Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDAHULUAN FISIKA ZAT PADAT

(BAHAN MAGNETIK)

KELOMPOK I

ALFINITA UTARI (4153321001)

EBEN H. TOGATOROP (4153321006)

ELYANA (4153321047)

SITI HARTINAH LUBIS (4153321039)

UMMY HARIYANTI SITOMPUL (4153321044)

PENDIDIKAN FISIKA EKS-A 2015

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan makalah mata kuliah pendahuluan fisika zat padat .
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang " Bahan Magnetik ",
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Medan, Mei 2017

Penyusun

(Kelompok I)
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan
sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Farady pada tahun 1846 krtika sekeping bismuth
ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet
tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada arah yang berlawanan dengan medan
induksi pada magnet.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi Rumusan Masalah adalah:
1. Apa yang menyebabkan medan magnet?
2. Apa efek medan magnet yang ada di lingkungan kita?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisasn makalah ini adalah Memberikan pengetahuan ataupun
Memberikan gambaran secara umum tentang sifat bahan magnetik, syarat batas magnetic, contoh
bahan – bahan magnetic dan juga pemakaian bahan magnetic.
BAB 2
PEMBAHASAN

Sifat Bahan Magnetik


Sifat bahan magnetik di bagi menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh kemagnetan,
bahan dapat digolongkan menjadi 5, yaitu:

1. Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negatif dan
sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Farady pada tahun 1846 krtika sekeping bismuth
ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet
tersebut menginduksi momen magnetik pada bismuth pada arah yang berlawanan dengan medan
induksi pada magnet.
Secara umum bahan magnetik yang bersifat Diamagnetik mempunyai ciri – ciri sebagai
berikut:

 Bahan yang resultan medan magnet atomis masing – masing atom / molekulnya
adalah nol.
 Jika solenoida dimasukkan bahan ini, induksi magnetik yang timbul lebih kecil.
 Permeabilitas bahan ini : m < mo.
2. Paramagnetic

Bahan magnetik adalah bahan – bahan yang memiliki suseptibiitas magnetik Xm yang
positif dan sangat kecil. Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom – atomnya memiliki
momen magnetik permanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila
tidak terdapat Medan magnetik luar, momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan
medannya, tetapi ini dilawan oleh kecendrungan momen untuk berorientasi acak akibat
gerakan termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung
pada kekuatan medan dan pada temperaturnya. Pada medan magnetik luar yang kuat pada
temperatur yang sangat rendah, hampir seluruh momen akan disearahkan dengan medannya.

Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki magnetik permanen
yang akan cendderung menyearahkan diri sejajar dengan arah medan magnet dan harga
suseptibilitas magnetiknya berbanding terbalik dengan suhu T. Variasi dari nilai
susceptibilitas magnetik yang berbanding terbalik dengan suhu T adaah merupakan hukum
Curie.

N ( g B ) 2 J ( J  1)
X (9.1)
V 3 k BT

N B P2
2
X (9.2)
3V k BT

C
X (9.4)
T

Persamaan di atas adalah merupakan persamaan hukum Curie dimana T adalah suhu
pengamatan, μB adalah bilangan Bhor magneton, N adalah jumlah atom bahan, KB adakah
konstanta Boltzman, C adalah tetapan curie, P adalah bilangan Bhor magneton efektif, dan g
adalah faktor Lande.

P=g(J(J+1))1/2 (9.5)

3 1  S ( S  1  L( L  1)) 
g 
2 2   (9.6)
J ( J  1) 
Grafik hubungan suseptibilitas magnetik x terhadap temperatur T pada bahan
paramagnetik.

Sifat dari bahan dapat diketahui dengan mengetahui kandungan mineral magnetik pada
bahan tersebut. kandungan mineral magnetik ini dapat dikethui dengan sserangkaian
penelitian, salah satunya adalah dengan mengukur temperatur curie dari bahan tersebut.
Batuan merupakan bahan yang komplek, tersusun dari lebih satu mineral magnetik. Dengan
pengukuran temperatur curie, dapat menentukan mineral magnetik yang terkandung dalam
batuan.

Secara umum bahan magnetik yang bersifat paramagnetik mempunyai ciri – ciri sebagai
berikut:

 Bahan yang resultan medan magnet atomis masing – masing atom/ molekulnya
adalah tidak nol.
 Jika solenaoida dimasuki bahan ini akan dihasilkan induksi magnetik yang lebih
besar.
 Permeabilitas bahan : m>mo.
3. Feromagnetik

Feromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik Xm positif,


yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan
derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus,
penyearahan ini dapat bertahan sekalipun Medan pemagnetannya telah hilang. Ini terjadi karena
momen dipol magnetik atom dari bahan – bahan feromagnetik ini mengarahkan gaya – gaya
yang kuat pada atom tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit momen ini
diserahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen
dipol magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahannya beragam dari daerah ke daerah sehingga
momen magnetik total dari kepingan mikroskopik bahan feromgnetik ini adalah nol dalam
keadaan normal.

pada temperatur tertentu bahan feromagnetik akan berubah menjadi bahan paramagnetik,
temperatur transisi ini dinamakan temperatur curie. Diatas temperatur curie orientasi momen
magnetik menjadi acak, dan suseptibilitas magnetiknya diberikan oleh persamaan:

C
X (9.6)
T  Tf

Dimana C adalah tetapan Curie dan Tf adalah temperatur Curie. Persamaan 9.6
merupakan hukum Curie – Wiess, besar tetapan Curie adalah

Tf
C (2.15)

 0 N ( g B ) 2
C (2.16)
kB

Dimana λ adalah konstanta Weiss yang besarnya

k BT f
 (2.17)
 0 N ( g B ) 2
Grafik hubungan antara magnetik x terhadap temperatur T pada bahan feromagnetik

Bahan Magnetik yang bersifat Feromagnetik mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:

 Bahan yang mempunyai resultan medan magnetis atomis besar.


 tetap bersifat magnetik ® sangat baik magnet permanen.
 Jika solenaida diisi bahan ini akan dihasilkan induksi magnetik sangat besar (bisa ribuan
kali). Permeabilitas bahan ini: m>mo.
4. Anti Feromagnetik
Jika jumlah momen magnetik dari sub – domain dan antipararel mengganti satu sama lain
pada material yang seharusnya feromagnetik, nilai suseptibilitasnya sangat kecil, mendekati
subtansi paramagnetik. Material ini disebut anti feromagnetik dan contohnya hematic.

5. Ferimagnetik
Pada bahan yang bersifat, dipole yang berdekatan memiliki arah yang berlawanan tetapi
momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik memiliki nilai suseptibilitas
tinggi tetapi lebih rendah dari bahan feromagnetik, beberapa contoh dari bahan ferimagnetik
adalah feriete dan magnetite.
dalam aplikasi modern ferriete lebih berguna dibanding semua jenis bahan magnetik,
karena selain dari ssifat magnetiknya, bahan ini juga merupakan isolator yang baik.
A. Contoh – contoh Bahan magnetik
1. Contoh bahan diamagnetik:
1) Bismuth
2) Tembaga
3) Emas
4) Perak
5) Seng
6) Garam Dapur

2. Contoh bahan paramagnetik

1) Aluminium
2) Magnesium
3) Wolfram
4) Platina
5) kayu

3. Contoh bahan feromagnetik

1) Besi
2) Baja
3) Besi silicon
4) Nikel
5) Kobalt

B. Parameter Magnetik
Permeabilitas, suscepbilitas magnetic dan magnetisasi

Pada perhitungan – perhitungan tentang magnet, terdapat hubungan antara fluxi (B)
dengan satuam Wb/m2 atau tesla dengan kuat medan (H) dengan satuan A lilit / m sebagai
berikut:
B=μH

μ=μr.μo

sehingga:

B= μr.μo.H

μ adalah permeabilitas bahan yang merupakan hasil perkalian permeabilitas absolut(μo)


dengan permeabilitas realatif (μr). Besarnya μo = 4.π.10-7 H/m. Kuantitas yang diekspresikan
(μr-1) disebut magnetisasi per unit dari intensitas maka demikian pula dengan μr-1. Besarnya μ
untuk bahan feromagnetik adalah tidak konstan. Jika arus I di alirkan melalui kumparan dengan
inti adalah bertambah dari nol bertahap sehingga medan magnet dan rapat fluksi bertambah. Pada
gambar kurva OP mula – mula naik dengan tajam, kemudian setelah mencapai tahapan tertentu
kurvanya mendatar, hal ini karena B telah mencapai kejenuhan (saturasi). Pada gambar setelah
titik P dicapai, kemudian I diturunkan secara bertahap, maka diperoleh kurva PQ yaitu pada saat
I sama dengan nol, masih terdapat sisa kemagnetan (Br). Daya koersip yaitu apabila besar H
akan bertambah sehingga B menjadi nol dititik R dan diperoleh Hc. Selanjutnya prosedur diatas
diulang maka didapat kurva PQRSCTP yang disebut Jerat Hiterisis magnetic yang luasnya
sebanding dengan volume bahan magnetic yang dimagnetisasi, dan kalau inti diberi arus bolak –
balik akan menimbulkan eddy current yang disebut arus pusar atau arus focoult.

Jerat histerisis bahan ferro


Semua bahan adalah memungkinkan menghasilkan medan magneti, dari itu secara
eksperimental untuk menimbulkan momen magnetik. Besar momen ini per unit volume disebut
magnetisasi dari medium (M) dengan satuan C/m.dt atau A/m. Induksi magnetik (rapat fluksi)
adalah penjumlahan dari efek pada keadaan fakem suatu bahan, besar rapat fluksi (B) menjadi:

B= μo.H+ μo.M
M=(μ-1).H=Xm.H
Xm adalah susceptifitas magnetik. Magnetisasi (M) dari bahan diekspresikan sebagai
momen dwikutub magnetik (pm) dengan satuan C. m2 / dt atau A/m2 dimana:

M = N . pm

N adalah jumlah dwi kutub magnetik per unit volume.Berdasarkan susceptibilitasnya dapat
dibedakan sifat kemagnetan suatu bahan yaitu untuk Xm negatif 10-5 adalah diamagnetik, untuk
Xm dan positif 10-3 pada suhu kamar (karena Xm berbanding terbalik dengan suhu) adlah
paramagnetik, untuk Xm yang besar adalah ferromagnetik.

Supaya gambaran mengenai bahan magnetik mempunyai dasar yang kuantitatif, sekarang
kita menunjukkan bagaimana dwi kutub maanetik berlaku sebagai sumber yang terbesar untuk
medan magnetik. Hasilnya akan merupakan persamaan yang mirip dengan hukum integral
ampere  H .dL  I . Arusnya akan terdiri dari gerak muatan terikat (elektron orbital, spin

elektron, dan spin niklir) dan medannya yang berdimensi sama dengan H akan disebut
magnetisasi M. Arus yang dihasilkan oleh ikatan tersebut disebut arus terikat (bond current) atau
arus ampere.

Marilah kita mulai dengan pendefenisian magnetisasi M dinyatakan dalam momen dwi
kutub magnetik m. Arus terikat Ib yang mengaliri lintasan tertutup yang melingkupi luas
diferensial dS menghasilkan momen dwikutub.

M=IbdS

Jika terdapat n dwikutub magnetik persatuan volume, dan kita meninjau volume ∆v,
maka momen dwikutub magnetik totalnya kita peroleh melalui penjumlahan vektor.
mtotal  i1 mi
nv
(9.7)

Masing-masing mi mungkin berbeda, kemudian kita defenisikan magnetisasi M sebagai


momen dwikutub magnetik persatuan volume.

1

nv
M  lim v mi
v i 1

Kita lihat bahwa satuannya harus sama dengan satuan H yaitu A/m

Gambar suatu bagian lintasan tertutup dL, sepanjang lintasan tersebut dwikutub
magnetiknya sudah mengalami penjajaran sebagian oleh medan magnetik eksternal. Penjajaran
tersebut telah menyebabkan arus terikat yang melalui permukaan yang terdefenisikan oleh
lintasan tertutup bertamabah dengan nIbdS.dL ampere.

Sekarang marilah kita tinjau efek penjajaran dwikutub magnetik sebagai akibat dari
pemasangan medan magnetik. Kita akan membahas penjajajaran sepanjang lintasan tertutup,
sebagian kecil dari lintasan itu diperhatikan pada gambar sebelumnya. Gambat tersebut
memperlihatkan beberapa momen magnetik m yang membentuk sudut θ dengan unsur lintasan
dL. Masing-masing momen terdiri dari arus terikat Ib yang mengelilingi bidang seluas dS.dL;
didalam volume tersebut terdapat n dS.dL dwikutub magnetik. Waktu kita ubah dari orientasi
rambang ke penjajaran sebagian, arus terikat yang menembus permukaan yang terlingkungi
lintasan (kearah kiri kita jika kita berjalan dalam arah aL dalam gambar. 9.3) untuk tip-tiap
dwikutub sebanyak n dS.dL telah bertambah dengan Ib.Jadi
dIb=nIbdS.dL=M.dL (9.8)

dan dalam seluruh lintasan tertutup

I b   M .dL (9.9)

Persamaan (9.9) mengatakan bahwa jika kita mengelilingi suatu lintasan tertutup dan kita
dapatkan momen dwikutub yang menjajar dalam arah lintasan lebih banyak dari yang tidak,
maka akan ada arus yang berpautan dengannya, misalnya ditimbulkan oleh elektron yang
mengorbit melalui permukaan bagian dalamnya.

Rumusan terahir ini mirip dengan hukum integral Ampere, dan sekarang kita boleh
membuat hubungan antara B dan H, yang umum sehingga berlaku pula untuk media lain selain
ruang hampa pembahasan kita bersandar pada gaya dan torka sosok arus diferensial dalam
medan B, yang berarti bahwa kita telah mengambil B sebagai kuantitas yang pokok dan telah
menemukan perbaikan dari pendefenisian H. Jadi kita dapat menuliskan hukum integral Ampere
yang dinyatakan dalam arus total yang terdiri dari arus terikat dan arus bebas.

B
 o
.dL  I T (9.10)

dengan

IT=Ib+I

D dan I adalah arus total muatan bebas yang dilingkungi oleh lintasan. Perhatikan bahwa
arus bebas muncul tanpa subskrip, karena arus ini termasuk jenis arus yang terpenting dan
merupakan satu-satunya jenis arus yng muncul dalam persamaan Maxwell.

Dengan mengkombinasikan ketiga persamaan terakhir ini, kita dapatkan rumusan untuk
arus bebas yang terlingkungi,

B
IT=Ib+I=  o
.dL  I T (9.11)
Sekarang kita defenisikan H dinyatakan dalam B dan M,

B
H M (9.12)
o

Dan kita lihat dalam ruang hampa B = 𝜇0 H, karena dalam hal ini magnetisasinya nol.
Hubungan ini biasanya dituliskan dalam bentuk yang menghindari bentuk fraksi dan bentuk dan
tanda minus sbb :

B=μo(H+M) (9.13)

Sekarang kita boleh menuliskan pendefenisian medan H yang baru dalam persamaan
(9.11).

I   H .dL (9.14)

Sehingga kita peroleh hukum integral Ampere yang dinyatakan dalam arus bebas.
Dengan memakai beberapa bentuk kerapatan arus kitaa dapatkans :

I b   s J b .dS

I T   s J T .dS
I   s J .dS

Dengan pertolongan teorema stokes, kita dapat mentransformasikan pers (9.9), (9.10),
dan (9.14) menjadi hubungan kurl yang setara dengannya,

xM  J b
B
x  JT
o

 xH=J (9.15)

Kita hanya menekankan pada pers (9.14) dan pers (9.15), rumus yang mengandung
muatan bebas dalam pekerjaan kita selanjutnya.
Hubungan antara B,H dan M dapat disederhanakan untuk media isotropik yang linear,
dalam media seperti itu dapat didefenisikan suseptibilitas magnetik (kerentanan magnetik) Xm.

M=XmH (9.16)

Jadi kita dapatkan

B=μo(H+XmH)

B= μo μRH

atau

B= μH (9.17)

Dengan μ, menyatakan permeabilitas (ketetapan)

μ= μo μR (9.18)

Disini dinyatakan dalam permeabilitas relatif μR

μR=1+Xm (9.19)

Menyatakan hubungannya dengan suseptibilitas.

Dua hukum permulaan yang kita teliti untuk medan magnetik ialah hukum bio-savart dan
hukum integral Ampere. Keduanya terbatas pada pemakaian dalam ruang hampa. Sekarang kita
telah memperluas pemakaiannya untuk setiap bahan magnetik yang serba sama, linear dan
isotropik harus digambarkan dengan permeabilitas relatif 𝜇𝑅 .

Seperti juga pada bahan dielektrik tak isotropik, bahan magnetik tak isotropik, bahan
magnetik tak isotropik harus digambarkan dengan permeabilitas tenso.

Bx= μxxHx+ μxyHy+ μxzHz

By= μyxHx+ μyyHy+ μyzHz

Bz= μzxHx+ μzyHy+ μzzHz


Jadi untuk bahan tak isotropik, 𝜇 dalam hubungan B = 𝜇0 H merupakan suatu tensor;
tetapi hubungan B = 𝜇0 (H + M) tetap berlaku, meskipun B, H dan M pada umumnya tidak
sejajar lagi. Bahan magnetik tak isotropik yang paling umum ialah kristal feromagnetik tunggal;
walaupun film magnetik tipis juga memperlihatkan sifat tak isotropik. Namun, banyak sekali
pemakaian bahan feromagnetik yang menyangkut kisi polikristal yang lebih mudah dibuat.

Defenisi kita mengenai suseptibilitas dan permeabilitas bergantung pada anggapan


kelinearan. Sayang sekali hal itu hanya benar untuk bahan para magnetik dan diamagnetik yang
kurang menarik pemakaiannya; dalam hal ini permeabilitas relatifnya hampir mendekati satu,
bedanya hanya satu bagian dalam seribu. Beberapa harga yang khas dari sseptibilitas bahan
diamagnetik ialah sbb : untuk hidrogen , -2 x 10 -3; tembaga, -0,9 x 10 -3; germanium, -0,8 x 10-3;
silikon, -0,3 x 10-3 dan grafit, -12 x 10-3. Bahan para magnetik yang umum dipakai mempunyai
suseptibilitas sbb: oksigen 2 x 10-6, tungsten 6,8 x 10-5; oksida ferit (fe2O3), 1,4 x 10-3; oksida
Ytrium (Y2O3), 0,53 x 10-6. Jika kita ambil rasio B terhadap μoH sebagai permeabilitas relatif
bahan feromagnetik, harga μR biasanya berkisar antara 10 sampai 100.000. Bahan diamagnetik,
paramagnetik, dan antiferomagnetik biasa disebut bahan non magnetic.

Anda mungkin juga menyukai