Anda di halaman 1dari 38

USULAN SKRIPSI

EFEKTIVITAS MENULIS EKSPRESIF TERHADAP PENURUNAN


KECEMASAN MATEMATIKA PADA SISWA SMA NASIONAL
MAKASSAR

MUHAMMAD RISZKY
1471041013

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2019

1
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................ i

Daftar Isi ............................................................................................................. ii

Daftar Tabel ....................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian...................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian.................................................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8

A. Kecemasan Matematika .......................................................................... 8

1. Pengertian Kecemasan Matematika ................................................. 8

2. Aspek Kecemasan Matematika ........................................................ 9

3. Faktor-Faktor Kecemasan Matematika ............................................ 10

B. Menulis Ekspresif .................................................................................... 13

1. Pengertian Menulis Ekspresif .......................................................... 13

2. Paradigma Menulis Ekspresif .......................................................... 14

3. Manfaat Menulis Ekspresif .............................................................. 16

C. Intervensi Menulis Ekspresif untuk Menurunkan Kecemasan

Matematika Siswa ................................................................................... 18

D. Kerangka Pikir ......................................................................................... 19

E. Hipotesis .................................................................................................. 22

BAB III. METODE PENELTIAN ..................................................................... 23


A. Identifikasi Variabel ............................................................................... 23

B. Definisi Operasional ............................................................................... 23

C. Rancangan Eksperimen .......................................................................... 25

D. Subjek Penelitian .................................................................................... 25

E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 26

F. Properti Psikometrik Alat Ukur ............................................................. 26

1. Daya Diskriminasi Aitem ................................................................. 26

2. Validitas ........................................................................................... 27

3. Reliabilitas ........................................................................................ 27

G. Teknik Analisis Data .............................................................................. 28

1. Anlisis Deskriptif ............................................................................. 28

2. Uji Hipotesis ..................................................................................... 28

H. Jadwal Rencana Penelitian ..................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai UN Matematika Siswa SMA ...................................................... 2

Tabel 2. Nilai UN Matematika Siswa SMA ...................................................... 2

Tabel 3. Skema Desain Eksperimen .................................................................. 25

Tabel 4. Kategorisasi Analisis Deskriptif .......................................................... 28


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu aspek ilmu yang memegang peran

penting dalam kehidupan. Peran penting matematika sebagai ilmu pengetahuan

menjadikan setiap jenjang pendidikan siswa dibuat mata pelajaran matematika.

Tatiana, Murnaka, dan Wiyanti (2018) mengemukakan bahwa melalui

pembelajaran matematika, siswa dilatih untuk terbiasa berpikir secara kritis, logis,

kritis, ilmiah serta mampu meningkatkan kreativitas. Wigati dan Sutriyono (2017)

mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dapat mengoptimalkan fungsi

otak kiri dan otak kanan.

Pelajaran matematika sudah sejak dulu sebagai salah satu pelajaran yang

sulit dan menakutkan. Seperti yang dikemukakan oleh Yuliana (2013) bahwa

matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian

besar siswa. Hasil belajar matematika belum menunjukkan hasil yang

memuaskan. Berdasarkan hasil studi Program for International Student

Assessment (OECD, 2016) tahun 2015 menunjukkan Indonesia menduduki

peringkat 64 dari 72 negara. Sedangkan dari hasil studi Trends in International

Mathematics and Science Study tahun 2015 (Mullis, Martin, Foy & Hooper,

2016), menunjukkan siswa Indonesia berada pada peringkat 44 dari 49 negara

dalam hal melakukan prosedur ilmiah.


Salah satu indikator bahwa matematika sukar untuk dikuasai siswa terlihat

dari hasil Ujian Nasional (UN). Data yang dikeluarkan oleh Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (Puspendik Kemdikbud, 2018) menunjukkan bahwa

pada jenjang SMA jurusan IPA menunjukkan penurunan nilai UN Matematika

dari 2015 sampai 2018. Begitupun juga dengan jurusan IPS dan Bahasa pada

tahun 2015-2018 mengalami penurunan UN pada mata pelajaran matematika.

Untuk SMA Nasional Makassar sebagai subjek penelitian, hasil UN Matematika

dalam lima tahun terakhir mengalami naik turun di tiap tahunnya bahkan menurun

secara drastic dari tahun 2016 hingga 2019.

Tabel 1. Nilai UN Matematika Siswa SMA


IPA IPS BAHASA

2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018

59,7 53,5 41,9 37,2 56,0 47,9 37,9 33,2 47,7 42,7 37,7 35,2

3 4 2 5 6 2 6 3 3 2 6 8

Tabel 2. Nilai UN Matematika SMA Nasional Makassar


2015 2016 2017 2018 2019

66,05 84,42 30,82 24,86 30,97

Matematika dianggap banyak siswa merupakan pelajaran yang sulit

sehingga diperlukan upaya yang besar dalam mempelajari matematika.

Kusumawati (2017) mengemukakan penyebab rendahnya nilai UN pelajaran

matematika karena adanya kecemasan matematika yang muncul akibat

ketidakpercayaan diri siswa menghadapi ujian dan khawatir mendapat nilai jelek

membuat tidak optimalnya siswa dalam mengerjakan soal ujian. Kidd (Aunurrofiq

dan Junaedi, 2017) mengemukakan bahwa kecemasan matematika yang dialami


siswa disebabkan oleh anggapan dasar tentang matematika itu sendiri,

pengalaman pembelajaran di kelas, cara pengajaran.

Penerapan gaya belajar matematika yang diterapkan guru yang tidak

menarik bahkan cenderung menghakimi membuat pelajaran matematika dihindari.

Suparjo (2007) mengemukakan bahwa guru cenderung melakukan pengajaran

matematika dengan metode hapalan untuk mengejar target kurikulum sehingga

patokannya bukan pada penguasaan materi siswa. Selain itu, siswa yang

cenderung berbuat kesalahan akan mendapatkan hukuman dan pelabelan untuk

siswa pintar dan bodoh yang didasarkan pada hasil akademik. Hal tersebut

membuat siswa merasa cemas saat pelajaran matematika berlangsung.

Proses pengajaran yang berbasis target dan pelabelan siswa pintar dan

bodoh membuat siswa tidak yakin dalam proses pembelajaran matematika.

Yuliana (2013) mengemukakan bahwa pada saat kegiatan belajar mengajar, masih

banyak siswa yang mengeluh, merasa cemas, khawatir, bahkan tak yakin ketika

siswa hendak memulai pelajaran. Astuti dan Purwanto (2014) mengemukakan

bahwa keresahan tersebut bisa menjadi beban dan membuat para siswa merasa

takut, tertekan, dan depresi menghadapi ujian dan sangat tidak menutup

kemungkinan berdampak pada kecemasan jika nantinya gagal dalam ujian.

Kecemasan matematika yang dialami membuat siswa tidak maksimal dalam

proses pembelajaran matematika. Ashcraft (2002) mendefenisikan kecemasan

matematika sebagai perasaan tegang, takut, atau takut yang mengganggu kinerja

matematika. Kecemasan matematika ditunjukkan dengan menghindari lingkungan

dan karir yang membutuhkan pemanfaatan keterampilan matematika. Richardson


dan Suinn (1972) mengemukakan bahwa kecemasan matematika dapat

menyebabkan siswa gagal mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

Hasil belajar yang tidak maksimal pada pelajaran matematika siswa

diakibatkan karena rasa tidak percaya diri dan ketidakberdayaan. Halgin (Putro,

2016) mengemukakan bahwa seseorang yang mengalami kecemasan mudah

merasa tidak berdaya dan seringkali berada dalam keadaan tertekan dan sulit

untuk berkonsentrasi. Akibat yang ditimbulkan terkadang merasakan ketegangan

yang sangat besar sehingga tidak dapat berpikir. Ashcraft (2002) mengemukakan

bahwa kecemasan matematika berakibat pada terganggunya kinerja matematika.

Survei awal yang dilakukan kepada 34 siswa kelas XI SMA Nasional

Makassar menunjukkan bahwa sebanyak 18 siswa (53%) mengalami kecemasan

matematika yang tinggi, 12 siswa (35%) kategori sedang, serta 4 siswa (12%)

kategori rendah. Hasil survei juga menunjukkan kekhawatiran (afeksi) yang

ditandai dengan takut mendapat nilai jelek pada ujian matematika sebanyak 31

siswa. Pada gejala fisik yang ditandai dengan jantung berdebar cepat sebanyak 22

siswa. Berdasarkan hasil survei tersebut didapatkan bahwa sebagian besar siswa

memiliki kecemasan matematika yang tinggi. Survei yang dilakukan berdasarkan

teori kecemasan matematika Whyte dan Anthony (2012) dengan aspek yakni

kognitif, afektif, dan fisiologis.

Selain efek yang ditampilkan pada hasil survei, ditemukan pula adanya

peran emosi terhadap kecemasan matematika. Wahid, Yusof, dan Razak (2014)

mengemukakan bahwa emosi memiliki peran penting dalam kecemasan

matematika yang dihadapi siswa. Perlunya upaya dalam mengatasi kecemasan


matematika seyogyanya dilakukan agar siswa dapat belajar dengan efektif.

Terdapat beberapa intevensi yang dapat dilakukan dalam menurunkan kecemasan

matematika, seperti melalui terapi musik klasik Mozart (Rizki, 2018), konseling

kognitif (Shobabiya dan Prasetyaningrum, 2018), dan menulis ekpresif (Shen,

Yang, Zhang, dan Zhang, 2018; Park, Ramirez, dan Beilock, 2014; Hines, Brown,

dan Myran, 2016; Walter, 2018).

Pada penelitian ini, peneliti memilih menulis ekspresif sebagai intervensi

dalam menurunkan kecemasan karena menulis dapat meluapkan emosi siswa

secara terbuka. Pennebaker dan Smyth (2016) mengemukakan perlunya

pengungkapan emosi yang dialami membantu individu mendapatkan wawasan

tentang penyebab kecemasan yang dialami. Terbuka mengenai perasaan siswa itu

berdampak pada kecemasan matematika yang dialami. Terbuka mengenai

pengungkapan perasaan dapat dilakukan dengan menulis. Menulis membantu

siswa mengontrol emosi dengan mengubah pengalaman dalam bahasa maupun

kata-kata yang dituliskan.

Penelitian yang dilakukan Shen, Yang, Zhang, dan Zhang (2018)

menunjukkan bahwa melalui menulis ekspresif dapat mengurangi kecemasan

menjelang ujian matematika pada 200 siswa SMA di Tiongkok. Penelitian lain

dilakukan Park, Ramirez, dan Beilock (2014) menunjukkan bahwa menulis

ekspresif dapat mengurangi kecemasan matematika yang ditandai performansi

kinerja meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan Hines, Brown, dan Myran

(2016) pada siswa SMA menunjukkan bahwa menulis ekspresif dapat

menurunkan kecemasan ketika menghadapi ujian. Berdasarkan penelitian yang


telah dilakukan, menulis ekspresif dapat dijadikan sebagai bentuk intervensi

dalam mengurangi kecemasan matematika siswa SMA.

Menulis ekspresif dapat dijadikan sebagai upaya mengurangi kecemasan

karena siswa dapat menuangkan perasaannya secara terbuka tanpa adanya aturan-

aturan yang rumit. Pennebaker dan Beall (1986) mengemukakan bahwa teknik

menulis ekspresif merupakan teknik yang sederhana sehingga mendorong

individu dapat menulis secara bebas tentang pikiran dan perasaan. Remirez dan

Beilock (2011) mengemukakan bahwa menulis ekspresif membantu

meningkatkan kinerja yang lebih baik. Hasil lainnya juga menunjukkan bahwa

menulis ekspresif dapat mengurangi stres menjelang ujian.

Melalui menulis ekspresif siswa dapat mengungkapkan perasannya secara

terbuka melalui tulisan yang dibuat. Wright (2005) mengemukakan bahwa melalui

menulis ekspresif dapat membantu individu untuk memahami dirinya dengan

lebih baik yang berdampak pada pengurangan stres berujung pada perbaikan

kualitas mental dan fisik. Penelitian yang dilakukan Susanti dan Supriyanti (2013)

mengungkap bahwa melalui menulis ekspresif individu merefleksikan pikiran dan

perasaan terdalamnya terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan. Sehingga

menulis ekspresif dapat membantu siswa dalam menurunkan kecemasan

matematika dengan mengungkapkan perasaan secara terbuka dengan menulis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika

merupakan salah satu pelajaran membuat kebanyakan siswa merasa cemas.

Kecemasan matematika ini timbul akibat persepsi matematika sebagai pelajaran

yang sulit dan gaya belajar guru yang tidak sesuai dengan harapan siswa.
Kecemasan matematika ini membuat siswa takut, khawatir, dan tegang yang dapat

mempengaruhi performa matematika. Peneliti bertujuan untuk mengurangi

kecemasan matematika siswa dengan menggunakan intervensi menulis ekspresif

agar pelajaran matematika tidak lagi membuat khawatir siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dari penelitian ini adalah

apakah menulis ekspresif efektif dalam mengurangi kecemasan matematika pada

siswa SMA Nasional Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas

menulis ekspresif dalam mengurangi kecemasan matematika siswa SMA Nasional

Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap

ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi tentang efektivitas menulis

ekspresif terhadap penurunan kecemasan matematika pada siswa.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lembaga Pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai salah satu metode dalam mengurangi kecemasan matematika

pada siswa.

b. Bagi subjek penelitian, diharapkan menambah pengetahuan tentang

menulis ekspresif sebagai upaya dalam mengurangi kecemasan

matematika.

c. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut referensi terhadap

penelitian sejenis.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kecemasan Matematika

1. Pengertian Kecemasan Matematika

Ashcraft (2002) mendefenisikan kecemasan matematika sebagai perasaan

tegang, gelisah atau takut yang mengganggu kinerja matematika. Mutodi dan

Ngirande (2014) mengemukakan bahwa kecemasan matematika adalah keadaan

perasaan tenggelam, ketidakpastian serta keputusasaan dalam melakukan dan

memahami matematika. Richardson dan Suinn (1972) mengemukakan bahwa

kecemasan matematika melibatkan perasaan tegang dan cemas yang dapat

mengganggu dalam manipulasi angka dan pemecahan masalah matematika pada

situasi akademik.

Das dan Das (2013) mengemukakan bahwa kecemasan matematika, dianggap

sebagai ketakutan yang menghasilkan respons negatif khusus untuk pembelajaran,

atau melakukan kegiatan matematika yang dapat mengganggu kinerja. Kecemasan

matematika sebagai konstruk psikologis dapat mengganggu dalam

mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Selain itu, kecemasan matematika

dapat dianggap sebagai faktor penting yang signifikan dari keterampilan

pemecahan masalah siswa yang buruk dalam matematika.


Mutodi dan Ngirande (2014) mengemukakan bahwa rasa takut tidak mampu

melakukan perhitungan matematika atau rasa takut bahwa itu terlalu sulit maupun

rasa takut gagal yang sering berasal dari kurangnya kepercayaan diri. Kecemasan

matematika mempengaruhi siswa dalam berperilaku. Kecemasan yang parah bagi

sebagian siswa dapat menyebabkan ketakutan pada matematika sementara untuk

yang lain mungkin menyebabkan peningkatan prestasi. Siswa yang memiliki

pengalaman buruk belajar matematika sering mengembangkan kecemasan

matematika.

Berdasarkan pemaparan di atas, kecemasan matematika merupakan situasi

yang dialami individu yang ditandai dengan adanya rasa khawatir dan takut

sehingga mempengaruhi kinerja dalam matematika.

2. Aspek Kecemasan Matematika

Trujillo dan Hadfield (1999) mengemukakan terdapat 3 aspek kecemasan

matematika yakni:

a. Aspek kepribadian yang meliputi keengganan untuk bertanya karena rasa

malu, merasa rendah diri dan harga diri yang kurang saat proses

pembelajaran matematika.

b. Faktor lingkungan meliputi pengalaman negatif di kelas, tuntutan tinggi

dari orang tua, guru yang tidak peka melihat kondisi siswa, penggunaan

metode dengan menghapal.

c. Faktor intelektual meliputi gaya belajar yang tidak cocok, kurang gigih

dalam belajar matematika dan kurangnya kegunaan matematika dalam

kehidupan
Whyte dan Anthony (2012) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek

kecemasan matematika, yakni:

a. Aspek kognitif berkaitan dengan pola pemahaman siswa dalam

pembelajaran matematika yang ditandai dengan munculnya pemikiran

negatif dan pemikiran yang kosong (blank out).

b. Aspek afektif berkaitan dari dalam diri seperti tidak percaya akan

kemampuan sendiri, takut terlihat bodoh dihadapan teman dan gurunya

dan kehilangan harga diri seperti pada selalu pesimis dengan nilai yang

akan di dapatkan.

c. Aspek fisiologis berkaitan dengan kondisi tubuh seperti berkeringat,

denyut jantung yang meningkat, mual bahkan mengalami ketegangan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

kecemasan matematika yakni terdiri dari kognitif, afektif dan fisiologis.

3. Faktor-faktor Kecemasan Matematika

Mutodi (2014) mengemukakan bahwa terdapat 3 faktor penyebab kecemasan

matematika yakni kepercayaan, lingkungan belajar dan respon antipatif.

Kepercayaan termasuk stereotip yang memandang bahwa siswa kurang mahir

dalam pelajaran matematika dan cenderung mengaitkan stereotip menjadi hal

yang alami. Faktor lingkungan seperti kecemasan guru saat mengajar, kegagalan

dan pengaruh pengalaman awal sekolah pada saat pelajaran matematika.

Sedangkan respon antipatif seperti metode mengajar dengan menghapal aturan

dan manipulasi simbol dengan sedikit atau tanpa kemampuan memahami

pelajaran matematika.
Suminta (2014) mengemukakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan

kecemasan akademik, yakni:

a. Faktor Lingkungan

1) Dukungan akademik orang tua, tidak berperan langsung dalam

menurunkan kecemasan matematika. Akan tetapi dukungan akademik

orangtua berperan secara tidak langsung dengan meningkatkan

kemampuan psikologis berupa efikasi diri matematika dan flow.

Kekuatan karakteristik internal yang dimiliki individu termasuk

kepercayaan, sikap terhadap matematika, sikap terhadap pelajaran, dan

pengetahuan siswa pada matematika yang kesemuanya ini mempunyai

kekuatan untuk meningkatkan kemampuan matematika dan

mengurangi kecemasan matematika.

2) Dukungan akademik teman sebaya, berpengaruh positif terhadap

kecemasan matematika. Artinya, kecemasan matematika siswa akan

meningkat apabila dukungan teman sebaya tidak banyak, dan

sebaliknya semakin besar dukungan yang diberikan oleh teman sebaya

akan menyebabkan kecemasan matematikanya menurun. Hal ini

dimungkinkan karena keterlibatan teman sebaya justru menjadikan

anak rentan menerima tekanan dari kelompok teman sebayanya.

Teman sebaya dianggap sebagai kompetitor utama di dalam kelas.

3) Iklim kelas, merupakan faktor yang berperan secara langsung terhadap

kecemasan matematika. Iklim kelas merupakan komponen penting


kelas yang menjadikan proses pembelajaran menarik atau menjadikan

guru dan siswa saling mendukung dalam proses pembelajaran.

Interaksi yang positif tercipta apabila terjadi interaksi yang baik antara

guru dan siswa. Guru dapat memahami tentang keadaan siswa,

menciptakan lingkungan kelas yang sehat, menanggapi secara sosial-

emosional kebutuhan yang berbeda antar siswa sehingga dapat

mendukung keberhasilan siswa dalam belajar

b. Faktor Individu

1) Efikasi diri matematika, mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi

dan perilaku seseorang. Seseorang dengan efikasi diri tinggi percaya

bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-

kejadian disekitarnya sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah

menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala

sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan

efikasi diri yang rendah cenderung akan mudah menyerah, sementara

orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk

mengatasi tantangan yang ada. Siswa yang memiliki efikasi diri yang

lebih tinggi menunjukkan ketajaman dalam perhitungan matematika

dan menunjukkan ketekunan yang lebih besar dalam pengerjaan soal-

soal matematika yang sulit daripada siswa yang mempunyai efikasi

diri yang rendah.

2) Flow, pada siswa yang mempunyai flow yang tinggi, siswa akan

mampu seimbang dengan tingkat tantangan yang dihadapi dengan


kemampuan, melakukan aktivitas dengan total, berkonsentrasi, dan

merasa senang dalam melaksanakan kegiatan terutama belajar

matematika. Dengan demikian, posisi flow yang tinggi pada siswa

dapat meningkatkan motivasi dan kinerja yang secara otomatis akan

mengurangi kecemasan matematika.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

menyebabkan kecemasan matematika yakni faktor lingkungan terdiri dari

dukungan akademik, teman sebaya, dan iklim kelas serta faktor individu yang

terdiri efisikasi diri matematika dan flow.

B. Menulis Ekspresif

1. Pengertian Menulis Ekspresif

Shen, Yang, Zhang, dan Zhang (2018) mengemukakan bahwa menulis

ekspresif mengacu pada teknik menulis bagian yang mendalam dan bermakna

tentang topik yang signifikan secara pribadi, seperti peristiwa traumatis maupun

masalah yang pernah dihadapi. Boals, Murrell, Berntsen, Southard-Dobbs dan

Agtarap (2015) mengemukakan bahwa menulis ekspresif merupakan intervensi

dengan melibatkan tulisan individual tentang pikiran dan perasaan terdapat yang

ditulis dalam beberapa sesi dengan durasi tententu. Pennebaker dan Beall (1986)

mengemukakan bahwa menulis ekspresif merupakan intervensi psikologis untuk

membantu mengatasi kesulitan hidup.

Pennebaker (2018) mengemukakan bahwa menulis ekspresif sebagai tulisan

yang mencerminkan pikiran dan perasaan tentang pengalaman hidup otentik yang

telah dialami. Travagin, Margola dan Revenson (2015) mengemukakan bahwa


menulis ekspresif merupakan intevensi yang difokuskan pada individu serta

dirancang untuk meningkatkan ekspresi dan proses emosional yang dapat

meningkatkan kondisi psikologis dan kesehatan. Taylor, Jouriles, Brown, Goforth

dan Banyard (2016) mengemukakan bahwa intervensi menulis ekspresif dapat

dilakukan di sekolah karena berbiaya murah dan menujukkan hasil yang

signifikan dalam mengatasi permasalahan siswa.

Purnamarini, Setiawan dan Hidayat (2016) mengemukakan bahwa menulis

ekspresif merupakan salah satu bentuk layanan responsif yang merupakan

pemberian bantuan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan masalah yang

memerlukan pertolongan dengan segera. Menulis ekspresif dapat membantu siswa

yang memiliki masalah kecemasan pada kategori tinggi saat menghadapi ujian

sekolah dengan mengungkapkan perasaan serta pemikiran yang jujur, dituangkan

dalam bentuk tulisan tanpa adanya aturan baku pada proses penulisan. Konsep

dasar dalam menulis ekspresif adalah ketika orang mengubah perasaan dan

pikiran mengenai hal yang bersifat pribadi dan pengalaman menjengkelkan yang

dituangkan melalui tulisan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis ekpresif

merupakan salah satu bentuk intervensi dengan mengungkapkan pikiran dan

perasaan yang dirasakan. Menulis ekpresif dilakukan pada selembar kertas dengan

durasi waktu tententu.

2. Paradigma Dasar Menulis Ekspresif

Pennebaker (2018) mengemukakan bahwa menulis ekspresif sebagai tulisan

yang mencerminkan pikiran dan perasaan tentang pengalaman hidup otentik yang
telah dialami. Pennebaker (1997) mengemukakan bahwa waktu pelaksanaan

selama tiga sampai lima hari berturut-turut dengan durasi lima belas sampai tiga

puluh menit setiap kali menulis dan umumnya tidak ada umpan balik yang

diberikan. Adapun instruksi standar yang diberikan yakni:

“Selama tiga hari ke depan, saya ingin anda menuliskan tentang perasaan
dan pengalaman terdalam yang pernah dialami dan mempengaruhi hidup anda.
Saya ingin anda benar-benar mengeksplorasi dan melepaskan emosi dan pikiran
anda. Anda juga dimungkinkan untuk mengaitkan topik tulisan anda seperti
hubungan dengan orang lain termasuk orang tua, orang terkasih maupun teman
yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu dan sekarang, anda ingin menjadi
siapa maupun siapa anda saat ini. Anda bebas menuliskan pengalaman yang
sama selama empat hari maupun pengalaman yang berbeda tiap harinya. Tulisan
yang anda buat sepenuhnya dirahasiakan. Anda tidak perlu khawatir mengenai
ejaan, sturktur kalimat maupun tata bahasa. Satu-satunya aturan adalah begitu
anda mulai menulis, terus lakukan sampai waktu habis.”

Pennebaker dan Chung (2014) mengemukakan bahwa paradigma dasar

mengenai menulis ekspresif meminta individu untuk menulis pengalaman

traumatis telah meluas pada berbagai lingkup peristiwa atau pengalaman yang

lebih spesifik. Pennebaker (1997) mengemukakan bahwa standar menulis

ekspresif dapat dilihat dari penggunaan kata-kata emosi negatif seperti marah dan

sedih, emosi positif seperti bahagia dan tertawa, kata-kata sebab akibat seperti

karena dan alasan, dan kata-kata pemahaman seperti mengerti dan menyadari.

Ketika kegiatan menulis berlangsung, individu dianjurkan untuk menulis

dalam keadaan nyaman dan tidak terganggu. Pennebaker, Cholder dan Sharp

(1990) menginstruksikan partisipan untuk menulis dalam sebuah ruangan sebagai

upaya agak subjek dapat menulis dalam keadaan sendiri dan tanpa kehadiran

orang lain. Altrows (Pratiwi, 2018) mengemukakan bahwa walaupun dianjurkan

dalam penggunaan aturan individual agar tidak terganggu, penggunaan ruangan


pada kelompok partisipan ketika menulis juga menunjukkan keefektifan. Individiu

diminta untuk menulis dalam satu ruangan, setiap partisipan tidak diperbolehkan

untuk melakukan interupsi atau mengganggu antar partisipan.

Pennebaker (2018) mengemukakan bahwa jika tidak mengungkapkan

pengalaman traumatis seseorang menjadikan kondisi fisik dan psikologi

terganggu, maka perlu upaya dalam mengungkapkan untuk meningkatkan

kesehatannya. Pennebaker (1997) mengemukakan bahwa paradigma penulisan

sangat kuat, mulai dari anak-anak hingga orang tua, dari siswa berprestasi hingga

tingkat keamanan maksimal narapidana mengungkapkan pengalaman traumatis

seperti kehilangan, kematian, pelecehan fisik dan seksual. Hasil menunjukkan

bahwa individu akan mengungkapkan secara mendalam aspek pribadi.

Standar penulisan menulis ekspresif mengharuskan individu menuliskan

pengalaman emosionalnya. Perasaan emosional dapat terlihat dari kata-kata

positif, kata-kata negatif, hubungan sebab akibat, dan kata-kata mengenai

pemahaman. Menulis ekspresif dilakukan pada ruangan dengan kondisi antar

individu tidak saling menganggu agar proses menulis dapat berjalan maksimal.

Menulis ekspresif dapat diberikan semua kalangan dengan berbagai latar belakang

yang berbeda.

3. Manfaat Menulis Ekspresif

Purnamarini, Setiawan dan Hidayat (2016) mengemukakan bahwa menulis

ekspresif bermanfaat dalam membantu siswa menurunkan kecemasan saat ujian

sekolah. Kecemasan yang dirasakan oleh siswa saat ujian akan mempengaruhi

hasil ujian. Permasalahan yang diungkapkan dalam kelompok menuntut siswa


agar mampu mengelola diri sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasaan saat

ujian sekolah.

Park, Ramirez dan Beilock (2014) mengemukakan bahwa melalui menulis

ekspresif dapat mengurangi kemungkinan kekhawatiran terkait matematika

selama pelajaran berlangsung. Siswa yang mengalami kecemasan matematika

yang menggunakan kata-kata mengenai kecemasan dalam tulisan menunjukkan

kinerja yang lebih baik dalam menyelesaikan persoalan matematika. Menulis

ekspresif membantu siswa menjauhkan diri dari sumber stres langsung. Menulis

mengenai kekhwatiran kinerja terhadap matematika membantu siswa dalam

mengidentifikasi, membedakan dan memahami pengalaman emosional siswa.

Shen, Yang, Zhang dan Zhang (2018) mengemukakan bahwa menulis

ekspresif memberikan dampak kognitif dari emosi positif termasuk mengurangi

stres belajar, pembelajaran yang efisien, tingkat kepercayaan yang tinggi dalam

kinerja, mendapatkan persetujuan orang lain, memenuhi harapan orangtua, dan

berkembang lebih baik. Sedangkan dampak emosional termasuk kesenangan fisik

dan mental, relaksasi, dan peningkatan kualitas tidur. Baikie dan Wilhelm (2005)

mengemukakan dua dampak dari menulis ekpresif, yakni bagi kesehatan dan

hubungan sosial.

a. Manfaat terhadap kesehatan yakni peningkatan fungsi kekebalan tubuh,

mengurangi tekanan darah, peningkatan fungsi hati dan paru-paru,

memperbaiki suasana hati, meningkatkan kesejahteraan psikologis, dan

mengurangi gejala depresi.


b. Manfaat terhadap hubungan sosial, mengurangi ketidakhadiran dalam

pekerjaan/kelas, peningkatan gairah kerja, nilai rata-rata siswa meningkat,

mengubah perilaku sosial menjadi lebih peduli.

Manfaat yang dirasakan individu setelah menulis ekpresif khususnya bagi

siswa yakni adanya perubahan pada kognitif dan emosi. Melalui menulis

ekspresif, terjadi peningkatan emosi positif siswa sehingga mampu meningkatkan

kinerja akademik. Siswa dapat mengidentifikasi, membedakan dan memahami

pengalaman emosional sehingga lebih terbuka dalam mengungkapkan

perasaannya setelah menulis ekspresif.

C. Intervensi Menulis Ekspresif untuk Menurunkan Kecemasan

Matematika Siswa

Pizzie dan Kraemer (2017) mengemukakan bahwa kecemasan matematika

ditandai dengan perasaan negatif terhadap matematika yang mengakibatkan

penghindaran kelas. Park, Ramirez dan Beilock (2014) mengemukakan bahwa

kecemasan matematika dapat berdampak negatif pada pemecahan masalah

matematika dengan menciptakan kekhawatiran terkait kinerja yang mengganggu

memori kerja dalam mengerjakan tugas yang dihadapi. Ramirez dan Beilock

(2011) mengemukakan bahwa menulis ekspresif bermanfaat dalam meningkatkan

kinerja matematika dengan mengurangi pikiran dan kekhawatiran yang

mengganggu, sehingga perlunya menulis ekspresif bagi siswa.

Intervensi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan matematika

siswa yakni dengan menulis ekspresif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hines, Brown dan Myran (2016) pada 93 siswa SMA menunjukkan bahwa siswa

mengalami penurunan kecemasan matematika setelah menulis ekpresif selama 15

menit sehari selama tiga hari. Selama proses menulis ekspresif, kata-kata yang

muncul adalah kata positif seperti bahagia dan kata negatif seperti kemarahan,

kecemasan dan kesedihan. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan hasil belajar

matematika siswa setelah melakukan menulis ekspresif.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Walter (2018) pada 40 siswa sekolah

menengah menunjukkan bahwa melalui intervensi menulis ekspresif, kecemasan

matematika siswa dapat menurun. Siswa yang memiliki tingkat kecemasan

matematika yang tinggi menunjukkan penurunan kecemasan. Selain itu, siswa

yang memiliki tingkat kecemasan matematika yang tinggi setelah mendapatkan

intervensi menulis ekspresif terjadi peningkatan prestasi matematika. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa menulis ekspresif dapat menurunkan kecemasan

matematika pada siswa.

D. Kerangka Pikir

Pada proses pembelajaran di sekolah, matematika merupakan salah satu

pelajaran yang diajarkan diberbagai jenjang pendidikan. Matematika merupakan

salah satu mata pelajaran yang sulit bagi siswa. Pelajaran matematika menjadi hal

yang dihindari siswa. Siswa menjadi gugup dan khawatir saat pelajaran

matematika berlangsung. Kecemasan matematika sebagian besar terjadi dari

ketakutan siswa yang merasa gagal dan perasaan tidak mampu untuk menghadapi

pelajaran matematika.
Kecemasan matematika merupakan merupakan situasi yang dialami individu

yang ditandai dengan adanya rasa khawatir dan takut sehingga mempengaruhi

kinerja dalam matematika. Terdapat tiga aspek kecemasan matematika, yakni

aspek kognitif, afektf dan fisiologis. Aspek kognitif berkaitan dengan pola

pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika yang ditandai dengan

munculnya pemikiran negatif dan pemikiran yang kosong (blank out). Aspek

afektif berkaitan dari dalam diri seperti tidak percaya akan kemampuan sendiri,

takut terlihat bodoh dihadapan teman dan gurunya dan kehilangan harga diri

seperti pada selalu pesimis dengan nilai yang akan di dapatkan. Aspek fisiologis

berkaitan dengan kondisi tubuh seperti berkeringan, denyut jantung yang

meningkat, mual bahkan mengalami ketegangan.

Penyebab siswa memiliki kecemasan matematika siswa terbagi menjadi dua

faktor yakni dukungan orang dan individu. Faktor lingkungan seperti dukungan

orang tua yang tidak memperhatikan kondisi akademik siswa, teman sebaya yang

tidak memberikan dukungan dalam pelajaran matematika serta iklim kelas yang

tidak menarik baik dari cara belajar hingga kondisi ruangan yang tidak memadai.

Faktor kedua yakni faktor individu seperti efesikasi diri matematika yang rendah

membuat siswa tidak percaya diri saat pelajaran matematika berlangsung, siswa

yang memiliki flow yang rendah tidak menjadikan pelajaran matematika sebagai

tantangan yang harus dihadapi bahkan cenderung untuk dihindari.

Salah satu penanganan dalam mengurangi kecemasan matematika yakni

dengan terbuka mengenai kecemasan siswa itu sendiri. Terbuka mengenai

kecemasan matematika yang dialami sangat penting karena memberikan umpan


balik pada lingkungan siswa. Terbuka mengenai kecemasan dapat dilakukan

dengan menulis. Menulis membantu siswa mengontrol emosi dengan mengubah

pengalaman dalam bahasa maupun kata-kata yang dituliskan. Menulis membantu

siswa mendapatkan wawasan mengenai penyebab dan pengurangan kecemasan.

Siswa yang mengalami kecemasan matematika akan melakukan intervensi

menulis ekspresif dengan menuliskan perasaan dan pikiran yang dirasakan. Siswa

mengungkapkan pengalaman yang didapatkan secara bebas melalui tulisan. Siswa

akan menuliskan perasaanya selama tiga hari berturut-turut dengan setiap harinya

menulis selama lima belas menit. Namun sebelum memulai, siswa akan diberikan

pemahaman terlebih dahulu mengenai intervensi menulis ekspresif.

Siswa akan diberikan kertas dan alat tulis untuk menuliskan perasaan dan

pikirannya. Siswa diminta untuk untuk membuat narasi tentang matematika, ujian,

dan sekolah. Siswa menulis selama satu sesi dengan durasi waktu lima belas

menit dan tidak diperkenankan untuk berhenti ketika waktu belum habis. Apabila

siswa sudah tidak memiliki ide untuk menulis lagi, maka siswa diperkenankan

untuk mengulangi cerita yang ditulisnya hingga sesi berakhir. Ketika waktu habis,

peneliti mengambil kertas yang digunakan siswa dan menyimpannya. Setelah itu,

siswa diminta untuk bercerita, merefleksikan hal yang telah dituliskan. Intervensi

ini akan dilakukan selama tiga sesi berturut-turut.

Siswa yang diberikan intervensi menulis ekspresif diharapkan kecemasan

matematikanya mengalami penurunan karena terjadi perubahan persepsi negatif

menjadi positif saat proses menulis. Melalui intervensi menulis ekspresif, siswa

meluapkan perasaan dan pikirannya secara emosional secara bebas tanpa adanya
kritikan, pembalasan maupun judjement dari orang lain. Proses yang didapatkan

siswa selama intervensi menulis ekspresif membuat siswa mendapatkan insight

yang membantunya menjadi lebih sadar mengenai pikiran, perasaan dan

kemampuan siswa dalam menghadapi tuntutan pelajaran matematika.

Menulis ekspresif dilakukan selama


empat hari berturut-turut dengan durasi
waktu 15 menit tiap harinya

Siswa yang sedang


Siswa mengalami
mengalami kecemasan
kecemasan matematika penurunan kecemasan
yang tinggi matematika

Menurunnya
kecemasan matematika
dilihat dari penurunan
skor pretest ke posttest

Gambar 1. Kerangka Pikir

E. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu menulis ekspresif dapat menurunkan

kecemasan matematika siswa SMA Nasional Makassar.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel

Adapun variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (X) : Menulis ekspresif

2. Variabel terikat (Y) : Kecemasan matematika

3. Variabel Kontrol (Z) : Prestasi belajar matematika

B. Definisi Operasional

1. Kecemasan matematika

Kecemasan matematika merupakan situasi yang dialami siswa yang ditandai

dengan adanya rasa khawatir dan takut terhadap matematika. Siswa merasa

khawatir pada saat proses belajar matematika sehingga mempengaruhi kinerja

dalam matematika. Kecemasan matematika dalam penelitian ini diungkap

berdasarkan teori dari Whyte dan Anthony (2012). Terdapat tiga aspek dari

kecemasan matematika yakni aspek kognitif, afektif dan fisiologis Aspek kognitif

berkaitan dengan pola pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika yang

ditandai dengan munculnya pemikiran negatif dan pemikiran yang kosong (blank
out). Aspek afektif berkaitan dari dalam diri seperti tidak percaya akan

kemampuan sendiri, takut terlihat bodoh dihadapan teman dan gurunya dan

kehilangan harga diri seperti pada selalu pesimis dengan nilai yang akan di

dapatkan. Aspek fisiologis berkaitan dengan kondisi tubuh seperti berkeringat,

denyut jantung yang meningkat, mual bahkan mengalami ketegangan. Jika skor

pada skala kecemasan matematika tinggi, maka kecemasan matematika siswa

tinggi dan jika skor pada skala kecemasan matematika rendah, maka kecemasan

matematika siswa rendah.

2. Menulis Ekspresif

Menulis ekpresif merupakan salah satu bentuk intervensi dengan

mengungkapkan pikiran dan perasaan yang dirasakan yang dilakukan pada

selembar kertas yang ditandai dengan penggunaan kata-kata emosi negatif seperti

marah dan sedih, emosi positif seperti bahagia dan tertawa, kata-kata sebab akibat

seperti karena dan alasan, dan kata-kata pemahaman seperti mengerti dan

menyadari. Siswa akan diberikan kertas dan alat tulis untuk menuliskan perasaan

dan pikirannya. Siswa diminta untuk untuk membuat narasi mengenai pengalaman

emosional tentang matematika, ujian, dan sekolah selama tiga hari berturut-turut

dengan setiap harinya menulis selama lima belas menit mengacu pada penelitian

Hines, brown, dan Myran (2016). Menulis ekspresif bertujuan agar siswa

meluapkan perasaan dan pikirannya secara emosional secara bebas tanpa adanya

kritikan, pembalasan maupun judjement dari orang lain.

3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar matematika yang dimaksud yaitu nilai rapor siswa pada belajar

matematika. Adapun kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada pelajaran

matematika di SMA Nasional Makassar yakni 70. Siswa yang memiliki nilai

kriteria ketuntasan minimal (KKM) dalam pelajaran matematika dapat mengikuti

intervensi menulis ekspresif.

C. Rancangan Eksperimen

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen one group pretest-posttest

design. Suryabrata (2013) mengemukakan bahwa rancangan ini menggunakan

satu kelompok subjek. Rancangan ini menggunakan dua kali pengukuran.

Pengukuran diawal yang disebut pretest, subjek dikenakan perlakuan untuk

jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran setelah dikenai perlakuan

yang disebut posttest.

Pada awal penelitian, peneliti akan mengukur tingkat kecemasan kecemasan

siswa dengan menggunakan skala yang akan disusun. Setelah mengukur

kecemasan siswa, peneliti akan memberikan perlakuan pada siswa dengan

menulis ekspresif yang dilakukan selama tiga sesi. Setelah melakukan semua sesi

menulis ekspresif, peneliti lalu memberikan skala kecemasan matematika kepada

siswa untuk mengukur tingkat kecemasan matematika siswa setelah mengikuti

menulis ekspresif. Desain pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3. Skema Desain Eksperimen


Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O1 X O2
Keterangan:
O1 : Pretest sebelum perlakukan
O2 : Posttest setelah perlakuan
X : Menulis ekspresif

D. Subjek Penelitian

Kriteria subjek penelitian ini, yaitu:

1. Siswa SMA Nasional Makassar.

2. Mampu mengekspresikan pikiran atau perasaannya dalam bentuk tulisan

ekspresif.

3. Menyukai menyampaikan pendapat melalui tulisan.

4. Memiliki kecemasan matematika yang tinggi.

5. Bersedia mengikuti penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala

psikologis. Azwar (2016) menggunakan bahwa skala psikologis merupakan

sekumpulan karakteristik psikologis, berbentuk berbagai pernyataan mengenai

karakteristik psikologis individu. Tujuannya agar subjek dapat memberikan

jawaban yang dapat diinterpretasikan untuk memproyeksi perasaan subjek.

Penelitian ini menggunakan skala kecemasan matematika berdasarkan aspek dari

White dan Anthony (2012) dengan model Likert.

F. Properti Psikometrik Alat Ukur

1. Daya Diskriminasi Aitem


Azwar (2016) mengemukakan bahwa daya diskriminasi aitem adalah sejauh

mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang

memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya diskriminasi

aitem merupakan indikator konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala

secara keseluruhan. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan kolerasi aitem total,

semua aitem yang mencapai koefisien kolerasi minimal 0,30 daya diskriminasi

aitemnya dianggap memuaskan atau dapat juga dipertimbangkan minimal 0,25

dipilih agar aitem yang diinginkan dapat tercapai.

2. Validitas

Azwar (2016) mengemukakan bahwa validitas merupakan teknik yang

digunaan untuk mengetahui tingkat akurasi skala yang dibuat sehingga

menghasilkan data yang akurat. Vadilitas mengungkapkan keakuratan ukur dari

skala yang dibuat. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yakni validitas

isi.

Azwar (2014) mengemukakan bahwa validitas isi adalah sejauhmana aitem

dalam suatu alat ukur relevan dengan tujuan pengukuran. Sebuah panel yang

berisi para ahli yang disebut Subject Matter Experts (SME) diminta untuk menilai

apakah aitem esensial bagi operasional konstrak teoritik yang bersangkutan. Skala

kecemasan akademik telah dilakukan pengujian menggunakan validitas isi dan

telah melalui prosedur expert judgement.

3. Reliabilitas

Azwar (2016) menyatakan bahwa reliabilitas merupakan tingkat

keterpercayaan atau konsistensi hasil ukur, yang mengandung makna seberapa


tinggi kecermatan dari hasil suatu pengukuran. Koefisien reliabilitas yang

angkanya bergerak pada rentang 0 sampai 1,00. Apabila koefisien reliabilitas

mendekati angka 1,00 maka tingkat reliabilitasnya tinggi. Begitupun sebaliknya,

apabila koefisien reliabilitasnya mendekati 0 maka tingkat reliabilitiasnya

semakin rendah. Penelitian ini menggunakan reliabilitas Cronbach’s Alpha

dengan menggunakan SPSS 24.0 for windows.

G. Teknik analisis data

Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk mengolah dan

mengalisis data untuk mendapatkan kesimpulan dari data yang didapatkan. Teknik

analisis data pada penelitian ini yakni analisis deskriptif dan uji hipotesis.

1. Analisis Deskriptif

Azwar (2016) mengemukakan bahwa analisis deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan subjek penelitian berdasarkan variabel yang diperoleh dari

kelompok subjek peneliti. Hasil dari analisis deskriptif digunakan untuk membuat

kategorisasi. Azwar (2016) mengemukakan bahwa hasil uji deskriptif akan dibagi

kedalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

Tabel 4. Kategorisasi Analisis Deskriptif


X < (µ - 1,0 σ) Rendah
(µ - 1,0) ≤ X ≤ (µ - 1,0 σ) Sedang
(µ - 1,0 σ) ≤ X Tinggi
Keterangan:
µ : Mean hipotetik
σ : Standar deviasi
2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis penelitian ini yaitu uji Wilcoxon signed-rank test menggunakaan

SPSS 24.0 for windows. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui perbedaan

secara umum dari seluruh perlakuan diuji dengan teknik uji non-parametrik.

Sampel yang diukur yakni sampel sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan.

H. Jadwal rencana penelitian

Bulan
No Kegiatan Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Ujian Proposal
2 Revisi Proposal
3 Penyusunan
instrumen
penelitian
4 Uji coba skala
5 Pelaksanaan
penelitian
6 Analisis data
7 Penyusunan
laporan akhir
DAFTAR PUSTAKA

Ashcraft, M. H. (2002). Math anxiety: personal, educational, and cognitive


Consequences. Current Directions in Psychological Science, 11(5), 181-
185.

Astuti, R. P., & Purwanto, E. (2014). Perbedaaan self-efficacy siswa dalam


menghadapi ujian nasional di smp negeri boyolali ditinjau dari keikutsertaan
bimbingan belajar. Educational Psychology Journal, 3(1), 19-25.

Aunurrofiq, M., & Junaedi, I. (2017). Kecemasan matematik siswa dalam


menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Unnes Journal of
Mathematics Education Research, 6(2), 157-166.

Azwar, S. (2014). Reliabilitas dan validitas (edisi 4). Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Azwar, S. (2016). Penyusunan skala psikologi (edisi 2). Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Baikie, K. A., & Wilhelm, K. (2005). Emotional and physical health benefits of


expressive writing. Advances in Psychiatric Treatment, 11(5), 338–346.

Boals, A., Murrell, A. R., Berntsen, D., Southard-Dobbs, S., & Agtarap, S.
(2015). Experimentally reducing event centrality using a modified
expressive writing intervention. Journal of Contextual Behavioral Science,
4(4), 269–276.

Das, R., & Das, G. C. (2013). Math anxiety: the poor problem-solving factor in
school mathematics. International Journal of Scientific and Research
Publications, 3(4), 1-5.

Hines, C., Brown, N. W., & Myran, S. (2016). The effects of expressive writing
on general and mathematics anxiety for a sample of high school students.
Journal of Education, 137(1), 39-45.

Kusumawati, A. F. (2017). Pengaruh pembelajaran matematika melalui strategi


react dengan pendekatan open-ended terhadap kemampuan representasi
matematis dan kecemasan matematika siswa SMK kota bandung. Skripsi.
Bandung: Universitas Pasundan.

Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Hooper, M. (2016). TIMSS 2015
international results in mathematics retrieved. Boston: International Study
Center.

35
Mutodi, P., & Ngirande, H. (2014). Exploring mathematics anxiety: Mathematics
students’s experiences. Mediteranian Jounal of Social Sciences, 5(1), 283-
294.

OECD. (2016). Programme for international student assessment result from PISA
2015. https://www.oecd.org/pisa/PISA-2015-Indonesia.pdf. Diakses 27
Maret 2019.

Park, D., Ramirez, G., & Beilock, S.L. (2014). The role of expressive writing in
math anxiety. Journal of Experimental Psychology Applied, 20(2), 103-111.

Pennebaker, J. W. (2018). Expressive writing in psychological science.


Perspective on Psychologycal Science, 13(2): 226-229.

Pennebaker, J. W., Cholder, M., & Sharp, L. K. (1990). Accelerating the coping
process. Journal of Personality and Social Psychology, 58(3), 528-539.

Pennebaker, J. W., & Beall, S. K. (1986). Confronting a traumatic event: Toward


an understanding of inhibition and disease. Journal of Abnormal
Psychology, 95(3), 274-281.

Pennebaker, J. W., & Chung, C. K. (2014). Expressive writing, emotional


upheavals, and health. New York: Oxford University Press.

Pennebaker, J. W., & Smyth, J. M. (2016). Opening up by writing it down (3th


ed.) how expreesive writing improves health and eases emotional pain. New
York: The Guilford Press.
Pizzie, R. G., & Kraemer, D. J. M. (2017). Avoiding math on a rapid timescale:
Emotional responsivity and anxious attention in math anxiety. Brain and
Cognition, 118(2017), 100- 107.

Pratiwi, R. (2018). Menulis ekspresif untuk menurunkan prolonged grief disorder


pada wanita yang kehilangan keluarga terdekat karena kematian. Tesis.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Putro, F. W. (2016). Hubungan antara kecemasan akademik dengan plagiarism


pada mahasiswa. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Purnamarini, D. P. A., Setiawan, T. L., & Hidayat, D. R. (2016). Pengaruh terapi


expressive writing terhadap penurunan kecemasan saat ujian sekolah (studi
kuasi eksperimen terhadap siswa kelas IX di sma negeri 59 jakarta. Jurnal
Bimbingan Konseling, 5(1), 36-42.
Puspendik Kemdikbud. (2018). Laporan hasil ujian nasional.
https://puspendik.kemdikbud.go.id/hasil-un/ Diakses 25 April 2019.

Ramirez, G., & Beilock, S. L. (2011). Writing about testing worries boosts exam
performance in the classroom. Science, 331, 211–213.

Richardson, F. C., & Suinn, R. M. (1972). The matematics anxiety rating scale:
Psychometric data. Journal of Counseling Psychology, 19(6): 551-554.

Rizki, A. R. (2018). Perbedaan kecemasan matematika ditinjau dari emberian


musik klasik mozart. Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Shen, L., Yang, L., Zhang, J., & Zhang, M. (2018). Benefits of expressive writing
in reducing test anxiety: A randomized controlled trial in Chinese samples.
PLoS ONE, 13(2), 1-15.

Shobabiya, M., & Prasetyaningrum, J. (2018). Konseling kognitif untuk


mengurangi kecemasan akademik pada siswa SMP kelas 7. Prosiding
SEMNAS Penguatan Individu di Era Revolusi Informasi, 223-230.

Suparjo, V. P. (2007). Studi deskriptif kecemasan siswa SMP dalam menghadapi


mata pelajaran matematika. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.

Suminta, R. R. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan matematika


pada siswa SMA. Ringkasan Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.

Suryabrata, S. (2013). Metodologi penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo.


Susanti, R., & Supriyanti, S. (2013). Pengaruh expressive writing therapy
terhadap penurunan tingkat kecemasan berbicara di muka umum pada
mahasiswa. Jurnal Psikologi, 9(2), 119-129.

Tatiana., Murnaka, N. P., & Wiyanti, W. (2018). Pengaruh kecemasan


matematika (mathematics anxiety) terhadap hasil belajar matematika siswa
SMP. Aksioma, 9(1), 124-133.

Taylor, E., Jouriles, E. N., Brown, R., Goforth, K., & Banyard, V. (2016).
Narrative writing exercises for promoting health among adolescents:
Promises and pitfalls. Psychology of Violence, 6(1), 57–63.

Travagin, G., Margola, D., & Revenson, T. A. (2015). How effective are


expressive writing interventions for adolescents? A meta-analytic review.
Clinical Psychology Review, 36, 42–55. 
Trujillo, K.M. & Hadfield, O.D. (1999). Tracing the roots of mathematics anxiety
through in-depth interviews with preservice elementary teachers. College
Student Journal, 33(2), 219-232.

Yuliana, N. (2013). Pengaruh pendekatan differentiated instruction terhadap


kecemasan matematika (math anxiety), peningkatan kemampuan
pamahaman dan penalaran matematis siswa smk.
http://repository.upi.edu/8282/4/t_mtk-_1010025_chapter3.pdf. Diakses 27
Maret 2019.

Wahid, S. N. S., Yusof, Y., & Razak, M. R. (2014). Math anxiety among students
in higher education level. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 123,
232-237.

Walter, H. (2018). The effect of expressive writing on second-grade math


achievement and math anxiety. Dissertations. Oregon: George Fox
University.

Wigati & Sutriyono. (2017). Deskripsi penggunaan otak kiri dan otak kanan pada
pembelajaran matematika materi pola bagi siswa SMP. Jurnal Mitra
Pendidikan, 1(10), 1021-1030.

Whyte, J., & Anthony, G. (2012). Maths anxiety: The fear factor in the
mathematics classroom. New Zealand Journal of Teachers Work, 9(1), 6-15.

Wright, J. K. (2005). Developing online, text-based counselling in the workplace.


In G. Bolton, S. Howlett, C. Lago, J. K. Wright. An Introductory Handbook
of Writing in Counselling and Psychotherapy, (pp. 142-150). New York:
Brunner-Routledge.

Anda mungkin juga menyukai