Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN “ BENEFIENCE”

Pengampu : Mona Saparwati,S.Kep., Ns. M.Kep.

Di susun oleh :

Kelompok 7

Nama : Akhmad Purwanto (010117A004)

Dewi Kusumatuti (010117A018)

Duwik Rukayanti (010117A021)

Elfatria Sri Rejeki (010117A023)

Fifi Amara Mastia (010117A029)

Lailina Wahdah (010117A045)

Larassati (010117A047)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TA.2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Makalah
Etika Keperawatan Benefience” yang mana makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas di
mata kuliah Manajemen Keperawatan .

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, hal
ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu, serta sumber yang penulis miliki. Oleh karena
itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan
penyusunan selanjutnya.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen mata kuliah serta kepada
semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penuls
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Ungaran, 3 Mei 2019

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

Latar Belakang ....................................................................................................... 1

Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

Definisi Etik ........................................................................................................... 3


Prinsip Etik Keperawatan “ Benefience” ............................................................... 3
Contoh Kasus Pelanggaran dari Etik Kepperawatan “Benefience” ....................... 4
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 8

Kesimpulan ............................................................................................................. 8

Saran ....................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 9


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang berkecimpung untuk kesejahteraan
manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang
sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Salah satu yang mengatur
hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan
secara bergantian. Sehingga perawat perlu mengetahui dan memahami tentang etik itu
sendiri termasuk didalamnya prinsip etik dan kode etik.
Hubungan antara perawat dengan pasien atau tim medis yang lain tidaklah selalu
bebas dari masalah. Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan
konflik yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik
profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum
telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standart perilaku perawat
ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan internasional,
nasional, dan negara bagian atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan prinsip etik
dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi,
perawat, dan semua pihak yang terlibat.
Perawat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak
sebagai advokat klien. Para perawat juga harus tahu berbagai konsep hukum yang
berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas terhadap
keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan (Ismaini, 2001). Dalam
berjalannya proses semua profesi termasuk profesi keperawatan didalamnya tidak lepas
dari suatu permasalahan yang membutuhkan berbagai alternative jawaban yang belum
tentu jawaban-jawaban tersebut bersifat memuaskan semua pihak. Hal itulah yang sering
dikatakan sebagai sebuah dilema etik. Dalam dunia keperawatan sering kali dijumpai
banyak adanya kasus dilema etik sehingga seorang perawat harus benar-benar tahu
tentang etik dan dilema etik serta cara penyelesaian dilema etik supaya didapatkan
keputusan yang terbaik.
Oleh karena itu penulis menyusun suatu makalah tentang etik dan dilema etik supaya
bisa dipahami oleh para mahasiswa yang nantinya akan berguna ketika bekerja di klinik
atau institusi yang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etik?
2. Apa prinsip etik keperawatan “ Benefience” ?
3. Bagaimana contoh kasus pelanggaran dari etik keperawatan beneficence?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi etik
2. Untuk mengetahui prinsip etik keperawatan “ Beenefience “
3. Untuk mengetahui contoh kasus pelanggaran dari etik keperawatan beneficence
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Etik
Etik adalah norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku
manusia, baik secara sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah
tujuannya ( Pastur scalia, 1971 ). Etika juga berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos,
yang menurut Araskar dan David (1978) berarti ” kebiasaaan ”. ”model prilaku” atau
standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan
istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang
mempengaruhi prilaku. (Mimin. 2002).
Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-
aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : baik
dan buruk serta kewajiban dan tanggung jawab. Etik juga dapat digunakan untuk
mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat,
prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah
yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku,
apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain. Sehingga juga dapat
disimpulkan bahwa etika mengandung 3 pengertian pokok yaitu : nilai-nilai atau
norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah laku, kumpulan azas atau nilai moral, misalnya kode etik dan ilmu tentang
yang baik atau yang buruk (Ismaini, 2001).
B. Prinsip Etik Keperawatan “ Benefience “
Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam
situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
Selalu mengupayakan tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk
melakukan yg terbaik dan tidak merugikan klien - > bermanfaat untuk menolong
pasien - > Resiko yang mungkin timbul dikurangi sampai seminimal mungkin dan
memaksimalkan manfaat bagi pasien.Beneficence, bahwa perawat harus memberikan
yang terbaik pada pasien dan tidak merugikan pasien (prinsip nonmaleficence).
Inti dari prinsip benefience adalah tanggung jawab untuk melakukan kebaikan
yang menguntungkan pasien dan menghindarkan perbuatan yang merugikan atau
membahayakan pasien. Prinsip ini sering kali sulit di terapkan dalam praktik
keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan sering memberikan dampak yang
merugikan pasien, serta tidak adanya kepastian yang jelas apakah perawat
bertanggung jawab atas semua cara yang menguntungkan pasien. Dalam hal ini yang
perlu diperhatikan adalah adanya sumbangsih perawat terhadap kesejahteraan,
kesehaatan, keselamatan, dan keamanan pasien.
C. Contoh Kasus Pelanggaran dari Etik Keperawatan “ Beneficence “
1. Keluarga curugai alat operasi tidak steril
LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO – Kematian Maruli Silalahi (33) pasca
operasi usus buntu di RSU Mitra Sejati Medan pada Senin (23/3) lalu, menyisakan
kecurigaan keluarga korban. Dugaan malpraktik hingga pelayanan tak maksimal usai
operasi, mencuat.
Paman korban, Sabar Simbolon SH (61), kepada sejumlah awak media di
Lubukpakam, Jumat (27/3) menyebutkan, pihak keluarga pada Kamis (26/3) sore
sekira pukul 17.00 Wib kembali mendatangi rumah sakit Mitra Sejati untuk bertemu
dr Arih Ginting. Itu terkait pernyataannya di media cetak jika kematian korban karena
mengalami sepsis (infeksi) dimana kuman telah masuk kedalam darah dan merusak
beberapa organ tubuh korban. Namun sangat disayangkan, beberapa keluarga korban
tidak dapat bertemu dengan dr Arih Ginting. Hanya bertemu dengan dr Gita.
Dibeber Sabar Simbolon, setelah berjumpa dengan dr Gita, pihak keluarga
korban mempertanyakan sejak kapan korban mengalami sepsis apakah sebelum
dirawat atau sebelum dirawat. Lalu dijawab dr Gita jika korban sejak masuk rumah
sakit lekositnya sudah tinggi dan mengalami sepsis.
Mendengar jawaban dr Gita, keluarga korban kembali bertanya mengapa kalau
korban sudah mengalami sepsis saat operasi dilakukan hanya diruang biasa dan
bukan diruang ICU, karena korban dioperasi pada Jumat (20/3) dan Sabtu (21/3)
korban malah demam. Meski diberi obat justru demam korban kian tinggi pada hari
Munggu (22/3) dan akhirnya tewas pada Senin (23/3) lagi. Tapi dr Gita tak mampu
menjawab panjang lebar lagi sehingga keluarga korban pun meninggalkan rumah
sakit tersebut.
“Kami mencurigai jika peralatan yang digunakan saat melakukan operasi usus
buntu terhadap korban terindikasi tidak steril. Saat ini bersama kuasa hukum yang
kami tunjuk sedang mempersiapkan berkas laporan yang ditujukan kepada Presiden,
Menteri Kesehatan, IDI Pusat dan Provinsi serta komisi IX DPR RI,” tegasnya.
“Kalau laporan ke Presiden RI dan Menteri kesehatan terkait BPJS, karena
korban adalah pengguna BPJS saat berobat namun pihak rumah sakit terkesan kurang
peduli dengan pasien BPJS. Buktinya pasca operasi, korban demam tinggi yang
seharusnya diberikan perawatan intensif, ini dikasih obat malah demamnya makin
tinggi hingga menewaskan korban. Kami meminta kepada pemerintah agar jangan
sembarangan menunjuk rumah sakit yang menerima pasien BPJS. Sebaiknya diuji
dulu kemampuan rumah sakit yang menerima pasien BPJS sehingg pelanannya bisa
maksimal terhadap pasien,” tegas Simbolon.
Sementara, Humas RSU Mitra Sejati, Erwinsyah Lubis, mengaku kalau perlatan
kesehatan di RSU Mitra Sejati, sudah canggih. “Sebagian perlatan sudah canggih,
alat terbaru,” ujarnya Jumat (27/3) sore di Jl. AH Nasution. Dia juga menyayangkan
tudingan malpraktik dari keluarga korban.
“Setahu saya, malpraktik itu jika ada unsur kesengajaan, coba dicek lagi
artinya,” tambahnya. Dibebernya pula, keluarga korban sempat mempertanyakan
soal diagnosa dokter yang mendahului penyelidikan polisi. “Namanya dokter, pasti
bisa mendiagnosa terlebih dulu dari polisi,” terangnya.
Terpisah, Edison Peranginangin yang menjabat sebagai Divisi Hukum
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Daerah Sumatera Utara, menegaskan
kalau sanksi malpraktek yang terjadi di rumah sakit dikenakan secara individu.
“Bukan secara lembaga atau rumah sakit itu sendiri. Jadi siapa dokter yang
menangani, dialah yang akan menjalani persidangan. Bukan rumah sakitnya,”
ungkapnya sembari mengatakan sudah mendengar kasus dugaan malpraktik di RSU
Mitra Sejati.
“Benar atau tidaknya dugaan mal praktek hanya bisa dibuktikan oleh penyidik.
Disebut mal praktek jika pelayanan yang diberikan sudah menyalahi prosedur yang
ditetapkan. Arti lainnya ada kewajiban dokter yang tidak diberikan pada pasien.
Misal diselidiki kedisplinan ilmu dokter yang menangani apakah sesuai dengan
penyakit pasien dan obat-obatan yang diberikan pada pasien. Dan ini yang bisa
melakukan adalah penyidik,” tambahnya.
“Jadi penyidiklah yang bisa menyelidiki itu. Lalu adaa audit dari petugas media
juga. Sehingga ga bisa kita bilang itu mal praktek sebelum dibuktikan di pengadilan.
Jadi ada kegagalan mematuhi standar,” ungkapnya.
Dijelaskan bahwa hukuman bagi pelaku mal praktek, berdasarkan KUHP
pidananya masuk ke pasal 359 -360 karena akibat kelalaian mengakibatkan
meninggalnya atau lukanya orang lain. Namun jika menyalahi etik profesi maka
seorang dokter bisa menjalani tiga hukuman. Pertama pencabutan registrasi
kedokterannya, mencabut ijin praktek atau disekolahkan kembali. “Tapi untuk
menuju ke sana ada lex spesialis UU praktek kedokteran,” ungkapnya.
Pihak rumah sakit pun dikatakannya tidak boleh menolak pasien yang datang
ke rumah sakit. Apapun ceritanya, pasien harus segera ditangani. Jika berbicara
pasien yang meninggal di meja operasi, Edison mengatakan tidak ada yang tahu
kapan akan kehilangan nyawanya. Namun sekali lagi dirinya tak dapat berkomentar
soal dugaan mal praktek yang terjadi di Mitra Sejati benar atau tidak. Sebab harus
dibuktikan terlebih dahulu.
“Dugaan malpraktek itu merupakan presepsi awam. Jika dilihat dalam undang-
undang praktek kedokteran ada ada dua majelis yang bisa melakukan penyelidikan.
Pertama majelis kode etik kedokteran (MKEK). MKEK mendalami etik profesi
kedokteran yang dilakukan dokter tersebut benar atau tidak. Etik profesi adalah
kesepakatan bersama yang tergantung dalam SOP. Lalu ada majelis kehormatan
disiplin kedokteran indonesia (MKDKI). MKDKI menentukan kesalahan prosedur,
disiplin, dan pelanggaran hukum,” urainya.
“Jika melihat isi UU praktek kedokteran, MKDKI mestinya sudah ada di tiap
provinsi. Untuk di Sumatera Utara, MKDKI belum ada. Padahal keberadaan MKDKI
bisa menjadi tempat pengaduan masyarakat mengenai dugaan peyimpangan praktek
kedokteran. Seperti yang tertuang dalam UU no 29 tahun 2004 mengenai praktek
kedokteran. Seperti yang tertuang di pasal 66 ayat 1 yang menyatakan setiap orang
yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dalam
menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua
majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia,” paparnya.
“Seharusnya MKDKI mestinya harus ada di tiap provinsi. Tapi di Sumut belum
ada. Jadi gunanya bisa untuk pengaduan masyarakat terhadap dugaan penyimpangan
praktik kedokteran,” ungkapnya lagi.
Lanjutnya, di pasal 67 juga MKDKI pun berhak memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan displin dokter. Dijelaskan
dalam pasal 68, apabila dalam pemeriksaann ditemukan pelanggaran etika, MKDKI
meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Organisasi profesi ini ada pada
ikatan dokter indonesia (IDI).
“MKDKI itu penyidik independen. Jadi dia memeriksa berkas-berkas juga. Jadi
di IDI ada persatuan profesi kedokteran masing-masing. Merekalah yang akan
merekomendasikan,” tegasnya.(win).
2. Contoh prinsip benefience dalam aplikasi praktik keperawatan adalah seorang
pasien mengalami pendarahan setelah melahirkan. Menurut program terapi
pasien tersebut harus diberikan transfusi darah, tetapi pasien mempunyai
kepercayaan bahwa transfusi bertentangan dengan keyakinannya. Dengan
demikian perawat mengambil tindakan yang terbaik dalam rangka penerapan
prinsip moral benfience yaitu tidak memberikan transfusi darah setelah pasien
memberikan pernyataan tertulis tentang penolakannya. Perawat tidak
memberikan transfusi, padahal hal tersebut membahayakan pasien. Dalam hal ini
perawat berusaha berbuat yang terbaik dan menghargai pasien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sering kali perawat dihadapkan pada situasi yang memerlukan keputusan untuk
mengambil tindakan. Sebagai perawat yang professional kita dituntut untuk mengambil
tindakan yang tidak merugikan perawat maupun pasien itu sendiri. Dengan mengenal
dan mempelajari prinsip prinsip etik dalam diri seorang perawat maka tujuan dari
proses keperawatan terlakasana dengan baik sesuai dengan hokum dan norma yang
berlaku. Seorang perawat juga akan mampu mengambil keputusan yang terbaik dalam
melaksanakan tindakan keperwatan yang ada. Salah satunya yaitu mempelajari prinsip
etik Benefience yang harus di terapkan perawat dalam melakukan tindakan
keperawatan untuk pasien.
B. Saran
Dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik
keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan. . Perawat harus memiliki
kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan kemampuannya untuk mencegah
terjadinya malpraktek.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

Meidiana Dwidiyanti. 1998. Aplikasi Model Konseptual Keperawatan. Edisi 1. Semarang:


Akper Depkes Semarang

Soekidjo Notoatmojo. 1993. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Manusia. Edisi revisi.
Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai