilah yang
menggambarkan keluarnya cairan dari organ genitalia atau vagina yang berlebihan dan bukan
darah (Sibagariang, 2010). Menurut Kusmiran (2011), keputihan adalah cairan bukan darah yang
keluar di luar biasanya dari liang vagina baik berbau atau tidak, serta disertai adanya rasa gatal
setempat. Fluor albus (leukorea, keputihan, white discharge) adalah nama gejala yang diberikan
pada cairan yang keluar dari vagina selain darah. Fluor albus bukan merupakan penyakit
melainkan salah satu tanda gejala dari suatu penyakit organ reproduksi wanita.
Keputihan fisiologis jika dibiarkan akan berisiko menjadi keputihan yang patologis.
Sehingga diperlukan perubahan perilaku seharihari untuk menjaga organ intim tetap kering dan
tidak lembab(Wijayanti, 2009, H.52). Perempuan yang memiliki riwayat infeksi yang ditandai
dengan keputihan berkepanjangan mempunyai dampak buruk untuk masa depan kesehatan
reproduksinya. Sehingga dianjurkan untuk melakukan tindakan pencegahan dengan menjaga
kebersihan genetalia dan melakukan pemeriksaan khusus sehingga dapat diketahui secara dini
penyebab leukorea (Manuaba, dkk 2009, h.62)
Karakteristik wanita dengan keputihan (fluor albus) yaitu seperti umur, status pernikahan,
paritas, metode kontrasepsi, siklus menstruasi, riwayat gangguan reproduksi, status pendidikan,
dan status pekerjaan. Ditujukan pada kelainan- kelainan ginekologik seperti riwayat seksual dan
menstruasi, gejala sistemik seperti keracunan atau nyeri tekan abdomen, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang atau laboratorium (Lisnawati, 2013,h.302).

2.2 Klasifikasi
a. Keputihan Fisiologis
Keputihan fisiologis merupakan cairan yang terkadang berupa lendir atau mukus dan
mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedangkan keputihan patologis banyak
mengandung leukosit. Keputihan fisiologis terjadi pada perubahan hormon saat masa menjelang
dan sesudah menstruasi, sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 siklus menstruasi, pada saat
terangsang, hamil, kelelahan, stres, dan sedang mengkonsumsi obat-obat hormonal seperti pil
KB, serta atrofi vulvovagina (hipoestrogenisme) pada menopause.
b. Keputihan Patologis
Merupakan cairan eksudat dan mengandung banyak leukosit. Cairan ini terjadi akibat reaksi
tubuh terhadap luka (jejas). Luka (jejas) ini dapat diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme
seperti jamur (Candida albicans), parasit (Trichomonas), bakteri (E.coli, Staphylococcus,
Treponema pallidum). Keputihan patologis juga dapat terjadi akibat benda asing yang tidak
sengaja atau sengaja masuk ke dalam vagina, neoplasma jinak, lesi, prakanker, dan neoplasma
ganas.

2.3 Epidemiologi
Sekret vagina sering tampak sebagai suatu gejala genital. Proporsi perempuan yang mengalami
flour albus bervariasi antara 1 -15% dan hampir seluruhnya memiliki aktifitas seksual yang aktif,
tetapi jika merupakan suatu gejala penyakit dapat terjadi pada semua umur. Seringkali fluor albus
merupakan indikasi suatu vaginitis, lebih jarang merupakan indikasi dari servisitis tetapi kadang
kedua-duanya muncul bersamaan. Infeksi yang sering menyebabkan vaginitis adalah
Trikomoniasis, Vaginosis bacterial, dan Kandidiasis. Sering penyebab noninfeksi dari vaginitis
meliputi atrofi vagina, alergi atau iritasi bahan kimia. Servisitis sendiri disebabkan oleh Gonore
dan Klamidia. Prevalensi dan penyebab vaginitis masih belum pasti karena sering didiagnosis
dan diobati sendiri. Selain itu vaginitis seringkali asimptomatis dan dapat disebabkan lebih dari
satu penyebab.(2)
Dilakukan penelitian karakteristik wanita dengan fluor albus dengan teknik anamnesa adalah
sebagian besar (61.2%) responden dengan umur 20 – 35 tahun, sebagian besar (77.6%)
responden berstatus menikah, hampir separuh (42.9%) responden yang mengalami fluor albus
yaitu multipara, lebih dari separuh (53.1%) responden fluor albus dengan siklus haid tidak
teratur, hampir separuh (42.9%) responden fluor albus menggunakan kontrasepsi hormonal, lebih
dari separuh (55.1%) responden yang mengalami fluor albus tidak mempunyai riwayat gangguan
reproduksi, hampir separuh (34.7%) berpendidikan SMP, dan lebih dari separuh (65.3%)
responden yang mengalami fluor albus tidak bekerja.

2.4 Etiologi
Keputihan atau fluor albus yang fisiologis dapat ditemukan pada :
1. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira sepuluh hari. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh sisa
estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
2. Saat menarche karena pengaruh estrogen yang meningkat.
3. Rangsangan saat koitus terjadi pengeluaran transudasi dari dinding vagina (Spence et al.,
2007).
4. Saat masa ovulasi adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim.
5. Kehamilan menyebabkan peningkatan mukus servik yang padat sehingga menutup lumen
serviks yang berfungsi mencegah kuman masuk ke rongga uterus.
6. Penggunaan kontrasepsi hormonal atau mengubah metode kontrasepsi (Monalisa et al., 2012).

Keputihan patologis dapat disebabkan beberapa hal berikut ini, yaitu :


1. Infeksi
1. Infeksi Jamur
Infeksi jamur terjadi jika ada kelainan flora vagina (misalnya penurunan laktobasil) dan 80-95%
disebabkan oleh Candida albicans. Gejala yang biasanya muncul adalah keputihan kental seperti
keju bewarna putih susu, rasa gatal, dan sebagian melekat pada dinding vagina akibatnya terjadi
kemerahan dan pembengkakan pada mulut vagina. Infeksi kandida tidak dianggap sebagai
penyakit menular seksual dan dapat timbul pada wanita yang belum menikah. Kelompok resiko
khusus yang rentan mengalami kandidiasis adalah penderita diabetes mellitus, pengguna
kontrasepsi oral, pemakai antibiotika dan obat kortikosteroid yang lama, dan wanita hamil.
Selain itu, keputihan yang disebabkan kandida bisa disebabkan menurunnya kekebalan tubuh
seperti penyakit penyakit kronis, serta memakai pakaian dalam yang ketat dan terbuat dari bahan
yang tidak menyerap keringat.

2. Bakteri
a. Gardnerella vaginalis
Bakteri ini terdapat kira-kira 30% dalam flora vagina wanita normal. Mikroorganisme ini
merupakan bakteri batang gram negatif yang biasanya ditemukan bersamaan dengan bakteri
anaerob (misalnya Bakteriodes dan Peptokokus). Bakteri ini menyebabkan peradangan vagina
tidak spesifik, biasanya membentuk clue cell (bakteri yang mengisi penuh sel-sel epitel vagina).
Menghasilkan asam amino yang akan diubah menjadi senyawa amin, berbau amis, dan bewarna
keabu-abuan. Gejala yang ditimbulkan ialah fluor albus yang berlebihan dan berbau disertai rasa
tidak nyaman di perut bagian bawah.
b. Gonokokus
Penyakit ini disebut juga dengan Gonorrhoe yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoe
dan sering terjadi akibat hubungan seksual. Gejala yang ditimbulkan ialah keputihan yang
bewarna kekuningan atau nanah dan rasa nyeri saat berkemih.
c. Klamidia trakomatis
Disebabkan oleh bakteri intraseluler obligat, Chlamydia trachomatis dan sering menyebabkan
penyakit mata trakoma dan menjadi penyakit menular seksual. Infeksi biasanya ditandai dengan
munculnya keputihan mukopurulen, seringkali berbau dan gatal. Organisme ini paling baik
dideteksi dengan asam amino terkait enzim dalam uji antibodi monoklonal terkonjugasi dengan
floresen.

3. Parasit
Parasit yang sering menyebabkan keputihan adalah Trichomonas vaginalis. Trikomonas
berbentuk seperti buah pir, terdapat flagella uniseluler dapat diamati bergerak di sekitar daerah
yang berisi banyak leukosit pada sediaan basah. T. Vaginalis hampir selalu merupakan infeksi
yang ditularkan secara seksual. Sumber kuman seringkali berasal dari pria dan terdapat di bawah
preputium atau dalam uretra atau uretra bagian prostat. Tetapi penularan trikomonas dapat juga
melalui pakaian, handuk, atau karena berenang. Gejala yang ditimbulkan ialah fluor albus yang
encer sampai kental, bewarna kuning kehijauan, dan kadang-kadang berbusa disertai bau busuk,
serta terasa gatal dan panas.

4. Virus
Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit kelamin, seperti kondiloma,
herpes, HIV/AIDS. Kondiloma ditandai tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak dan sangat
berbau. Sedangkan infeksi virus herpes bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling
liang vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Infeksi virus dapat memicu terjadinya
kanker mulut rahim.
2. Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan
Seperti pada fistel vesikovaginalis atau rektovaginalis akibat cacat bawaan, cedera persalinan dan
radiasi.

3. Benda asing
Misalnya tertinggalnya kondom, pesarium pada penderita hernia atau prolaps uteri dapat
merangsang sekret vagina berlebihan.

4. Neoplasma jinak dan kanker


Pada neoplasma jinak maupun ganas dapat ditemukan leukorea atau keputihan bila permukaan
sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat genitalia. Gejala yang ditimbulkan ialah
cairan yang banyak, berbau busuk disertai darah tak segar.

5. Menopause
Kadar hormon estrogen pada saat menopause menurun sehingga vagina kering dan mengalami
penipisan, ini mengakibatkan mudah luka dan disertai infeksi.

6. Fisik
Akibat penggunaan alat kontrasepsi IUD (intra uterine device), trauma pada genitalia, dan pada
pemakaian tampon.

7. Iritasi
a. Sperma, pelicin, kondom
b. Sabun cuci dan pelembut pakaian
c. Deodorant dan sabun
d. Cairan antiseptik untuk mandi
e. Pembersih vagina
f. Kertas tisu toilet yang tidak bewarna
g. Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat

2.4 Patogenesis
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa dikatakan suatu
yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita sebagai suatu infeksi,
khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret vagina yang
banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina mengandung sekret vagina,
sel-sel vagina yang terlepas dan mucus serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus
menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.(2)5
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara
Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan hasil
metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap
bakteri pathogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen, lactobacillus
(Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang rendah sampai 3,8-4,5
dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.(2)
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp. terutama C.
albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi
dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah pertumbuhan ragi
adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan kontrasepsi, kadar estrogen
yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian pakaian ketat, pasangan
seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi. Perubahan lingkungan vagina seperti
peningkatan produksi glikogen saat kehamilan atau peningkatan hormon esterogen dan
progesterone karena kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan Candida albicans pada sel epitel
vagina dan merupakan media bagi pertumbuhan jamur. Candida albicans berkembang dengan
baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa asimtomatis atau sampai sampai
menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat immunosupresan juga menajdi faktor predisposisi
kandidiasis vaginalis.(4,5)
Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan progesterone menyebabkan
peningkatan pH vagina dan kadar glikogen sehingga berpotensi bagi pertumbuhan dan virulensi
dari Trichomonas vaginalis.(2)
Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena pengaruh bakteri patogen
atau adanya perubahan dari lingkungan vagina sehingga bakteri patogen itu mengalami
proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres dan hormon dapat merubah
lingkungan vagina tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri patogen. Pada vaginosis bacterial,
diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat menurunkan jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan
oleh Lactobacillus acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan memacu pertumbuhan
Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang normalnya dapat dihambat.
Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin, yang menaikkan pH vagina dan
menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Amin juga merupakan penyebab timbulnya bau pada
flour albus pada vaginosis bacterial.(2)
Flour albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita tuberculosis, anemia,
menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada perempuan dengan keadaan umum yang
jelek , higiene yang buruk dan pada perempuan yang sering menggunakan pembersih vagina,
disinfektan yang kuat.(2)

2.5 Manifestasi Klinis


Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari sekret vagina merupakan suatu tanda
infeksi vagina. Infeksi vagina adalah sesuatu yang sering kali muncul dan sebagian besar
perempuan pernah mengalaminya dan akan memberikan beberapa gejala fluor albus:
- Keputihan yang disertai rasa gatal, ruam kulit dan nyeri.
- Sekret vagina yang bertambah banyak
- Rasa panas saat kencing
- Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal
- Berwarna putih kerabu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk
Vaginosis bacterial Sekret vagina yang keruh, encer, putih abu-abu hingga kekuning-
kuningan dengan bau busuk atau amis. Bau semakin bertambah setelah hubungan seksual.
Trikomoniasis Sekret vagina biasanya sangat banyak kuning kehijauan, berbusa dan berbau amis.
Kandidiasis Sekret vagina menggumpal putih kental. Gatal dari sedang hingga berat dan
rasa terbakar kemerahan dan bengkak didaerah genital Tidak ada komplikasi yang serius. Infeksi
klamidia Biasanya tidak bergejala. Sekret vagina yang berwarna kuning seperti pus. Sering
kencing dan terdapat perdarahan vagina yang abnormal

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur, bakteri atau
parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan menghentikan proses
infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan
biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi candida dan golongan
metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit.
Sediaan obat dapat berupa sediaan oral (tablet, kapsul), topikal seperti krem yang
dioleskan dan uvula yang dimasukkan langsung ke dalam liang vagina. Untuk keputihan yang
ditularkan melalui hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan
dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual selama masih dalam pengobatan. Selain itu,
dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus
mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan :
1. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup, hindari rokok dan
alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
2. Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom untuk mencegah
penularan penyakit menular seksual.
3. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap kering dan tidak
lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat, hindari
pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan untuk mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya
untuk mencegah bakteri berkembang biak.
4. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah depan ke
belakang.
5. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat mematikan
flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan cairan
pembersih vagina.
6. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada daerah vagina
karena dapat menyebabkan iritasi.
7. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti meminjam
perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset di WC umum atau
biasakan mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.(8)
Ringkasan Terapi Uretritis Gonokokkus dan Uretritis Non-Gonokokkus Dikutip dari
Pedoman Nasional Penanganan IMS Depkes Tahun 2011
Pengobatan Uretritisn Gonokokkus Pengobatan Uretritis Non Gonokokkus
Ceflxime 400 mg oral, dosis tunggal Azithromisin 1 gr, oral, dosis tunggal,
ATAU ATAU
Levofloxacin* 500 mg oral, dosis tunggal Doksisiklin* 2x100 mg oral selama 7 hari
Pilihan Pengobatan Lain
Kanamisin 2gr, IM, dosis tunggal, ATAU
Tiamfenikol 3,5 gr, oral, dosis tunggal,
Eritromisin 4x500 mg, oral, selama 7 hari
ATAU
Ceftriaxon 250 mg, IM, dosis tunggal
*Tidak boleh diberikan pada usia < 12 tahun
IM = Intramuskular

Ringkasan Terapi Duh Tubuh Vagina Karena Vaginitis


Dikutip dari Pedoman Nasional Penanganan IMS Depkes Tahun 2011

Trikomoniasis Bakterial Vaginosis Kandidasis Vaginitis


Mikonazol atau klotrimazol
200 mg intravagina, setiap
hari, selama 3 hari ATAU
Klotrimazol 500 mg
Metronidazole** Metronidazole **
intravagina dosis tunggal
2gr per oral 2gr per oral
ATAU
Dosis tunggal Dosis tunggal
Flukonazol* 150 mg per oral
dosis tunggal, ATAU
Ltrakonazol* 200 mg per oral
dosis tunggal, ATAU
Pilihan Pengobatan Lain
Metronidazole**
Metronidazole** 2x500 mg/hari, per oral Nistatin 100.000 IU
2x500 mg/ hari, per oral selama 7 hari intravagina setiap hari selama
selama 7 hari Klkindamisin 2x300 mg/hari, 7 hari
per oral selama 7 hari
*Tidak boleh diberikan pada ibu hamil, menyusui, anak usia <12 tahun
**Pasien dalam pengobatan metronidazone dianjurkan untuk menghindari minum alkohol

2.7 Diagnosis

Anamnesis
1. Sejak kapan mengalami keputihan.
2. Bagaimana konsistensi, warna, bau, jumlah dari keputihannya.
3. Riwayat penyakit sebelumnya.
4. Riwayat penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid.
5. Riwayat penggunaan bahan-bahan kimia dalam membersihkan alat genialia
6. Higienis alat genitalia

Pemeriksaan Fisis- Pemeriksaan fisis harus dapat diarahkan diagnosis


apabila dijumpai:
1. Inspeksi : kekentalan, bau dan warna leukore
2. Warna kuning kehijauan berbusa:parasit
3. Warna kuning, kental : GO
4. Warna putih : jamur
5. Warna merah muda : bakteri non spesifik
6. Palpasi : pada kelenjar bartolin

Pemeriksaan ginekologi
1. Inspekulo
2. Pemeriksaan bimanual
3. Laboratorium
4. Pemeriksaan pH normal vagina : 3,8 – 4,5
• Pulasan dengan pewarnaan gram
• Pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan KOH 10%
• Kultur
Bakterial Vaginosis
Asimtomatik pada sebagian penderita. Keluhan umumnya berupa cairan yang berbau amis
seperti ikan terutama setelah melakukan hubungan seksual. Pada pemeriksaan didapatkan jumlah
duh tubuh vagina tidak banyak, berwarna putih, keabu-abuan, homogen, cair, dan biasanya
melekat pada dinding vagina. Pada vulva atau vagina jarang atau tidak ditemukan inflamasi.
Pemeriksaan penunjang
•Whiff test
Penambahan KOH 10% pada duh tubuh vagina tercium bau amis
•Pemeriksaan mikroskopik
Sediaan apus vagina yang diwarnai dengan pewarnaan gram ditemukan sel epitel vagina yang
ditutupi bakteri batang sehingga batas sel menjadi kabur (clue cells)
•Pemeriksaan pH vagina

Kriteria Amsel yaitu adanya 3 dari 4 tanda berikut:


•Cairan vagina homogen berwarna putih keabu-abuan yang melekat pada dinding vagina.
•PH vagina > 4,5.
•Sekret vagina berbau amis sebelum atau sesudah penambahan KOH 10% (Whiff test)
•Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikoskopik.

3.4 Tatalaksana
Metronidazol 500 mg per oral 2x/hari selama 7 hari
Metronidazole 2 gr dosis tunggal
Klindamisin 2x300 mg per oral sehari selama 7 hari
Tinidazol 2x500 mg setiap hari selama 5 hari
Ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4x500 mg per oral selama 5 hari

3.5 Prognosis
Bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak menunjukkan
gejala. Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya dapat disembuhkan.

Daftar Pustaka
Berek, J.S. Berek & Novak’s Gynecology, ed. 14. Lippincott Williams & Wilkins; United States :
2007
Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan Beberapa penyakit lain pada
alat genital wanita in Ilmu Kandungan. 1999. Edisi kedua , Cetakan Ketiga.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta
Amiruddin, D. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. 2003.LKiS : Jogjakarta
Manoe, I.. M.S. M, Rauf, S, Usmany,H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi.
1999. Bagian/SMF Obstetri dn Ginekologi Fakultas Kedokteran Unhas
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo : Ujung pandang
Anindita, Wiki. Santi Martini. 2006. Faktor Resiko Kejadian Kandidiasis vaginalis pada akseptor
KB. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UNAIR. Surabaya.
Jarvis G.J. The management of gynaecological infections in Obstetric and Gynaecology A
Critical Approach to the Clinical Problems. 1994. Oxford University Press : Oxford
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri, R, Wardhani,W.I, Setiowulan, W. Keputihan In. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ke-3. 2001. Media Aesculapius : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai