Anda di halaman 1dari 5

Kapan Sikap Mempengaruhi Tingkah Laku?

Kekhususan, Kekuatan, Aksesibilitas, dan Faktor lain.

Melanjutkan pertanyaan utama kita, sekarang kita akan berfokus pada beberapa faktor
yang menentukan sejauh mana sikap mempengaruhi tingkah laku. Kita juga akan segera
melihat, keterlibatan aspek situasi di mana sikap diekspresikan dan aspek dari sikap itu
sendiri. Setelah mempertimbangkan faktor-faktor ini, kita akan menguji pertanyaan
bagaimana sikap mempengaruhi tingkah laku-mekanisme dasar yang berlibat dalam
hubungan penting ini.

- Aspek Situasi : Faktor yang mencegah kita mengekspresikan sikap kita. Apakah anda
pernah terlibat dalam situasi berikut ini? Anda sedang di dalam restoran, makan
dengan sekelompok teman, dan ketika makanan tiba, ada sesuatu yang salah –
misalnya, makanan yang tiba bukanlah makanan yang anda pesan, atau makanan
tersebut dingin. Bahkan ketika pelayan bertanya, “bagaimana semuanya?” anda dan
semua orang yang ada di dalam kelompok menjawab “baik”. Mengapa anda tidak
menyatakan reaksi yang sebenarnya? Dengan kata lain, mengapa tingkah laku anda
tidak merefleksikan sikap anda yang sesungguhnya? Terutama karena, di Amerika
Serikat, orang pada umumnya segan untuk mengelahkan hal – hal tertentu, khususnya
ketika makan malam dengan teman teman mereka. Lagi pula, mengeluh hanya akan
merusak suasana yang harusnya dinikmati, selain itu, jika anda tetap mengeluh, anda
harus menunggu dalam waktu yang lama agar pegawai dapur dapat memperbaiki
keselahan tersebut. Akhirnya anda akan duduk menunggu dan menyaksikan teman
anda akan sementara anda tidak memiliki makanan untuk dimakan. Dalam konteks ini
dan konteks lain, hambatan situasi (situational constraint) menengahi hubungan
antara sikap dan tingkah laku; situasi ini mencegah sikap diekspresikan dalam tingkah
laku yang tampak (Ajzen & Fishbein, 1980; Fazio & Roskos-Ewoldsen, 1994)

Faktor situasional dapat memengaruhi hubungan antara sikap dan tingkah laku dalam
cara lain yang patut didiskusikan. Pikirkan untuk beberapa saat: siapa yang anda temui
pada saat demonstrasi anti diskriminasi positif (affirmative action) Jawabannya jelas.
Kecuali mungkin untuk beberapa oposan, kebanyakan orang yang hadir dalam pertemuan
tersebut merupakan penentang diskriminasi positif. Prinsip yang sama berlaku dalam
banyak situasi lain: Secara Umum, kita cenderung lebih menyukai situasi yang
memungkinkan kita untuk mengekspresikan sikap kita dalam tingkah laku. Dengan kata
lain, kita sering kali memilih tempat di mana apa yang ingin kita katakan dan lakukan
dapat sejalan (Snyder & Ickes, 1985). Tentu saja, karena individu cenderung untuk
memilih situasi di mana mereka dapat bertingkah laku sesuai dengan sikapnya, sikap itu
sendiri dapat diperkuat oleh ekspresi yang tampak dan menjadi prediktor tingkah laku
yang lebih baik. (DeBono, & Snyder, 1995). Secara ringkas, hubungan antara sikap dan
situasi adalah seperti jalan yang memiliki dua arah. Tekanan situasi membentuk
kemungkinan sikap diekspresikan dalam tingkah laku yang tampak. Dalam rangka
memahami hubungan antara sikap dan tingkah laku, maka, kita harus secara hati-hati
mempertimbangkan kedua set faktor tersebut.

Aspek dari sikap itu sendiri. Beberapa tahun yang lalu, saya menyaksikan kejadian
yang sangat dramatis. Sebuah perusahaan kayu besar telah menandatangani kontrak
dengan pemerintah, yang mengizinkan perusahaan tersebut untuk menebang pohon di
dalam hutan taman nasional. Beberapa pohon yang rencananya akan dijadikan pagar
halaman adalah pohon raksasa kuno yang sangat tinggi. Sebuah kelompok pecinta alam
sangat menentang penebangan pohon ini dan dengan cepat bergerak untuk menghalangi
kegiatan ini. Mereka bekerja sama dan membentuk cincin manusia pada setiap pohon
yang besar, untuk melindungi pohon dari para penerbang yang akan menebang pohon-
pohon tersebut (Lihat gambar 4.8) taktik ini berhasil, banyak publisitas yang mendukung
pencabutan kontrak dan pohon-pohon tetap aman-setidaknya untuk semantara.

Mengapa orang ini mengambil tindakan yang drastis? Jawabannya jelas: mereka
berkomitmen dengan segenap hatinya untuk menyelamatkan pohon-pohon ini. Dengan
kata lain, mereka memiliki sikap yang kuat yang sangat mempengaruhi tingkah laku
mereka. Kejadian seperti ini sering kali terjadi. Contohnya, warga di lingkungan tempat
tinggal saya mengadakan rally dua tahun yang lalu untuk menentang pembangunan
pabrik lokomotif yang kurang lebih terletak setengah mil dari rumah kami. Suasan
semakin memanas dan untuk sesaat saya berpikir bahwa akan terjadi pertikaian antara
pendukung pembangunan pabrik itu dan para penentangnya. Kejadian kejadian seperti ini
menarik perhatian, karena pada kenyataannya hubungan antara sikap dan tingkah laku
sangat dipengaruhi oleh beberap aspek dari sikap itu sendiri. Mari kita mempelajari
beberapa aspek penting dari sikap tersebut.
Sumber suatu sikap (Attitude Origins). Faktor inilah yang mempengaruhi bagaimana
pertama kali sikap terbentuk. Bukti yang ada mengindikasikan bahwa sikap yang
terbentuk berdasarkan pengalaman langsung sering kali memberikan pengaruh yang lebih
kuat pada tingkah laku daripada sikap yang terbentuk berdasarkan pengalaman tidak
langsung atau pengalaman orang lain. Tampaknya, sikap yang terbentuk berdasarkan
pengalaman langsung lebih mudah diingat, dan hal ini meningkatkan dampak mereka
terhadap tingkah laku.

Kekuatan sikap (Attitude Strength). Faktor lain-salah satu faktor yang paling penting-
melibatkan apa yang disebut sebagai kekuatan sikap yang dipertanyakan. Semakin kuat
sikap tersebut, semakin kuat pula dampaknya pada tingkah laku (Petkova, Ajzen &
Driver, 1995). Kata kekuatan melibatkan beberapa faktor keekstreman atau intensitas dari
sebuah sikap (seberapa kuat reaksi emosional yang berhasil dibangkitkan oleh objek sikap
tertentu), kepentingan (sejauh mana individu peduli dan secara pribadi dipengaruhi oleh
sikap tersebut), pengetahuan (seberapa banyak individu mengetahui tentang objek sikap
tersebut) dan kemudahan diakses (semudah apa sikap tersebut diterima oleh akal sehat
dalam berbagai situasi, Petty & Krosnick, 1995). Penelitian mengindikasikan bahwa
semua komponen ini memainkan peran dalam kekuatan sikap dalam menentukan sejauh
mana sikap berhubungan dengan tingkah laku yang tampak sehingga kekuatan sikap perlu
diteliti lebih jauh hingga pada komponen-komponen yang mempengaruhinya (Kraus,
1995).

Mari kita fokuskan diri pada seberapa penting sikap- sejauh mana individu peduli
terhadap sikap tersebut (Krosnick, 1988). Satu penentu kunci dari kepentingan sikap
adalah istilah yang disebut oleh psikolog sosial sebagai kepentingan pribadi (vested
interest) – sejauh mana sikap tersebut relevan dengan individu yang memilikinya objek,
objek, atau isu itu memiliki konsekuensi penting bagi orang tersebut. Hasil dari banyak
penelitian menunjukkan bahwa semakin besar vested interest, maka akan semakin kuat
dampak sikap tersebut pada tingkah laku (Crano, 1995; Crano & Prislin, 1995).
Contohnya, dalam salah satu penelitian yang terkenal tentang isu ini (Sivacek & Crano,
1982) mahasiswa dalam sebuah universitas terkemuka ditelepon dan ditanya apakah
mereka mau berpartisipasi dalam kampanye menolak batasan usia untuk meminum
minuman beralkohol (18 tahun – 21 tahun). Hipotesis penelitian menyatakan bahwa
mahasiswa yang akan terkena peraturan baru tersebut- mereka yang berusia di bawah 21
tahun- akan memiliki kepentingan pribadi yang lebih kuat terhadap isu ini daripada
mereka yang tidak akan terpengaruh oleh peraturan tersebut (karena mereka sudah
berusia 21 tahun atau akan segera berusia 21 tahun sebelum hukum ini berlaku).
Sehingga, diprediksikan bahwa mereka yang termasuk dalam kelompok pertama akan
lebih setuju untuk bergabung dalam kampanye tersebut daripada mereka yang termasuk
kelompok kedua. Hal inilah yang kemudian benar terjadi: sementara lebih dari 47 persen
orang yang memiliki kepentingan pribadi yang tinggi, setuju untuk mengambil bagian
dalam kampanye ini dan hanya 12 persen orang yang memiliki kepentingan pribadi yang
rendah mau mengambil bagian.

Penelitian Crano (1997) yang terbaru memberikan bukti bahwa yang mendukung
terhadap kesimpulan bahwa kepentingan pribadi memang menjadi perantara kuat dalam
hubungan sikap dan tingkah laku- bahwa hubungan ini menjadi semakin kuat ketika
kepentingan pribadi lebih tinggi daripada ketika kepentingan pribadi lebih rendah. Dalam
penelitian ini, Crano menemukan bahwa semakin kuat kesadaran orang yang akan terkena
pengaruh kebijakan untuk mengirimkan anak-anak dengan bus agar mencapai
keseimbangan rasial, semakin kuat kemampuan prediksi yang didasarkan pada sikap
mereka terhadap suatu perilaku penting: kandidat mana yang mereka pilih pada saat
pemilihan umum (Satu kandidat menganjurkan penggunaan bus sementara yang lain
tidak).

Kekhususan sikap (attitude specificity). Aspek sikap yang ketiga yang mempengaruhi
hubungan sikap dengan tingkah laku adalah kekhususan sikap-yaitu sejauh mana sikap
tersebut terfokus pada objek atau situasi tertentu dibandingkan hal yang umum.
Contohnya, Anda mungkin memiliki sikap umum terhadap agama (contohnya, anda
percaya bahwa penting bagi setiap orang untuk memiliki keyakinan agama tertentu
daripada tidak memiliki sama sekali). Sebagai tambahan terhadap sikap umum ini, anda
mungkin memiliki sikap khusus tambahan terhadap berbagai aspek agama-sebagai
contoh, perlunya pergi ke gereja setiap minggu (penting atau tidak penting). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara sikap dan tingkah laku lebih kuat ketika
sikap dan tingkah laku diukur pada tingkat kekhususan yang sama. Sehingga, mungkin
kita dapat memprediksikan secara lebih akurat apakah anda akan pergi menghadiri misa
minggu ini dari sikap anda terhadap pentingnya menghadiri misa daripada sikap anda
terhadap agama secara umum. Di sisi lain, kita mungkin dapat memprediksikan
secara lebih akurat tentang kehendak anda dalam mengambil tindakan untuk
melindungi kebebasan beragama berdasarkan sikap umum anda terhadap agama
dibanding sikap anda terhadap penggunaan asesoris religius (Fazio & Roskos-Ewoldsen,
1994). Dengan demikian, kekhususan sikap juga merupakan faktor penting dalam
hubungan antara sikap dan tingkah laku.

Kesimpulannya, seperti yang telah kami sebutkan di atas, bukti yang ada
menunjukkan bahwa sikap memang mempengaruhi tingkah laku (misalnya, Petty &
Krosnick, 1995). Namun, kekuatan hubungan ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor
yang berbeda-hambatan situasional yang mengizinkan atau tidak tidak mengizinkan kita
menampilkan ekspresi lahiriah dari sikap kita, begitu pula aspek dari sikap itu sendiri
(misalnya, sifat, kekuatan, dan kekhususannya dibandingkan yang lain).

Anda mungkin juga menyukai