Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK

BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL YANG KONTEKSTUAL


TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
KELAS VI GUGUS I KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI
TAHUN PELAJARAN 2019/2020.

OLEH
NI NYOMAN ESTI JUNIARTI
NIM 1711031252

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2019
DAFTAR ISI

1
Halaman Judul .............................................................................................. i
Daftar Isi ...................................................................................................... ii
Daftar Tabel ............................................................................................... iii
Daftar Gambar ..............................................................................................iv
Daftar Lampiran .......................................................................................... v
A. Latar Belakang Masalah Penelitian ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah Penelitian .............................................................. 4
C. Pembatasan Masalah ............................................................................... 4
D. Rumusan Masalah Penelitian ................................................................. 4
E. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
F. Manfaat Hasil Penelitian ......................................................................... 5
G. Kajian Teori .............................................................................................. 7
1. Model Pembelajaran Kooperatif ........................................................... 7
2. Model Pembelajaran Talking Stick ........................................................ 9
3. Model Pembelajaran Konvensional ...................................................... 12
4. Media Audio Visual Kontekstual ......................................................... 12
5. Minat Belajar .......................................................................................... 13
6. Hasil Belajar ........................................................................................... 17
7. Hakikat Matematika ............................................................................... 17
8. Kerangka Berpikir .................................................................................. 18
9. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................... 20
10.Hipotesis Penelitian ............................................................................... 21
H. Metode Penelitian..................................................................................... 21
1. Rancangan Penelitian ............................................................................. 21
2. Subjek dan Objek Penelitian ................................................................. 22
3. Populasi dan Sampel Penelitian............................................................. 22
4. Variabel dan Definisi Operasional Variabel ......................................... 23
5. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ........................................... 25
6. Metode dan Teknik Analisis Data ......................................................... 30
I. Jadwal Waktu Penelituan ........................................................................ 33
J. Daftar Rujukan ......................................................................................... 35

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 01. Sintaks Model Pembelajaran Konvensional ................................ 12


Tabel 02. Desain Penelitian ........................................................................... 21
Tabel 03. Populasi Siswa Kelas VI Gugus I Kecamatan Bangli ................. 22
Tabel 04. Sampel Penelitian .......................................................................... 23
Tabel 05. Tabulasi Silang .............................................................................. 26
Tabel 06. Koefisien Validitas Isi ................................................................... 27
Tabel 07. Jadwal Pelaksanaan Penelitian...................................................... 34

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 01. Bagan Kerangka Berpikir ............................................................ 19

v
A. Latar Belakang Masalah Penelitian
Perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang semakin
pesat dewasa ini menuntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas. Untuk dapat merealisasikan hal tersebut, maka diperlukan adanya
pendidikan yang memadai, karena pendidikan merupakan sarana untuk
meningkatkan kualitas SDM dalam menjamin keberlangsungan pengembangan
suatu bangsa. Peningkatan kualitas SDM jauh lebih mendesak untuk segera
direalisasikan terutama dalam menghadapi era persaingan global.
Pendidikan adalah unsur terpenting dalam mewujudkan kemajuan suatu
bangsa, karena maju mundurnya suatu bangsa pada masa kini atau masa
mendatang akan sangat ditentukan oleh Pendidikan (Manuba, dkk,
2014).Pendidikan bertujuan agar siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
di perlukan diri, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan negara. Hal ini menuntut
pemerintah untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan
memiliki kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada.
Mata pelajaran matematika diajarkan sejak dari taman kanakkanak hingga
perguruan tinggi. Hal ini disebabkan matematika sangat erat hubungannya dengan
kegiatan sehari-hari. Setiap kegiatan yang kita jalani dalam kehidupan sehari-hari
sangat erat kaitannya dengan matematika. Permasalahan datang dari siswa adalah
mereka menganggap bahwa mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran
yang sulit dan mata pelajaran yang mengerikan. Hal ini disebabkan karena
banyaknya siswa yang mendapatkan nilai rendah dalam mengikuti ulangan mata
pelajaran matematika. Berbagai faktor yang mengakibatkan hasil belajar siswa 2
rendah, antara lain pembelajaran matematika di sekolah dasar disampaikan
dengan metode ceramah dan penugasan, sehingga siswa menjadi bosan dan tidak
tertarik dengan mata pelajaran matematika.
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 17-18 Desember 2019,
proses pembelajaran Matematika yang terjadi masih menggunakan metode
konvensional yang berpusat pada guru. Dalam proses pembelajaran guru juga
hanya menggunakan buku teks dan hanya menggunakan media papan tulis tanpa
menggunakan fasilitas tambahan lainnya. Dalam proses pembelajaran siswa juga

1
kurang aktif, siswa hanya mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh guru
tanpa berani mengeluarkan pendapatnya.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh pada tanggal 17-18 Desember
2019 dari masing-masing guru yang mengajar mata pelajaran Matematika di
Kelas VI SD gugus I Kecamatan Bangli, diketahui bahwa 75% guru jarang
menggunakan metode diskusi saat pembelajaran berlangsung. Hal ini berdampak
pada sikap siswa yang menjadi kurang aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil pencatatan dokumen pada tanggal 17-18 Desember 2019
nilai akhir semester siswa Kelas VI pada mata pelajaran Matematika masih
dibawah KKM yang telah ditetapkan oleh SD di Gugus I Kecamatan Bangli
Kabupaten Bangli. Berdasarkan studi dokumen tersebut terbukti bahwa hasil
belajar matematika siswa masih dibawah KKM yang telah ditentukan. Hal
tersebut dipengaruhi oleh metode pembelajaran konvensional yang diberikan oleh
guru yang mengakibatkan minat belajar siswa rendah sehingga berdampak pada
hasil belajarnya masih jauh dari harapan.
Untuk meningkatkan minat belajar dan hasil belajar Matematika yang masih
rendah, diperlukan suatu inovasi guru dalam melakukan pembelajaran. Salah satu
inovasi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran
inovatif. Salah satu model pembelajaran inovatif yang cocok diterapkan untuk
meningkatkan minat dan hasil belajar Matematika adalah model pembelajaran
Talking Stick berbantuan media audio visual yang kontekstual.
Model pembelajaran Talking Stick adalah model pembelajaran yang mampu
melatih kemampuan siswa untuk mengugkapkan pendapat. Aqib (dalam
Megawati 2013) menyatakan,
salah satu langkah dari model pembelajaran talking stick yaitu guru
mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, guru memberikan pertanyaan
dan siswa yang memegang tongkat harus menjawabnya sehingga dengan
penerapan model pembelajaran ini dapat merangsang anak berusaha untuk
menarik perhatian anak mengungkapkan ide-ide atau perasaan mereka melalui
berbicara.

2
Untuk membuat model pembelajaran Talking Stick menjadi lebih efektif maka
dalam penggunaannya akan dipadukan dengan media audio visual yang
kontekstual. Media audio visual yang kontekstual berfungsi sebagai alat bantu
yang memperlancar dan mempertinggi proses belajar mengajar. Alat bantu
tersebut dapat memberikan pengalaman yang mendorong motivasi belajar,
memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, menyederhanakan teori
yang kompleks, dan mempertinggi daya serap atau retensi belajar (Sadiman,
1996:57).
Berdasarkan uraian terdahulu, dapat diungkapkan bahwa model pembelajaran
Talking Stick berbantuan media audio visual yang kontekstual diduga berpengaruh
terhadap peningkatan minat dan hasil belajar Matematika siswa. Namun, besarnya
pengaruh model pembelajaran tersebut belum dapat diungkapkan. Untuk itu, akan
dilakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Talking Stick
berbantuan Media Audio Visual yang Kontekstual terhadap Minat dan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas VI SD Gugus I Kecamatan Bangli Kabupaten
Bangli Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2019/2020”.

B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Proses pembelajaran masih bersifat teacher centered, hal tersebut terlihat saat
proses pembelajaran berlangsung dan saat guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan terkait materi yang dipelajari.
Siswa hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan yang diberikan guru.
2) Kurangnya penggunaan dan penerapan model pembelajaran yang aktif, kratif,
dan inovatif dalam proses pembelajaran, sehingga menyebabkan pembelajaran
menjadi kurang menarik.
3) Kurangnya penggunaan media dalam proses pembelajaran yang menyebabkan
siswa menjadi bosan dalam belajar dan menyebabkan minat belajar siswa
menjadi kurang.
4) Rata-rata hasil belajar siswa masih di bawah KKM yag telah ditetapkan.

3
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan,
permasalahan yang ada cukup luas, sehingga perlu adanya pembatasan masalah
yang akan diteliti. Adapun batasan masalah yang diteliti pada penelitian ini
dibatasi pada muatan materi Matematika. Kurangnya penggunaaan model
pembelajaran yang aktif, kreatif, dan inovatif dalam proses pembelajaran
menyebabkan minat siswa kurang menarik dalam mengikuti proses pembelajaran,
sehingga mengakibatkan hasil belajar yang diperoleh siswa masih dibawah KKM.
Dengan adanya permasalahan tersebut maka diuji cobakan model pembelajaran
Talking Stick berbantuan media audio visual yang kontekstual untuk
meningkatkan mintar dan hasil belajar Matematika siswa.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dalam penelitan yang akan
dilakukan akan difokuskan pada permasalahan pokok sebagai berikut.
1. Apakah terdapat perbedaan minat belajar antara kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick berbantuan media
audio visual yang kontekstual dengan kelompok siswa yang mengikuti model
pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar Matematika antara kelompok siswa
yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick berbantuan
media audio visual yang kontekstual dengan kelompok siswa yang mengikuti
model pembelajaran konvensional?
3. Apakah terdapat perbedaan secara bersama-sama minat belajar dan hasil
belajar Matematika antara kelompok siswa yang mengikuti model
pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick berbantuan media audio visual
yang kontekstual dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran
konvensional?

4
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui perbedaan minat belajar antara kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick berbantuan media
audio visual yang kontekstual dengan kelompok siswa yang mengikuti model
pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Matematika antara kelompok siswa
yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick berbantuan
media audio visual yang kontekstual dengan kelompok siswa yang mengikuti
model pembelajaran konvensional.
3. Untuk mengetahui perbedaan secara bersama-sama minat belajar dan hasil
belajar Matematika antara kelompok siswa yang mengikuti model
pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick berbantuan media audio visual
yang kontekstual dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran
konvensional.

F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pembelajaran
Matematika, baik secara teoritis ataupun secara praktis. Manfaat teoritis ditujukan
kepada model-model pembelajaran. Sedangkan, manfaat praktis ditujukan kepada
siswa, guru, kepala sekolah, dan peneliti lain. Manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan disiplin ilmu pengetahuan. Penelitian ini dilakukan dengan harapan
dapat memberikan suatu kontribusi positif pada perkembangan model
pembelajaran dalam proses pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Selain bermanfaat secara teoretis, penelitian ini juga bermanfaat secara praktis
bagi semua pihak, yaitu bermanfaat kepada siswa, guru, kepala sekolah, serta

5
bermanfaat kepada peneliti lain. Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
3. Bagi Siswa
Model pembelajaran Talking Stick berbantuan media audio visual yang
kontekstual dapat menciptakan suasana yang menarik dan kontekstual dengan
kehidupan siswa, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika dan
minat belajar siswa.
4. Bagi Guru
Hasil penelitian yang akan dilakukan ini dapat dijadikan referensi/rujukan
dalam memilih dan mengembangkan cara atau teknik dalam mengajarkan materi
Matematika di sekolah dasar.
5. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian yang akan dilakukan ini dapat dijadikan dasar kebijakan untuk
membina guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang lebih kreatif dan
inovatif.
6. Bagi Peneliti Lain
Hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini dapat menjadi salah satu acuan
ketika meneliti variabel lain yang juga berpengaruh terhadap minat belajar dan
hasil belajar Matematika.

G. Kajian Teori
Deskripsi teoritis ini membahas mengenai variabel dalam penelitian secara
konseptual dari berbagai teori dan konsep menurut para ahli yang mencakup
model pembelajaran talking stick, media audio visual yang kontekstual, minat
belajar, dan hasil belajar Matematika.
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nurulhayati (2011:203) pembelajaran kooperatif adalah strategi
pembelajaran yang melibatkan partsipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk
saling berinteraksi.Pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar siswa
yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok –

6
kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
(Sanjaya 2011:203).
Menurut Mills (dalam Agus Suprijono 2012:45), model diartikan sebagai
bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang
atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Menurut Udin
Saparudin (1997:78)model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar. “Model pembelajaran ialah pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun
tutorial” (Agus Suprijono, 2012: 46).
Jadi model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian
aktivitas belajar mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata
secara sistematis.
Menurut Agus Suprijono (2012;54) “Pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”. Istilah kooperatif dalam
hal ini bermakna lebih luas, yaitu menggambarkan kseluruhan proses sosial dalam
belajar dan mencakup pula pengertian kolaboratif.
Sedangkan Shaw dalam Agus Suprijono (2012:57) menyatakan bahwa,
dalam pembelajaran kooperatif, kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan
orang. Kumpulan disebut kelompok apabila ada interaksi, mempunyai tujuan,
berstruktur, groupness. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar
belajar dalam kelompok. Pelakasanaan prosedur model pembelajaran kooperatif
yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif, yang
bercirikan memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta,
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaiman hidup serasi dengan sesama. Ciri
selanjutnya yaitu pengetahuan, nilai dan keterampilan diakui oleh mereka yang
berkompeten menilai.

7
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif merupakan inovasi model pembelajaran yang
menekankan pada aktivitas siswa dalam belajar yang lebih menekankan partisipasi
siswa bersaama kelompoknya. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai fasilitator.
Sintak Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Rusman (2011:211), Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri
dari 6 (enam) fase, yaitu:
1) Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa
2) Menyajikan Informasi
3) Mengorganisasikan Siswa kedalam Kelompok – Kelompok Belajar
4) Membimbing Kelompok Bekerja dan Belajar
5) Evaluasi
6) Memberikan Penghargaan
Model - Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Uno (2012:80-95), ada beberapa model pembelajaran pendukung
pengembangan pembelajaran kooperatif, yaitu:
1) Example Non-Examples
Model pembelajaran ini dimana guru menyiapkan gambar-gambar sesuai
dengan tujuan pembelajara yang ditempel pada papan tulis, dan siswa
diberi kesempatan untuk menganalisis gambar tersebut bersama
kelompoknya. Setiap kelompok diberi kesempatan untuk membaca hasil
diskusinya, kemudian guru menjelaskan materi dan memberikan
kesimpulan.
2) Talking Stick
Talking stick adalah pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk
berani mengemukakan pendapat dengan memberikan tongkat kepada
peserta didik.
3) Picture and Picture
Model pembelajaran ini guru menyiapkan gambar-gambar sesuai dengan
materi. Model pembelajaran ini dikembangkan untuk menguatkan
pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari membaca bahan-bahan
bacaan.

8
4) Cooperative Script
Skrip kooperatif yaitu model pembelajaran dimana siswa bekerja
berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian
dari materi yang dipelajari.
5) Mind Mapping
Model pembelajaran ini sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal
siswa untuk menemukan alternatif jawaban.
6) Make and Match
Model pembelajaran ini dimana untuk menguatkan pemahaman peserta
didik dengan cara mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok.
7) Role Playing
Model pembelajaran ini guru memberikan skenario kepada ketua
kelompok, kemudian ketua kelompok memperagakan scenario kepada
anggota kelompoknya, setelah itu kelompok diberi lembar kerja untuk
dibahas, emudian masing-masing kelompok menyampaikan hasil
kesimpulan, guru memberikan kesimpulan, evaluasi dan penutup.
8) Explicit Instruction
Explicit Instruction adalah pembelajaran secara langsung khusus dirancang
untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan
pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi
selangkah.
9) Word Square
Word Square adalah model pembelajaran yang dikembangkan untuk
melatih siswa untuk mempunyai kemampuan menjawab pertanyaan
dengan mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban.

Berdasarkan berbagai model pembelajaraan kooperatif yang ada, peneliti


memilih untuk menerapkan model pembelajaran talking stick pada penelitian yang
akan dilakukan. Peneliti memilih menggunakan model pembelajaran ini karena
berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka permasalahan tersebut
lebih cocok diatasi dengan model pembelajaran talking stick.

9
2. Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran talking stick dipakai sebagai tanda seseorang
mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran atau bergantian
(Lestari, 2017).Aqib (dalam Megawati 2013) menyatakan bahwa, salah satu
langkah dari model pembelajaran talking stick yaitu guru mengambil tongkat dan
memberikan kepada siswa, guru memberikan pertanyaan dan siswa yang
memegang tongkat harus menjawabnya sehingga dengan penerapan model
pembelajaran ini dapat merangsang anak berusaha untuk menarik perhatian anak
mengungkapkan ide-ide atau perasaan mereka melalui berbicara
.
Menurut Kuriansih dan Sani (2015: 82) model pembelajaran talking stick
merupakan satu dari sekian banyak satu model pembelajaran kooperatif, model
pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat yang dijadikan sebagai jatah
atau giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa
mempelajari materi pelajaran.
Sintaks Model Pembelajaran Talking Stick
Menurut Huda (2013:225) langkah-langkah dalam model pembelajaran
Talking Stick adalah sebagai berikut.
1) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya ± 20 cm
2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada para kelompok untuk membaca dan
mempelajari materi pelajaran.
3) Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wacana.
4) Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajari isinya,
guru mempersilakan siswa untuk menutup isi bacaan.
5) Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa,
setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar
siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
6) Guru memberikan kesimpulan
7) Guru melakukan evaluasi/penilaian
8) Guru menutup pembelajaran

10
Menurut Uno (2012:86) langkah-langkah pembelajaran dengan model
kooperatif Talking Stick adalah sebagai berikut.
1) Guru menyiapkan sebuah tongkat
2) Guru menyiapkan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari
materi pada pegangannya/paketnya
3) Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilakan
siswa untuk menutup bukunya
4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat
bagian untuk menjawab setiap pertanyaa dari guru
5) Guru memberikan kesimpulan
6) Evaluasi
7) Penutup
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009:109) langkah-langkah
pembelajaran dengan model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan mengenai materi pokok yang akan dipelajari
2) Peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut
3) Guru meminta kepada peserta didik untuk menutup bukunya
4) Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya
5) Kemudian tongkat tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik
6) Peserta didik yang menerima tongkat dari guru tersebut diwajibkan
menjawab pertanyaan dari guru.
7) Begitu seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat pertanyan dari
guru (ketika stick bergulir dari peserta didik ke peserta didik lainya,
seyogyanya diiringi musik).
8) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merefleksi
terhadap materi yang telah dipelajari
9) Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta
didik
10) Guru dan peserta didik merumuskan kesimpulan

11
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Talking Stick
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, karena
keefektifan setiap model tergantung bagaimana kondisi yang ada di sekolah atau
kelas tersebut.
Kelebihan Model Pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut.
a) Menguji kesiapan siswa dalam belajar.
b) Melatih keterampilan dalam membaca dan memahami serta mengerti secara
mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari.
c) Melatih konsentrasi siswa.
d) Membuat siswa lebih giat dalam belajar
e) Mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi apa pun.
f) Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan
kepada teman lain maupun guru.
g) Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman atau guru
maupun menjawab pertanyaan dari guru.
h) Dapat mengukur tingkat pemahaman siswa secara langsung dan secara
individu.
i) Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
j) Meningkatkan hasil belajar siswa.
Sedangkan kelemahan pembelajaran dengan Model Pembelajaran Talking
Stick adalah sebagai berikut.
a) Membuat siswa senam jantung.
b) Bagi siswa yang secara emosional belum terlatih untuk bisa berbicara
dihadapan guru, metode ini mungkin kurang sesuai.
c) Jika guru tidak bisa mengendalikan kondisi kelas, maka suasana kelas akan
gaduh.

3. Model Pembelajaran Konvensional


Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran tradisional
yang salah satu diantaranya adalah metode ceramah. Menurut Djamarah (2010:97)
metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan tradisional karena sejak

12
dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan
anak didik dalam proses belajar dan mengajar. Pembelajaran model konvensional
ditandai dengan ceramah yang diiringi penjelasan, serta pembagian tugas dan
latihan.
Adapun sintaks pembelajaran konvensional menurut Sulaeman (Rasana,
2009:21)sebagai berikut.
“Dalam pembelajaran konvensional guru saja yang aktif di kelas. Siswa
bersifat pasif. Langkah-langkah pembelajaran konvensional yaitu (1) Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa, (2) Guru memberikan
informasi tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan, (3) Guru
menyediakan waktu untuk melakukan tanya jawab, (4) Guru menugaskan
siswa untuk menulis, dan (5) Guru menyimpulkan hasil belajar tersebut”.
Sintaks pembelajaran konvensional disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 01. Sintaks Model Pembelajaran Konvensional


Tahapan
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Pembelajaran
Tahap 1 Guru memberikan informasi Siswa menyimak penjelasan
Pemberian informasi mengenai materi yang akan guru
(ceramah) dipelajari oleh siswa.
Guru mengajukan Menjawab pertanyaan guru
Tahap 2 pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang telah
Tanya jawab mengenai materi yang telah dipelajari.
disampaikan.
Guru memberikan tugas Siswa mengerjakan soal-
Tahap 3 kepada siswa berupa latihan soal latihan dalam buku
Pemberian tugas soal yang ada dalam buku paket secara individu.
paket pelajaran.

13
4. Media Audio Visual Kontekstual
Menurut Rohani (dalam Meriadeni, dkk, 2017:1) mengatakan bahwa “Media
Audio Visual (AVA) adalah media instruksinonal modern yang sesuai dengan
perkembangan zaman (kemajuan ilmu dan teknologi), meliputi media yang dapat
dilihat, didengar dan yang dapat dilihat dan didengar”. Jadi media audio visual
adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini
mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media
auditif (mendengar) dan visual (melihat).
Fungsi Media Audio Visual
Media audio visual berfungsi sebagai alat bantu yang memperlancar dan
mempertinggi proses belajar mengajar. Alat bantu tersebut dapat memberikan
pengalaman yang mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah
konsep yang abstrak, menyederhanakan teori yang kompleks, dan mempertinggi
daya serap atau retensi belajar (Sadiman, 1996:57).
Kontekstual
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kontekstual berarti segala hal yang
berhubungan dengan konteks. kontekstual adalah komponen kegiatan yang
dikaitkan dengan objek-objek atau kejadian-kejadian aktual di dunia nyata yang
akrab dengan kehidupan peserta didik (Puryadi, dkk, 2018).
Bedasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa media audio visual
kontekstuual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar yang
isinya berkaitan dengan objek-objek atau kejadian-kejadian aktual di dunia nyata
yang akrab dengan kehidupan peserta didik
5. Minat Belajar
Kata minat secara etimologi berasal dari bahasa inggris “ interest” yang berarti
kesukaan, perhatian (kecenderungan hati pada sesuatu), keinginan. Jadi dalam
proses belajar siswa harus mempunyai minat atau kesukaan untuk mengikuti
kegiatan belajar yang berlangsung, karena dengan adanya minat akan mendorong
siswa untuk menunjukan perhatian, aktivitasnya dan partisipasinya dalam
mengikuti belajar yang berlangsung. Menurut Ahmadi (2009: 148) minat adalah
sikap jiwa orang seorang termasuk ketiga fungsi jiwanya (kognisi, konasi, dan
emosi), yang tertuju pada sesuatu dan dalam hubungan itu unsur perasaan yang

14
kuat. Menurut Slameto (2003:180), minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Sedangkan menurut Djaali
(2008: 121) minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Sedangkan menurut Crow&crow (dalam
Djaali, 2008: 121) mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak
yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang,
benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
minat adalah rasa ketertarikan, perhatian, keinginan lebih yang dimiliki seseorang
terhadap suatu hal, tanpa ada dorongan.
Pengertian Belajar
Skinner (dalam Walgito, 2010: 184) memberikan definisi belajar “Learning is
a process of progressive behavior adaptation”. Sedangkan menurut walgito
(2010: 185)belajar merupakan perubahan perilaku yang mengakibatkan adanya
perubahan perilaku (change in behavior or performance).Menurut Whittaker,
(dalam Djamarah, 2011:12) merumuskan bahwa “belajar sebagai proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”. Demikian
pula menurut Djamarah (2011: 13) belajar adalah “serangkaian kegiatan jiwa raga
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasi dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif
dan psikomotor”. Demikian pula menurut Khodijah (2014; 50) belajar adalah
sebuah proses yang memungkinkan seseorang memperoleh dan membentuk
kompetensi, ketrampilan, dan sikap yang baru melibatkan proses-proses mental
internal yang mengakibatkan perubahan perilaku dan sifatnya relatif permanen.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian belajar adalah
perubahan dalam diri pelajarnya yang berupa, pengetahuan, ketrampilan dan
tingkah laku akibat dari interaksi dengan lingkungannya.
Pengertian Minat Belajar
Minat merupakan rasa ketertarikan, perhatian, keinginan lebih yang dimiliki
seseorang terhadap suatu hal, tanpa ada dorongan. Minat tersebut akan menetap
dan berkembang pada dirinya untuk memperoleh dukungan dari lingkungannya
yang berupa pengalaman. Pengalaman akan diperoleh dengan mengadakan

15
interaksi dengan dunia luar, baik melalui latihan maupun belajar. Dan faktor yang
menimbulkan minat belajar dalam hal ini adalah dorongan dari dalam individu.
Dorongan motif sosial dan dorongan emosional.
Dengan demikian disimpulkan bahwa pengertian minat belajar adalah
kecenderungan individu untuk memiliki rasa senang tanpa ada paksaan sehingga
dapat menyebabkan perubahan pengetahuan, ketrampilan dan tingkah laku.
Ciri-Ciri Minat Belajar
Dalam minat belajar memiliki beberapa ciri-ciri. Menurut Elizabeth Hurlock
(dalam Susanto, 2013: 62) menyebutkan ada tujuh ciri minat belajar sebagai
berikut.
1) minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental
2) minat tergantung pada kegiatan belajar
3) perkembangan minat mungkin terbatas
4) minat tergantung pada kesempatan belajar
5) minat dipengaruhi oleh budaya
6) minat berbobot emosional
7) minat berbobot egoisentris, artinya jika seseorang senang terhadap sesuatu,
maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.
Menurut Slameto (2003: 57) siswa yang berminat dalam belajar adalah
sebagai berikut.
1) memiliki kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
sesuatu yang dipelajari secara terus-menerus.
2) ada rasa suka dan senang terhadap sesuatu yang diminatinya.
3) memperoleh sesuatu kebanggaan dan kepuasan pada suatu yang diminati.
4) lebih menyukai hal yang lebih menjadi minatnya daripada hal yang
lainnya
5) dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri minat belajar adalah
memiliki kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu
secara terus menerus, memperoleh kebanggaan dan kepuasan terhadap hal yang
diminati, berpartisipasi pada pembelajaran, dan minat belajar dipengaruhi oleh
budaya. Ketika siswa ada minat dalam belajar maka siswa akan senantiasa aktif

16
berpartisipasi dalam pembelajaran dan akan memberikan prestasi yang baik dalam
pencapaian prestasi belajar.

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Minat Belajar


Dalam pengertian sederhana, minat adalah keinginan terhadap sesuatu tanpa
ada paksaan. Dalam minat belajar seorang siswa memiliki faktor-faktor yang
mempengaruhi minat belajar yang berbeda-beda, menurut Syah (2003: 132)
membedakannya menjadi tiga macam, yaitu.
1) Faktor internal
Adalah faktor dari dalam diri siswa yang meliputi dua aspek, yakni:
a) Aspek Fisiologis
kondisi jasmani dan tegangan otot (tonus) yang menandai tingkat
kebugaran tubuh siswa, hal ini dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam pembelajaran.
b) Aspek Psikologis
aspek psikologis merupakan aspek dari dalam diri siswa yang terdiri dari,
intelegensi, bakat siswa, sikap siswa, minat siswa, motivasi siswa.
2) Faktor Eksternal Siswa
Faktor eksternal terdiri dari dua macam, yaitu faktor lingkungan social dan
faktor lingkungan nonsosial
a) Lingkungan Sosial
lingkungan sosial terdiri dari sekolah, keluarga, masyarakat dan teman
sekelas
b) Lingkungan Non-sosial
lingkungan non-sosial terdiri dari gedung sekolah dan letaknya, faktor
materi pelajaran, waktu belajar, keadaan rumah tempat tinggal, alat-alat
belajar.
3) Faktor Pendekatan Belajar
Faktor pendekatan belajar yaitu segala cara atau strategi yang digunakan
siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari
materi tertentu.

17
Pengukuran Minat Belajar
Ada beberapa alasan bagi seorang guru perlu mengadakan pengukuran
terhadap minat anak-anak. Wayan Wicaksana (1983) berpendapat bahwa alasan
pengukuran tersebut adalah sebagai berikut.
1) Untuk meningkatkan minat anak-anak. Setiap guru mempunyai kewajiban
untuk meningkatkan minat anak-anak. Minat merupakan komponen yang
penting dalam kehidupan pada umumnya dan dalam pendidkan dan dalam
pengajaran khususnya. Guru yang mengabaikan hal ini tidak akan berhasil
di dalam kegiatan belajar mengajar.

2) Memelihara minat yang baru timbul. Apabila anak-anak menunjukkan


minat yang kecil, maka merupakan tugas bagi guru untuk memelihara
minat tersebut. Anak yang baru masuk ke suatu sekolah mungkin belum
begitu banyak menaruh minat terhadap aktivitas-aktivitas tertentu. Dalam
hal ini, guru wajib memperkenalkan kepada anak-anak aktivitas tersebut.

3) Mencegah timbulnya minat terhadap hal-hal yang tidak baik. Oleh karena
itu, sekolah adalah suatu lembaga yang menyiapkan anak-anak untuk
hidup di dalam masyarakat. Maka, sekolah harus mengembangkan
aspekaspek ideal agar anak-anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
Dalam keadaan tertentu anak-anak sering menaruh minat terhadap hal-hal
yang tidak baik yang terdapat di luar sekolah di dalam masyarakat yang
jauh dari ideal. Dalam kedaan demikian sekolah melalui guru-guru
hendaknya memberantas minat anak-anak yang tertuju kepada hak-hal
yang tidak baik, dengan adanya metode positif yang mengalihkan minat
tersebut ke dalam hal-hal yang baik.

4) Sebagai persiapan untuk memberikan bimbingan kepada anak tentang


lanjutan studi atau pekerjaan yang cocok baginya. Walaupun minat bukan
merupakan indikasi yang pasti, tentang sukses tidaknya anak dalam
pendidikan yang akan datang atau dalam jabatan.

Berdasarkan uraian di atas,dapat dinyatakan bahwa pengukuran minat siswa


sangat penting. Hasil pengukuran tersebut akan menjadi tindak lanjut guru sebagai

18
upaya memelihara dan meningkat minat belajar dalam menunjang hasil belajar
yang maksimal.
6. Hasil Belajar
Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih
luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono
(2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi
tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
7. Hakikat Matematika
Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran
dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dengan
jumlah banyak yang terbagi dalam tiga bidang : aljabar, analisis dan geometri.(
James dan James 1976)
Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang
logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas dan akurat, refresentasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. ( Johnson dan Rising
1972). Matematika bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena
dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu dalam
memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.( Klein 1973).
Soedjadi mengemukakan bahwa ada beberapa definisi atau pengertian
matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu sebagai berikut:
a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr
secara sistematik
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan
dengan bilangan.
d. Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah
tentang ruang dan bentuk.
e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic

19
f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Sumardyono (2004) secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan


sebagai berikut, di antaranya:

a. Matematika sebagai struktur yang terorganisir. Agak berbeda dengan ilmu


pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur
yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa
komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif,
dan dalil/teorema (termasuk di dalamnya lemma (teorema pengantar/kecil)
dan corolly/sifat).
b. Matematika sebagai alat (tool). Matematika juga sering dipandang sebagai
alat dalammencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c. Matematika sebagai pola pikir deduktif. Matematika merupakan
pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau
pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah
dibuktikan secara deduktif (umum).
d. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking). Matematika dapat
pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal,
seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih
(valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran
matematika yang sistematis.
e. Matematika sebagai bahasa artifisial, Simbol merupakan ciri yang paling
menonjol dalam matematika, Bahasa matematika adalah bahasa simbol
yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu
konteks.
f. Matematika sebagai seni yang kreatif. Penalaran yang logis dan efisien
serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan,
maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan
seni berpikir yang kreatif.

20
8. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Duta, dkk (2017) menunjukkan
bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn antara kelompok
siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran talking stick berbantuan
media audio visual berbasis kearifan lokal dan kelompok siswa yang tidak
dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran talking stick Berbantuan
media audio visual berbasis kearifan lokal dengan thitung = 3,35 > ttabel = 1,99
dalam signifikasi < 0,05. Dengan demikian model pembelajaran talking stick
berbantuan media audio visual berbasis kearifan lokal berpengaruh positif
terhadap hasil belajar PKn siswa.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, dkk (2017) menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS yang signifikan antara siswa yang
dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan
media audio visual dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran
konvensional pada mata pelajaran IPS siswa Sekolah Dasar kelas V di Gugus I
Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar (thitung = 9,424 sedangkan ttabel =
1,980 sehingga thitung > ttabel). Adanya perbedaan tersebut menunjukan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual
berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa Sekolah Dasar kelas V di Gugus I
Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar tahun Ajaran 2016/2017.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Manuaba, dkk (2014) menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar secara signifikan antara kelompok siswa
yang belajar mengikuti pembelajaran dengan metode talking stick berbantuan
media audio visual dengan kelompok siswa yang belajar mengikuti pembelajaran
konvensional (thitung = 6,99 > ttabel = 2,000). Ini berarti terdapat pengaruh yang
signifikan hasil belajar antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode
talking stick berbantuan media audio visual dan siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan strategi konvensional pada siswa kelas VA dan VB SD
Negeri 1 Karangasem.
Ketiga hasil penelitian tersebut yang menggunakan pembelajaran talking
stick terbukti berpengaruh positif terhadap beberapa variabel hasil belajar.
Selanjutnya, perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah terletak

21
pada penggunaan media dan variabel yang diteliti. Media pembelajaran yang
digunakan adalah media audio visual kontekstual sedangkan variabel yang diteliti
adalah minat dan hasil belajar Matematika siswa.
9. Karangka Berfikir
Model pembelajaran talking stick berbantuan media audio visual yang
kontekstual dapat membantu siswa dalam meningkatkan minat belajar karena
siswa siswa tidak akan belajar melalui metode konvensional saja. Dengan adanya
inovasi model pembelajaran dan media pembelajaran akan cenderung
meningkatkan minat belajar siswa yang juga sekaligus akan berdampak pada hasil
belajar yang diperoleh siswa.
Langkah awal pembelajaran dengan model talking stick berbantuan media
audio visual yang kontekstual yaitu guru menyiapkan sebuah tongkat yang
panjangnya ± 20 cm lalu guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari
dengan berbantuan media audio visual yang kontekstual kemudian memberikan
kesempatan kepada para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi
pelajaran, Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wacana.
Setelah selesai membaca dan mempelajari materi atau mencermati materi
pelajaran, guru mempersilakan siswa untuk menutup isi bacaan lalu guru
mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa, setelah itu guru
memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat
bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. Di akhir pelajaran guru
memberikan kesimpulan dan melakukan evaluasi/penilaian.
Jadi, model pembelajaran talking stick berbantuan media audio visual yang
kontekstual memberikan peluang untuk meningkatkan minat dan hasil belajar
Matematika.

22
Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Bagan kerangka berpikir.

Matematika

Model Pembelajaran Media Audio Visual


Talking Stick Kontekstual

Sintaks model pembelajaran Talking Stick berbantuan


media audio visual kontekstual, yaitu: (1) guru
menyiapkan sebuah tongkat, (2) guru menyiapkan materi
pokok yang akan dipelajari dan menampilkan media audio
visual yang kontekstual kemuadian mempersilahkan siswa
untuk mempelajari dan mencermati, (3) setelah selesai
mencermati guru mempersilahkan siswa untuk menutup
bukunya, (4) guru mengambil tingkat dan memberikan
kepada siswa dapat diiringi dengan lagu, dan siswa yang
memegang tongkat saat lagu berhenti harus menjawab
soal, begitu seterusnya, (5) guru bersama siswa
meyimpulkan, (6) evaluasi, (7) penutup

Memberikan pengaruh positif


terhadap minat dan hasil belajar
siswa

23
10. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diungkapkan,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan minat belajar antara kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan
media audio visual yang kontekstual dengan kelompok siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensional.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar Matematika antara kelompok siswa
yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe talking stick
berbantuan media audio visual yang kontekstual dengan kelompok
siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
3. Terdapat perbedaan secara bersama-sama minat belajar dan hasil belajar
Matematika antara kelompok siswa yang mengikuti model
pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio
visual yang kontekstual dengan kelompok siswa yang mengikuti model
pembelajaran konvensional.

H. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini berupa “Post Test Only Control Group Design”
Rancangan ini menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapatkan
perlakuan baru, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan perlakuan seperti
sebelumnya. Post test diberikan pada semua kelompok penelitian. Desain
penelitiannya sebagai berikut.
Tabel 02. Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Post-Test
E X Q1
K - Q2
(dalam Sugiyono, 2010:85)
Keterangan:
E = Kelompok Eksperimen
K = Kelompok Kontrol

24
X = Perlakuan
Q1 = Post test untuk kelompok eksperimen
Q2 = Post test untuk kelompok kontrol
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas VI SD di Gugus I Kecamatan
Bangli Kabupaten Bangli tahun pelajaran 2019/2020, dengan SD N 1 Cempaga
sebagai kelas eksperimen dan SD N 4 Cempaga sebagai kelas kontrol.
Objek penelitian ini adalah minat dan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran Matematila Kelas VI SD di Gugus I Kecamatan Bangli Kabupaten
Bangli tahun pelajaran 2019/2020.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas VI sekolah dasar di
Gugus I Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli Tahun Pelajaran 2019/2020.
Populasi dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 03. Data Populasi Penelitian Siswa Kelas VI SD di Gugus I Kecamatan


Bangli Kabupaten Bangli Tahun Pelajaran 2019/2020
No. Sekolah Jumlah Siswa
1 SD Negeri 1 Cempaga 35
2 SD Negeri 2 Cempaga 37
3 SD Negeri 3 Cempaga 30
4 SD Negeri 4 Cempaga 32
5 SD Negeri 5 Cempaga 29
Jumlah 163

Untuk mengetahui kesetaraan kemampuan akademik siswa Kelas VI sekolah


dasar di Gugus I Kecamatan Bangli, maka peneliti menggunakan nilai hasil
belajar Matematika semester II diuji kesetaraan dengan menggunakan analisis
varian satu jalur (ANAVA A).
Setelah mengetahui populasi langkah selanjutnya adalah menentukan sampel
penelitian.Agung (2014:69) mengemukakan bahwa, “Sampel adalah sebagian dari
populasi yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil

25
dengan menggunakan teknik tertentu.” Candiasa (2010:3) menyatakan, “Sampel
adalah sebagian anggota populasi yang dapat mewakili populasi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sampel adalah wakil dari populasi penelitian
yang memiliki karakteristik yang sama dan dianggap dapat mewakili seluruh
populasi yang ditentukan dengan teknik tertentu. Pemilihan sampel yang akan
dilakukan dalam penelitian in dilakukan dengan teknik random sampling.
Setelah mengetahui kedua kelompok sampel, selanjutnya dilakukan
pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol. Hasil pengundian
tersebut adalah SD Negeri 1 Cempaga terpilih sebagai kelompok eksperimen dan
SD Negeri 4 Cempaga sebagai kelompok kontrol.

Tabel 04. Sampel Penelitian


Jumlah
Sekolah Kelompok Model Pembelajaran Kelas
siswa
Model pembelajaran
SD Negeri 1 Talking Stick berbantuan
Eksperimen VI 35
Cempaga media audio visual yang
kontekstual
SD Negeri 4 Model pembelajaran
Kontrol VI 37
Cempaga konvensional
Total anggota sampel 72

4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


Penelitian ini akan melibatkan dua jenis variabel, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Untuk penjelasan masing-masing variabel dipaparkan sebagai
berikut.
1. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Talking Stick
berbantuan media visual yang kontekstual yang akan diberikan kepada kelompok
eksperimen dan model pembelajaran konvensional yang diberikan pada kelompok
kontrol.

26
2. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah minat belajar dan hasil belajar
Matematika siswa Kelas VI gugus I Kecamatan Bangli.
Definisi operasional variabel dimaksudkan untuk memberikan penjelasan
terhadap variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian. Definisi operasional
variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.
1) Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran tradisional
yang salah satu diantaranya adalah metode ceramah. Metode ceramah adalah
metode yang boleh dikatakan tradisional karena sejak dulu metode ini telah
digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam
proses belajar dan mengajar. Pembelajaran model konvensional ditandai
dengan ceramah yang diiringi penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
2) Model talking stick adalah model pembelajaran yang mampu melatih
kemampuan siswa untuk mengugkapkan pendapat. Model talking stick
merupakan salah satu langkah dari model pembelajaran talking stick yaitu
guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, guru memberikan
pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat harus menjawabnya sehingga
dengan penerapan model pembelajaran ini dapat merangsang anak berusaha
untuk menarik perhatian anak mengungkapkan ide-ide atau perasaan mereka
melalui berbicara”. Model pembelajaran talking stick merupakan “Satu dari
sekian banyak satu model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ini
dilakukan dengan bantuan tongkat yang dijadikan sebagai jatah atau giliran
untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa
mempelajari materi pelajaran”.Dalam pelaksanaan penggunaan menggunakan
model Talking Stick ini nantinya akan dibantu dengan media audio visual yang
kontekstual.
3) Minat belajar merupakan rasa ketertarikan, perhatian, keinginan lebih yang
dimiliki oleh seseorang terhadap suatu hal tanpa adanya dorongan. Minat
tersebut akan menetap dan berkembang pada dirinya untuk memperoleh
dukungan dari lingkungannya yang berupa pengalaman. Faktor yang
menimbulkan minat belajar adalah dorongan dari dalam individu.

27
4) Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotorik, Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi
tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
5. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
1) Metode Pengumpulan Data
Data yang akan diuji dalam penelitian ini adalah tentang minat belajar dan
hasil belajar Matematika siswa. Data tentang minat belajar siswa akan
dikumpulkan dengan metode kuesioner. Data tentang hasil belajar Matematika
akan dikumpulkan dengan tes berupa tes pilihan ganda.
2) Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat pengumpulan data yang diperlukan dalam
suatu penelitian. Kegunaan instrumen penelitian adalah untuk memeroleh data
yang diperlukan dalam penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner minat belajar dan tes hasil belajar Matematika. Kisi-kisi
instrumen yang akan dibuat mempertimbangkan karakteristik tiap data.
Sebelum menggunakan instrumen, terlebih dahulu instrumen diuji dengan
tahapan sebagai berikut.
(1) Validitas Instrumen
Validitas instrumen menyangkut ketepatan inferensi yang dibuat peneliti
berdasarkan data yang dikumpulkan menggunakan instrumen tersebut(Candiasa,
2010:21). Instrumen penelitian dianalisis dengan menggunakan uji validitas isi
dan uji validitas butir tes.
a) Validitas Isi
Validitas isi merupakan validitas yang ditinjau dari segi isi tes sebagai alat
pengukur hasil belajar. Isi tes hasil belajar harus dapat mewakili keseluruhan
bahan pelajaran yang diujikan (Sudijono, 2007). Pengujian validitas isi instrumen
yang berbentuk tes dilakukan dengan membandingkan isi instrumen dengan
materi pelajaran yang telah diajarkan (Sugiyono, 2011). “Validitas isi menyangkut
isi dan format instrumen. Agar validitas isi instrumen terpenuhi, peneliti sering

28
juga menggunakan penilaian pakar” (Candiasa, 2010: 22). Uji validitas isi dengan
menggunakan formula Gregory. Uji validitas isi dengan formula Gregory
menggunakan penilaian pakar dan hasil penilaian sudah dikuantitatifkan. Cara
perhitungan validitas isi dengan formula Gregory adalah sebagai berikut.
i. Para pakar yang dipercaya menilai instrumen melakukan penilaian terhadap
instrumen per butir dengan menggunakan skala. Para pakar menilai kesesuaian
butir tes dengan indikator yang diukur dan menilai susunan kalimat dalam
butir tes.
ii. Dilakukan pengelompokan skala, misalnya skor 1-2 dikelompokkan menjadi
kurang relevan dan skor 3-4 dikelompokkan menjadi sangat relevan.
iii. Hasil penilaian para pakar ditabulasi. Tabulasi silang untuk dua penilai
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 05. Tabulasi Silang

Penilai 1
Kurang relevan Sangat relevan
(Skor 1-2) (Skor 3-4)
Kurang relevan
A B
(Skor 1-2)
Penilai 2
Sangat relevan
C D
(Skor 3-4)
(Sumber: Gregory dalam Candiasa, 2010)
iv. Dilakukan perhitungan validitas isi dengan rumus: Gregory (Candiasa, 2010)
𝐷
𝑉𝑖 =
𝐴+𝐵+𝐶+𝐷
Keterangan:
Vi = validitas isi
A = sel yang menunjukkan ketidaksetujuan antara kedua penilai
Bdan C = sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara penilai
D = sel yang menunjukkan persetujuan antara kedua penilai.

29
v. Nilai validitas isi yang diperoleh mencerminkan keseluruhan butir tes yang
dihasilkan. Untuk mengklasifikasikan dikategori mana koefisien validitas itu
berada maka dapat diketahui berdasarkan tabel berikut.

Tabel 06. Koefisien Validitas Isi


Koefisien Validitas
0,80 – 1,00 Validitas isi sangat tinggi
0,60 – 0,79 Validitas isi tinggi
0,40 – 0,59 Validitas isi sedang
0,20 – 0,39 Validitas isi rendah
0,00 – 0,19 Validitas isi sangat rendah
(Sumber: Candiasa, 2010)
Jika didapatkan skor hasil uji pakar minimal berada pada kategori tinggi yakni
0,60–0,79 instrumen tersebut dapat digunakan dalam penelitian.
b) Validitas Butir Tes
Suatu instrumen diakatakan valid apabila instrument yang digunakan dapat
mengukukur apa yang hendak diukur” (Sukardi, 2012: 121). Arikunto (2005:65)
menyatakan bahwa validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan
dari hasil pengalaman.” Untuk mengukur validitas butir tes objektif digunakan
rumus Korelasi Point Biserialdengan rumus sebagai berikut.

𝑀𝑝 − 𝑀𝑡 𝑝
𝑟𝑝𝑏𝑖 = √
𝑆𝑡 𝑞

(Koyan, 2011:129)
Keterangan:
𝑟𝑝𝑏𝑖 = koefisien korelasi point biserial
𝑀𝑝 = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi butir yang dicari
validitasnya
Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

30
p = proporsi peserta didik yang menjawab betul (banyak peserta didik yang
menjawab betul dibagi dengan jumlah seluruh peserta didik
q = proporsi peserta didik yang menjawab salah (q=1-p).
Suatu butir soal dinyatakan valid jika r pbi hitung lebih besar dari pada r pbi

tabel dengan taraf signifikansi 5% ( rpbi hitung > rpbi tabel dengan t.s 5%).

c) Reliabilitas Tes
Reliabilitas alat penilaian merupakan ketetapan atau keajegan alat penilaian
untuk menilai apa yang seharusnya diukur atau dinilai. Kapan pun alat penilaian
tersebut digunakan untuk menilai atau mengukur akan memberikan hasil yang
relatif sama (Sudjana, 2004). Suatu instrument penelitian dikatakan mempunyai
nilai reliabiltas tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten
atau ajeg dalam mengukur yang hendak diukur. “semakin reliable suatu tes maka
semakin yakin hasil suatu tes tersebut mempunyai hasil yang sama ketika
dilakukan tes kembali” (Sukardi, 2012: 127). Uji reliabilitas dilakukan terhadap
butir soal yang valid saja, dengan demikian uji reliabilitas bisa dilakukan setelah
uji validitas. Uji reliabilitas tes yang bersifat heterogen ditentukan dengan rumus
Kuder Richadson (KR-20), yaitu
𝑛 𝑆 2 − ∑𝑝𝑞
𝑟11 = ( )( )
𝑛−1 𝑆2

(Arikunto, 2013:115)

Keterangan:
r11 = koefesien korelasi
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah ( q = 1 – p)
Ʃpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = jumlah butir tes.
s = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

Untuk menentukan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan kriteria


yang dikemukakan oleh Guilford (dalam Koyan, 2011:136) sebagai berikut.
0,80<r11 ≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi (sangat baik)

31
0,60<r11 ≤ 0,80 reliabilitas tinggi (baik)
0,40<r11 ≤ 0,60 reliabilitas sedang (cukup)

0,20<r11 ≤ 0,40 reliabilitas rendah (kurang)


r11 ≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah
d) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran dapat diartikan sebagai kesanggupan atau kemampuan
siswa dalam menjawab tes yang diberikan Butir-butir tes hasil belajar dinyatakan
sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu
sukar dan tidak terlalu mudah. Dengan derajat kesukaran item sedang atau cukup
(Sudijono, 2007). Fernandes (dalam Koyan, 2011:140) menyatakan, “Tes yang
baik adalah tes yang memiliki taraf kesukaran antara 0,25-0,75.”Untuk
menghitung tingkat kesukaran tes, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
𝑛𝐵
𝑃=
𝑛
(Koyan, 2011:140)
Keterangan:
P = tingkat kesukaran butir tes
nB = banyaknya subjek yang menjawab soal dengan betul
n = jumlah subjek (testee) seluruhnya.
Untuk menentukan tingkat kesukaran tes digunakan kriteria sebagai berikut.
0,00 – 0,29 = sukar
0,30 – 0,70 = sedang
0,71 – 1,00 = mudah
e) Uji Daya Beda
Indeks daya beda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta
tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah.
Pengertian daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal adalah menyatakan seberapa
jauh kemampuan butir soal tersebut membedakan antara testee (siswa) yang
mengetahui jawaban benar dengan testee (siswa) yang tidak menjawab soal
dengan benar. Hal ini sesuai dengan pendapat Koyan (2011: 141), daya pembeda
tes merupakan kemampuan suatu tes untuk membedakan siswa yang pandai dan
siswa yang kurang pandai.

32
Jika tes tersebut diberikan kepada siswa yang tergolong pandai akan lebih
banyak dijawab benar. Sedangkan jika diberikan kepada siswa yang tergolong
kurang pandai akan banyak dijawab salah. Sebelum menguji daya beda, hasil tes
seluruh testee (siswa) diurutkan dari yang memeroleh skor tertinggi hingga skor
terendah. Lalu untuk menentukan kelompok atas dan kelompok bawah ditentukan
dengan mengambil kutubnya saja yakni 27% skor teratas sebagai kelompok atas
dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah.
Untuk menghitung tingkat daya beda soal digunakan rumus berikut
𝑛𝐵𝐴 𝑛𝐵𝐵
𝐷𝐵 = − atau 𝐷 = 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵
𝑛𝐴 𝑛𝐵
(Koyan, 2011:141)
Keterangan:
DB =daya beda butir tes
nBA =jumlah subjek yang menjawab betul pada kelompok atas
nBB =jumlah subjek yang menjawab betul pada kelompok bawah
nA =jumlah subjek kelompok atas
nB =jumlah subjek kelompok bawah
PA = butir tes kelompok atas

PB = butir tes kelompok bawah.

Untuk menentukan daya beda tes (D) digunakan kriteria sebagai berikut.
0,00 – 0,19 = kurang baik
0,20 – 0,39 = cukup baik
0,40 – 0,70 = baik
0,71 – 1,00 = sangat baik
”Jika D negatif maka soal tersebut sangat buruk dan harus dibuang. Tes yang
baik apabila memiliki D antara 0,15-0,20 atau lebih”. Fernandes(Koyan,
2011:141).
Untuk kuesioner hanya dilakukan uji validitas isi, validitas empiris dan
reliabilitasnya saja.

33
6. Metode dan Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif dananalisis
inferensial.
1) Statistik Deskritif
Statistik deskritif menurut Sugiyono (2012:207) adalah “statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksudmembuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”.
a) Menghitung Modus
Modus adalah skor yang paling sering muncul atau memiliki frekuensi
terbanyak (Koyan, 2012). Untuk menghitung modus digunakan rumus berikut.
𝑏1
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 ( )
𝑏1 + 𝑏2

(Koyan, 2012:13)
Keterangan:
Mo =modus
b = batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak (batas bawah)
p =panjang kelas (i = interval) dengan frekuensi terbanyak
b1 =frekuensi pada kelas modus (frekuensi pada kelas interval yang
terbanyak) dikurangi frekuensi kelas interval terdekat sebelumnya
b2 =frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas intervalberikutnya.
b) Menghitung Median
Koyan (2012:14) menyatakan, “Median atau nilai tengah adalah nilai yang
menunjukan bahwa di bawah dan di atas nilai tersebut, masing-masing terdapat
50% nilai (data). Pada data distribusi frekuensi bergolong, median (Md) dapat
dihitung dengan rumus berikut.
1
𝑛−𝐹
𝑀𝑑 = 𝑏 + 𝑝 (2 )
𝑓

(Koyan, 2012:14)
Keterangan:
Md = median

34
b = batas bawah dari daerah median
p = panjang kelas interval
n = banyak data/jumlah sampel
F =f kumulatif sebelum kelas median (jumlah semua frekuensi sebelum
kelas median)
f = frekuensi kelas/daerah median
c) Menghitung Mean
Untuk menghitung mean atau rata-rata hitung digunakan rumus berikut.
∑ 𝑓𝑋
𝑀= ∑𝑓

(Koyan, 2012:15)
Keterangan:
M = mean (rata-rata)
∑ fX = jumlah hasil kali antara frekuensi dan nilai data
∑f = jumlah frekuensi.
d) Menghitung Standar Deviasi dan Varians
Standar deviasi (s) adalah suatu ukuran persebaran atau disperse skor-skor.
Rumus untuk mengukur standar deviasi (s) sebagai berikut.

∑𝑥 2 ∑(𝑋 − ̅̅̅
𝑋)2 𝑛∑𝑋 2 − (∑𝑋)2
𝑠=√ =√ =√
(𝑛 − 1) (𝑛 − 1) 𝑛(𝑛 − 1)

(Koyan, 2012:17)
Keterangan:
s = standar deviasi (simpangan baku)
X = skor
X = rata-rata skor
n = jumlah sampel.
2) Statistika Inferensial
Statistika inferensial adalah teknil statistik yang digunakan untuk menganalisis
data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi” (Sugiyono, 2012:209).
Menurut Sukardi (2011:154) “statistika inferensial yaitu teknik statistika dimana
pembuatan keputusan tentang populasi yang diteiti berdasarkan data yang
diperoleh dari sampel”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa statistic

35
inferensial adalah statistic yang digunakan utuk menganalisis data sampel dalam
rangka penarikan kesimpulan mengenai populasi.
a) Uji Prasyarat Analisis
Sebelum melakukan uji hipotesis maka harus dilakukan uji prasyarat. Uji
prasyarat yang dilakukan yaitu uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas.
b) Uji Normalitas Sebaran Data
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sebaran data skor
keterampilan high order thinking skilss siswa pada masing-masing kelompok
berdistribusi normal atau tidak sehingga dapat menentukan teknik analisis
datanya. Uji normalitas sebaran data digunakan analisis Chi-Square dengan rumus
sebagai berikut:
( fo  fe )2
2 
fe
(Koyan, 2012: 90)
Keterangan:
χ2 =chi-square
𝑓𝑜 = frekuensi yang diperoleh sampel (observasi)
𝑓𝑒 = frekuensi yang diharapkan.

Kriteria pengujian data berdistribusi normal jika  hitung <  tabel, dengan
2 2

taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan = jumlah kelas interval dikurangi


parameter, dikurang 1 atau dk = (k-parameter-1).

c) Uji Homogenitas
Uji homogentitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi
pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan varians antar
kelompok, bukan sebagai akibat perbedaan dalam uji kelompok. Uji homogenitas
dapat dilakukan apabila kelompok data tersebut berditribusi normal. Uji
homogentias varians dilakukan dengan uji F rumsnya sebagai berikut.
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹= (Koyan, 2012:34)
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

36
Kriteria pengujian, jika F hitung ≥ Ftabel maka sampel tidak homogen dan jika
Fhitung< Ftabel maka sampel homogen. Pengujian dilakukan dengan taraf signfikansi
5% dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1 - 1 dan derajat kebebasan untuk
penyebut n2 – 1
3) Hipotesis Statistik
Untuk menguji hipotesis akan dilakukan dengan uji MANOVA. Pengujian
hipotesis melalui MANOVA diawali dengan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan
homogenitas.
H0: Tidakterdapat pengaruh model pembelajaran Talking Stick berbantuan media
audio visual yang kontekstual terhadap minat dan hasil belajar Matematika
Siswa di Kelas VI Gugus I Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli Tahun
Pelajaran 2019/2020.
H1:Terdapat pengaruh model pembelajaran Talking Stick berbantuan media audio
visual yang kontekstual terhadap minat dan hasil belajar Matematika Siswa di
Kelas VI Gugus I Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli Tahun Pelajaran
2019/2020.

I. Jadwal Waktu Penelitian


Tempat pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan adalah di SD Gugus I
Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli tahun pelajaran 2019/2020.

37
Tabel 07. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Novembe Januari Februar
Desember Maret April Mei Juni
No Kegiatan r i
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Observasi awal
2 Penentuan populasi
3 Pencarian data awal
4 Penyusunan
proposal
5 Bimbingan proposal
6 Seminar proposal
7 Penyusunan
instrumen
8 Pengumpulan data
9 Analisis data
10 Pembuatan draft
laporan
11 Ujian/seminar
laporan
12 Penyempurnaan

34
Novembe Januari Februar
Desember Maret April Mei Juni
No Kegiatan r i
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
laporan
13 Penggandaan
laporan penelitian

35
J. Daftar Rujukan

Agung, A.A. Gede. 2014. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Yogjakarta: Aditya


Media Publishing.

Agus, Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Teori dan Aplikasi Paikem.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Agus, Suprijono. 2012. Cooperative Learning. Teori dan Aplikasi Paikem.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ahmadi. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Algensido Offset.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan.

Candiasa, I Made. 2010. Pengujian Instrumen Penelitian Disertai Aplikasi


ITEMAN dan BIGSTEPS. Singaraja: Unit Penerbitan Universitas
Pendidikan Ganesha.

Dimyanti dan Mudijono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Herlina, Luh Putu. Nyoman Dantes. Wayan Suwatra. 2012. Pengaruh Model
Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Minat Dan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas V Gugus Xiii Kecamatan Buleleng.

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Khodijah, Nyayu. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

38
Koyan, I Wayan. 2011. Statistik Terapan (Teknik Analisis Data Kuantitatif).
Singaraja: Undiksha.

Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Terapan (Teknik Analisis Data Kuantitatif).


Singaraja: Undiksha.

Kurniasih dan Sani. 2015. Model Pembelajaran. Yogyakarta: Kata Pena.

Lestari, Trianti, Rini Kristiantari dan Ni Nyoman Ganing. 2017. Pengaruh Model
Pembelajaran Talking Stick Berbantuan Lagu Daerah Terhadap Hasil
Belajar IPS. Vol.1 Edisi 2017. Tersedia pada. http://ejournal.undiksha.ac.id.
Diakses pada tangga 19 November 2018.

Manuaba, Ngurah Bagus, Nyoman Kusmariyatni, I Made Citra Wibawa. 2014.


Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V
SD Negeri 1 Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014. Vol 2 Nomor 1.

Mariadeni, Ketut Eli, Ndara Tanggu Renda, I Komang Sudarma. 2017. Pengaruh
Model Pembelajaran Talking Stick Berbantuan Media Audio Visual
Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Hasil Belajar PKN

Megawati. Ni Made Pande. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Talking Stick


berbantuan Media Gambar Berseri Untuk Meningkatkan Kemampuan
Berbahasa Lisan. E-Journal Undiksha.

Mulyatiningsih. 2012. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung:


Alfabeta.

Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Nurkancana, I Wayan. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Ono. 2012. Belajar dengan Pendekatan PAIKEM. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Puryadi dan Satutik Rahayu. 2018. Pengaruh Model Pembelajaran Direct


Instruction Berbantuan Bahan Ajar Berbasis Kontekstual Terhadap Hasil
Belajar Ipa Terapan Siswa Kelas X SMKN 4 Mataram Tahun Ajaran
2015/2016. Vol.4. No 1. Edisi Juni 2018

39
Rasana, Raka. 2009. Model-model Pembelajaran. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Sadiman. 1996. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan,


Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada.

Sanjaya. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar


Baru Algensido Offset.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sukardi. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas. Yogjakarta: Bumi
Aksara.
Sukardi. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas. Yogjakarta: Bumi
Aksara.
Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Walgito, Bimo. 2010. Pengatar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV Andi Offset.

40

Anda mungkin juga menyukai