Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
CKD atau biasa dikenal sebagai gagal ginjal kronik adalah progresifitas la
mbat dari fungsi ginjal selama beberapa tahun yang akhirnya pasien memiliki gag
al ginjal permanen. Menurut Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI)
, gagal ginjal kronik adalah kerusakan pada organ ginjal dimana terjadi penurunan
tingkat filtraasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate GFR) kurang dari 60 ml/
min/1,73 m2 dalam kurun waktu 3 bulan atau lebih. Hasil akhir dari kehilangan
fungsi ginjal secara bertahap. Jarang menunjukkan gejala hingga kerusakan filtrasi
glomerulus lebih dari 75% yang memburuk seiring penurunan fungsi ginjal.
(Billota, 2012: 262).

B. Etiologi
Etiologi gagal ginjal kronik yang paling umum (USRDS, 2008) menurut
Lemon (2016: 106)
1) Nefropati diabetik
2) Hipertensi
3) Glomerulonefritis
4) Penyakit ginjal kistik
5) Nefrosklerosis hipertensi
6) Glomerulonefritis kronik
7) Pielonefritis kronik
8) Penyakit ginjal polisistik
9) Eritematosa lupus kompleks. (Lemon, 2016: 1064)
C. Anatomi Fisiologi

Ginjal berbentuk seperti biji kacang merah. Panjangnya sekitar 10 cm,


beratnya kurang lebih 170 gram, dan terletak di dalam rongga perut. Ginjal
berjumlah 2 buah dan berwarna merah keunguan. Ginjal bagian kiri letaknya lebih
tinggi daripada ginjal bagian kanan.Ginjal merupakan alat pengeluaran sisa
metabolisme dalam bentuk air seni (urin). Urin mengandung air, urea, dan garam
mineral. Ginjal tersusun atas kulit ginjal (korteks),sumsum ginjal (medula), dan
rongga ginjal (pelvis).Pada kulit ginjal terdapat nefron yang berfungsi sebagai alat
penyaring darah. Korteks mengandung lebih kurang satu juta nefron. Setiap
nefron tersusun atas badan malphighi dansaluran panjang (tubulus) yang berkelok-
kelok. Badan malpighi tersusun atas glomerulus dan kapsul Bowman. Glomerulus
merupakan untaian pebuluh darah kapiler tempat darah disaring.
Glomerulus dikelilingi oleh kapsul Bowman.Tubulus ginjal terdiri atas
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal, dan tubulus
kolektivus. Lengkung henle adalah bagian tubulus yang melengkung pada daerah
medula dan berhubungan dengan tubulus proksimal dan tubulus distal. Bagian
lengkung henle ada dua, yaitu lengkung henle yang melengkung ke atas
(ascenden) dan lengkung henle yang melengkung ke bawah (descenden). Tubulus-
tubulus ini mengalirkan urin ke rongga ginjal. Kemudian urin dialirkan melalui
saluran ginjal (ureter) dan ditampung dalam kantong kemih.Telah dikemukakan di
atas bahwa cara kerja ginjal sebagai alat ekskresi adalah dengan menyaring darah
sehingga zat-zat sisa yang terdapat di dalam darah dapat dikeluarkan dalam
bentuk air seni (urin). Penyaringan darah hingga terbentuk urin meliputi tahap
penyaringan (filtrasi), penyerapan kembali (reabsorpsi), dan pengumpulan
(augmentasi).
FISIOLOGI
1. Fungsi Ginjal :
a. Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.
b. Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran
ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat
asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8.
c. Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang
melibatkan aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada
tubulus konvulasi.
d. Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau
kekurangan air akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi
sinyal pada kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari
mensekresi hormon antidiuretik (vasopresin, untuk menekan sekresi air)
sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal. Akibatnya
konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi 98%.

2. Mekanisme dasar fungsi ginjal


Pada dasarnya fungsi utama ialah membersihkan plasma darah dari zat-
zat yang tidak berguna bagi tubuh dengan cara :
a. Filtrasi
1. Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di
kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit),
tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah
proses penyaringan.
2. Selain penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel
darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil
yang terlarut di dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium,
kalium, klorida, bikarbonat dan urea dapat melewati saringan dan menjadi
bagian dari endapan.
3. Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin primer,
mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam
lainnya
b. Reabsorbsi
Mekanisme reabsorbsi :
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal
terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini
melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi,
sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus
proksimal dan tubulus distal. Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa
dan asam amino dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti
penisilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-
zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi
zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.

c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi
tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang
secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen.

d. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Urine yg telah terbentuk (urine sekunder),
daritubulus kontortus distal akan turun menuju saluran pengumpul (duktus
kolektivus), selanjutnya urine dibawa ke pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urine
mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang
merupakan tempat penyimpanan sementara bagi urine. Jika kantong kemih telah
penuh terisi urin, dinding kantong kemih akan tertekan sehingga timbul rasa
ingin buang air kecil. Urin akan keluar melalui uretra. Komposisi urine yang
dikeluarkan meliputi air, garam, urea, dan sisa substansi lainnya seperti pigmen
empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urine. Warna urine setiap
orang berbeda dan biasanya dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi,
aktivitas yang dilakukan, ataupun penyakit. Warna normal urine adalah bening
hingga kuning pucat.

Hal-hal yang mempengaruhi produksi urine:


1. Jumlah air yang diminum
Jika seseorang banyak minum air maka kosentrasi protein darah akan
turun. Darah menjadi terlalu encer, sehingga sekresi ADH terhalang. Maka
penyerapan air oleh dinding tubulus kurang efektif, sehingga, terbentuk urin
yang banyak.Dan Apabila kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi
(kadar) air dalam darah menjadi rendah. Hal ini akan merangsang hipofisis
mengeluarkan ADH. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi air di ginjal
sehingga volume urine menurun.
2. Hormone Anti Deuretik
Hormon ini dihasilkan kelenjar hipofisis bagian posterior.
Sekresi ADH dikendalikan oleh konsentrasi air dalam darah.Hormon
antidiuretik mempengaruhi proses penyerapan air oleh dinding tubulus. Bila
sekresi ADH banyak, penyerapan air oleh dinding tubulus akan meningkat,
sehingga urin yang terbentuk sedikit. Sebaliknya jika sekresi ADH kurang,
maka penyerapan air oleh dinding tubulus menurun, sehingga dihasilkan
banyak urin.
3. Suhu
Jumlah dan type makanan merupakan faktor Ketika suhu panas atau
banyak mengeluarkan keringat, konsentrasi air dalam darah turun
mengakibatkan sekresi ADH meningkat sehingga urin yang di hasilkan
sedikit. Sebaliknya jika suhu udara dingin konsentrasi air dalam darah naik
sehingga menghalangi sekresi ADH maka produksi urin banyak.
4. Diet dan intake
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine, seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang
keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya output urine lebih banyak.
5. Saraf, rangsang saraf renalis akan menyempitkan arteriole aferent, aliran
darah berkurang, filtrasi kurang afektif, urine sedikit.
6. Stress dan emosi dapat menimbulkan produksi urine menjadi meningkat.
.
Hormon pada Ginjal
1. Hormon yang bekerja pada Ginjal
a) Hormon antidiuretik ( ADH atau vasopressin )
Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior,
hormon ini menngkatkan reabsorbsi air pada duktus kolektifus.
b) Aldosteron
Merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal,
hormon ini meningkatkan reabsorbsi natrium pada duktus kolektivus.
c) Peptida Natriuretik ( NP )
Diproduksi oleh sel jantung dan meningatkan ekskresi natrium pada
duktus kolektivus.
d) Hormon paratiroid
Merupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid, hormon
ini meningkatkan ekskresi fosfat, reabsorbsi kalsium dan produksi vitamin
D pada ginjal.
2. Hormon yang dihasilkan Ginjal
a) Renin
Merupakan protein yang dihasilkan oleh apparatus
jukstaglomerular, hormon ini menyebabkan pembentukan angiotensin II.
Angiotensin II berfungsi langsung pada tubulus proximal dan bekerja
melalui aldosteron ada tubulus distal. Hormon ini juga merupakan
vasokonstriktor kuat.
b) Vitamin D
Merupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal, berperan
meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat dari usus.
c) Eritropoeitein
Merupakan protein yang diproduksi di ginjal, hormon ini
meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.
d) Prostaglandin
Diproduksi di ginjal, memiliki berbagai efek terutama pada tonus
pembuluh darah ginjal.

D. Patofisiologi
Patofisiologi CKD beragam, bergantung pada proses penyebab penyakit.
Proses patologi umum yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal
ginjal. Tanpa melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial
dan fibrosis adalah ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan fungsi
ginjal (Copstead& banasik, 2010). Seluruh unit nefron secara bertahap hancur.
Pada tahap awal, saat nefron hilang , nefron fungsional yang masih ada
mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam
nefron ini dan lebih banyak pertikel zat terlarut disaring untuk mengkompensasi
massa ginjal yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron
yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan
kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus di duga
menjadi penyebab cedera tubulus. Proses hilangnya nefron yang kontiunu ini terus
berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal telah teratasi (Fauci et al.,
2008). Perjalanan CKD beragam, berkembang selama periodebulanan hingga
tahunan. Pada tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron
yang tidak terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan
pada pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika
penyakit berkembang dan GFR turun lebih lanjut, hipertensi dan ebberapa
manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di
tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi atau obstruksi saluran kemih) dapat
menurunkan fungsi dan dapat memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih
lanjut. Kadar serum kratinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi uliguria,
dan manifestasi uremia muncul. Pada ESRD, tahap akhir CKD, GFR kurang dari
10% normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan
hidup. (Lemon, 2016: 1063).
Patofosiologi berdasarkan penyebab menurut Lemon, 2016: 1064
1) Nefropati diabetik : Peningkatan awal laju aliran glomerulus
menyebabkan hiperfiltrasi dengan akibat kerusakan glomerulus, penebalan
dan sklerosis membran basalis glomerulus dan glomerulus kerusakan bertahap
nefron menyebabkan penurunan GFR
2) Nefrosklerosis hipertensi : Hipertensi jangka panjang menyebabkan
skelrosis dan penyempitan arteriol ginjal dan arteri kecil dengan akibat
penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia, kerusakan glomerulus,
dan atrofi tubulus.
3) Glomerulonefritis kronik : Inflamasi interstisial kronik pada parenkim
ginjal menyebabkan obstruksi dan kerusakan tubulus dan kapiler yang
mengelilinginya, memengaruhi filtrasi glomerulus dan sekresi dan reabsorbsi
tubulus,dengan kehilangan seluruh nefron secara bertahap.
4) Pielonefritis kronik : Infeksi kronik yang biasa dikaitkan dengan
obstruksi atau reluks vesikoureter menyebabkan jaringan parut dan deformitas
kaliks dan pelvis ginjal , yang menyebabkan refluks intrarenal dan nefropati
5) Penyakit ginjal polisistik : kista bilateral multipel menekan jaringan
ginjal yang merusak perfusi ginjal dan menyebabkan iskemia, remodeling
vaskular ginjal, dan pelepasan mediator inflamasi, yang merusak dan
menghancurkan jaringan ginjal normal.
6) Eritematosa lupus kompleks : kompleks imun terbentuk di membaran basalis
kapiler yang menyebabkan inflamasi dan sklerosis dengan glomerulonefritis
fokal, lokal, atau difus.
E. WOC
F. Manifestasi Klinis
Penyakit gagal ginjal kronik (Chronic kidney disease, CKD) ditandai
dengan adanya kerusakan ginjal selama tiga bulan atau lebih dan tingkat fungsi
ginjal (National Kidney Foundation [NKF], 2002). Akhirnya, ginjal tidak dapat
mengsekresikan sisa metabolik dan mengatur keseimbangan cairan dan eletrolit
secara adekuat, kondisi yang disebut sebagai gagal ginjal atau gagal ginjal
stadium akhir (ERSD), tahap akhir CKD. Kondisi yang mneyebabkan CKD
biasanya melibatkan penyakit ginjal bilateral difus dengan kerusakan progresif
dan jaringan parut. (Lemon, 2016: 1062).

Manifestasi Klinis berdasarkan Stadium menurut Lemon (2016: 1064)


1) Stadium 1
a. Laju filtrasi glomerulus >90mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi :
1. Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat.
2. Asimtomatik; BUN dan kreatinin normal.
2) Stadium 2
a. Laju filtrasi glomerulus 60-89mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi :
1. Penuruna ringan GFR.
2. Asimtomatik, kemungkinan hipertensi; pemeriksaan darah biaasnya
dalam batas normal.
3) Stadium 3
a. Laju filtrasi glomerulus 30-59 mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi :
1. Penurunan sedang GFR.
2. Hipertensi; kemungkinan anemia dan keletihan, anoreksia,
kemungkinan malnutrisi, nyeri tulang; kenaikan ringan BUN dan
kreatinin serum.
4) Stadium 4
a. Laju filtrasi glomerulus 15- 29 mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi :
1. Penurunan berat GFR.
2. Hipertensi, anemia, malnutrisi, perubahan metabolisme tulang; edema,
asidosis metabolik, hiperkalasemia; kemungkinan uremia; azotemia
dengan peningkatan BUN dan kadar kreatinin serum.
5) Stadium 5
a. Laju filtrasi glomerulus <15mL/menit/1,73m2
b. Manifestasi :
1. Penyakit ginjal stadium akhir.
2. Gagal ginjal dengan azotemia dan uremia nyata.
Cara Penghitungan GFR
1. Pria.

LFG (ml/mnt/1,73m2 (140 - umur) × berat badan


72 × kreatinin plasma (mg/dl)

2. Wanita.
Pada wanita sedikit berbeda,

LFG (ml/mnt/1,73m2 (140 - umur) x berat badan x 0,85


72 × kreatinin plasma (mg/dl)

G. Komplikasi
1) Efek Cairan dan Elektrolit
Hilangnya jaringan ginjal fungsional merusak kemampuannya untuk
mengatur keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Pada tahap awal
CKD, kerusakan filtrasi dan reabsorpsi menyebabkan protinuria, hematuria,
dan penurunan kemampuan memekatakan urin. Garam dan air tidak dapat
disimpan dengan baik dan risiko dehidrasi meningkat. Poliuria, nokturia, dan
berat jenis tetap 1, 008 – 1, 012 bisa terjadi. Ketika GFR turun dan fungsi
ginjal menurun lebih lanjut, reteni natrium dan air biasa terjadi, yang
membutuhkan batasan air dan garam. Ekskresi fosfat juga rusak,
menyebabkan hipofosfatemia dan hipokalsemia. Penrunan absorbsi kalsium
akibat kerusakan aktifasi vitamin D juga menyebabkan hipokalsemia. Ketika
gagal hginjal terus berlanjut, ekskresi ion hidrogen dan produksi dapat rusak,
menyebabkan asidosis metabolik. (Lemon, 2016: 1063-1064).
2) Efek Kardiovaskular
Hipertensi sistemik adalah manifestasi umum CKD. Hipertensi terjadi
akibat kelebihan volume cairan, peningkatan aktifitas renin angiotensin,
peningkatan resistensi vaskular dan penurunan prostaglandin. Peningkatan
volume cairan ekstraselular juga dapat menyebabkan edema dan gagal
jantung. Edema paru dapat terjadi akibat gagal jantung dan peningkatan
permeabelitas membrane kapiler alveolus.
Toksin metabolik yang tertahan dapat mengiritasi kantong
perikardium, menyebabkan respon inflamasi dan tanda
perikarditis.Tamponade jantung, kemungkinan komplikasi perikarditis, terjadi
bila cairan inflamasi dalam kantong perikardium mengganggu pengisian
ventrikel dan curah jantung. Ketika komplikasi umum uremia, perikarditis
jarang terjadi bila dialisis dilakukan dini. (Lemon, 1064-1065).
3) Efek Hematologi
Anemia bisa muncul pada CKD, disebabkan oleh banyak faktor. Ginjal
memproduksi eritropoetin, hormon yang mengontrol produksi sel darah
merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun. Toksin metabolik
yang tertahan lebih lanjut menekan produksi sel darah merah dan meyebabkan
pemendekan masa hidup sel darah merah. Kekeruagan nutrisi (besi dan folat)
dan peningkatan resiko kehilangan darah dari saluran gastrointestinal juga
menyebabkan anemia.
Gagal ginjal merusak fungsi trombosit, meningkatkan resiko gangguan
perdarahan seperti epsitaksis dan perdarahan gastrointestinal. Mekanisme
kerusakan fungsi trombosit terkait dengan gagal ginjal tidak di pahami dengan
baik. (Lemon, 2016: 1065).
4) Efek Sistem imun
Uremia meningkatkan resiko infeksi. Kadar tinggi urea dan sisa
metabolik tertahan merusak semua aspek inflamasi dan fungsi imun.
Penurunan SDP, imunitas lantaran sel dan humoral rusak, serta fungsi fagosit
rusak. Baik respon inflamasi akut maupun respon hipersensitivitas lambat
terganggu (Porth& Matfin, 2009). Demam ditekan, seringkali memperlambat
diagnosa infeksi. (Lemon, 2016: 1065).
5) Efek Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah adalah gejala awal uremia. Cegukan biasa
dialami. Gastroenteritis sering muncul. Ulserasi juga memengaruhi tiap level
saluran GI dan menyebabkan peningkatan risiko perdarahan GI. Penyakit
ulkus peptikum khususnya umum pada pasien uremik. Fetor uremik, bau
napas seperti urine seringkali dikaitkan dengan rasa logam dalam mulut, dapat
terjadi. Fetor uremik semakin dapat menyebabkan anoreksia. (Lemon, 2016:
1065).
6) Efek Neurologis
Uremia menguah fungsi sistem syaraf pusat dan perifer. Manisfestasi’
SSP terjadi lebih awal dan mencakup perubahan mental, kesulitan
berkonsentrasi, keletihan, insomnia. Gejala psikotik, kejang, dan koma
dikaitkan dengan ensefalopati uremik lanjut.
Neuropati perifer juga umum terjadi pada uremia lanjut. Jbaik jaras
sensorik maupun motorik terkena. Ekstremitas bawah terkena pada awalnya.
“restless leg syndrome” atau rasa merayap atau menjalar, seperti tertusuk, atau
gatal pada tungkai bawah dengan gerakan tungkai sering, meningkat selama
istirahat. Parestesia dan kehilangan sesorik biasanya terjadi pada pola
“stocking glove”. Ketika uremia memburuk, fungsi motorik juga rusak,
menyebabkan kelemahan otot, penurunan rekleks tendon dalam, dan gangguan
berjalan. (Lemon, 2016: 1065).
7) Efek Muskuloskeletal
Hiperfosfatemia dan hipokalsemia yang terkait dengan uremia
mensimulasi sekresi hormon paratiroid. Hormon paratiroid menyebabkan
peningkatan resorbsi kalsium dari tulang. Selain itu, aktifitas sel osteoblast
(pembentuk tulang) dan osteoklast (penghancur tulang) terkena. Resorbsi dan
remodeling tulang ini, bersamaan dengan penurunan sintesis vitamin D dan
penurunan absorbsi kalsium dari saluran GI, menyebabkan osteodistrofi
ginjal, yang disebut juga riketsia ginjal. Osteodistrofi ditandai
dengan osteomalasia, pelunakan tulang, dan osteoporosis, penurunan masa
tulang. Kista pada tulang dapat terjadi. Manifestasi osteodistrofi mencakup
nyeri tekan pada tulang, nyeri, dan kelemahan otot. Pasien beresiko tinggi
mengalami fraktur spontan.

8) Efek Endokrin dan metabolik


Akumulasi produksi sel metabolisme protein adalah faktor utama yang
terlibat pada efek dan manifestasi uremia. Kadar kreatinin serum dan BUN
naik secara signifikan. Kadar asam urat meningkat, menyebabkan peningkatan
resiko gout. Jaringan menjadi resisten terhadap efek insulin pada uremia,
menyebabkan intoleransi glukosa. Kadar trigliserida darah tinggi dan kadar
lipoprotein densitas tinggi (HDL) rendah dibanding normal menyebabkan
percepatan proses atersklerosis.
Fungsi reproduksi terganggu. Kehamilan jarang sampai cukup bulan
dan ketidak aturan menstruasi umum terjadi. Penurunan kadar testosteron,
hitung sperma rendah, dan inpotensi mempengaruhin pasien pria yang
menderita ESRD. (Lemon, 2016: 1065).
9) Efek Dermatologi
Anemia dan metabolik pigmentasi yang tertahan menyebabkan kulit
pucat dan berwarna kekuningan uremia. Kulit kering dnegan turgor buruk,
akibat dehidrasi dan atrofi kelenjar keringat, umum terjadi. Memar dan
eksoriasi sering dijumpai. Sisa metabolik yang tidak dieliminasi oleh ginjal
dapat menumpuk dikulit, yang menyebabkan gatal atau pluritus. Pada uremia
lanjut, kadar urea tinggi keringat dapat menyebabkan bekuan uremic, deposit
kristal urea di kulit. (Lemon, 2016: 1065).

H. Pemeriksaan diagnosis
Pemeriksaan diagnostik menurut Billota (2012: 262)
1) Laboratorium
a. Kadar BUN kreatinin serum, natrium, dan kalsium meningkat
b. Analisa gas darah arteri menunjukkan penurunan PH arteri dan kadar
bikarbonat.
c. Kadar hematokrit dan hemoglobin rendah, masa hidup sel darah merah
berkurang.
d. Muncul defek trombositomia dan trombosit ringan.
e. Sekresi aldosteron meningkat.
f. Terjadi hiperglikemia dan hipertligiseridemia.
g. Penurunan kadar high density lipoprotein (HDL)
h. Analisa gas darah menunjukkan asidosis metabolic.
i. Berat jenis urine tetap pada angka 1,010.
j. Pasien mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine ditemukan
sedimentasi, leokosit, sel darah merah, dan kristal.
2) Pencitraan
Radiografi KUB, urografi ekskretorik, nefrotomografi, scan ginjal,
dan arteriografi ginjal menunjukkan penurunan ukuran ginjal.
3) Prosedur diagnostik
a. Biopsi ginjal memungkinkan identifikasi histologis dari prposes
penyakit yang mendasari
b. EEG menunjukkan dugaan perubahan ensefalopati metabolik.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Billota (2012: 263)
1) Umum
a. Hemodialisis atau dialisis peritoneum
b. Diet rendah protein (dengan dialisis peritonium, tinggi protein), tingggi
kalori, rendah natrium, rendah fosfor, rendah kalium.
c. Pembatasan cairan
d. Tirah baring jika letih
2) Pengobatan
a. Diuretik
b. Glikosida jantung
c. Antihipertensif
d. Antiemetik
e. Suplemen zat besi dan folat
f. Eritropoetin
g. Antipluritik
h. Suplemen vitamin dan asam amino esensial
3) Pembedahan
a. Pembuatan akses vaskular untuk dialisis
b. Kemungkinan transpalntasi ginjal
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Anamnesa
a. Usia
Penyakit ginjal kronis ditemukan pada orang darisegala usia.
b. Jenis Kelamin
Gagal ginjal kronis dapat menyerang pria maupun wanita.
c. Keluhan Utama
Letih, penuruna haluaran urine, peningkatan edema, ketidak
seimbangan elektorilit, kelebihan cairan. (Billota, 2012: 262).
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami mulut kering, letih, mual, kram otot, impotensi,
aminore, vasikulasi, kedutan otot. (Billota, 2012: 262).
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler
hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan nefropati obstruktif.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik.
g. Riwayat Psikososial
Pasien akan merasakan perasaan tidak berdaya, tak ada harapan,
menolak, ansietas, takut, marah, tidak mampu mempertahankan fungsi
peran.

2) ADL
a. Nutrisi : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyri uluhati, mual/ muntah, rasa tak
sedap pada mulut (pernafasan amonia). (Doenges, 2012: 627).
b. Aktivitas : Kelemahan yang ekstrim, malaise,gangguan tidur
(insominia/ gelisah atau samnolen) (Doenges, 2012: 626)
c. Pola Eliminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal
tahap lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi. (Doenges,
2012: 626).
d. Neurosensori : sakit kepala, pengelihatan kabur, kram otot/ kejang,
sindorm “kaki gelisah”; kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/
kesemutan dan kelemahan, kususnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer). (Doenges, 2012: 627).
e. Nyeri/ kenyamanan : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
(memburuk saat malam hari). (Doenges, 2012: 627).
f. Pernafasan : nafas pendek; dipsnea nekturnal paroksismal; batuk
dengan/ tanpa sputum kental dan banyak. (Doenges, 2012: 627).
g. Keamanan : kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi (Doenges, 2012:
627).

3) Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breathing) : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/ kedalaman
(perneapasan kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda
encer (edema paru). (Doenges, 2012: 627).
b. B2 (Blood) : hipertensi; nadi kuat, disritmia jantung, pitting pada kaki,
telapak tangan. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia. Friction rub perikardial (respon terhadap akumulasi sisa).
(Doenges, 2012: 626).
c. B3 (Brain) : gangguan status mental contoh penurunan lapang
perhatian, tidakmampuan berkonsentrasi, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma. (Doenges, 2012: 627).
d. B4 (Bladder) : perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah,
coklat, oliguria, dapat menjadi anuria. (Doenges, 2012: 626- 627).
e. B5 (Bowel) : distensi abdomen, konstipasi, diare (Doenges, 2012:
626).
f. B6 (Bone) : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak. (Doenges, 2012: 626).

4) Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
1 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan heluaran
urine, diet berlebih, dan retensi cairan dan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane
mukosa mulut.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan anemia
5. Resiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan
6 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan penanganan

5) Intervensi Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan heluaran
urine, diet berlebih, dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.

Intervensi :
1. Kaji Status Cairan
a) Timbang berat badan harian.
b) Keseimbangan masukan dan haluran.
c) Turgor kulit dan adanya edema.
d) Distensi vena leher.
e) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
R/ pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan
R/ pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urin, dan respons terhadap penyakit.
3. Identifikasi sumber potensial cairan:
a) Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan: oral
dan intravena
b) Makanan.
R/ Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
R/ Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap
pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan anjurkan oral higiene dengan sering.
R/ Higiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa mulut.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi
a) Perubahan berat badan.
b) Pengukuran antropometik.
c) Nilai Laboratorium (elektrolit serum, BUN,kreatinin,
protein,transfein, dan kadar besi).
R/ Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien
a) Riwayat diet.
b) Makanan kesukaan.
c) Hitung Kalori.
R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
a) Anoreksia, mual atau muntah.
b) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien.
c) Depresi.
d) Kurang memahami pembatasan diet.
R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat
diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
R/ Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis
tinggi telur, susu, daging.
R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.

c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi


produk sampah dan prosedur dialysis.
Tujuan : berpartisipasidalam aktifitas yang dapat di toleransi
Intervensi :
1. Anjurkan aktifitas sambil istirahat
R/ mendorong latihan dan aktifitas dalam batas- batas yang dapat
di toleransi dan istirahat yang adekuat
2. Anjurkan untuk berisitirahat setelah dialisis
R/ istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis agar pasien
tidak mudah kelelahan.
3. Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang
dapat di toleransi, bantu jika keletihan terjadi.
R/ meningkatkan aktifitas ringan atau sedang dan memperbaiki
harga diri
4. Observasi :
a) Anemia
b) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c) Depresi.
R/ menyediakan informasi indikasi tingkat keletihan.

d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan anemia


Tujuan : menunjukkan pola pernapasan efektif
Intervensi :
1. Ajarkan tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan
R/ Tehnik relaksasi membuat pasien lebih tenang sehingga
bernafas lebih mudah.
2. Berikan posisi fowler atau semifowler.
R/ Diafragma tidak tertekan abdomen.
3. Batasi aktivitas yang terlalu berat pada pasien.
R/ Aktivitas berat menyebabkan pernapasan lebih cepat.
4. Kolaborasi dalam pemberian nebulezer dan bronkodilator dengan
dokter.
R/ Bronkodilator dan nebulezer dapat melonggarkan saluran
pernapasan.
5. Kolaborasi dalaam pemberian oksigen dengan dokter.
R/ membantu mencukupi kebutuhan oksigen pada pasien.
6. Pantau adanya pucat dan sianosis, efek obat pada status
pernapasan, kecepatan irama kedalaman nafas.
R/ Menentukan keefektivitasan tindakan yang diberikan dan
menentukan tindakan selanjutnya.
e. Resiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan
Tujuan : mempertahankan curah jantung
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema
perifer/ kongesti vaskular dan keluhan dipsnuea.
R/takikardi, frekuensi jantung tak teratur,
takipnea,dispnea,mengi, edema/ distensi jugular menunjukkan
GGK .
2. Observasi adanya derajat hipertensi : awasi TD; perhatikan
perumahan postural, contoh duduk, berbaring, berdiri.
R/ Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada
sistem aldosteron renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi
ginjal).
3. Kaji keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya
(skala 0-10) dan apakah tidak menetap dengan inspirai dalam dan
posisi terlentang.
R/ Hipertensi dan GJK kronis dapat menyebabkan IM, kurang
lebih pasien GGK dengan dialisis mengalami perikarditis,
potensial resiko evusi perikardial/ tamponade
4. Evaluasi bunyi jantung (perhatiakan friction rub ), TD, nadi
perifer, pengisian kapiler, kongesti vaskular, suhu, dan sensori/
mental.
R/ Adanya hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan
tekanan nadi, penurunn/ tak adanya nadi perifer, distensi jugular
nyata, pucat dan penyimpangan mental cepat menunjukkan
tamponade, yang merupakan kedaruratan medik.
5. Observasi tingkat aktivitas, respons terhadap aktivitas
R/ kelelahan dapat mnyertai GJK juga Anemia
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN,
foto dada)
R/ Ketidak seimbangan elektrolit dan BUN dapat mengganggu
konduksi elektrikal dan fungsi jantung. Foto dada berguna dalam
mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau klasifikasi
jaringan lunak
7. Kolaborasi pemberian obat anti hipertensi contoh prazozin
(minipress), captopril (capoten), klonodil (catapres), hidralazin
(Apresoline).
R/ menurunkan tahanan vaskular sistemik dan atau pengeluaran
renin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu
mencegah GJK dan atau IM
8. Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi
R/ akumulasi cairan dalam kantung perikardial dapat
mempengaruhi pengisian jantung dan kontraktilitas miokardial
mengganggu curah jantung dan potensial resiko henti jantung
9. Siapkan dialisis
R/ penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan kelebihan cairan dapat membatasi/ mencegah
manifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi perikardial.

f. Kurang Pengetahuan tentang kondisi dan penanganan


Tujuan :meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan
penanganan yang bersangkutan
Intervensi :
1. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan
tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
R/ pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis
dan konsekuensinya.
2. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara- cara untuk memahami
berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
R/ pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit.
3. Sediakan informasi baik tertulis maupun tidak tertulis dengan
tepat tentang :
a) Fungsi dan kegagalan renal
b) Pembatasan cairan dan diet
c) Medikasi
d) Melaporkan masalah tanda dan gejala
e) Jadwal tingkat lanjut
f) Pilihan terapi
R/ pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk
klarifikasi selanjutnya dirumah .
4. Observasi pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal,
konsekuensinya, dan penanganannya:
a) Penyebab gagal ginjal pasien.
b) Pengertian gagal ginjal.
c) Pemahaman mengenai fungsi renal.
d) Hubungan antara cairan,, pembatasan diet dengan gagal
ginjal.
e) Penanganan (hemodialisis, dialisis peritoneal, transplatasi )
R/ merupakan isntruksi dasar untuk penjeasan dan penyuluhan
lebih lanjut.
Daftar Pustaka

Bilotta, kimberly. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC


Doenges, Marilyn et al. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC
Lemone, Priscilla. 2012. Medical- surgical nursing: critical thinking in patient
care. Jakarta: EGC
Smeltze, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner& Suddarth
edisi 8. Jakarta: EGC
Nurachmah, Elly, dkk. 2010. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta :
Salemba Medika

Saiffuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta. Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai