PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada kanker hati.
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus, identifikasi
virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen virus A, B, C, D, E, F dan G terhitung
kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus akut (Ester Monica, 2002 : 93).
1
untuk mengenali kasus-kasus yang ringan dan kesalahan diagnosis diperkirakan turut
menjadi penyebab pelaporan yang kurang dari keadaan sebenarnya (Brunner & Sudarth,
2001 : 1169).
Sirosis merupakan penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distrosu arsitektur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati
yang tidak berikatan dengan vaskukatur normal.Insiden penyakit ini meningkat sejak
perang Dunia II, peningkatan ini sebagjan disebabkan insiden oleh hepatitis virus yang
meningkat, namun yang lebih bermakna adalah asupan alkohol yang sangat berlebihan.
Sirosis akibat alkohol merupakab penyebab kematian nomor sembilan pada tahun 1998 di
Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000 kematian
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Konsel Asuhan Keperawatan pada klien dengan klolelitiass, hepatitis, serosis
hepatis ?
2. Tujuan khusus
Mengetahui anatomi fisologi kadung empedu dan hati, definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dari Kolelitiasis,
Hepatitis, Serosis Hepatis
C. Manfaat
1. Bagi pembaca
2
2. Bagi penulis
3
BAB II
A. Anatomi Fisiologi
Kandung empedu merupakan kantong yang berbentuk seperti buah alpukat yang
terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus
oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-
kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus
bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus
halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot
sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi.
4
B. Definisi
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen
empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe
batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak
diketahui. Di negara-negara barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol,
sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80%.
C. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor predisposisi
terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
5
1. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya)
untuk membentuk batu empedu.
3. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya
batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.
1. Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang degan usia yang lebih muda.
6
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
5. Aktifitas Fisik
D. Manifestasi Klinis
Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri
dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Penderita penyakit kandung
empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan
oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi
Gangguan epigastrium , seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran atas abdomen.
7
Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kadung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien dapat mengalami
kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini disertai rasa mual dan muntah bertambah hebat
dalam waktu beberapa jam sesudah makan dalam persi besar.
Ikterus. Ikterus dapat dijumpai antara penderita penyakit kadung empedu dengan
presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi
pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejal yang khas, yaitu :
getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan
ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
Perubahan warna urin dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen
empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay-colored”.
E. Patofisiologi
1. Batu Kolesterol.
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
>50% kolesterol). Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutanya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin
8
(fosfolipid) dalam empedu, Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor
utama:
2. Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain : Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen
coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen coklat terbentuk akibat
adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya
disfungsi sfingter oddi, striktur, operasi biller, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi
saluran empedu, khususnya E.Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari
bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya
batu pigmen coklat. Umumnya batu pigmen coklat ini terbentuk di saluran empedu
dalam empedu yang terinfeksi.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak terbentuk, seperti bubuk dan kaya
akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang
banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen
hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya
batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam berbentuk dalam kandung empedu
dengan empedu yang steril.
9
F. Pemeriksaan Diagnostik
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
3. Ultrasonografi.
4. Sonogram
Dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah
menebal.(Williams, 2003).
10
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan
bilier.(Smeltzer, 2002)
Pemeriksaan darah.
2. Kenaikan fosfolipid.
6. Penurunan urobilirubin.
7. Peningkatan sel darah putih. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau
bila ada batu di duktus utama.
G. Penatalaksanaan
Kurang lebih 80% pasien sembuh dengan istirahat, pemberian cairan infus,
pengasapan monogastrik, analgesik, dan antibiotik. Diit dibatasi pada makanan cairan
rendah lemak, penatalaksanaan diit merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gangguan
gastrointestinal ringan.
2. Farmakoterapi
11
c. Tindak lanjut jangka panjang dan pemantauan enzim-enzim hepar harus
dilakukan.
3. Litotripsi
4. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Kolesistektomi laparoskopik
Operasi ini akan dipilih jika batu empedu tidak dapat dikeluarkan dengan
operasi ‘lubang kunci’ atau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk menjalani
kolesistektomi laparoskopik. Misalnya karena:
12
total juga lebih lama dibandingkan dengan operasi ‘lubang kunci’, yaitu sekitar
1,5 bulan. Tetapi tingkat keefektifan operasi ini sama dengan operasi
kolesistektomi laparoskopik.
1. Pengkajian
a. Identitas klien/pasien
b. Keluhan Utama
Pada pasien kolelitiasis biasanya akan megalami nyeri perut kanan atas atau dapat
juga kolik bilien disertai dengan demam dan ikterus.
Pada pasien kolelitiasis biasanya akan terdapat gejala seperti perasaan penuh pada
epigastrium kadang-kadang mual dan muntah.
Umumnya pasien kolelitiasis mempunyai riwayat nyeri perut kanan atas dalam
jangka waktu yang lama.
Pada pasien kolelitiasis tidak terpengaruh pada riwayat penyakit keluarga, karena
kolelitiasis bukan merupakan penyakit turunan atau kelainan bawaan atau
kongenital.
13
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehatPada umumnya pasien kolelitiasis
dapat memenuhi sebagian besar dari tata laksana kesehatannya karena
kolelitiasis tidak mengganggu persepsi dan tata laksana hidup sehat.
4) Pola istirahat dan tidur Akibat dari nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba
muncul dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan Akibat dari nyeri, mual, muntah, demam, perasaan
penuh di daerah epigastrium dapat mengganggu aktifitas dan latihan pasien,
karena pasien butuh istirahat.
6) Pola persepsi dan konsep diriPada umumnya akan terjadi kecemasan terhadap
keadaan penyakitnya baik oleh pasien itu sendiri maupun keluarga pasien.
7) Pola hubungan peran Pada umum peran pasien terhadap keluarga ataupun
respon keluarga terhadap keadaan penyakitnya pasien tidak ada gangguan.
10) Pola sensori dan kognitif Pada umumnya pasien dengan batu empedu tidak
terdapat gangguan pada sensori dan kognitifnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan Menggambarkan tentang agama dan
kepercayaan yang dianut pasien tentang norma dan aturan yang di jalankan.
14
I. Diagnosa Keperawatan
2. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah
dan anoreksia.
J. Intervensi
2) Pasien lebih tenang dan merasa nyamanTanda-tanda vital dalam batas normal
b. Rencana Tindakan:
Rasional: Dengan komunikasi yang baik diharapkan klien dan keluarganya akan
lebih kooperatif dalam tindakan perawatan.
2) Jelaskan pada klien tentang sebab akibat terjadinya nyeri dan cara mengatasi
nyeri.
15
Rasional: Diharapkan klien mengerti tentang nyeri yang dialamiya dan
bagaimana mengatasinya.
2. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual/muntah
dan anoreksia.
b. Rencana Tindakan:
1) Jelaskan pada klien dampak dari nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
16
2) Jelaskan pada klien faktor-faktor yang dapat mengatasi mual.
5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi dengan
tim gizi dalam pemberian diit yang tepat.
b. Rencana Tindakan :
17
2) Observasi tanda dan gejala peningkatan atau berlanjutnya mual atau muntah,
kram abdomen, kelemahan, kejang, tidak adanya bisisng usus.
5) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi dengan
tim gizi dalam pemberian diit yang tepat.
b. Rencana Tindakan:
1) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur awal dan persiapan yang dilakukan.
18
Rasional: Mencegah/membatasi kambuhnya serangan kandung empedu.
a. Tujuan : suhu klien dalam batas normal. Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
b. Intervensi Keperawatan :
19
2) Mempertahankan integritas kulit.
b. Intervensi keperawatan :
K. Implementasi
Adalah perwujudan dari rencana yang telah disusun sebelumnya pada tahap perencanaan
untuk mengatasi masalah klien secara optimal (Nasrul Effendi, 1995).
L. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah ditetapkan dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan semua tenaga kesehatan
(Nasrul Effendi, 1995).
20
BAB III
1. Anatomi.
Hati atau hepar merupakan organ yang paling besat di dalam tubuh, warnanya
cokelat dan beratnya 1500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Letaknya
bagian atas dalam rongga abdomeb sebelah kanan bawah diafragma. Hati dibagi
menjadi 4 lobus, yaitu lobus kanan sekitar 3/4 hati, lobus kiri 3/10 hati, sisanya 1/10
ditempati oleh ke 2 lobus caudatus dan quadatus. Lobus hati terbungkus olej8h
lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi
masa hati menjadi unit-unit yang kecil dan unit-unit kecil itu disebut lobulus. .Hati
mempunyai dua jenis peredaran darah yaitu arteri hepatica dan vena porta. Arteri
hepatica keluar dari aorta dan memberi 1/5 darah pada hati, darah ini mempunyai
kejenuhan 95–100% masuk ke hati akan akhirnya keluar sebagai vena hepatica.
Sedangkan vena porta terbentuk dari lienalis dan vena mensentrika superior
menghantarkan 4/5 darahnya ke hati darah ini mempunyai kejenuhan 70% darah ini
membawa zat makanan kehati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus.
Cabang vena porta arteri hepatica dan saluran membentuk saluran porta (Syaifuddin,
2006).
2. Fisiologi
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam, sirkulasi vena porta yang
menyuplai 75% dari suplai asinus memang peranan penting dalam fisiologis hati,
mengalirkan darah yang kaya akan nutrisi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain
suplai darah tersebut masuk dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung
oksigen. Vena porta yang terbentuk dari vena linealis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 4/5 darahnya kehati darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya
70% sebab beberapa oksigen telah diambil oleh limpa dan usus. Darah ini membawa
21
kepada hati zat makanan yang telah di absorbsi oleh mukosa usus halus. Vena
hepatika mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Terdapat empat
pembuluh darah utama yang menjelajahi keseluruh hati, dua yang masuk yaitu arteri
hepatika dan vena porta, dan dua yang keluar yaitu vena hepatika dan saluran
empedu. Sinusoia mengosongkan isinya kedalam venulel yang berada pada bagian
tengah masing-masing lobulus hepatik dan dinamakan vena sentralis, vena sentralis
bersatu membentuk vena hepatika yang merupakan drainase vena dari hati dan akan
mengalirkan isinya kedalam vena kava inferior didekat diafragma jadi terdapat dua
sumber yang mengalirkan darah masuk kedalam hati dan hanya terdapat satu lintasan
keluar (FKUI, 2006). Adapun fungsi hati menurut (Syaifuddin, 2006) sebagai berikut:
a. Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dan usus yang disimpan di suatu tempat
dalam tubuh, dikeluarkab sesuau pemakainnya dalam jaringan.
b. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan
urine. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
B. Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar
terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alcohol (Ester monika, 2002 :
93). Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hepatitis virus
adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai nekrosis dn
inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokomia serta
seluler yang khas (Brunner & Suddarth, 2002 : 1169).
22
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis dalam
bahasa awam sering disebut dengan istilah
lever atau sakit kuning. Padahal definisi lever
itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa
belanda yang berarti organ hati,bukan penyakit
hati. Namun banyak asumsi yang berkembang
di masyarakat mengartikan lever adalah
penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit
kuning sebenarnya dapat menimbulkan
kercunan, karena tidak semua penyakit kuning disebabkan oleh radang hati, teatapi juga
karena adanya peradangan pada kantung empedu.
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis,
biokimia serta seluler yang khas. (Smeltzer, 2001). Dari beberapa pengertian di atas dapat
di simpulkan bahwa hepatitis adalah suatu penyakit peradangan pada jaringan hati yang
disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan sel sel hati mengalami kerusakan
sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
C. Etiologi Hepatitis
1. Hepatitis A
2. Hepatitis B
23
Penularan virus ini melalui rute tranfusi darah/produk darah, jarum suntik, atau
hubungan seks. Golongan yang beresiko tinggi adalah mereka yang sering tranfusi
darah, pengguna obat injeksi; pekerja parawatan kesehatan dan keamanan masyrakat
yang terpajan terhadap darah; klien dan staf institusi untuk kecatatan perkembangan,
pria homoseksual, pria dan wanita dengan pasangan heteroseksual, anak kecil yang
terinfeksi ibunya, resipien produk darah tertentu dan pasien hemodialisa. Masa
inkubasi mulai 6 minggu sampai dengan 6 bulan sampai timbul gejala klinis. Hampir
semua jenis virus hepatitis dapat menyerang manusia. Pada ibu hamil bila terserang
virus ini dapat menularkan pada bayinya yang ada dalam kandungan atau waktu
menyusui bayi itu. Bentuk penularan seperti inilah yang banyak di jumpai pada
penyakit hepatitis B. Pada saat ini jenis hepatitis yang paling banyak di pelajari ialah
hepatitis B dan telah dapat pula di cegah melalui vaksinasi. Walaupun infeksi virus ini
jarang terjadi pada populasi orang dewasa, kelompok tertentu dan orang yang
memiliki cara hidup tertentu berisiko tinggi. Kelompok ini mencakup:
a. Imigran dari daerah endemis hepatitis b.Pengguna obat IV yang sering bertukar
jarum dan alat suntik
b. .Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang yang
terinfeksi.
c. Pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima produk tertentu dari
plasma.
e. Pekerja sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak dengan darah
3. Hepatitis C
Dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan penyebab tersering infeksi
hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah komersial. HCV ditularkan dengan
cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama melalui tranfusi darah. Populasi yang
paling sering terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, individu yang menerima produk
darah, potensial risiko terhadap pekerja perawatan kesehatan dan keamanan
24
masyarakat yang terpajan pada darah. Masa inkubasinya adalah selama 18-180 hari.
Penularan hepatitis C dan Delta pada orang dewasa bisa terjadi melalui kontak
seksual dan bisa pula melalui makanan dan minuman, suntikan ataupun transfusi
darah. Virus hepatitis C juga berbahaya karena sebagian besar penyakit Hepatitis C
dapat berkembang menjadi kronis/menahun dan menjadi pengidap yang selanjutnya
akan menjadi sumber infeksi bagi orang sekitarnya.
4. Hepatitis D
Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi HBV bertambah
parah. Infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada individu yang mengedap
infeksi kronik HBV jadi dapat menyebabkan infeksi hanya bila individu telah
mempunyai HBV, dan darah infeksius melalui infeksi HDV. Populasi yang sering
terinfeksi adalah pengguna obat injeksi, hemofili, resipien tranfusi darah multipel
(infeksi hanya individu yang telah mempunyai HBV). Masa inkubasinya belum
diketahui secara pasti. HDV ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis fulminan,
kegagalan hati, dan kematian. Hepatitis delata dan hepatitis e didduga penularannya
melalui mulut, tetapi belum ada penelitian yang lebih mendalam.
5. Hepatitis E
Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan secara enterik melalui
jalur fekal-oral misalnya air yang tercemar populasi yang paling sering terinfeksi
adalah orang yang hidup pada atau perjalanan pada bagian Asia, Afrika atau Meksiko
dimana sanitasi buruk, dan paling sering pada dewasa muda hingga pertengahan.
D. Manifestasi Klinis
Semua hepatitis Virus mempunyai gejala yang hampir sama, sehingga secara
klinis hampir tidak mungkin dibedakan satu sama lain. Dokter hanya dapat
memperkirakan saja jenis hepatitis apa yang di derita pasiennya dan untuk
membedakannya secara pasyi masih diperlukan bantuan melalui pemeriksaan darah
penderita.gejala penderita hepatitis virus mula mula badanya terasa panas, mual dan
kadang-kadang muntah, setelah beberapa hari air seninya berwarna seperti teh tua,
25
kemudian matanya terlihat kuning, dan akhirnya seluruh kulit tubuh menjadi kuning.
Pasien hepatitis virus biasnya dapat sembuh setelah satu bulan. Hampir semua penderita
hepatitis A dapat sembuh dengan sempurna, sedangkan penderita hepatitis C dapat
menjadi kronis. Mengenai hepatitis delta dan E belum dapat di ketahui sevara pasti
bagaimana perjalanan penyakitnya.
Sebagian besar penderita hepatitis B akan sembuh sempurna, tetapi sebagian kecil
(kira-kira 10%) akan mengalami kronis (menahun) atau meninggal.penderita hepatitis B
yang menahun setelah 20-40 tahun kemudian ada kemungkinan hatinya
mengeras(sirosis), dan ada pula yang berubah menjadi kanker hati.
Gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar dari asimtomatik sampai penyakit
yang mencolok, kegagalan hati, dan kematian. Terdapat tiga stadium pada semua jenis
hepatitis yaitu:
1. Stadium prodromal, disebut periode praikterus, dimulai setelah periode masa tunas
virus selesai dan pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Stadium ini
disebut praikterus karena ikterus belu muncul. Antibodi terhadap virus biasanya
belum dijumpai, stdium ini berlangsung 1-2 minggu dan ditandai oleh:
a. Malese umum.
b. Anoreksia.
c. Sakit kepala.
d. Rasa malas.
e. Rasa lelah.
2. Stadium ikterus. Dapat berlangsung 2-3 minggu atau lebih, pada sebagia besar orang
stadium ini ditandai oleh timbulnya ikterus, manifestasi lainnya adalah:
26
b. Pembesaran dan nyeri hati.
c. Splenomegali.
3. Stadium pemulihan. Biasanya timbul dalam 2-4 bulan, selama periode ini:
E. Patofisiologi
Hepatitis yaitu perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk
berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya berukuran besar
dan berwarna normal, namun kadang-kadang agak edema, membesar pada palpasi terasa
nyeri di tepian. Secara histologi, terjadi kekacauan susunan hepatoselular, cidera dan
nekrosis sel hati dalam berbagai derajad, dan peradangan periportal. Perubahan ini
bersifat reversible sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Namun pada beberapa kasus
nekrosis, nekrosis submasif atau masif dapat menyebabkan gagal hati fulminan dan
kematian (price & daniel, 2005:485)
F. Pencegahan
Pencegahan terhadap hepatitis virus ini adalah sangat penting karena sampai saat
ini belum ada obat yang dapat membunuh virus, sehingga satu-satunya jalan untuk
mencegah hepatitis virus adalah dengan vaksinasi, tetapi pada saat ini baru ada vaksin
hepatitis B saja, karena memang Hepatitis B sajalah yang paling banyak diselidiki baik
mengenai perjalanan penyakitnya maupun komplikasinya.
Saat ini di seluruh dunia terdapat 200 juta orang pengidap hepatitis B yang tidak
menampakkan gejala, tetapi merupakan sumber penularan bagi manusia sehat. Agarc
tubuh menjadi kebal diperlukan vaksinassi dasar mengenai dasar sebanyak tiga kali
27
vaksinassi hepatitis B. Mengenai jarak waktu pemberian vaksinasi dasar tergantung dari
jenis vaksinasi yang dipakai.
Ada dua vaksin hepatitis B yaitu vaksin yang dibuat dari darah manusia yang
telah kebal Hepatitis B dan vaksin hepatitis yang dibuat dari perekayasaan sel ragi.
Vaksin hepatitis yang di buat dari darah manusia kebal hepatitis di suntikkan kepada
orang sehat sekali sebulan sebanyak tiga kali, sedangan vaksin hepatitis b yang di
rekayasa dari sel ragi diberi kepada penderita sebulan sekali sebanyak dua kali, lalu
suntikan ke tiga baru di beri 5 bulan kemudian.
Untuk memperkuat kekbalan yang telah ada, perllu diberi vaksinasi penguat.
Caranya bermacam-macam ada vaksin yang perlu di ulang setahun kemudian satu kali,
lalu 4 tahun kemudian diberi sekali lagi, selanjutnya setiap 5 tahun sekali. Ada pula jenis
vaksin yang perlu diberikan hanya setiap 5 tahun sekali saja.
Vaksinasi hepatitis B sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Bayi yang lahir dari
ibu yang mengidap penyakit hpatitis B, harus di vaksinasi hepatitis B segera setelah lahir,
sedangkan bayi lainnya boleh diberi setelah berumur sebulan. Secara keseluruhan
tindakan pencegahan terhadap hepatitis adalah dengan memakai sarung tangan bila
berkontak dengan darah /cairan tubuh lainnya, dan harus hati-hati memasang kembali
tutup jarum suntik. Perhatikan cara pembuangan bahan-bahan terkontaminasi dan
pembersihan alat-alat dan permukaan yang terkontaminasi. Bahan pemeriksaan untuk
laboratorium harus diberi label jelas bahwa bahan berasal dari pasien hepatitis. Perlu juga
menjelaskan pentingnya mencuci tangan kepada pasien, keluarga, dan lainnya.
G. Farmakoterapi Hepatitis
a. Interferon
Interferon adalah protein yang biasanya terdapat dalam tubuh untuk melawan
infeksi dan terutama untuk membantu sistem kekebalan tubuh melawan HCV guna
mencegah komplikasi. Obat ini terdiri dari:
28
Protease inhibitor adalah obat-obatan oral yang bekerja dengan mencegah
penyebaran infeksi. Obat ini menghentikan reproduksi virus dalam tubuh, meliputi:
1) Telaprevir (Incivek)
2) Boceprevir (Victrelis)
3) Paritaprevir. Ini merupakan protease inhibitor tetapi hanya terdapat dalam Viekira
Pak, sebagai bagian kombinasi yang digunakan untuk mengobati infeksi HCV.
Obat-obatan ini hanya digunakan dalam kombinasinya dengan terapi infeksi HCV
lainnya. Telaprevir diminum dua kali sehati, sementara boceprevir diminum tiga kali
sehari. Kedua obat ini harus digunakan bersama makanan.
29
Gabungan obat ledipasvir dan sofosbuvir (Harvoni) digunakan untuk mengobati
infeksi kronis dari HCV genotype 1 pada orang dewasa. Ledipasvir merupakan NS5A
inhibitor yang menghalangi terbentuknya protein yang membantu virus mereplikasi
diri. Sofosbuvir merupakan polymerase inhibitor yang mencegah terjadinya
pembentukan blok virus.Obat ini harus digunakan dengan makanan dan tidak boleh
dihancurkan. Efek samping yang umum meliputi mual, gatal, insomnia, dan
kelemahan.
1. Pengkajian
a. Identitas klien:
2) Lingkungan: pada daerah endemitas tinggi dan sebaliknya pada derah dengan
pravelensi rendah penularan secra horizontal telah terjadi oleh penyalah
penggunaan obat, penggunaa instrumens yang tidak steril, tusuk jarum dan
tindik (Juffri, 2012).
3) Umur : infeksi sering terjadi pada usia yang lebih tua, ditularkan secra
horizontal pada masa anak dengan kontak erat penggunaan sikat gigi, pisau
cukur atau berciuman dan kontak seksual pada dewasa muda. (Juffri, 2012).
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama .:klien merasakan mual muntah, demam, ikterus pada daerah mata
dan kulit, nyeri abdomen kanan atas (Muttaqin, 2013).
30
c. Riwayat penyakit dahulu:anggota keluarga yang juga pernah mengalami penyakit
hepatitis B dan khususnya pada ibu yang pernah menderita hepatitis kronik.
(Muttaqin, 2013).
a. Kepala
I: Muka normal,simetris kan dan kiri warna muka ikterikrambut hitam, bentuk
tengkorak normal, kulit keepala normal tidak mengalami perdangn ,tumor
maupun bekas luka.
b. Mata:
P: Tidak terdapat massa, tidak terdapat odem, tidak terdapat nyeri tekan.
c. Telinga:
I: Bentuk normal,warna coklat, tidak terdapat lesi, tidak terdapat odem, tidak
terdapat serumen, kotoran maupun perdarahan.
d. Hidung:
I: Keadaan kulit tidak terdapat lesi, tidak terdapat pembengkakan, lubang hidung
simetris.
P: Tidak terdapat nyeri tekan pada tulang hidung, pada sinis-sinus hidung tidak
mengalami nyeri tekan.
e. Mulut:
31
I: Mukosa bibir kering, tidak terdapat lesi, warna lidah pucat tidak terdapat
kelainan pada dasar mulut dan palut lidah atau kecacatan.
P: Tidak terdapat nyeri tekan pada lidah, tidak adanya massa atau tumor.
f. Leher:
g. Dada:
I: Bentuk dada simetris kanan dan kiri, tidak terdapat odem,tidak terdapat
peradangan.
P: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa, kesimetrisan ekspansi dada
normal.
P: Terdapat suara paru sonor pada ics 1-.5. A: Terdapat suara vesikuler.
h. Perut:
i. Genetalia:
j. Alat gerak:
32
I: Tidak terdapat atrofi maupun hipertrofi, tidak terdapat kontraktur, tidak terjadi
tremor tidak terdapat kelemahan(paralisi).
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia, mual dan muntah (Padilla, 2012).
5. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit dan jaringan berhubungan dengan priritus
sekuder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu (Lusianah, 2010).
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungn dengn sifat menular dari agent
virus (Lusianah, 2010).
7. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat muntah sekunder terhadap hepatitis B (Lusianah, 2010).
J. Intervensi keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia, mual dan muntah (Padilla, 2012).
33
a. Tujuan menurut (NOC, 2008): Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …
x 24 Jam diharapkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
Kriteria hasil:
3) Mempertahankan massa tubuh dan dan berat badan ndalam batas normal.
5) Menunjukkan status gizi cukup ditandai dengan asupan makanan, cairan dan
zat gizi seimbang.
3) Pertahankan hyegiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan.
Rasional: Akumulasi partikel makanan dapat menmbah bau dan rasa tidak
sedap yang menurunkan nafsu makan.
34
Rasional: Glikosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan
membebani hepar.
2) Klien melaporkan nyeri yang timbul, lamanya frekensi dan lokasi nyeri.
3) klien tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau wajah. Klien tampak
tenang tidak gelisah.
35
Rasional: untuk mengetahui tingkat perkembangna klien mengenai nyeri yang
dirasakan.
3. Hypertemi berhubungan dengan invansi virus agent dalm sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar.
a. Tujuan menurut (NOC, 2008): Setelah dilakukan tindakan keperawtan …x24 jam
diharapkan hypertermi teratasi. Kriteria hasil:
36
Rasional: Keluarga klien dapat mengerti penyenbab hipertemi yang dirasakan,
klien dapat koopertaif dalan tindakan keperawatan.
5) Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar
kain.
37
2) Tidak ada takikardi. Dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Bantu klien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk dan
berdiri.
Rasional: Melatih klien untuk setiap aktivitas dan kemandirian klien dan
mencegah decubitus.
38
K. Evaluasi
O: Berat badan klien tetap, klien tampak porsi makan dihabiskan hanya setengah,
mukosa bibir lembab, klien tampak istirahat sebelum makan
39
BAB IV
A. Definisi
B. Etiologi
Mesikpun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga
tipe khas yang ditemukan sebagai berikut:
1. Sirosiss portal Laennec (alkoholik, dan nutrisional) dimana jaringan parut secara
khas mengelinggi daerah portal yang disebabkab penggunaan alkohol kronis yang
jumlahnya sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis.
40
2. Sirosis Pascanekrotik, dimana terdpat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibag lanjut dari hepatitis akut yang terjadi sebelumnya. Ciri khas tampaknya
sirosis ini adalah faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati primer.
3. Sirosis Billier, dimana pembentukan jaringab oarut teejadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadu akibat obstruksi billier yang kronis dan
infeksi.
C. Manifestasi Klinis
Semua dari organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan
dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah
yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke limla dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ ini menjadi tempat kongestuf
pasif yang kronis dengan kata lain kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah
dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik.l
3. Varises gastroinstestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (Stunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
41
4. Edema
D. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol di anggap sebagai faktor penyebab yang utama, sirosis terjadi
dengan frekuensi tinggi. Mesikupan defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein
turut menimbulkan kerusakan hati, namun asupan alkohol yang berlebihan
merupakan faktor utamavpada perlemakan hati dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga terjadi pada individu yang tidak
memiliki kebiasaan minum alkohol dan individu yang diet normal tetapi dengan
konsumsi alkohol yang tinggi.
Sebagian individu tampak lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu
lain tanla ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan minuman keras
atau menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, pajanan zat
kimia tertentu (karbon tetraklorida, neftalen terklorinasi, arsen atau fosfor) atau
infeksi skistosomiasis yang menular.
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai ileh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit
tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Pulau-palau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati
hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati
42
yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku, sol sepatu berkepala besar
( hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang
melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada sebagai
contoh:
2. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel
hati yang rusak dan memperbaiki status gizi.
4. Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian esensial dalam
penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk menghindari penggunaan alkohol
selanjutnya.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
43
dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
2. Pemeriksaan Lainnya
g. Biopsi jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan fibrosis sel
hati,mengidentifikasikan adanya sirosis. Pemeriksaan ini juga untuk
mendiagnosa adanya tumor ganas dan infeksi pada hati.
3. Farmakoterapi.
a. Hormon sintetis : Mengatur aktivitas organ dan jaringan dalam tubuh.
b. Penurun kadar amonia : Mengurangi kadar amonia di dalam tubuh.
44
c. Penghambat beta : Memperlambat denyut jantung dan menurunkan tekanan
darah. Ketika digunakan dalam bentuk tetes mata, mengurangi tekanan mata.
d. Diuretik :Meningkatkan produksi air seni untuk mengeluarkan kelebihan garam
dan air
e. Antivirus : Mengurangi kemampuan virus untuk berkembang biak
(bereplikasi).
f. Antibiotik : Menghentikan pertumbuhan atau membunuh bakteri.
G. Diagnosa Keperawatan
45
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
H. Intervensi Keperawatan
46
5) Monitor indikasi
47
7) Ajarkan teknik non farmakologi.
48
4. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan distensi
abdomen
b. Intervensi Keperawatan :
1) Kaji factor yang menyebabkan anorexia, mual/ muntah dan catat adanya
muntah darah.
5) Jelaskan pada klien dan keluarga jenis nutrisi yang sesuai dan pentingnya
nutrisi bagi tubuh klien.
6) Kolaborasi
49
a. Tujuan : meminimalkan komplikasi dan mencegah terjadinya penyebaran
infeksi. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan
b. Intervensi Keperawatan :
b. Intervensi keperawatan :
50
2) Jelaskan tentang patofisiologi perjalanan penyakit, penyebab, komplilasi
penyakit, usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi
penyakit, penatalaksanaan, dan kondisi penyakit klien saat ini.
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada kanker hati.
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus, identifikasi
virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen virus A, B, C, D, E, F dan G terhitung
kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus akut.
Sirosis merupakan penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distrosu arsitektur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati
yang tidak berikatan dengan vaskukatur normal.
Insiden penyakit ini meningkat sejak perang Dunia II, peningkatan ini sebagjan
disebabkan insiden oleh hepatitis virus yang meningkat, namun yang lebih bermakna
adalah asupan alkohol yang sangat berlebihan. Sirosis akibat alkohol merupakab
52
penyebab kematian nomor sembilan pada tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah
hingga 28.000 kematian.
B. Saran
Kami mengaharap dan menghimbau kepada para pembaca apabila ada kesalahan
atau kekeliruan baik kata-kata atau penyusunan agar memberikan saran dan kritik yang
bisa mengubah penulis kearah yang lebih baik dalam penulisan makalah selanjutnya.
53
DAFTAR PUSTAKA
Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Jakarta: Salemba Medika.
Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat A. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Wikinson Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Intervensi NIC dan NOC .Jakarta:
EGC.
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan edisi 3. Jakarta: EGC
54