Kesmen Fer
Kesmen Fer
Daftar Isi................................................................................................................... i
2. Masalah II............................................................................................................ 8
Inisial : MI
Umur : 21 Tahun
perguruan tinggi negeri di Makassar. MI biasanya berkuliah dari pagi sampai sore
setiap hari senin sampai jumat. MI biasa ditunjuk untuk presentasi dan menjawab
pertanyaan dari dosennya di kelas dan itu membuat MI cemas. MI resah dengan
dirinya yang mudah merasa cemas karena kecemasan yang dialaminya sudah lama
ketika ditunjuk untuk menjawab pertanyaan dari gurunya. Salah satu dampak yang
VTA baru mulai bisa keluar dari masa-masa sulitnya setelah dirinya terus
berusaha berpikir jernih dan kemudian menerima kenyataan. VTA juga mencoba
memiliki masalah yang lebih berat dari dirinya. VTA juga memutuskan untuk
mulai kuliah di universitas yang dilulusi sebelumnya. VTA pun saat ini
di perkuliahan.
VTA dari dulu bercita-cita ingin masuk IPDN. Orang tuanya juga sangat
tes IPDN. Orang tua VTA juga turut membantu selama proses persiapan sampai
proses tes. VTA cukup yakin akan melulusi tes IPDN. Namun setelah mengikuti
beberapa tahapan tes, VTA dinyatakan tidak lulus. Karena harapannya sejak lama
tidak tercapai, VTA pun merasa sedih. VTA juga merasa telah mengecewakan
kedua orang tuanya. Oleh karena itulah aktivitas keseharian VTA mulai terganggu
terganggu dikarenakan VTA lebih sering menyendiri dan juga merasa malas
VTA dengan sering menemani jalan, menyemangati agar segera bangkit, intens
A. Kondisi fisik
Gejala-gejala yang nampak dari kondisi fisik, yaitu suhu badan naik, denyut
nadi menjadi lebih cepat, berkeringat banyak, nafsu makan berkurang, dan
B. Kondisi mental
Gejala-gejala yang nampak dari kondisi mental, yaitu ilusi, halusinasi, obsesi,
C. Kondisi emosi
Gejala-gejala yang nampak dari kondisi emosi, yaitu sering merasa sedih,
yaitu mudah tersinggung, memperhatikan diri sendiri secara berlebihan, ego ideal
yang tidak sesuai dengan kenyataan, bersikap kaku dan cemas, suka menyendiri,
satunya yaitu maniak-depresi. Pada tulisan kali ini peneliti hanya akan membahas
yang ditandai dengan kehilangan kegembiraan disertai dengan gejala lain, seperti
gangguan tidur dan menurunnya selera makan. Trisna (Lubis, 2016)
mengemukakan bahwa depresi adalah perasaan sendu atau sedih yang biasanya
disertai dengan berkurangnya kemampuan gerak dan fungsi tubuh. Semiun (2016)
rangsangan dari lingkungan kuat, namun individu kesulitan untuk keluar dari
keadaan ini.
B. Kesulitan dalam berpikir, proses pikirannya lambat, dan merasa sulit untuk
ditampilkan yaitu sering merasa sedih, suka menyendiri, halusinasi ringan, delusi
ringan, sering merasa tegang, susah tidur, malas berkomunikasi, merasa tidak
berguna, mudah tersinggung, sering merasa cemas, sering memaki diri sendiri,
1.6.1 Agama
laku, sebagai sistem kepercayaan atau sebagai emosi yang bercorak khusus.
yang dirasakan individu dengan hal yang dianggap sebagai mahkluk atau wujud
kesehatan mental terletak pada sikap penyerahan diri individu terhadap kekuasaan
Yang Maha Tinggi. Sikap tersebut akan memunculkan perasaan positif seperti
rasa bahagia, puas, sukses, merasa dicintai, atau merasa aman. Dalam kondisi
yaitu kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sang Maha Ada, Sang Maha
VTA mengalami masa-masa sulit selama 2-3 bulan karena keadaan mental
yang terganggu akibat tidak melulusi tes IPDN. Dalam rentang waktu tersebut
diri kepada Tuhan. Individu yang menyerahkan diri kepada Tuhan akan mendapat
“Coba buat berpikir jernih, soalnya saya tipe org yang kalau udah sedih sama
down kek udah ga mikir jernih, terus ngerasa kek saya ini orang paling tersedih di
dunia. Padahal tu engga, di luar sana bahkan banyak yang masalahnya lebih besar
daripada saya. dari itulah saya lebih kayak belajar bersyukur, dibawa shalat. Lama
lama yaudah kaya nerima kenyataan walaupun emang pahit.”
“Banyak-banyak sabar aja udah, sama bener-bener nerima takdir sama kenyataan
kalo jalan yang Tuhan kasih emang gini. Gak bisa di lawan. Mungkin saya emang
udah usaha, tapi mungkin Tuhan belum kasih rejeki di saya aja tahun ini.”
VTA semakin mendekatkan diri kepada Tuhan saat dirinya dalam masa-masa
sulit.
“Ga kok. Ibadah ga terganggu. Malah kek ngerasa dapat cobaan kayak gini makin
deketin diri sama Yang di atas. Walaupun saya masih bolong-bolong juga
shalatnya.”
bahwa proses penyesuaian diri terus terjadi sepanjang kehidupan. Individu harus
terus menyesuaikan diri untuk mengatasi rintangan, tekanan, dan tantangan untuk
mencapai pribadi yang seimbang. Penyesuaian diri adalah proses menuju
waktu. Individu harus terus menyesuaikan diri agar dapat mengatasi tekanan dan
dalam tes IPDN mengalami masalah dalam penyesuaian dirinya. VTA mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan tekanan dari dalam dirinya karena
dirinya tidak melulusi tes IPDN. Oleh karena itu VTA tidak dapat mencapai diri
menuju hubungan harmonis antara tuntutan internal dan eksternal. VTA mulai
bisa keluar dari masa-masa sulitnya karena mulai bisa membuat hubungan antara
antara tuntutan internal dan eksternal yang dimaksudkan adalah VTA mulai bisa
Inisial: APT
Umur: 22 tahun
untuk menenangkan dirinya. APT pertama kali melakukan perilaku self injury
pada saat dirinya berumur 17 tahun. Pada saat itu APT merasa orang tuanya pilih
kasih dan mengesampingkan APT. Bentuk self injury yang dilakukannya saat itu
kursi. Hal tersebut dilakukan APT untuk menarik perhatian dari keluarganya. APT
terinspirasi melakukan hal tersebut karena melihat dari adegan di film. APT
melihat di film para pelaku self injury akan didengarkan masalahnya oleh orang
Setelah melakukan self injury untuk pertama kalinya APT kemudian seringkali
melakukan self injury kembali pada saat mengalami masalah yang membuat
dirinya stress atau frustasi. APT berulang kali melakukan self injury karena APT
merasa sendirian, dan tidak ada tempat untuk menyalurkan masalahnya. Baik itu
orang lain atau kegiatan yang menyibukkan. Ditambah setelah melakukan self
injury APT merasa lega membuat APT sering melakukan self injury.
APT terakhir kali melakukan self injury sekitar tiga minggu sebelum
wawancara penulis dengan APT. Perilaku self injury yang terakhir kali dilakukan
sampai membuat APT harus dirawat di rumah sakit. APT sampai saat ini belum
bisa mengetahui apakah dia akan berhenti melakukan self injruy karena APT
merasa hanya self injury yang membuat dirinya enjoy. APT merasa lebih baik
bersama keluarganya mengenai masalah kuliah, pekerjaan, dan juga posisi APT di
keadaan dirinya yang masih dianggap belum dewasa, dianggap belum bisa
perlakuan yang diterimanya dibedakan dari segala aspek. APT selalu merasa
dirinya menerima pilih kasih karena orang tuanya selalu lebih mengedepankan
kakaknya, apalagi pada saat dirinya dihadapkan dengan pilihan yang sama oleh
kakaknya. Persoalan inilah yang membuat APT melakukan self injury untuk
pertama kalinya, yaitu APT merasa adanya pilih kasih yang diterimanya.
bercerita kepada mereka sekitar 10 kali sebulan. APT merasa lega setiap selesai
bercerita ke temannya. Namun tetap saja APT masih merasa teman berceritanya
masih kurang mengerti dengan perasaan dan keadaannya. Makanya APT selalu
tidak tau bisa melampiaskan kemana selain self injury. Oleh karena itu APT
Hammad (2008) mengemukakan bahwa gejala umum yang sering dialami oleh
A. Kondisi Fisik
Gejala-gejala yang nampak dari kondisi fisik, yaitu suhu badan naik, denyut
nadi menjadi lebih cepat, berkeringat banyak, nafsu makan berkurang, dan
B. Kondisi mental
Gejala-gejala yang nampak dari kondisi mental, yaitu ilusi, halusinasi, obsesi,
C. Kondisi emosi
Gejala-gejala yang nampak dari kondisi emosi, yaitu sering merasa sedih,
yaitu mudah tersinggung, memperhatikan diri sendiri secara berlebihan, ego ideal
yang tidak sesuai dengan kenyataan, bersikap kaku dan cemas, suka menyendiri,
bersikap agresif kepada diri sendiri, kesulitan mengatur perasaan dan pikiran,
mudah terpengaruh, suhu badan sering naik, sering berkeringat banyak, nafsu
makan sering berkurang, sering merasa sedih, sering merasa tegang (susah tidur),
2.6.1 Sosial
mental yang positif, namun pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pula
menjadi stressor yang dapat mengganggu kesehatan mental. Aspek sosial yang
A. Stratifikasi sosial
jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status sosial. Stratifikasi sosial ini
aspek ini APT merasa terkucilkan karena perbedaan usia dengan keluarganya.
B. Interaksi sosial
Ada dua pandangan mengenai hubungan interaksi sosial dengan kesehatan
menyebabkan terjadi gangguan kesehatan mental. Dalam aspek ini APT dapat
C. Keluarga
Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu membuat lingkungan yang
terjadinya gangguan kesehatan mental. Dalam aspek ini APT tidak mendapatkan
fungsional keluarga dalam hal berbagi cerita. APT tidak mampu terbuka mengenai
D. Perubahan sosial
Sosial budaya memiliki makna yang luas. Namun konteks budaya yang
dimaksudkan adalah pada aspek nilai, norma, dan religiusitas dan segenap
masyarakatnya. Hal yang seharusnya dilakukan, dapat dilakukan, atau tidak dapat
kepada APT.
Situasi dan kondisi peran sosial sehari-hari dapat menjadi masalah atau sesuatu
variasi stressor psikososial. Dalam aspek ini kondisi peran sosial yang diterima
APT menimbulkan efek negatif bagi dirinya. APT terhambat dalam menerima
peran sosialnya sebagai adik. Sebagai adik, dia merasa perlakuan yang
bahwa proses penyesuaian diri terus terjadi sepanjang kehidupan. Individu harus
terus menyesuaikan diri untuk mengatasi rintangan, tekanan, dan tantangan untuk
Dalam hal ini APT terhambat dalam penyesuain dirinya. APT kesulitan untuk
yang dialaminya. Salah satunya adalah pada saat APT merasa dirinya menerima
keluarga, yaitu:
A. Memiliki relasi yang sehat dengan segenap anggota keluarga. Pada aspek
ini APT memiliki relasi yang baik dalam berbagai aspek dengan keluarga.
dalam mencapai tujuan tertetu. Pada aspek ini APT dididik dengan baik oleh
kedewasaan. APT merasa selalu menerima pilih kasih. APT beranggapan bahwa
emansipasi dalam tahap setara dengan kakaknya. Namun orang tuanya tidak
memperlakukannya seperti itu. Oleh karena itu APT mengalami hambatan dalam
D. Memiliki kesadaran adanya otoritas orang tua. Pada aspek ini APT
cenderung kurang menyesuaikan diri dengan otoritas orang tua. APT selalu
larangan secara disiplin. Pada aspek ini APT tetap disiplin tidak melanggar
diri yang positif. Sundari (2005) mengemukakan bahwa bentuk penyesuaian diri
rasio dan emosi yang terkendali. Pada aspek ini APT menghadapi masalah dengan
keadaan tidak tenang, panik, dan pemecahan masalahannya menggunakan emosi
langsung dengan segala akibatnya. Pada aspek ini APT menggunakan pemecahan
masalah dengan cara mekanisme pelarian. APT melakukan tindakan self injury
dihadapi secara wajar, tidak menjadi frustasi, konflik ataupun kecemasan. Pada
aspek ini APT dalam memecahkan masalah seringkali menjadi frustasi dan cemas.
menghadapi timbulnya masalah. Pada aspek ini APT hanya mencoba membaca
pengalaman diri dan pengalaman orang lain. Dalam aspek ini APT tidak
Daftar Pustaka
Lubis, N.L. (2016) Depresi: Tinjauan Psikologi. Jakarta: Kencana.
Semiun, Y. (2006) Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Hammad, A.E. (2008) Kesehatan Mental Orang Dewasa. Jakarta: Restu Agung.
Sundari, S. (2005) Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Sururin (2004) Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin (2010) Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Notosoedirjo & Latipun. (2005). Kesehatan Mental, Konsep, dan Penerapan.
Jakarta: EGC