Anda di halaman 1dari 54

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20


juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika,
batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung
empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak
penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu
dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan
perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita
batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan
terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya
tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu
biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau
duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu
bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali
tanpa gejala (silent stone).

Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada kanker hati.
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus, identifikasi
virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen virus A, B, C, D, E, F dan G terhitung
kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus akut (Ester Monica, 2002 : 93).

Penyakit hepatitis merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati


diseluruh dunia. Penyakit ini sangat berbahaya bagi kehidupan karena penykit hepatits
ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya (Aru, w
sudoyo, 2006 : 429). Penyakit ini menjadi penting karena mudah ditularkan, memiliki
morbiditas yang tinggi dan menyebabkan penderitanya absen dari sekolah atau pekerjaan
untuk waktu yang lama. 60-90% dari kasus-kasus hepatitis virus diperkirakan
berlangsung tanpa dilaporkan. Keberadaan kasus-kasus subklinis, ketidakberhasilan

1
untuk mengenali kasus-kasus yang ringan dan kesalahan diagnosis diperkirakan turut
menjadi penyebab pelaporan yang kurang dari keadaan sebenarnya (Brunner & Sudarth,
2001 : 1169).

Sirosis merupakan penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distrosu arsitektur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati
yang tidak berikatan dengan vaskukatur normal.Insiden penyakit ini meningkat sejak
perang Dunia II, peningkatan ini sebagjan disebabkan insiden oleh hepatitis virus yang
meningkat, namun yang lebih bermakna adalah asupan alkohol yang sangat berlebihan.
Sirosis akibat alkohol merupakab penyebab kematian nomor sembilan pada tahun 1998 di
Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000 kematian

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Konsel Asuhan Keperawatan pada klien dengan klolelitiass, hepatitis, serosis
hepatis ?

1. Tujuan Tujuan umum

Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada klien dengan kolelitiasis,


hepatitis, serosis hepatis

2. Tujuan khusus

Mengetahui anatomi fisologi kadung empedu dan hati, definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dari Kolelitiasis,
Hepatitis, Serosis Hepatis

C. Manfaat

1. Bagi pembaca

Untuk menambah pengetahuan pembaca tentang hepatitis serta dapat


mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis, hepatitis,
serosis hepatis.

2
2. Bagi penulis

Untuk menambah pengetahuan penulis tentang hepatitis dan Asuhan Keperawatan


pada klien dengan kolelitiasis, hepatitis, serosis hepatis serta dapat dijadikan bekal
untuk melaksanakan praktik klinik di rumah sakit.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI KOLELITIASIS

A. Anatomi Fisiologi

Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan


membran berotot, letaknya dalam sebuah lobus dicsebalh permukaan bawah hati samapi
pinggir depannya panjang 8-12cm, berkapasitas 60 cm³. Lapisan empedu terdiri dari
lapisan luar serosa/parietal, lapisan otot bergaris, lapisan dalam mukosa/viseral disebut
juga membran mukosa (Syaifuddin, 2006).

Kandung empedu merupakan kantong yang berbentuk seperti buah alpukat yang
terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus
oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-
kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus
bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus
halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot
sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi.

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.


Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati.
Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah
melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung
empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam
anorganik dalam kandung empedu.

Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah


pembentukan batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua
keadaan ini biasa timbul sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan. (Sjamsuhidajat R, 2005).

4
B. Definisi

Koletiasis (kalkus/kalkuki, batu


empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang
membentuk cairan empedu: batu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
sangat bervarian. Batu empedu tidak lazim
dijumpaibpafa anak-anak dan dewasa muda
tetapi insidennya semakin sering pada individu
berusia di atas 40 tahun. Sesudah itu, insiden
koletiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa usia 75
tahun satu dari tiga orang memiliki batu empedu (Brunnee & Suddarth, 2001).

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, billiary calculus. Istilah


kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan
kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di
dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 71, 2011).

Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen
empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe
batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak
diketahui. Di negara-negara barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol,
sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80%.

C. Etiologi

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor predisposisi
terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.

5
1. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya)
untuk membentuk batu empedu.

2. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,


perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin ) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.

3. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya
batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.

Adapun faktor resiko yang mempengaruhi kolelitiasis :

1. Jenis kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

2. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang degan usia yang lebih muda.

3. Berat Badan (BMI)

6
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

4. Makanan Intake rendah klorida

Kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal)


mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu.

5. Aktifitas Fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya


kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

6. Penyakit Usus Halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,


diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.g.

7. Nutrisi Intravena Jangka Lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi


untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu

D. Manifestasi Klinis

Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri
dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Penderita penyakit kandung
empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan
oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi
Gangguan epigastrium , seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran atas abdomen.

7
Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kadung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien dapat mengalami
kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini disertai rasa mual dan muntah bertambah hebat
dalam waktu beberapa jam sesudah makan dalam persi besar.

Ikterus. Ikterus dapat dijumpai antara penderita penyakit kadung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejal yang khas, yaitu :
getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan
ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

Perubahan warna urin dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen
empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay-colored”.

Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin


A, D, E, K yang larut lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah
yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus,
kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda
dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut,
penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis
generalisata.

E. Patofisiologi

Ada tiga tipe batu empedu yaitu:

1. Batu Kolesterol.

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
>50% kolesterol). Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutanya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin

8
(fosfolipid) dalam empedu, Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor
utama:

a) Supersaturasi kolesterol, terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan


sintesis kolesterol dalam hati yang mengakibatkan supeesaturasi getah empedu
oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu mengendap dan
membentuk batu.

b) Hipomotilitas kandung empedu.

c) Nukleasi/pembentukan nidus cepat.

2. Batu Pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain : Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen
coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen coklat terbentuk akibat
adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya
disfungsi sfingter oddi, striktur, operasi biller, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi
saluran empedu, khususnya E.Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari
bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya
batu pigmen coklat. Umumnya batu pigmen coklat ini terbentuk di saluran empedu
dalam empedu yang terinfeksi.

3. Batu Pigmen Hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak terbentuk, seperti bubuk dan kaya
akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang
banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen
hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya
batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam berbentuk dalam kandung empedu
dengan empedu yang steril.

9
F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan sinar-x abdomen.

Pemeriksaan sinar x abdomen dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit


kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.

2. Radiografi: Kolesistografi

Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral

3. Ultrasonografi.

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik


pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat serta akurat dan dapat
digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan
USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan
hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami
dilatasi.

4. Sonogram

Dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah
menebal.(Williams, 2003).

5. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya


dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat
optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.

10
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan
bilier.(Smeltzer, 2002)

Pemeriksaan darah.

1. Kenaikan serum kolesterol.

2. Kenaikan fosfolipid.

3. Penurunan ester kolesterol.

4. Kenaikan protrombin serum time.

5. Kenaikan bilirubin total, transaminase.

6. Penurunan urobilirubin.

7. Peningkatan sel darah putih. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau
bila ada batu di duktus utama.

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan pendukung dan diit

Kurang lebih 80% pasien sembuh dengan istirahat, pemberian cairan infus,
pengasapan monogastrik, analgesik, dan antibiotik. Diit dibatasi pada makanan cairan
rendah lemak, penatalaksanaan diit merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gangguan
gastrointestinal ringan.

2. Farmakoterapi

a. Analgesik seperti meperidin mungkin dibutuhkan; hindari penggunaan morfin


karena dapat meningkatkan spasme sfingter Oddi.
b. Asam senodeoksikolik (chenodiol atau CDCA) adalah efektif dalam
menghancurkan batu kolesterol utama

11
c. Tindak lanjut jangka panjang dan pemantauan enzim-enzim hepar harus
dilakukan.

3. Litotripsi

a. Litotripsi syok gelombang extra konporeal: kejutan gelombang berulang yang


diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu untuk
memecahkan batu empedu

b. Litotripsi syok gelombang intrakonporeal: batu dapat dipecahkan dengan ultra


sound, tembakan laser atau intotripsi hiokolik yang dipasang melalui endoskopi
yang diarahkan pada empedu.

4. Penatalaksanaan Pembedahan

a. Kolesistektomi laparoskopik

Operasi pengangkatan kantong empedu yang paling umum


direkomendasikan adalah operasi ‘lubang kunci’ atau kolesistektomi
laparoskopik. Pada operasi ini, dokter akan membuat satu sayatan berukuran 2-3
cm di sekitar pusar, dan dua hingga tiga sayatan dengan ukuran yang lebih kecil di
sisi kanan perut. Operasi ini dilakukan dengan penerapan bius total, jadi Anda
akan tertidur selama prosedur berlangsung sehingga tidak akan merasa sakit.
Masa pemulihan yang dibutuhkan pasien biasanya sekitar 1-2 minggu.

b. Kolesistektomi dengan sayatan terbuka

Operasi ini akan dipilih jika batu empedu tidak dapat dikeluarkan dengan
operasi ‘lubang kunci’ atau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk menjalani
kolesistektomi laparoskopik. Misalnya karena:

1) Letak kantong empedu pasien sulit dijangkau.


2) Pasien berberat badan tinggi.
3) Pasien berada pada bulan-bulan terakhir kehamilan.

Setelah menjalani kolesistektomi dengan sayatan terbuka, pasien perlu


menginap di rumah sakit selama 5-6 hari. Waktu yang dibutuhkan untuk sembuh

12
total juga lebih lama dibandingkan dengan operasi ‘lubang kunci’, yaitu sekitar
1,5 bulan. Tetapi tingkat keefektifan operasi ini sama dengan operasi
kolesistektomi laparoskopik.

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kolelitiasis

1. Pengkajian

a. Identitas klien/pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan,


agama, suku, alamat, tanggal Masuk Rumah Sakit, nomor register dan ruangan,
serta orang yang bertanggung jawab.

b. Keluhan Utama

Pada pasien kolelitiasis biasanya akan megalami nyeri perut kanan atas atau dapat
juga kolik bilien disertai dengan demam dan ikterus.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien kolelitiasis biasanya akan terdapat gejala seperti perasaan penuh pada
epigastrium kadang-kadang mual dan muntah.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Umumnya pasien kolelitiasis mempunyai riwayat nyeri perut kanan atas dalam
jangka waktu yang lama.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Pada pasien kolelitiasis tidak terpengaruh pada riwayat penyakit keluarga, karena
kolelitiasis bukan merupakan penyakit turunan atau kelainan bawaan atau
kongenital.

f. Pola-pola Fungsi Kesehatan:

13
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehatPada umumnya pasien kolelitiasis
dapat memenuhi sebagian besar dari tata laksana kesehatannya karena
kolelitiasis tidak mengganggu persepsi dan tata laksana hidup sehat.

2) Pola nutrisi dan metabolisme Terdapatnya gangguan dan penurunan absorbsi


lemak menyebabkan pasien kolelitiasis mengalami gangguan gastrointestinal
ringan seperti perasaan mual, kadang-kadang disertai muntah.

3) Pola eliminasi Pada umumnya pasien kolelitiasis tidak mengalami gangguan


eliminasi, tetapi warna alvi dan urin berubah warna (alvi menjadi warna pucat
urin menjadi warna gelap).

4) Pola istirahat dan tidur Akibat dari nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba
muncul dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.

5) Pola aktivitas dan latihan Akibat dari nyeri, mual, muntah, demam, perasaan
penuh di daerah epigastrium dapat mengganggu aktifitas dan latihan pasien,
karena pasien butuh istirahat.

6) Pola persepsi dan konsep diriPada umumnya akan terjadi kecemasan terhadap
keadaan penyakitnya baik oleh pasien itu sendiri maupun keluarga pasien.

7) Pola hubungan peran Pada umum peran pasien terhadap keluarga ataupun
respon keluarga terhadap keadaan penyakitnya pasien tidak ada gangguan.

8) Pola reproduksi seksual Pada umumnya pola reproduksi seksual berpengaruh


karena keadaan penyakit pasien.

9) Pola penanggulangan stress Pada umumnya pasien kolelitiasis cemas terhadap


penyakitnya keadaan penyakitnya.

10) Pola sensori dan kognitif Pada umumnya pasien dengan batu empedu tidak
terdapat gangguan pada sensori dan kognitifnya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan Menggambarkan tentang agama dan
kepercayaan yang dianut pasien tentang norma dan aturan yang di jalankan.

14
I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi.

2. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah
dan anoreksia.

3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan melalui


penghisapan gaster berlebihan, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster.

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan


pengobatan.

5. Hipertermi berhubungan dengan proses terjadinya inflamasi

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sekresi bilirubin

J. Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi.

a. Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan dalam waktu 3 x 24 jam.


Kriteria Hasil :

1) Pasien mengatakan nyeri berkurang

2) Pasien lebih tenang dan merasa nyamanTanda-tanda vital dalam batas normal

b. Rencana Tindakan:

1) Lakukan pendekatan kepada klien dan keluarga.

Rasional: Dengan komunikasi yang baik diharapkan klien dan keluarganya akan
lebih kooperatif dalam tindakan perawatan.

2) Jelaskan pada klien tentang sebab akibat terjadinya nyeri dan cara mengatasi
nyeri.

15
Rasional: Diharapkan klien mengerti tentang nyeri yang dialamiya dan
bagaimana mengatasinya.

3) Observasi dan catat lokasi nyeri dan karakter nyeri.

Rasional: Dengan mengetahui kualitas dan kuantitas akan dapat mempermudah


dalam melakukan tindakan selanjutnya.

4) Tingkatkan mobilisasi biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.

Rasional: Mobilisasi pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra


Abdomen pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara
alamiah.

5) Berikan kompres hangat didaerah nyeri.

Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri

6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi.

7) Rasional: Diharapkan dapat menghindari kesalahan dalam pemberian terapi


obat/infus.

2. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual/muntah
dan anoreksia.

a. Tujuan: Pasien dapat memenuhi


intake sesuai dengan kebutuhan.
Kriteria Hasil: :

1) Pasien tidak mual dan muntah

2) Nafsu makan meningkat Berat badan pasien normal

b. Rencana Tindakan:

1) Jelaskan pada klien dampak dari nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan memotivasi klien untuk makan.

16
2) Jelaskan pada klien faktor-faktor yang dapat mengatasi mual.

Rasional: Meningkatkan motivasi klien untuk melakukan tindakan


mengetahui mual.

3) Anjurkan pada klien untuk makan makanan selagi hangat.

Rasional: Untuk menambah nafsu makan pasien.

4) Anjurkan pada posisi semi fowler saat makan.

Rasional: Untuk mencegah mual dan aspirasi.

5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi dengan
tim gizi dalam pemberian diit yang tepat.

Rasional: Untuk mengatasi kata mual dan meningkatkan proses penyembuhan


pasien.

3. Resiko tinggi kehilangan volime cairan berhubungan dengan kehilangan melalui


penghisapan gaster berlebihan; muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster

a. Tujuan : Pasien dapat memenuhi kebutuhan keseimbangan cairan yang adekuat.


Kriteria Hasil:

1) Membran mukosa lembab

2) Keseimbangan cairan kembali adekuat

3) Turgor kulit baik.

b. Rencana Tindakan :

1) Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan kurang dari masukan,


peningkatan berat jenis urin. Observasi membrane mukosa atau kulit, nadi
perifer dan pengisian kapiler

Rasional: Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan


kebutuhan penggantian

17
2) Observasi tanda dan gejala peningkatan atau berlanjutnya mual atau muntah,
kram abdomen, kelemahan, kejang, tidak adanya bisisng usus.

Rasional: Aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan


deficit natrium, kalium dan klorida.

3) Hindari dari lingkungan yang berbau.

Rasional: Menurunkan rangsangan pada pusat muntah.

4) Observasi ulang pemeriksaan lab, Hematokrit atau hemoglobin.

Rasional: Membantu dalam evaluasi volume sirkulasi, mengidentifikasi


defisit.

5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi dengan
tim gizi dalam pemberian diit yang tepat.

Rasional: Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki


ketidakseimbangan.

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan


pengobatan.

a. Tujuan: Klien mengerti tentang penyakitnya Cemas pasien berkurang. Kriteria


Hasil:

1) Ekspresi wajah pasien lebih tenang (rileks)

2) Pasien menyetujui dilakukannya tindakan pengobatan

b. Rencana Tindakan:

1) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur awal dan persiapan yang dilakukan.

Rasional: Informasi menurunkan cemas.

2) Anjurkan klien untuk menghindari makanan dan minuman tinggi lemak.

18
Rasional: Mencegah/membatasi kambuhnya serangan kandung empedu.

3) Bantu pasien untuk menetapkan masalahnya secara jelas.

Rasional: Keterbukaan dan pengertian tentang persepsi diri adalah syarat


untuk berubah.

4) Tingkatkan harga diri pasien dan berikan support.

Rasional: Dengan memberikan support diharapkan harga diri pasien akan


merasa hidupnya berguna dan dengan meningkatkan harga diri mempunyai
semangat untuk berobat sampai penyakitnya sembuh.

5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

a. Tujuan : suhu klien dalam batas normal. Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

1) Suhu tubuh normal (36-37,4°C)

2) Kulit klien tidak teraba hangat

b. Intervensi Keperawatan :

1) Monitoring TTV pasien

2) Hindari kontak dari infeksi

3) Jaga agar klien istirahat cukup

4) Berikan antibiotik atau terapi sesuai indikasi

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sekresi bilirubin

a. Tujuan : sekresi bilirubin normal dan bilirubin terkonjugasi normal. setelah


dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

1) Kulit tampak normal kembali.

19
2) Mempertahankan integritas kulit.

3) Tidak ada tanda-tanda kerusakan integritas kulit

4) Mengidentifikasi faktor resiko individu

b. Intervensi keperawatan :

1) Observasi dan catat derajat ikterus pada kulit

2) Monitor adanya kerusakan integritas kulit

3) Jaga agar kuku pasien tetap selalu pendek

4) minta pasien agar sering melakukan perawatan pada kulit

K. Implementasi

Adalah perwujudan dari rencana yang telah disusun sebelumnya pada tahap perencanaan
untuk mengatasi masalah klien secara optimal (Nasrul Effendi, 1995).

L. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah ditetapkan dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan semua tenaga kesehatan
(Nasrul Effendi, 1995).

1. Nyeri berkurang dan Pasien tidak mual,muntah

2. Nafsu makan meningkat dan BB kembali seimbang.

20
BAB III

TINJAUAN TEORI HEPATITIS

A. Anatomi Fisiologi Hepar

1. Anatomi.

Hati atau hepar merupakan organ yang paling besat di dalam tubuh, warnanya
cokelat dan beratnya 1500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Letaknya
bagian atas dalam rongga abdomeb sebelah kanan bawah diafragma. Hati dibagi
menjadi 4 lobus, yaitu lobus kanan sekitar 3/4 hati, lobus kiri 3/10 hati, sisanya 1/10
ditempati oleh ke 2 lobus caudatus dan quadatus. Lobus hati terbungkus olej8h
lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi
masa hati menjadi unit-unit yang kecil dan unit-unit kecil itu disebut lobulus. .Hati
mempunyai dua jenis peredaran darah yaitu arteri hepatica dan vena porta. Arteri
hepatica keluar dari aorta dan memberi 1/5 darah pada hati, darah ini mempunyai
kejenuhan 95–100% masuk ke hati akan akhirnya keluar sebagai vena hepatica.
Sedangkan vena porta terbentuk dari lienalis dan vena mensentrika superior
menghantarkan 4/5 darahnya ke hati darah ini mempunyai kejenuhan 70% darah ini
membawa zat makanan kehati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus.
Cabang vena porta arteri hepatica dan saluran membentuk saluran porta (Syaifuddin,
2006).

2. Fisiologi

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam, sirkulasi vena porta yang
menyuplai 75% dari suplai asinus memang peranan penting dalam fisiologis hati,
mengalirkan darah yang kaya akan nutrisi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain
suplai darah tersebut masuk dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung
oksigen. Vena porta yang terbentuk dari vena linealis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 4/5 darahnya kehati darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya
70% sebab beberapa oksigen telah diambil oleh limpa dan usus. Darah ini membawa

21
kepada hati zat makanan yang telah di absorbsi oleh mukosa usus halus. Vena
hepatika mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Terdapat empat
pembuluh darah utama yang menjelajahi keseluruh hati, dua yang masuk yaitu arteri
hepatika dan vena porta, dan dua yang keluar yaitu vena hepatika dan saluran
empedu. Sinusoia mengosongkan isinya kedalam venulel yang berada pada bagian
tengah masing-masing lobulus hepatik dan dinamakan vena sentralis, vena sentralis
bersatu membentuk vena hepatika yang merupakan drainase vena dari hati dan akan
mengalirkan isinya kedalam vena kava inferior didekat diafragma jadi terdapat dua
sumber yang mengalirkan darah masuk kedalam hati dan hanya terdapat satu lintasan
keluar (FKUI, 2006). Adapun fungsi hati menurut (Syaifuddin, 2006) sebagai berikut:

a. Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dan usus yang disimpan di suatu tempat
dalam tubuh, dikeluarkab sesuau pemakainnya dalam jaringan.

b. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan
urine. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.

c. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hatu, dibentuk dalam sistem


retikuloendotelium dialirkan ke empedu.

d. Pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum,


dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine. Menyiapkan lemak untuk
pemecahan terakhir asam karbonat dan air.

B. Definisi Hepatitis

Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar
terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alcohol (Ester monika, 2002 :
93). Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hepatitis virus
adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai nekrosis dn
inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokomia serta
seluler yang khas (Brunner & Suddarth, 2002 : 1169).

22
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis dalam
bahasa awam sering disebut dengan istilah
lever atau sakit kuning. Padahal definisi lever
itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa
belanda yang berarti organ hati,bukan penyakit
hati. Namun banyak asumsi yang berkembang
di masyarakat mengartikan lever adalah
penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit
kuning sebenarnya dapat menimbulkan
kercunan, karena tidak semua penyakit kuning disebabkan oleh radang hati, teatapi juga
karena adanya peradangan pada kantung empedu.

Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis,
biokimia serta seluler yang khas. (Smeltzer, 2001). Dari beberapa pengertian di atas dapat
di simpulkan bahwa hepatitis adalah suatu penyakit peradangan pada jaringan hati yang
disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan sel sel hati mengalami kerusakan
sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

C. Etiologi Hepatitis

1. Hepatitis A

Dikenal dengan hepatitis infeksiosa, rute penularan adalah melalui kontaminasi


oral-fekal, HVA terdapat dalam makanan dan air yang terkontaminasi. Potensi
penularan infeksi hepatitis ini melalui sekret saluran cerna. Umumnya terjadi
didaerah kumuh berupa endemik. Masa inkubasi : 2-6 minggu, kemudian
menunjukkan gejala klinis. Populasi paling sering terinfeksi adalah anak-anak dan
dewasa muda. Hepatitis A pada umumnya dapat di tulari melalui mulut, misalnya
melalaui gelas atau sendok bekas yang di pakai penderita hepatitis A. Kadang –
kadang dapat juga melalui keringat penderita atau melalui jarum suntik bekas yang di
pakai pada penderita pengdapa hepatitis A.

2. Hepatitis B

23
Penularan virus ini melalui rute tranfusi darah/produk darah, jarum suntik, atau
hubungan seks. Golongan yang beresiko tinggi adalah mereka yang sering tranfusi
darah, pengguna obat injeksi; pekerja parawatan kesehatan dan keamanan masyrakat
yang terpajan terhadap darah; klien dan staf institusi untuk kecatatan perkembangan,
pria homoseksual, pria dan wanita dengan pasangan heteroseksual, anak kecil yang
terinfeksi ibunya, resipien produk darah tertentu dan pasien hemodialisa. Masa
inkubasi mulai 6 minggu sampai dengan 6 bulan sampai timbul gejala klinis. Hampir
semua jenis virus hepatitis dapat menyerang manusia. Pada ibu hamil bila terserang
virus ini dapat menularkan pada bayinya yang ada dalam kandungan atau waktu
menyusui bayi itu. Bentuk penularan seperti inilah yang banyak di jumpai pada
penyakit hepatitis B. Pada saat ini jenis hepatitis yang paling banyak di pelajari ialah
hepatitis B dan telah dapat pula di cegah melalui vaksinasi. Walaupun infeksi virus ini
jarang terjadi pada populasi orang dewasa, kelompok tertentu dan orang yang
memiliki cara hidup tertentu berisiko tinggi. Kelompok ini mencakup:

a. Imigran dari daerah endemis hepatitis b.Pengguna obat IV yang sering bertukar
jarum dan alat suntik

b. .Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang
terinfeksi.

c. Pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima produk tertentu dari
plasma.

d. Kontak serumah dengan karier hepatitis

e. Pekerja sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak dengan darah

3. Hepatitis C

Dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan penyebab tersering infeksi
hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah komersial. HCV ditularkan dengan
cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama melalui tranfusi darah. Populasi yang
paling sering terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, individu yang menerima produk
darah, potensial risiko terhadap pekerja perawatan kesehatan dan keamanan

24
masyarakat yang terpajan pada darah. Masa inkubasinya adalah selama 18-180 hari.
Penularan hepatitis C dan Delta pada orang dewasa bisa terjadi melalui kontak
seksual dan bisa pula melalui makanan dan minuman, suntikan ataupun transfusi
darah. Virus hepatitis C juga berbahaya karena sebagian besar penyakit Hepatitis C
dapat berkembang menjadi kronis/menahun dan menjadi pengidap yang selanjutnya
akan menjadi sumber infeksi bagi orang sekitarnya.

4. Hepatitis D

Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi HBV bertambah
parah. Infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada individu yang mengedap
infeksi kronik HBV jadi dapat menyebabkan infeksi hanya bila individu telah
mempunyai HBV, dan darah infeksius melalui infeksi HDV. Populasi yang sering
terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, hemofili, resipien tranfusi darah multipel
(infeksi hanya individu yang telah mempunyai HBV). Masa inkubasinya belum
diketahui secara pasti. HDV ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis fulminan,
kegagalan hati, dan kematian. Hepatitis delata dan hepatitis e didduga penularannya
melalui mulut, tetapi belum ada penelitian yang lebih mendalam.

5. Hepatitis E

Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan secara enterik melalui
jalur fekal-oral misalnya air yang tercemar populasi yang paling sering terinfeksi
adalah orang yang hidup pada atau perjalanan pada bagian Asia, Afrika atau Meksiko
dimana sanitasi buruk, dan paling sering pada dewasa muda hingga pertengahan.

D. Manifestasi Klinis

Semua hepatitis Virus mempunyai gejala yang hampir sama, sehingga secara
klinis hampir tidak mungkin dibedakan satu sama lain. Dokter hanya dapat
memperkirakan saja jenis hepatitis apa yang di derita pasiennya dan untuk
membedakannya secara pasyi masih diperlukan bantuan melalui pemeriksaan darah
penderita.gejala penderita hepatitis virus mula mula badanya terasa panas, mual dan
kadang-kadang muntah, setelah beberapa hari air seninya berwarna seperti teh tua,

25
kemudian matanya terlihat kuning, dan akhirnya seluruh kulit tubuh menjadi kuning.
Pasien hepatitis virus biasnya dapat sembuh setelah satu bulan. Hampir semua penderita
hepatitis A dapat sembuh dengan sempurna, sedangkan penderita hepatitis C dapat
menjadi kronis. Mengenai hepatitis delta dan E belum dapat di ketahui sevara pasti
bagaimana perjalanan penyakitnya.

Sebagian besar penderita hepatitis B akan sembuh sempurna, tetapi sebagian kecil
(kira-kira 10%) akan mengalami kronis (menahun) atau meninggal.penderita hepatitis B
yang menahun setelah 20-40 tahun kemudian ada kemungkinan hatinya
mengeras(sirosis), dan ada pula yang berubah menjadi kanker hati.

Gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar dari asimtomatik sampai penyakit
yang mencolok, kegagalan hati, dan kematian. Terdapat tiga stadium pada semua jenis
hepatitis yaitu:

1. Stadium prodromal, disebut periode praikterus, dimulai setelah periode masa tunas
virus selesai dan pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Stadium ini
disebut praikterus karena ikterus belu muncul. Antibodi terhadap virus biasanya
belum dijumpai, stdium ini berlangsung 1-2 minggu dan ditandai oleh:

a. Malese umum.

b. Anoreksia.

c. Sakit kepala.

d. Rasa malas.

e. Rasa lelah.

f. Gejala-gejala infeksi saluran nafas atas dan Mialgia (nyeri otot).

2. Stadium ikterus. Dapat berlangsung 2-3 minggu atau lebih, pada sebagia besar orang
stadium ini ditandai oleh timbulnya ikterus, manifestasi lainnya adalah:

a. Memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodromal.

26
b. Pembesaran dan nyeri hati.

c. Splenomegali.

d. Mungkin gatal ( pruritus ) dikulit

3. Stadium pemulihan. Biasanya timbul dalam 2-4 bulan, selama periode ini:

a. Gejala-gejala mereda termasuk icterus

b. Nafsu makan pulih

c. Apabila tedapat splenomegali, akan segera mengecil

E. Patofisiologi

Hepatitis yaitu perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk
berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran besar
dan berwarna normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar pada palpasi terasa
nyeri di tepian. Secara histologi, terjadi kekacauan susunan hepatoselular, cidera dan
nekrosis sel hati dalam berbagai derajad, dan peradangan periportal. Perubahan ini
bersifat reversible sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Namun pada beberapa kasus
nekrosis, nekrosis submasif atau masif dapat menyebabkan gagal hati fulminan dan
kematian (price & daniel, 2005:485)

F. Pencegahan

Pencegahan terhadap hepatitis virus ini adalah sangat penting karena sampai saat
ini belum ada obat yang dapat membunuh virus, sehingga satu-satunya jalan untuk
mencegah hepatitis virus adalah dengan vaksinasi, tetapi pada saat ini baru ada vaksin
hepatitis B saja, karena memang Hepatitis B sajalah yang paling banyak diselidiki baik
mengenai perjalanan penyakitnya maupun komplikasinya.

Saat ini di seluruh dunia terdapat 200 juta orang pengidap hepatitis B yang tidak
menampakkan gejala, tetapi merupakan sumber penularan bagi manusia sehat. Agarc
tubuh menjadi kebal diperlukan vaksinassi dasar mengenai dasar sebanyak tiga kali

27
vaksinassi hepatitis B. Mengenai jarak waktu pemberian vaksinasi dasar tergantung dari
jenis vaksinasi yang dipakai.

Ada dua vaksin hepatitis B yaitu vaksin yang dibuat dari darah manusia yang
telah kebal Hepatitis B dan vaksin hepatitis yang dibuat dari perekayasaan sel ragi.
Vaksin hepatitis yang di buat dari darah manusia kebal hepatitis di suntikkan kepada
orang sehat sekali sebulan sebanyak tiga kali, sedangan vaksin hepatitis b yang di
rekayasa dari sel ragi diberi kepada penderita sebulan sekali sebanyak dua kali, lalu
suntikan ke tiga baru di beri 5 bulan kemudian.

Untuk memperkuat kekbalan yang telah ada, perllu diberi vaksinasi penguat.
Caranya bermacam-macam ada vaksin yang perlu di ulang setahun kemudian satu kali,
lalu 4 tahun kemudian diberi sekali lagi, selanjutnya setiap 5 tahun sekali. Ada pula jenis
vaksin yang perlu diberikan hanya setiap 5 tahun sekali saja.

Vaksinasi hepatitis B sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Bayi yang lahir dari
ibu yang mengidap penyakit hpatitis B, harus di vaksinasi hepatitis B segera setelah lahir,
sedangkan bayi lainnya boleh diberi setelah berumur sebulan. Secara keseluruhan
tindakan pencegahan terhadap hepatitis adalah dengan memakai sarung tangan bila
berkontak dengan darah /cairan tubuh lainnya, dan harus hati-hati memasang kembali
tutup jarum suntik. Perhatikan cara pembuangan bahan-bahan terkontaminasi dan
pembersihan alat-alat dan permukaan yang terkontaminasi. Bahan pemeriksaan untuk
laboratorium harus diberi label jelas bahwa bahan berasal dari pasien hepatitis. Perlu juga
menjelaskan pentingnya mencuci tangan kepada pasien, keluarga, dan lainnya.

G. Farmakoterapi Hepatitis
a. Interferon

Interferon adalah protein yang biasanya terdapat dalam tubuh untuk melawan
infeksi dan terutama untuk membantu sistem kekebalan tubuh melawan HCV guna
mencegah komplikasi. Obat ini terdiri dari:

1) Injeksi peginterferon alfa-2a (Pegasys)


2) Injeksi peginterferon alfa-2b (PegIntron, Sylatron)
3) Injeksi interferon alfa-2b (Intron A)
b. Obat-obatan antivirus protease inhibitor

28
Protease inhibitor adalah obat-obatan oral yang bekerja dengan mencegah
penyebaran infeksi. Obat ini menghentikan reproduksi virus dalam tubuh, meliputi:

1) Telaprevir (Incivek)
2) Boceprevir (Victrelis)
3) Paritaprevir. Ini merupakan protease inhibitor tetapi hanya terdapat dalam Viekira
Pak, sebagai bagian kombinasi yang digunakan untuk mengobati infeksi HCV.

Obat-obatan ini hanya digunakan dalam kombinasinya dengan terapi infeksi HCV
lainnya. Telaprevir diminum dua kali sehati, sementara boceprevir diminum tiga kali
sehari. Kedua obat ini harus digunakan bersama makanan.

c. Obat-obatan antivirus analog nukleosida

Obat-obatan antivirus analog nukleosida juga mencegah penyebaran infeksi


dengan menghentikan pembentukan nukleosida pada sel-sel yang terinfeksi. Ribavirin
(Copegus, Moderiba, Rebetol, Ribasphere, Ribasphere RibaPak, Virazole) adalah
satu-satunya obat yang digunakan untuk mengobati infeksi HCV dalam kelas ini.
Ribavirin memerlukan kombinasi dengan interferon untuk mengobati infeksi HCV.
Selain itu, terapi tiga kali lipat bisa diresepkan dengan interferon dan protease
inhibitor. Obat ini tidak dapat digunakan secara independen.

Berhati-hatilah dalam menggunakan Ribavirin jika Anda memiliki riwayat


penyakit jantung atau kehamilan. Obat ini bisa menyebabkan resiko cacat lahir dan
juga menyebabkan pertumbuhan kerdil pada pasien anak-anak. Resiko ini bisa
dialihkan dari pria kepada pasangan wanitanya saat pembuahan.

d. Polymerase inhibitor dan terapi kombinasi obat

Polymerase inhibitor mencegah terjadinya pembentukan blok virus hepatitis C.


Obat hepatitis ini termasuk polymerase inhibitor sovaldi (Sofosbuvir). Sovaldi
bekerja dengan menghambat RNA polymerase yang digunakan oleh virus hepatitis C
untuk mereplikasi RNA-nya. Obat ini terkadang digunakan dalam kombinasi dengan
ribavirin sampai selama 24 minggu. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk orang
yang menderita infeksi virus hepatitis C dan infeksi HIV.

29
Gabungan obat ledipasvir dan sofosbuvir (Harvoni) digunakan untuk mengobati
infeksi kronis dari HCV genotype 1 pada orang dewasa. Ledipasvir merupakan NS5A
inhibitor yang menghalangi terbentuknya protein yang membantu virus mereplikasi
diri. Sofosbuvir merupakan polymerase inhibitor yang mencegah terjadinya
pembentukan blok virus.Obat ini harus digunakan dengan makanan dan tidak boleh
dihancurkan. Efek samping yang umum meliputi mual, gatal, insomnia, dan
kelemahan.

H. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hepatitis

1. Pengkajian

a. Identitas klien:

1) Jenis klelamin: pada penyakit hepatitis B banyak dialami laki-laki


dibandingkan perempuan karena terkait dengan beberapa faktor penyebab,
pengunaan obat suntikan, homoseksual, heteroseksual dan orang-orang yang
terkait hepatitis B (Muttaqin, 2013).

2) Lingkungan: pada daerah endemitas tinggi dan sebaliknya pada derah dengan
pravelensi rendah penularan secra horizontal telah terjadi oleh penyalah
penggunaan obat, penggunaa instrumens yang tidak steril, tusuk jarum dan
tindik (Juffri, 2012).

3) Umur : infeksi sering terjadi pada usia yang lebih tua, ditularkan secra
horizontal pada masa anak dengan kontak erat penggunaan sikat gigi, pisau
cukur atau berciuman dan kontak seksual pada dewasa muda. (Juffri, 2012).

2. Riwayat kesehatan :

a. Keluhan utama .:klien merasakan mual muntah, demam, ikterus pada daerah mata
dan kulit, nyeri abdomen kanan atas (Muttaqin, 2013).

b. Riwayat penyakit sekarang :diadapatkan keluhan mual muntah,keluhan nyeri pada


abdomen dan terjadi kelelahan dalam melakukan aktivitas (Muttaqin, 2013).

30
c. Riwayat penyakit dahulu:anggota keluarga yang juga pernah mengalami penyakit
hepatitis B dan khususnya pada ibu yang pernah menderita hepatitis kronik.
(Muttaqin, 2013).

3. Pemeriksaan Fisik Pada Klien Dengan hepatitis B (Pemeriksaan head toe-toe):

a. Kepala

I: Muka normal,simetris kan dan kiri warna muka ikterikrambut hitam, bentuk
tengkorak normal, kulit keepala normal tidak mengalami perdangn ,tumor
maupun bekas luka.

P: Tidak terdapat massa, pembengkakan, nyeri tekan tidak ada.

b. Mata:

I: Sklera mata tampakmikterik, konjungtiva merah muda, tidak terdapat ptosis


pertumbuhan rambut bulu mata baik, reaksi pupil terhadap cahaya isokor.

P: Tidak terdapat massa, tidak terdapat odem, tidak terdapat nyeri tekan.

c. Telinga:

I: Bentuk normal,warna coklat, tidak terdapat lesi, tidak terdapat odem, tidak
terdapat serumen, kotoran maupun perdarahan.

P: Tidak terdapat nyeri tekan.

d. Hidung:

I: Keadaan kulit tidak terdapat lesi, tidak terdapat pembengkakan, lubang hidung
simetris.

P: Tidak terdapat nyeri tekan pada tulang hidung, pada sinis-sinus hidung tidak
mengalami nyeri tekan.

e. Mulut:

31
I: Mukosa bibir kering, tidak terdapat lesi, warna lidah pucat tidak terdapat
kelainan pada dasar mulut dan palut lidah atau kecacatan.

P: Tidak terdapat nyeri tekan pada lidah, tidak adanya massa atau tumor.

f. Leher:

I: Bentuk leher simetris,warna kulit leher ikterus tidak adanya pembengkakan,


tidak terdapat pembesaran tiroid.

P: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pembesran limfe.

g. Dada:

I: Bentuk dada simetris kanan dan kiri, tidak terdapat odem,tidak terdapat
peradangan.

P: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa, kesimetrisan ekspansi dada
normal.

P: Terdapat suara paru sonor pada ics 1-.5. A: Terdapat suara vesikuler.

h. Perut:

I:Bentuk perut flat, tidak ada lesi, tidak ada odem.

A: Terdapat suara bising usus 10-12 kali/menit.

P: Terdapat suara timpani.

P: Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak terdapat massa.

i. Genetalia:

I:Tidak terdapat lesi, tidak terdapat peradangan, pertumbuhan rambut pubis


merata, tidak tedapat odem.

P: Tidak terdapat nyeri tekan,tidak terdapat massa.

j. Alat gerak:

32
I: Tidak terdapat atrofi maupun hipertrofi, tidak terdapat kontraktur, tidak terjadi
tremor tidak terdapat kelemahan(paralisi).

P:Tidak terdapat odem,atau nyeri tekan,tidak terdapat krepitasi.

P: Kekuatan otot bisep dan trisep normal.

I. Diagnosa Keperawatan Pada Klien Dengan Hepatitis B

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia, mual dan muntah (Padilla, 2012).

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembengkakan hepar yang


mengalami inflamsi hati dan bendungan vena porna (Padilla, 2012).

3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder


terhdapa inflamsi hepar (padill, 2012).

4. Intoleransi Aktvitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi sekunder


terhadap hepatitis B, malaise umum, pembatasan aktivitas.(Lusianah, 2010).

5. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit dan jaringan berhubungan dengan priritus
sekuder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu (Lusianah, 2010).

6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungn dengn sifat menular dari agent
virus (Lusianah, 2010).

7. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat muntah sekunder terhadap hepatitis B (Lusianah, 2010).

J. Intervensi keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia, mual dan muntah (Padilla, 2012).

33
a. Tujuan menurut (NOC, 2008): Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …
x 24 Jam diharapkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
Kriteria hasil:

1) Klien asupan makanan, cairan, dan zat gizi tercukupi.

2) Menunjukkan peningkatan berat badan dan tanda-tanda malnutrsi.

3) Mempertahankan massa tubuh dan dan berat badan ndalam batas normal.

4) Menunjukkan nilai laboratorim (tranferin,albumon dan elektrolit) dalam bats


normal.

5) Menunjukkan status gizi cukup ditandai dengan asupan makanan, cairan dan
zat gizi seimbang.

b. Intervensi keperawatan menurtut (NIC, 2008):

1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan

Rasional: keletihan berlamjut menurunkan keinginan untuk makan.

2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering.

Rasional: Adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastrointestinal


dan menurunkan kapsitasnya.

3) Pertahankan hyegiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan.

Rasional: Akumulasi partikel makanan dapat menmbah bau dan rasa tidak
sedap yang menurunkan nafsu makan.

4) Anjurkan makan sedikit tapi sering.

Rasional: untuk mempertahankan asupan nutrisi sehingga kebutuhan nutrisi


tercukupi.

5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak.

34
Rasional: Glikosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan
membebani hepar.

6) Kolaborasikan dengan advice dokter dalam pemberian obat antiemetik dan


analgesik sebelum makan atau sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.

Rasionalnya: Pemberian antiemetik dapat menekan mual yang dialami klien


dan analgesik dapat menekan nyeri pada andomen sehingga tidak
menimbulkan mual dan muntah.

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungna dengan pembengkakana hepar yang


mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.

a. Tujuan menurut (NOC,2008):Setelah dilakukan asuhan keperawatan…x24 jam


diharapakan nyeri teratasi. Kriteria hasil:

1) Klien akan menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternatif


pencegahan nyeri.

2) Klien melaporkan nyeri yang timbul, lamanya frekensi dan lokasi nyeri.

3) klien tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau wajah. Klien tampak
tenang tidak gelisah.

b. Intervensi keperawatan menurut (NOC,2008):

1) Berikan informasi tentang nyeri,seperti penyebab, seberapa lama nyeri akan


berakhir.

Rasional: Klien disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri


yang dirasakan ini akan memberi efek klien akan lebih tenang dibanding klien
yang mendapakan penjelasan yang kurang.

2) Lakukan observasi nyeri yang komperhensif meliputi lokasi, karakteristik,


awitan, frekuensi, intesitas atau tingkat keparahan nyeri.

35
Rasional: untuk mengetahui tingkat perkembangna klien mengenai nyeri yang
dirasakan.

3) Berikan massase punggung dan posisi yang nyaman.

Rasional: dengan memberikan posisi yang tepat akan memberikan rasa


nyaman.

4) Ajarkan teknik nonfamakologi yaitu distraksi, relaksasi, terapi musik,


kompres hangat sebelum, setelah nyeri terjadi atau meningkat.

Rasional: Teknik distraksi memberikan pengalihan klien mengenai nyeri yang


dirasakan sedangakan relaksasi akan mempengaruhi ketenangan klien
terhadap nyeri dengan pengambilan nafas dalam.

5) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik.

Rasional: pengobatan secara farmakologi untuk mengurangi nyeri yang


dirasakan klien.

3. Hypertemi berhubungan dengan invansi virus agent dalm sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar.

a. Tujuan menurut (NOC, 2008): Setelah dilakukan tindakan keperawtan …x24 jam
diharapkan hypertermi teratasi. Kriteria hasil:

1) Menunjukkan Suhu tubuh dalam batas normal.

2) Nadi dan pernapasan dalam batang normal.

3) Perubahan warna kulit tidak ada.

4) Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan.

b. Intervensi keperawatan Menurut (NIC, 2008):

1) Berikan informasi pada klien dan keluarga klien mengenai penyebab


timbulnya hipertermi dan tindakan yang akan dilakukan.

36
Rasional: Keluarga klien dapat mengerti penyenbab hipertemi yang dirasakan,
klien dapat koopertaif dalan tindakan keperawatan.

2) Pada suhu minimal setiap 2 jam sesuai dengan kebutuhan.

Rasional: dapat menegetahu tingkat perkembangan klien.

3) Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat untuk


mencegah dehidrasi.

Rasional: Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu


dehidrasi.

4) Berikan kompres hangat pada lipatan paha, aksila, dan kening.

Rasional: Menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi


vasodilatsi kulkit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi
panas tubuh melalui penguapan.

5) Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar
kain.

Rasional: memberikan baju tipis pada klien berfungsi mengurangi panas


melalui prose evaporasi.

6) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian antipiretik.

Rasional: Pengobatan farmakologi dapat menekan inasi penyebaran virus dan


mencegah terjadinya hipertermi.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi sekunder


terhadap hepatitis,malaise umum, pembatasan aktivitas.

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ….x 24 jam diharapkan


intolenrasi aktivitas teratasi. Kriteria hasil menurut (NOC, 2008):

1) Klien tidak lelah.

37
2) Tidak ada takikardi. Dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

3) Dapat melakukan perawatan diri.

b. Intervensi keperawatan menurut (NIC, 2008):

1) Berikan informasi penyebab keletihan individu.

Rasional: Dengan penjelasan penyebab keletihan maka keadaan klien


cenderung lebih tenang.

2) Bantu klien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk dan
berdiri.

Rasional: Melatih klien untuk setiap aktivitas dan kemandirian klien dan
mencegah decubitus.

3) Anjurkan klien untuk tirah baring.

Rasional: tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga


metaolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit.

4) Observasi bersama tingkat keletihan selam 24 jam meliputi waktu puncak


energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan.

Rasional: Keletihan dapat segera dinimalkan dengan mengurangi kegiatan


yang dapat menimbulkan.

5) Bantu klien individu untuk mengidentivikasi kemampuan-kemampuan dan


minat.

Rasional: Memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan


yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan
yang kurang penting.

38
K. Evaluasi

Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakanseberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai.

1. Evaluasi dari kasus diatas:

S: Klien mengatakan masih merasakan mual, namun muntah berkurang

O: Berat badan klien tetap, klien tampak porsi makan dihabiskan hanya setengah,
mukosa bibir lembab, klien tampak istirahat sebelum makan

A: Tujuan yang tercapai sebagian

P: Rencana intervensi yang dilanjutkan,dimodifikasi atau dihentikan sesuai dengan


keadaan klien.

39
BAB IV

TINJAUAN TEORI SEROSIS HEPATIS

A. Definisi

Sirosis adalah penyakit kronis hati yang


dicarikan dengan distrosi arsitektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan
nondul-nondul regenerasi sel hati yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul-
nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil
atau besar. Sirosis dapat mengganggu
sirkulasu darah intrahepatik, dan pada kasus
yang sangat lanjut menyebabkab kegagalan fungsu hati secara bertahap (Price &
Wilson, 2012). Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun yang difusi ditandai
dengan adanya pertumbuhan jaringan ikat disertai nondu. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis hati yang luas, pembentukan jaringan ikat untuk
regenerasi nondul. Distrosi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nondul (Brunner & Suddrath, 2001).

B. Etiologi

Mesikpun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga
tipe khas yang ditemukan sebagai berikut:

1. Sirosiss portal Laennec (alkoholik, dan nutrisional) dimana jaringan parut secara
khas mengelinggi daerah portal yang disebabkab penggunaan alkohol kronis yang
jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis.

40
2. Sirosis Pascanekrotik, dimana terdpat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibag lanjut dari hepatitis akut yang terjadi sebelumnya. Ciri khas tampaknya
sirosis ini adalah faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati primer.

3. Sirosis Billier, dimana pembentukan jaringab oarut teejadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadu akibat obstruksi billier yang kronis dan
infeksi.

C. Manifestasi Klinis

1. Pembesaran Hati ( hepatomegali )

Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya


dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kapsula glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan
jaringan hati.

2. Obstruksi Portal dan Asites

Semua dari organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan
dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah
yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke limla dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ ini menjadi tempat kongestuf
pasif yang kronis dengan kata lain kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah
dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.l

3. Varises gastroinstestinal

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (Stunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.

41
4. Edema

Ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma


menurun sehingga menjadikan predisposisi untuk terjadinya endema.

5. Defisiensi vitamin dan anemia

Karena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu


yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K) maka tanda-tanda sering
dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan
defisiensi vitamin K.

D. Patofisiologi

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol di anggap sebagai faktor penyebab yang utama, sirosis terjadi
dengan frekuensi tinggi. Mesikupan defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein
turut menimbulkan kerusakan hati, namun asupan alkohol yang berlebihan
merupakan faktor utamavpada perlemakan hati dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga terjadi pada individu yang tidak
memiliki kebiasaan minum alkohol dan individu yang diet normal tetapi dengan
konsumsi alkohol yang tinggi.

Sebagian individu tampak lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu
lain tanla ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan minuman keras
atau menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, pajanan zat
kimia tertentu (karbon tetraklorida, neftalen terklorinasi, arsen atau fosfor) atau
infeksi skistosomiasis yang menular.

Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai ileh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit
tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Pulau-palau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati
hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati

42
yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku, sol sepatu berkepala besar
( hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang
melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih.

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada sebagai
contoh:

1. Antasid diberikan untuk mengurangi distres lambung dan meminimalkan


kemungkinan perdarahan gastrointestinal.

2. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel
hati yang rusak dan memperbaiki status gizi.

3. Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton)


mungkin diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan
cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunanan jenis diuretik lainnya.

4. Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian esensial dalam
penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk menghindari penggunaan alkohol
selanjutnya.

Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Analisa gas darah

b. Darah, pada sirosis hepatis dijumpai HB rendah, anemia normokrom


normositer, hipokrom mikrositer/hipokrom makrositer, anemia dapat dari
akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol
darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.

c. Kenaikan kadar enzim transaminase – SGOT, SGPT bukan merupakan


petunjuk berat ringannya kerusakan paremkim hati, kenaikan kadar ini timbul

43
dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.

2. Pemeriksaan Lainnya

a. Radiologi, dengan barium swallow dapat dilihat varises esophagus untuk


konfirmasi adanya hipertensi portal.

b. Esofaguskopi, varises esophagus sebagai akibat komplikasi sirosis hati.

c. Ultrasonografi, mengetahui secara lengkap fisik hati dan bentuk permukaan


dan lain-lain

d. Radiografi Gastrointestinal bagian atas dilakukan pemeriksaan secara berseri


pada esofagus atau gaster atau ulserasi duodenum.

e. Pemeriksaan angiografi untuk mengidentifikasi tempat perdarahan arteri yang


nyata.

f. CT scan untuk membantu mendeteksi ascites kecil yang memberikan


informasi tentang volume dan karakter dari kumpulan cairan

g. Biopsi jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan fibrosis sel
hati,mengidentifikasikan adanya sirosis. Pemeriksaan ini juga untuk
mendiagnosa adanya tumor ganas dan infeksi pada hati.

Beberapa pemeriksaan penunjang tambahan diatas dapat dijadikan


rekomendasikan dalam berkolaborasi dengan medis dalam menentukan tindakan
dan prosedur apa yang tepat dan bermanfaat dalam penegakan diagnosa, agar
informasi/data yang didapat lebih valid. Tetapi perlu juga dipertimbangan bahwa
dalam memberikan rekomendasi dalam pemeriksaan penunjang harus melihat
kemanfaatan dan efektifitas dari perlunya pemeriksaan penunjang.

3. Farmakoterapi.
a. Hormon sintetis : Mengatur aktivitas organ dan jaringan dalam tubuh.
b. Penurun kadar amonia : Mengurangi kadar amonia di dalam tubuh.

44
c. Penghambat beta : Memperlambat denyut jantung dan menurunkan tekanan
darah. Ketika digunakan dalam bentuk tetes mata, mengurangi tekanan mata.
d. Diuretik :Meningkatkan produksi air seni untuk mengeluarkan kelebihan garam
dan air
e. Antivirus : Mengurangi kemampuan virus untuk berkembang biak
(bereplikasi).
f. Antibiotik : Menghentikan pertumbuhan atau membunuh bakteri.

F. Konsep Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis

1. Keluhan utama : Lemas, cemas, mual, muntah, terjadi pembengkakan di kaki,


tangan, asites.

2. Riwayat penyakit sekarang : berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab


terjadinya penyakit, serta upaya yang telah di lakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.

3. Riwayat kesehatan dahulu : adanya riwayat penyakit sirosis hepatis, atau


penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan penyakit hati misal hepatitis.

4. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat adanya faktor resiko, riwayat keluarga


tentang penyakit, misal riwayat dari keluarga alkoholic, memiliki riwayat terkena
sakit kuning, dan sebagainya.

5. Riwayat psikososial : meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi


yang dialami penderita yang sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.

6. Kaji terhadap manifestasi sirosis hepatis : ikterus (penguningan), asites, edema di


ekstrimitas, hipertensi portal, hepatomegali.

7. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik, dan


tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi

G. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.

45
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas.

4. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distensi


abdomen

5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka


operasi)

6. Kurang pengetahuan perjalanan penyakit berhubungan dengan kurangnya


informasi

H. Intervensi Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.

a. Tujuan Keperawatan: Fluid balance, Electrolit and acid base balance.

Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan masalah kelebihan


volume cairan dapat berkurang/hilang dengan kriteria hasil:

1) Terbebas dari edema, efusi

2) Bunyi nafas bersih,

3) Tidak ada dyspneu/ortopneu.

4) Terbebas dari kelelahan, kecemasan, atau kebingungan.

b. Intervensi: Fluid Management

1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

2) Pasang urine kateter jika di perlukan.

3) Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan.

4) Monitor vital sign.

46
5) Monitor indikasi

6) retensi / kelebihan cairan.

7) Kaji lokasi dan luas edema.

8) Monitor masukan makanan/cairan.

9) Monitor status nutrisi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

a. Tujuan Keperawatan: Pain Level, Pain Control, Comfort Level.

Setelah di lakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri akut dapat


berkurang/hilang dengan kriteria hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri. Melaporkan bahwa nyeri berkurang, dengan


menggunakan management nyeri.

2) Mampu mengenali nyeri.

3) Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang.

b. Intervensi: Pain Management :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman


nyeri pasien.

4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu,


ruangan, pencahayaan, dan kebisingan. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

5) Pilih dan lakukan penanganan nyeri.

6) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.

47
7) Ajarkan teknik non farmakologi.

8) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imnobilitas.

a. Tujuan keperawatan: Activity Tolerance, Self Care : ADLs. Setelah di lakukan


tindakan keperawatan di harapkan masalah intoleransi aktivitas dapat
berkurang/hilang dengan kriteria hasil :

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa di sertai peningkatan.

2) Tekanan darah, nadi, dan RR. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari


(ADLs) secara mandiri.

3) Tanda-tanda vital normal.

4) Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan alat.

b. Intervensi: Activity Therapy:

1) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan


program yang tepat.

2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu di lakukan.

3) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan


fisik, psikologi dan sosial. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan seperti
kursi roda, krek.

4) Bantu pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang.

5) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam


beraktifitas.

6) Motivasi keluarga untuk dapat membantu memenuhi setiap kebutuhan


yang di perlukan pasien.

48
4. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distensi
abdomen

a. Tujuan : pengembalian status nutrisi adekuat

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan:

1) IMT dalam batas normal.

2) Tidak ada muntah

b. Intervensi Keperawatan :

1) Kaji factor yang menyebabkan anorexia, mual/ muntah dan catat adanya
muntah darah.

2) Kaji dan dokumentasikan derajat kesulitan menelan

3) Bantu makan sesuai kebutuhan kalori harian

4) Monitor hasil laboratorium khususnya albumin, Hb, glukosa.

5) Jelaskan pada klien dan keluarga jenis nutrisi yang sesuai dan pentingnya
nutrisi bagi tubuh klien.

6) Kolaborasi

a) Pasang NGT sesuai program medis.

b) Berikan makanan per sonde sesuai program

c) Berikan terapi medikamentosa sesuai program

d) Berikan nutrisi parenteral atau albumin per Iv sesuai program

5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka


operasi)

49
a. Tujuan : meminimalkan komplikasi dan mencegah terjadinya penyebaran
infeksi. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan

1) Mengetahui tanda gejala infeksi

2) Mengetahui cara mengurangi penularan infeksi

3) Mengetahui aktivitas yang dapat menyebabkan nyeri

b. Intervensi Keperawatan :

1) Kaji tanda-tanda infeksi : suhu tubuh, nyeri, perdarahan, dan pemeriksaan


lab, radiologi

2) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local

3) Menaikkan asupan gizi yang cukup dan cairan yang sesuai

4) Monitor hitung granulosit, WBC

5) Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko

6) Administrasikan antibiotik yang sesuai

6. Kurang pengetahuan perjalanan penyakit berhubungan dengan kurangnya


informasi

a. Tujuan : pengetahuan bertambah

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan:


mampu mengenal masalah dengan menyebutkan pengertian, tanda dan gejala,
serta penyebab dari penyakit.

b. Intervensi keperawatan :

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

50
2) Jelaskan tentang patofisiologi perjalanan penyakit, penyebab, komplilasi
penyakit, usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi
penyakit, penatalaksanaan, dan kondisi penyakit klien saat ini.

3) Diskusikan terapi pengobatan yang perlu dilakukan oleh klien.

4) Informasikan kepada pasien mengenai efem samping dari pengobatan


tersebut.

51
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Koletiasis (kalkus/kalkuki, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung


empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu: batu empedu memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervarian. Batu empedu tidak lazim
dijumpaibpafa anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada
individu berusia di atas 40 tahun. Sesudah itu, insiden koletiasis semakin meningkat
hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa usia 75 tahun satu dari tiga orang memiliki
batu empedu.

Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada kanker hati.
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus, identifikasi
virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen virus A, B, C, D, E, F dan G terhitung
kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus akut.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan memerlukan asuhan keperawatan yang


tepat, disamping itu juga memerlukan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, sehingga akibat dan komplikasi dapat dihindari seperti
memberi penjelasan tentang Hepatitis antara lain: penyebab, tanda dan gejala,
pengobatan, perawatan, penularan dan akibat yang didapat kalau pengobatan tidak
dilakukan.

Sirosis merupakan penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distrosu arsitektur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati
yang tidak berikatan dengan vaskukatur normal.

Insiden penyakit ini meningkat sejak perang Dunia II, peningkatan ini sebagjan
disebabkan insiden oleh hepatitis virus yang meningkat, namun yang lebih bermakna
adalah asupan alkohol yang sangat berlebihan. Sirosis akibat alkohol merupakab

52
penyebab kematian nomor sembilan pada tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah
hingga 28.000 kematian.

B. Saran

Kami mengaharap dan menghimbau kepada para pembaca apabila ada kesalahan
atau kekeliruan baik kata-kata atau penyusunan agar memberikan saran dan kritik yang
bisa mengubah penulis kearah yang lebih baik dalam penulisan makalah selanjutnya.

53
DAFTAR PUSTAKA

Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Jakarta: Salemba Medika.

Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Jakarta: Salemba Medika.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta:Nuha Medika

Hidayat A. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Wikinson Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Intervensi NIC dan NOC .Jakarta:
EGC.

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC

54

Anda mungkin juga menyukai