Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pendidikan Kesahatan HIV/AIDS

Disusun Oleh :

Larassati

010117A047

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TA. 2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Penyuluh : Larassati

Pokok Pembahasan : Pendidikan Kesehatan HIV-AIDS

Sub-Pokok Pembahasan : Pendidikan Kesehatan HIV-AIDS

Sasaran : Ibu Rumah Tangga

Hari/tanggal : 24 Mei 2019

Tempat : Rumah Sakit Ngudi Waluyo

Pukul : 08.00 – 09.00

A. Tujuan
 Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit , sasaran diharapkan dapat
mengetahui dan memahami HIV-AIDS, tanda gejala, pencegahan, penularan dan
sasaran mengetahui tes apa saja yang harus di lewati.
 Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pennyuluhan, sasaran dapat :
1. Menjelaskan mengenai pengertian HIV-AIDS
2. Menyebutkan penyebab HIV-AIDS
3. Menyebutkan tanda dan gejala HIV-AIDS
4. Menyebutkan pencegahan HIV-AIDS
5. Menyebutkan penularan HIV-AIDS
6. Menyebutkan test pemeriksaan HIV-AIDS
B. Materi
Materi penyuluhan yang akan disampaikan meliputi :
1. Pengertian HIV-AIDS
2. Penyebab HIV-AIDS
3. Tanda dan gejala HIV-AIDS
4. Pencegahan HIV-AIDS
5. Penularan HIV-AIDS
6. Test pemeriksaan HIV-AIDS
C. Media
1. Lembar balik
D. Metode Penyuluhan
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E. Pengorganisasi
1. Moderator : Larassati
2. Penyuluh : Larassati
3. Fasilitator : Larassati
4. Observer : Larassati
Pembagian Tugas
 Moderator : Mengarahkan seluruh jalannya acara penyuluhan dari awal sampai
akhir
 Penyuluh : Menyajikan materi penyuluhan
 Fasilitator : Memotifasi peserta untuk bertanya
 Observer : Mengamati jalannya acara penyuluhan dari awal sampai akhir
F. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Peserta

1 Pembukaan 1. Memberi salam 1. Menjawab salam


(2 menit) 2. Memperkenalkan 2. Mendengarkan dan
diri memperhatikan
3. Menyampaikan 3. Mendengarkan dan
pokok bahasan memperhatikan
4. Menjelaskan 4. Mendengarkan dan
maksud dan tujuan memperhatikan
5. Membuat kontrak 5. Menyetujui kontrak
waktu waktu

2 Kegiatan Inti 1. Menyampaikan 1. Mendengarkan dan


(15 menit) materi penyuluhan : memperhatikan
a) Pengertian HIV- penjelasan Penyuluh
AIDS
b) Penyebab HIV-
AIDS
c) Tanda dan gejala
HIV-AIDS
d) Pencegahan HIV-
AIDS
e) Penularan HIV-
AIDS
f) Test pemeriksaan
HIV-AIDS
3 Evaluasi 1. Memberikan 1. Aktif bertanya
(10 menit) pertanyaan kepada 2. Mendengarkan
pasien :
a) Pengertian HIV-
AIDS
b) Penyebab HIV-
AIDS
c) Tanda dan gejala
HIV-AIDS
d) Pencegahan HIV-
AIDS
e) Penularan HIV-
AIDS
f) Test pemeriksaan
HIV-AIDS
2. Memberikan
kesempatan pasien
untuk bertanya
3. Menjawab
pertanyaan pasien
4. Penutup 1. Menyimpulkan 1. Mendengarkan dan
(3 menit) materi yang Memperhatikan
disampaikan oleh
penyuluh
2. Mengevaluasi 2. Menjawab pertanyaan
pasien atas yang diberikan
penjelasan yang
disampaikan dan
penyuluh
menanyakan
kembali mengenai
materi penyuluhan
3. Salam Penutup 3. Menjawab salam

G. Evaluasi
1. Memahami dan menjelaskan pengertian dari HIV/AIDS
2. Menjelaskan penyebab dari HIV-AIDS
3. Menyebutkan tanda gejala dari HIV-AIDS
4. Menyebutkan cara pencegahan HIV/AIDS
5. Menyebutkan cara penularan HIV/AIDS
6. Menyebutkan test Pemeriksaan HIV-AIDS
Lampiran

MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah jenis virus yang tergolong
familia retrovirus, sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang
terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun
(kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksinya
dan merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan
daya tahan tubuh berangsur-angsur menurun (Daili, F.S., 2009).
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah fase terkahir dari
infeksi HIV dan biasanya dicirikan oleh jumlah CD4 kurang dari 200. (Daili, F.S,
2009).
B. Penyebab HIV / AIDS
Penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yakni sejenis
virus RNA dalam genus Lentivirus dari famili Retroviridae. Dikenal ada dua
serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 merupakan penyebab tersering AIDS.
Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih
(Limfosit T helper) yang mengandung marker CD4. Limfosit T mempunyai pusat
dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
menginduksi kebanyakan fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainankelainan
fungsional pada Limfosit T akan menimbulkan tanda-tanda gangguan respon
kekebalan tubuh (Iman, 2011).
Setelah HIV memasuki tubuh seseorang, HIV dapat diperoleh dari limfosit
terutama limfosit T, monosit, sel glia, makrofag dan cairan otak penderita AIDS
(sel dendrite, astrosit, microglia).
C. Tanda dan gejala HIV / AIDS
1. Demam
Salah satu tanda-tanda pertama ARS adalah demam ringan, sampai sekitar 390C
(102 derajat F). Demam sering disertai dengan gejala ringan lainnya, seperti
kelelahan, pembengkakan pada kelenjar getah bening, dan sakit tenggorokan.
"Pada titik ini virus bergerak ke dalam aliran darah dan mulai mereplikasi dalam
jumlah besar. Sehingga akan ada reaksi inflamasi oleh sistem kekebalan tubuh," kata
Carlos Malvestutto, MD, instruktur penyakit menular dan imunologi dari department
of medicine di NYU School of Medicine, New York.
2. Kelelahan
Respon inflamasi yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh juga dapat
menyebabkan lelah dan lesu. Kelelahan dapat menjadi tanda awal dan tanda
lanjutan dari HIV.
3. Pegal, nyeri otot dan sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
ARS sering menyerupai gejala flu, mononucleosis, infeksi virus atau yang lain,
bahkan sifilis atau hepatitis. Hal tersebut memang tidak mengherankan. Banyak
gejala penyakit yang mirip bahkan sama, termasuk nyeri pada persendian dan nyeri
otot, serta pembengkakan kelenjar getah bening.
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh dan
cenderung akan meradang bila ada infeksi. Kelenjar getah bening berada di pangkal
paha leher ketiak, dan lain-lain.
4. Sakit tenggorokan dan sakit kepala
Seperti gejala penyakit lain, sakit tenggorokan, dan sakit kepala sering dapat
merupakan ARS," kata Dr. Horberg. Jika memiliki risiko tinggi HIV, maka
melakukan tes HIV adalah ide yang baik. Karena HIV paling menular pada tahap
awal.
5. Ruam kulit
Ruam kulit dapat terjadi lebih awal atau terlambat dalam perkembangan
HIV/AIDS.
6. Mual, muntah dan diare
Sekitar 30 hingga 60 persen dari orang dengan HIV memiliki gejala jangka
pendek seperti mual, muntah, atau diare pada tahap awal HIV, kata Dr.
Malvestutto. Gejala tersebut juga dapat muncul sebagai akibat dari terapi
antiretroviral, biasanya sebagai akibat dari infeksi oportunistik.
"Diare yang tak henti-hentinya dan tidak merespon obat mungkin merupakan
indikasi. Atau gejala dapat disebabkan oleh organisme yang biasanya tidak terlihat
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik," kata Dr. Horberg.
7. Penurunan berat badan
"Jika penderita HIV sudah kehilangan berat badan, berarti sistem kekebalan
tubuh biasanya sedang menurun," kata Dr. Malvestutto.
8. Batuk kering
Batuk kering dapat merupakan tanda pertama seseorang terkena infeksi HIV.
Batuk tersebut dapat berlangsung selama 1 tahun dan terus semakin parah.
9. Pneumonia
Batuk dan penurunan berat badan juga mungkin pertanda infeksi serius yang
disebabkan oleh kuman yang tidak akan mengganggu jika sistem kekebalan tubuh
bekerja dengan baik. "Ada banyak infeksi oportunistik yang berbeda dan masing-
masing dapat datang dengan waktu yang berbeda," kata Dr. Malvestutto.
Pneumonia merupakan salah satu infeksi oportunistik, sedangkan yang lainnya
termasuk toksoplasmosis, infeksi parasit yang mempengaruhi otak,
cytomegalovirus, dan infeksi jamur di rongga mulut.
10. Keringat malam
Sekitar setengah dari orang yang terinfeksi HIV akan berkeringat di malam hari
selama tahap awal infeksi HIV, kata Dr. Malvestutto. Keringat malam terjadi
bahkan saat tidak sedang melakukan aktivitas fisik apapun.
11. Perubahan pada kuku
Tanda lain dari infeksi HIV akhir adalah perubahan kuku, seperti membelah,
penebalan dan kuku yang melengkung, atau perubahan warna (hitam atau coklat
berupa garis vertikal maupun horizontal). Seringkali hal tersebut disebabkan infeksi
jamur, seperti kandida.
"Pasien dengan sistem kekebalan yang menurun akan lebih rentan terhadap
infeksi jamur," kata Dr. Malvestutto.
12. Infeksi Jamur
Infeksi jamur yang umum pada tahap lanjut adalah thrush, infeksi mulut yang
disebabkan oleh Candida, yang merupakan suatu jenis jamur. "Candida merupakan
jamur yang sangat umum dan salah satu yang menyebabkan infeksi jamur pada
wanita.
"Candida cenderung muncul di rongga mulut atau kerongkongan, sehingga akan
sulit untuk menelan," kata Dr. Malvestutto.
13. Kebingungan atau kesulitan berkonsentrasi
Masalah kognitif dapat menjadi tanda demensia terkait HIV, yang biasanya
terjadi lambat dalam perjalanan penyakit. Selain kebingungan dan kesulitan
berkonsentrasi, demensia terkait AIDS mungkin juga melibatkan masalah memori
dan masalah perilaku seperti marah atau mudah tersinggung.
Bahkan mungkin termasuk perubahan motorik seperti, menjadi ceroboh,
kurangnya koordinasi, dan masalah dengan tugas yang membutuhkan keterampilan
motorik halus seperti menulis dengan tangan.
14. Herpes mulut dan herpes kelamin
Cold sores (herpes mulut) dan herpes kelamin (herpes genital) dapat menjadi
tanda dari ARS dan stadium infeksi HIV. Herpes tersebut juga dapat menjadi faktor
risiko untuk tertular HIV.
Karena herpes kelamin dapat menyebabkan borok yang memudahkan virus HIV
masuk ke dalam tubuh selama hubungan seksual. Orang-orang yang terinfeksi HIV
juga cenderung memiliki risiko tinggi terkena herpes karena HIV melemahkan
sistem kekebalan tubuh.
15. Kesemutan dan kelemahan
Akhir HIV juga dapat menyebabkan mati rasa dan kesemutan di tangan dan
kaki. Hal ini disebut neuropati perifer, yang juga terjadi pada orang dengan diabetes
yang tidak terkontrol. "Hal tersebut menunjukkan kerusakan pada saraf," kata Dr.
Malvestutto.
Gejala tersebut dapat diobati dengan obat-obatan penghilang rasa sakit yang
dijual bebas dan antikejang seperti gabapentin.
16. Ketidakteraturan menstruasi.
Penyakit HIV tahap lanjut tampaknya dapat meningkatkan risiko mengalami
ketidakteraturan menstruasi, seperti periode yang lebih sedikit dan lebih jarang.
Perubahan tersebut mungkin lebih berkaitan dengan penurunan berat badan dan
kesehatan yang buruk dari wanita dengan tahap akhir infeksi HIV.Infeksi HIV juga
telah dikaitkan dengan usia menopause yang lebih dini, yaitu sekitar 47-48 tahun
bagi perempuan yang terinfeksi HIV dibandingkan dengan perempuan yang tidak
terinfeksi sekitar usia 49-51 tahun.
D. Pencegahan HIV/AIDS
Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan
virus HIV melaalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah
ABCDE yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV
terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prinsip ABCDE ini telah
dipakai dan dilakukan secara internasional, sebagai cara paling efektif mencegah
HIV lewat hubungan seksual. Prinsip ABCDE, yaitu :
A (Abstinence)
Absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah atau
jauhi seks sampai anda menikah/menjalin hubungan jangka panjang dengan
pasangan
B (Be Faithful)
Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan)
C (Condom)
Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom
atau cegah dengan maksimal kondom yang benar dan konsisten untuk pajanan seks
D (Drug No)
Dilarang menggunakan Narkoba
E (Education)
Pemberian informasi yang benar, aktif mencari informasi yang benar
E. Penularan HIV/AIDS
Cara penularannya, yaitu :
1. Lewat cairan darah /transfusi darah
Melalui transfuse darah atau produk darah yang sudah tercampur HIV lewat
pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa
disterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik dikalangan pengguna narkobaa
suntikan. Melalui pemakaian jarum suntik yang berulang kali dalam kegiatan lain,
misalnya : penyuntikan obat, imunisasi, pemkaian alat tusuk yang menembus
kulit.
2. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan seksual secara vagina,
oral maupun anal, karena pada umumnya HIV terdapat pada darah, sperma dan
cairan vagina. Ini adalah cara penularan yang paling umum terjadi. Sekitar 70-
80% total kasus HIV/AIDS di dunia (hetero seksual >70% dan homo seksual 10%)
disumbangkan melalui penularan seksual meskipun resiko terkena HIV/AIDS
untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-1,0%. Melalui hubungan seks pentratif (penis
masuk kedalam vagina atau anus), tanpa menggunakan kondom, sehingga
memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk
hubungan seks lewat vagina) atau tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang
mungkin terjadi dalam hubungan seks lewat anus.
3. Lewat air susu ibu
Penularan ini mungkin dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan melahirkan
lewat vagina, kemudian menyusui bayinya dengan ASI. Kemungkinan penularan
dari ibu ke bayi ini berkisar 30% artinya dari setiap 10 kehaamilan dari ibu positif
HIV kemungkinan ada 3 bayi ynag lahir dengan HIV positif.
4. Penggunaan jarum suntik yang tidak steril atau Tertusuk/tubuh tergores oleh alat
yang tercemar HIV
Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang sebelumnya
digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media penularan. Resiko
penularannya 0,5-1-1% dan menyumbangkan kasus HIV/AIDS sebesar 5-10%
total seluruh kasus sedunia.
5. Pemakaian condom tidak steril
6. Ibu hamil yang menderita HIV (+) kepada janin yang dikandungnya dengan resiko
penularan ±30% dan berkontribusi terhadap total kasus sedunia sebesar 5-10%.
F. Test Pemeriksaan HIV-AIDS
Pemeriksaan laboratorium HIV dideteksi dengan dua cara yaitu secara langsung
maupun tidak langsung, yaitu :
1. Deteksi HIV secara langsung adalah dengan menemukan virus HIV atau
bagian-bagian dari virus tersebut, misalnya dengan pemeriksaan antigen p24,
HIV-RNA dengan metode PCR ataupun kultur virus. Antigen p24 dapat
ditemukan di serum, plasma, dan cairan serebrospinal. Kadarnya akan
meningkat pada keadaan infeksi akut, dengan sensitivitas 99% dan spesifitas
99,9%. Pemeriksaan ini hanya dianjurkan pada pasien resiko tinggi terinfeksi
HIV tapi hasil serologis nya negatif, dan dapat juga dipakai pada bayi dengan
ibu yang positif HIV.
Pemeriksaan HIV-RNA atau sering disebut viral load merupakan pemeriksaan
menggunakan teknologi PCR untuk mendeteksi jumlah virus HIV di dalam
darah. Pemeriksaan ini berguna pada keadaan bila hasil serologis belum bisa
menunjukkan hasil (seperti pada masa window period ataupun pada bayi yang
lahir dari ibu positif HIV), ataupun bila hasil pemeriksaan serologis
menunjukkan hasil intermediate.
Kultur virus HIV biasanya hanya dilakukan untuk kepentingan penelitian,
karena pemeriksaan nya yang mahal dan memerlukan waktu yang lama. Bahan
kultur didapat dari cairan plasma, serum, cairan serebrospinal, saliva, semen,
dan lender serviks.
2. Deteksi HIV dengan metode tidak langsung adalah dengan pemeriksaan
serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Metode yang paling banyak
digunakan adalah metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA),
karena metode ini paling sesuai untuk screening specimen dalam jumlah besar.
Metode serologi lain adalah pemeriksaan sederhana yang tidak memerlukan
alat, seperti aglutinasi, imunofiltrasi, imunokromatografi, dan uji celup.
Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 20 menit, sehingga
sering disebut uji cepat dan sederhana (simple/rapid test).
3. Selain kedua metode tersebut, pemeriksaan lain adalah dengan uji Western
Blot. Pemeriksaan ini jarang dilakukan dengan alasan biaya yang besar.
4. Pemeriksaan darah rutin.
5. Pemeriksaan neurologis.
6. Tes fungsi paru, bronkoscopi.

Tes HIV yang dilakukan pada dasarnya harus mengikuti prinsip yang telah
disepakati secara global, yaitu terdiri dari lima komponen dasar yang disebut 5C,
yang terdiri dari 12:

1. Informed Consent, dimana ada persetujuan akan tindakan pemeriksaan


laboratorium HIV yang diberikan kepada pasien atau wali, setelah mendapatkan
dan memahami penjelasan yang diberikan secara lengkap oleh petugas kesehatan
tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut

2. Confidentiality, yaitu semua isi informasi atau konseling antara klien dan
petugas pemeriksa atau konselor dan hasil tes laboratoriumnya tidak akan
diungkapkan kepada pihak lain tanpa persetujuan pasien. Hasil tes ini dapat
dibagikan kepada pemberi layanan kesehatan yang akan menangani pasien untuk
kepentingan layanan kesehatan sesuai indikasi penyakit pasien

3. Counselling, adalah proses dialog antara konselor dengan pasien yang bertujuan
untuk memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti pasien. Konselor
meberikan informasi, waktu, perhatian, dan keahliannya, untuk membantu klien
mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah
terhadap keterbatan yang diberikan lingkungan. Layanan konseling harus
dilengkapi dengan informasi HIV-AIDS, konseling pra-Konseling, dan Tes Pasca-
tes yang berkualitas baik.

4. Correct test results, yaitu hasil tes harus akurat mengikuti standar pemeriksaan
HIV nasional yang berlaku. Hasil tes harus dikomunikasikan sesegera mungkin
kepada pasien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang memeriksa.

5. Connection to care, treatment and prevention services, dimana pasien harus


dirujuk ke layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV yang
didukung dengan sistem rujukan yang baik dan terpantau.

G. Tindak lanjut jika hasil test sudah keluar


1. Tindak lanjut jika hasil test Negatif :
Bila hasil negatif dan beresiko, dianjurkan pemeriksaan ulang minimal 3 bulan,
6 bulan, dan 12 bulan dari pemeriksaan pertama sampai satu tahun.
Bila hasil negatif dan tidak beresiko, dianjurkan perilaku hidup sehat.
2. Tindak lanjut jika hasil positif:
rujuk ke pengobatan HIV.
a) Pengobatan suportif.
 Pemberian nutrisi yang baik.
 Pemberian multivitamin.
b) Pengobatan simptomatik.
c) Pencegahan infeksi oportunistik, dapat digunakan antibiotik kotrimoksazol.
d) Pemberian ARV (Antiretroviral).
ARV dapat diberikan saat psien sudah siap terhadap kepatuhan berobat
seumur hidup. Indikasi dimulainya pemberian ARV dapat dilihat pada tabel
berikut.

WHO 2009 Amerika Serikat


Untuk Negara Berkembang DHHS 2008

Stadium IV (AIDS) tanpa Riwayat diagnosis AIDS


memandang CD4
Stadium III HIV-sociated nefropathy/HIVAN
TB paru Asimptomatik, CD4 < 350
Pneumonia berulang Ibu hamil
Stadium I dan II bila CD4 < 350

Sumber

Djuanda , adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan KELAMIN. JAKARTA : Balai
Penerbit FKUI
Mandal, dkk. 2008. Penykit Infeksi. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai