OLEH
KELOMPOK 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat yang
memfokuskan perhatian pada masyarakat pekerja baik yang berada di sektor formal
maupun yang berada di sektor informal (Depkes RI, 2007). Kesehatan kerja bertujuan
agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental,
sosial, dan spiritual. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan usaha-usaha promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit-penyakit akibat kerja atau
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan, lingkungan kerja, serta
penyakit umum. Kesehatan kerja sangatlah penting, karena kesehatan kerja berkaitan
erat dengan keefisienan kerja seorang karyawan. Tingkat produktifitas seorang
karyawan akan rendah jika kesehatanya terganggu akibat lingkungan kerja yang
buruk. Sebaliknya, seorang karyawan yang bekerja dilingkungan kerja yang bersih,
sehat dan tenang akan mampu mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Selain
produktivitas, kualitas atau mutu produk juga akan mengalami peningkatan.
Setiap pegawai yang bekerja sangat membutuhkan perhatian salah satunya
tentang kesehatan dan keselamatan kerja, agar karyawan dapat terjamin kesehatannya
pada saat bekerja. Karena dengan terjaminnya rasa aman tersebut maka karyawan
dapat bekerja lebih baik sehingga produktivitas kerja dari karyawan dapat meningkat.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu perusahaan menentukan baik
tidaknya suatu performansi kerja dalam perusahaan tersebut.
Masalah keselamatan kerja diatur dalam Undang-Undang Kemenaker No.01
tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Undang-undang ini mengatur
masalah higienis perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja umum disemua tempat
kerja, baik di darat, di laut, di dalam air ataupun di udara di seluruh wilayah hokum
Indonesia.
America Association Of Occupational Health Nurses mendefinisan perawat
hiperkes sebagai “orang yang memberikan pelayanan Medis kepada tenaga kerja”.
Seorang perawat hiperkes adalah seseorang yang berijazah perawat dan memiliki
pengalaman atau trainning keperawatan dalam hiperkes dan bekerja melayani kesehatan
tenaga kerja di perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, pemerintah melalui departemen tenaga kerja dan
transmigrasi melakukan upaya pembinaan dalam rangka menciptakan tenaga kerja
sehat dan mampu bekerja secara produktif. Hal ini dilaksanakan oleh balai Hiperkes
dan kesehatan kerja, dimana salah satu program kegiatannya adalah pelatihan Hiperkes
dan kesehatan kerja bagi paramedis perusahaan.
Dalam rangka penerapan kegiatan pelatihan hiperkes dan keselamatan kerja bagi
paramedis perusahaan pada tahun 2019, yang dilakukan di PT. BALAI YASA DI
YOGYAKARTA, kami kelompok 1 memfokuskan pada factor-faktor kesehatan kerja
di perusahaan tersebut.
A. TUJUAN
Praktek lapangan ini dilakukan dengan tujuan:
1. Mengaplikasikan dan menilai penyelenggaraan kesehat kerja di tempat kerja
2. Menilai penyelenggaraan faktor ergonomi didalam sebuah perusahaan
3. Menilai serta pemantauan pemberian gizi suatu pekerja di dalam perusaha
4. Menilai sistem sanitasi dalam suatu peruhaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Kesehatan kerja
Kesehatan kerja menurut ILO dan WHO adalah aspek / unsur kesehatan yang
erat bertalian dengan tingkungan kerja dan pekerjaan yang secara langsung atau tak
langsung dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja.
K3 merupakan cara pencegahan kepada pekerja agar terhindar dari kecelakaan
kerja yang dapat mengakibatkan kesakitan, cacat, atau bahkan meninggal, sehingga
terjadainya kerugian financial baik secara lansung maupun tidak langsung serta
menurunkan produktifitas pekerjaan. Dalam pelaksanaannya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif sehingga terciptanya keamanan dan kenyamanan hidup sehat dalam bekerja
maka terwujudlah derajat kesehatan yang optimal (Roza E. Hubungan Pengetahuan
dan Sikap dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri. Tahun 2015)
A. Pemeriksaan kerja
Menurut Meily Kurniawidjaja dalam tulisannya berjudul
penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan kerja di klinik kesehatan kerja tahun
2013, mengatakan bahwa produktivitas pekerja akan menurun apabila pekerja
terganggu kesehatanya.
Didallam UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
menyebutkan bahwa pengusaha berkewajiban untuk memerikakan kesehatan
badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan
diterimanya maupun yang akan di pindahkan sesui dengan sifat pekerjaan
yang akan diberikan kepadanya.
II. Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahas Latin yaitu “Ergon (Kerja)” dan “Nomos
(Hukum Alam)”. Ergonomi adalah suatu ilmu tentang manusia dalam usahanya untuk
meningkatkan kenyamanan di lingkungan kerjanya (Nurmianto,2004)
a. Ergonomi dapat diterapkan pada beberapa aspek dalam bekerja, antara lain
dimulai
1. posisi kerja,
2. proses kerja,
3. Tata letak tempat kerja
4. cara pengangkatan beban
b. Kegunaan ergonomi
1. Untuk menambah kecepatan kerja, keakuratan, keselamatan kerja
2. Mengurangi kelelahan /energi kerja yang berlebihan dalam bekerja
3. Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia
4. Meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan “human error”,
memperbaiki kenyamanan manusia dalam kerja
c. Akibat Tidak Menerapkan Ergonomi
1. Kejenuhan pada pekerja
2. Kelelahan
3. Timbul penyakit akibat kerja
4. Kematian
d. Sikap kerja
1. Tempat duduk
Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga orang yang
bekerja dengan sikap duduk mendapatkan kenyamanan dan tidak
mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang dapat
mengganggu sirkulasi darah.
2. Meja kerja
3. Luas pandangan
Daerah pandangan yang jelas bila pekerja berdiri tegak dan diukur dari
tinggi mata adalah 0-30° vertical kebawah, dan 0-50° horizontal ke kanan
dan ke kiri
4. Proses kerja
6. Mengangkat beban
BAB III
A. Hasil Observasi
1. Data
Identitas Perusahaan
a. Bahan baku
BESI
b. Bahan Tambahan
TIDAK ADA
Mesin bubut
Mesin las
Mesin grinda
4. Proses Produksi
4. setelah semua sesuai standar dilakukan proses perakitan ulang dan final tes
6. Limbah
PT. Balai Yasa Yogyakarta tidak memiliki Dokter, namun memiliki paramedis
perusahaan serta memiliki kerjasama pihak ketiga yaitu RS Berthesda. Semua
karyawan mendapatkan jaminan BPJS KES dan BPJS KETENAGA KERJAAN serta
tunjangan dana pensiun dari pihak perusahaan.
C. ERGONOMI
Sikap Kerja :
Pekerja lebih banyak dengan posisi berdiri dan sedikit bekerja dalam posisi duduk.
Dalam posisi duduk kursi yang digunakan sudah ergonomis. Rata-rata pekerja
melakukan pekerjaan dalam posisi berdiri selama 5 jam. Posisi berdiri saat bekerja sudah
ergonomis karna posisi pekerja dan mesin yang dioperasikan sudah sesuai dengan posisi
ergonomis. Cara kerja angkat angkut Sudah ergonomis karna ruang angkat angkut luas.
Mesin dan alat kerja eronomis karna letak penempatan mesin dan alat 1m dari tanah
D. GIZI PERUSAHAAN
Upt. Balai yasa yogyakarta tidak menyediakan makan siang, makanan tambahan jadi tenaga
kerja membawa makan siang sendiri. Perusahaan juga tidak menyediakan tempat makan
bersama, karena makan siangnya diganti dengan uang makan.
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
E. SANITASI
Kebersihan perusahaan :
Cukup, namun ada beberapa tempat yang kurang baik terutama di bagian
kamar mandi dan bengkel.
Penyediaan air : sumber air di ambil dari air tanah (sumur BOR) kualitas air cukup
baik.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil observasi tanggal 18 oktober 2019 penerapan ergonomi masih
kurang baik. Kesadaran para pekerja untuk memakai APD masih sangat kurang dan
kebersihan ditempat kerja masih kurang. Ada pos kesehatan tetapi masih kurang
efektif. Dan Sikap kerja masih kurang baik dan belum ergonomis.
B. SARAN
1) Bagi Perusahaan: