Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING MELALUI

PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN


KONSEP MATEMATIKA SISWA PADA MATERI TURUNAN FUNGSI
ALJABAR

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
KHANSA FAKHRIZANI SARI

K1317038

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Desember 2019

i
PENGESAHAN

Nama : Khansa Fakhrizani Sari


NIM : K1317038
Judul Proposal : Pengaruh Model Discovery Learning melalui Pendekatan
Saintifik Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Pada Materi
Turunan Fungsi Aljabar
Proposal ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari
...............,............................ dengan hasil ..................................................................

Persetujuan hasil revisi oleh Tim Penguji:


Nama Penguji Tanda Tangan Tanggal
Ketua : _____________ __________
Sekretaris :. _____________ __________
Anggota I : _____________ __________
Anggota II : _____________ __________

Proposal disahkan oleh Kepala Program Studi Pendidikan Matematika pada


Hari :
Tanggal :

Mengesahkan
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Kepala Program Studi

Universitas Sebelas Maret Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M.Si. Dr. Triyanto, S.Si., M.Si.

NIP 196602251993021002 NIP 197205081998021001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ...... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 3
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 3
D. Perumusan Masalah .................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka ............................................................................ 6
B. Kerangka Berpikir....................................................................... 27
C. Hipotesis ..................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 28
1. Tempat Penelitian ................................................................ 28
2. Waktu Penelitian .................................................................. 28
B. Desain Penelitian ........................................................................ 28
1. Jenis Penelitian .................................................................... 28
2. Rancangan Penelitian........................................................... 29
C. Populasi dan Sampel ................................................................... 29
1. Populasi ................................................................................... 29
2. Sampel .................................................................................... 29
D. Teknik Pengambilan Sampel ...................................................... 30
E. Variable penelitian ...................................................................... 30
F. Instrument pengumpulan data ..................................................... 31

iii
G. Teknik pengumpulan data ........................................................... 31
H. Teknik Validasi Instrumen.......................................................... 32
I. Teknik analisis data .................................................................... 35
J. Prosedur Penelitian ..................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 39

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data rata-rata hasil Ujian Nasional tahun 2019 ............................ 1
Tabel 2.1 Sintaks model pembelajaran discovery learning ..................... ....18
Tabel 2.2 Sintaks Discovery learning mealalui pendekatan saintifik ...... ....20
Tabel 3.1 Tahap-tahap Penyusunan Skripsi…..................................28
Tabel 3.2 Rancangan penelitian....................................................................29

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 27

vi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan merupakan
salah satu masalah yang memprihatinkan bagi Bangsa Indonesia. Untuk sebagian
sekolah di kota-kota besar sudah menunjukkan mutu pendidikan yang cukup baik,
namun masih ada sekolah-sekolah di kota atau kabupaten di tiap provinsi di
Indonesia yang masih memprihatinkan.
Berdasrkan laporan data puspendik tahun 2019, hasil Ujian Nasional SMA
Al-Islam 1 Surakarta jurusan IPA diperoleh sebagai berikut:
Tabel 1.1 Data rata-rata hasil Ujian Nasional tahun 2019

Satuan
Materi yang Kota/Kab. Propinsi Nasional
No. pendidikan
diuji (3.475) (92.861) (973.253)
(155)
1. Aljabar 55,71 61,30 51,77 45,49
2. Kalkulus 41,43 51,12 40,58 34,99
Geometri dan
3. 44,79 48,68 40,12 34,59
Trigonometri
4. Statistika 46,26 52,12 41,53 35,02

Dari laporan rata-rata hasil ujian nasional tersebut menunjukkan bahwa


materi pokok kalkulus masih rendah jika dibandingkan dengan materi pokok
matematika lainnya. Rata-rata nilai ujian nasional ini juga menggambarkan
kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang masih rendah. Selain data
hasil ujian nasional pada Tabel 1.1 diperoleh juga informasi bahwa pada materi soal
permasalah turunan fungsi aljabar, rata-rata nilai dari SMA Al-Islam 1 Surakarta
yaitu 5,81. Rendahnya rata-rata hasil nilai ujian nasional ini menunjukkan salah satu
bukti bahwa masih banyak siswa yang mengalami maslah dalam menyelesaikan
masalah matematika.
2

Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya kemampuan pemahaman


konsep matematika siswa. Faktor-faktor yang memengaruhi ini dapat dibagi
menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang berasal dari dalam diri sendiri, antara lain motivasi belajar dan minat belajar.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri sendiri, misalnya adalah
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan komponen pembelajaran. Model dan
pendekatan pembelajaran merupakan salah satu faktor dari rendahnya kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa. Model dan pendekatan pembelajaran ini
termasuk dalam komponen pembelajaran dan merupakan faktor eksternal yang
memengaruhi rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.
Dimungkinkan rendahnya pemahaman konsep matematika siswa SMA Al-Islam 1
Surakarta disebabkan oleh faktor komponen pembelajaran yaitu model dan
pendekatan pembelajaran.
Salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang
memungkinkan siswa untuk memiliki pemahaman konsep matematika yang baik
adalah melalui pendekatan pembelajaran saintifik. Hal ini disebabkan karena pada
pendekatan pembelajaran saintifik bentuk pembelajaran berpusat pada siswa dan
siswa diberi kesempatan untuk secara aktif mengkonstruk konsep matematika
sendiri.
Selain pendekatan pembelajaran, model pembelajaran juga penting untuk
siswa memeroleh pemahaman konsep matematika. Pada penelitian Siti dan Ratih
(2016) didapatkan hasil bahwa model pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap
pemahaman konsep matematika siswa yang dikenai model pembelajaran discovery
learning mendapat pemahaman konsep matematika lebih baik dibandingkan siswa
yang dikenai metode ceramah. Model pembelajaran discovery learning memiliki
enam tahap, yaitu menyampaikan tujuan/ mempersiapkan siswa, orientasi siswa
pada masalah, merumuskan hipotesis, melakukan kegiatan penemuan,
mempresentasikan hasil kegiatan penemuan, dan mengevaluasi kegiatan penemuan.
Pada tahap melakukan kegiatan penemuan, siswa tidak lagi belajar dengan cara
menghafal rumus, tetapi siswa menemukan sendiri suatu rumus dengan
pengetahuan yang mereka miliki dengan bimbingan guru sehingga siswa mampu
3

memahami konsep matematika dengan baik. Pembelajaran matematika diharapkan


dapat bermakna melalui model discovery dengan diskusi, belajar kelompok, dan
memecahkan masalah serta menyimpulkannya.
Pada penelitian Siti dan Ratih (2016) didapatkan hasil bahwa model
pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap pemahaman konsep matematika
siswa dan siswa yang dikenai model pembelajaran discovery learning mendapat
pemahaman konsep matematika yang lebih baik dibandingkan siswa yang dikenai
metode ceramah.
Berdasarkan beberapa uraian di atas peneliti tertarik untuk mengungkapkan
sejauh mana kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dengan
menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan menggunakan
pendekatan saintifik dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep
matematika siswa kelas XI SMA Al-Islam 1 Surakarta pada materi turunan fungsi
aljabar dengan judul “Pengaruh Model Discovery Learning melalui Pendekatan
Saintifik terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Pada
Materi Turunan Fungsi Aljabar”
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beberapa masalah yang muncul


diantaranya:

1. Rendahnya nilai rata-rata hasil ujian nasional tahun 2019 SMA Al-Islam
1 Surakarta jurusan IPA pada materi turunan fungsi aljabar
2. Dalam belajar matematika siswa kurang terlibat aktif dalam proses
pembelajaran matematika karena peran siswa hanya sebagai penerima
informasi dari gurunya. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep
matematis siswa dimungkinkan karena kurang tepatnya pemilihan
model dan pendekatan pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat lebih terarah dan
mendalam, maka permasalahan tersebut dibatasi sebagai berikut:
4

1. Model pembelajaran pada penelitian ini adalah model discovery learning


dengan pendekatan saintifik untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran
langsung untuk kelas kontrol
2. Materi yang dibahas dalam penelitian adalah materi turunan fungsi aljabar
sesuai kurikulum 2013 untuk kelas XI.
3. Kemampuan pemahaman konsep matematis dalam penelitian ini dibatasi pada
hasil nilai tes kelas XI SMA Al-Islam 1 Surakarta tahun ajaran 2020/2021 pada
akhir materi turunan fungsi aljabar.
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis


menarik suatu rumusan yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika


antara siswa pada kelas model Discovery Learning melalui pendekatan
saintifik dengan siswa pada kelas model pembelajaran langsung pada
materi turunan fungsi aljabar?
2. Manakah yang menghasilkan kemampuan pemahaman konsep
matematika yang lebih baik antara model pembelajaran dengan
discovery learning melalui pendekatan saintifik atau model
pembelajaran langsung pada materi turunan fungsi aljabar?

E. Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui:

1. Ada atau tidaknya perbedaan kemampuan pemahaman konsep


matematika antara siswa pada kelas model Discovery Learning melalui
pendekatan saintifik dengan siswa pada kelas model pembelajaran
langsung pada materi turunan fungsi aljabar.
5

2. Model yang menghasilkan kemampuan pemahaman konsep matematika


yang lebih baik antara model pembelajaran dengan discovery learning
melalui pendekatan saintifik atau model pembelajaran langsung pada
materi turunan fungsi aljabar.

F. Manfaat penelitian

Dalam melakukan penelitian, pasti akan terdapat manfaat dibalik tujuan


yang ingin dicapai, manfaat penelitian yang diperolah adalah:

1. Manfaat untuk Guru


Pembelajaran matematika melalui model discovery learning melalui
pendekatan saintifik dapat dijadikan sebagai alternatif model
pembelajaran guna menghasilkan pemahaman konsep matematika siswa
yang lebih baik pada materi turunan fungsi aljabar.
2. Manfaat untuk Siswa
Penggunaan model discovery learning melalui pendekatan sintifik
dapat dijadikan sebagai alternatif dalam menghasilkan pemahaman
konsep matematika siswa yang lebih baik.
3. Manfaat untuk peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti
lain untuk melakukan penelitian sejenis pada materi lain ataupun dengan
tinjauan lain serta subjek penelitian yang lain pula.
6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pemahaman Konsep Matematika
a. Pengertian Pemahaman
Pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli sangatlah
bervariasi. Hal tersebut antara lain dikarenakan latar belakang dan sudut
pandang yang berbeda-beda dari para ahli itu sendiri. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2006:497), "Pemahaman adalah tingkatan,
perbuatan, cara memahami". Lain halnya dengan pernyataan Gardner
(Santrock, John W , 2009), "Pemahaman adalah salah satu aspek dalam
belajar yang digunakan sebagai dasar mengembangkan model
pembelajaran dengan memperhatikan indikator pemahaman".
Sementara itu, Sudjana (2009:24) bahwa tipe belajar yang lebih tinggi
dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan
susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi
contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk
penerapan pada kasus lain. Pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga
kategori:
1) Tingkatan terendah adalah pemahaman terjemah, mulai terjemah dalam
arti yang sebenarnya.
2) Tingkatan kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan
bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau
menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian,
membedakannya pokok dan yang bukan pokok.
3) Tingkatan ketiga adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi
diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi
dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalahnya.
7

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti benar akan
sesuatu.

b. Pengertian Konsep
Kamus Besar Bahasa Indonesia (206:390) mendefinisikan konsep
adalah rancangan kasar dari suatu hal ide atau pengertian yang diabstrakkan
dari peristiwa yang konkrit; gambaran mental dari obyek, proses, atau apa
pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain.

Menurut Bell (2008:85-89) konsep matematika adalah suatu ide


dasar dari objek yang ada dalam matematika sehingga dari ide dasar
tersebut kita dapat mengklasifikasi objek-objek dalam matematika
sesuai ide dasarnya sekaligus menjelaskan alasannya.
Sedangkan menurut Budiono (2009:4) konsep matematika yaitu
segala sesuatu yang berwujud pengertian-pengrtian baru yang bisa
timbul sebagai hasil pikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus
hakikat dan inti/isi matematika.
Konsep di dalam matematika dibedakan 3 macam, yaitu:
1) Konsep matematika murni yaitu berhubungan dengan
pengelompokan bilangan dan hubungan antar bilangan, yang
penyajiannya tidak tergantung satu dengan yang lain.

2) Konsep notasi matematika yaitu sifat-sifat bilangan sebagai


konsekuensi representasinya.
3) Konsep terpakai matematika yaitu merupakan aplikasi konsep
matematika murni dan konsep notasi dalam pemecahan masalah
atau soal matematika. (Ruseffendi, 1980 :134-135)
Konsep matematika disusun secara berurutan sehingga konsep
sebelumnya akan digunakan untuk mempelajari konsep selanjutnya,
sehingga pemahaman terhadap konsep materi prasyarat sangat penting.
Apabila siswa menguasai materi prasyarat maka siswa akan mudah
8

memahami konsep materi selanjutnya.


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep adalah adalah
ide abstrak yang merupakan generalisasi dari peristiwa konkret dan
digunakan untuk memahami hal-hal lain dengan mengelompokkan
benda-benda atau suatu nama ke dalam contoh dan noncontoh.
c. Pengertian Pemahaman Konsep
Salah satu indikator dalam matematika yang terpenting dimiliki oleh
siswa adalah conceptual understanding atau diistilahkan pemahaman
konsep. Mempelajari matematika berarti belajar tentang konsep-konsep
dan struktur- struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta
mencari hubungan- hubungannya. Schwartz dan Bransford (Smith dalam
Mustika, 2010:32) menyatakan bahwa penelitian tentang mengajar
menyarankan pembelajaran dengan berusaha untuk pemahaman konsep
terlebih dahulu memungkinkan siswa memperoleh manfaat dari sebuah
pemaparan yang membawa serta sebuah gagasan.
Dengan kata lain pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa
yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak
sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi
dapat mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti,
memberikan interpretasi data, dan mampu mengaplikasikan konsep sesuai
dengan struktur kognitif yang dimilikinya (Purwoto 2010:68). Penguasaan
konsep sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar, karena dengan
penguasaan konsep siswa dapat dengan akurat menggunakan konsep ke
setiap materi pelajaran sesuai dengan keanekaragaman keadaan dan
lingkungannya sekaligus meningkatakan keaktifan, kemandirian, serta
aktivitas siswa.

Penguasaan konsep sangat diperlukan, karena dengan menguasai


konsep akan memberikan peluang kepada siswa untuk lebih fleksibel dan
menarik dalam belajar. Artinya siswa lebih mampu memodifikasi secara
akurat setiap materi pelajaran sesuai dengan keanekaragaman keadaan dan
kreatifitas siswa. Dengan demikian, belajar dengan menekankan pada
9

pemahaman konsep, siswa secara bertahap akan memiliki kemampuan


baru yang akan tetap tersimpan (Mustika,2010).
Pemahaman konsep adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk mengemukakan kembali ilmu yang diperolehnya baik dalam bentuk
ucapan maupun tulisan kepada orang sehingga orang lain tersebut benar-
benar mengerti apa yang disampaikan. Dengan kemampuan siswa
menjelaskan dan mendefinisikan, maka siswa tersebut telah memahami
konsep atau prinsip dari suatu pelajaran meskipun penjelasan yang
diberikan mempunyai susunan kalimat tidak sama dengan konsep yang
diberikan tetapi memiliki arti yang sama.
d. Pengertian Matematika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006: 723)


matematika mempunyai pengertian bahwa, “Ilmu tentang bilangan,
hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan
dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.
Ditinjau dari struktur dan urutan unsur-unsur pembentuknya,
Purwoto (2003: 12) mengemukakan bahwa, “Matematika adalah
pengetahuan tentang pola keteraturan pengetahuan struktur yang
terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke
unsur yang didefinisikan, ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke
dalil”.
Menurut Hudoyo (2002:35) matematika berkenaan dengan
gagasan yang terstruktur yang hubungannya diatur menurut urutan
logis, berkenaan dengan objek-objek yang abstrak dan penalaran
deduktif yaitu kebenaran pernyataan suatu konsep sebagai akibat
logis dari kebenaran sebelumnya.
Sedangkan Soedjadi (2000:11) mengemukakan bahwa ada
beberapa definisi matematika yaitu sebagai berikut :
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan
terorganisir secara sistematik.
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
10

3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan


berhubungan dengan bilangan.
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif
dan masalah tentang ruang dan bentuk.
5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang
logic.
6) Matematika adalah pengetauhan tentang aturan-aturan yang
ketat.

Hakekat matematika oleh Ruseffendi (1984: 260) adalah


“Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia, yang
berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Matematika terdiri
dari empat wawasan yang luas ialah aritmatika, aljabar, geometri,
dan analisis (analysis)”. Karena matematika timbul dari proses
pemikiran manusia, tentu setiap orang dapat mempelajarinya,
sehingga akan terasa sangat dangkal jika pemahaman matematika
hanya didapat melalui hafalan saja.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah ilmu pengetahuan eksak tentang pola keteraturan, terstuktur
dan logik yang terorganisasi dimulai dari unsur-unsur yang tidak
didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan, kemudian ke
aksioma atau postulat dan akhirnya sampai ke teorema atau dalil.
e. Pengertian Pemahaman Konsep Matematika

Dari pengertian pemahaman konsep dan matematika yang


telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep
matematika adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan
sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui
atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu
mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti,
memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep
yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
11

Sedangkan indikator pemahaman konsep matematika menurut


NCTM (1989 : 223) dan Tim PPPG Matematika (2005:86) yang juga
digunakan oleh peneliti dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam:
1) Menyatakan ulang sebuah konsep

2) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu


(sesuai dengan konsepnya )
3) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi


matematis

5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur


atau operasi tertentu
7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan
masalah Pemahaman konsep matematika dalam penelitian ini
yaitu pemahaman konsep turunan fungsi aljabar.
2. Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah


pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk
mengidentifikasi masalah yang ingin diketahui), merumuskan
pertanyaan (merumuskan hipotesis), mengumpulkan data/informasi
dengan berbagai teknik, mengolah/menganalisis data/informasi dan
menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari
kesimpulan dan mungkin juga temuan lain yang di luar rumusan
masalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap
(Kemendikbud, 2014: 03). Penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran, guru melibatkan siswa untuk mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan
menyimpulkan dari sebuah masalah yang kontekstual yang diberikan.
12

Pembelajaran melalui pendekatan saintifik memiliki tujuan


antara lain: a) Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik, b) Membentuk
kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara
sistematik, c) Memperoleh hasil belajar yang tinggi, d) Melatih peserta
didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis
karya ilmiah, serta e) Mengembangkan karakter peserta didik
(Kemendikbud, 2014: 04). Peran guru sebagai fasilitator, mengawasi
serta mengkondisikan kelas sangat diperlukan agar siswa nyaman
dalam melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran dan untuk mencapai
tujuan dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
Keberhasilan sebuah pembelajaran di kelas dapat tercapai jika
seorang guru dalam melaksanakan sebuah pendekatan pembelajaran
memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip dari pendekatan
pembejararan yang dipakai.
Kemendikbud (2014: 05) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip
pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
a. Berpusat pada peserta didik yaitu kegiatan aktif peserta didik secara
fisik dan mental dalam membangun makna atau pemahaman suatu
konsep, hukum/prinsip

b. Membentuk students’s self concept yaitu membangun konsep


berdasarkan pemahamannya sendiri.
c. Menghindari verbalisme,

d. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk


mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip,
e. Mendorong terjadinya peningkatan kecakapan berpikir peserta didik,

f. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik,

g. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih


kemampuan dalam komunikasi, serta
h. Memungkinkan adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan
13

prinsip yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.


i. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep,
hukum, atau prinsip,
j. Melibatkan proses kognitif yang potensial dalam merangsang
perkembangan intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat
tinggi peserta didik.
Dalam melaksanakan pendekatan saintifik, terdapat langkah-
langkah kegiatan yang dilaksanakan dalam pembelajaran. Menurut
Kemendikbud (2014:05) yang juga dipakai peneliti dalam penelitian
ini, langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan pendekatan
saintifik yang dapat diterapkan guru di kelas adalah sebagai berikut.
a. Melakukan pengamatan terhadap aspek-aspek dari suatu fenomena
untuk mengidentifikasi masalah
b. Merumuskan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang ingin
diketahui dan menalar untuk merumuskan hipotesis atau jawaban
sementara berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,
c. Mencoba/mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik,

d. Mengasosiasi/menganalisis data atau informasi untuk menarik kesimpulan,

e. Mengkomunikasikan kesimpulan,
3. Model Pembelajaran
a. Pengertian Model Pembelajaran
Agus Suprijono (2011: 46) menyatakan bahwa model pembelajaran
ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas maupun tutorial.
Model pembelajaran, menurut Isjoni (2012: 147), merupakan
strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap
belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan
sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih. Model pembelajaran
berisi strategi-strategi pilihan guru untuk tujuan-tujuan tertentu di kelas.
14

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan


bahwa model pembelajaran adalah pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas yang berisi strategi guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
b. Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung menurut Arends (Trianto, 2011 : 29)
adalah “Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk
menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang
dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah”. Sejalan dengan Widaningsih, Dedeh (2010:150) bahwa
pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan mengenai bagaimana orang
melakukan sesuatu, sedangkan pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan
tentang sesuatu.
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Langsung menurut
Widaningsih, Dedeh (2010 : 153) adalah sebagai berikut:
Kelebihan model pembelajaran langsung:
1) Relatif banyak materi yang bisa tersampaikan.
2) Untuk hal-hal yang sifatnya prosedural, model ini akan relatif mudah
diikuti.
Adapun kekurangan/ kelemahan model pembelajaran langsung adalah jika
guru terlalu dominan pada ceramah, maka siswa merasa cepat bosan.
Pembelajaran langsung akan terlaksana dengan baik apabila guru
mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan baik dan sistematis,
sehingga tidak membuat siswa cepat bosan dengan materi yang dipelajari.
Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) sintaks model
pembelajaran langsung terdiri atas 5 fase yaitu sebagai berikut:
1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Semua siswa perlu mengetahui dengan jelas mengapa mereka
harus berpartisipasi dalam suatu pembelajaran, apa yang harus mereka
lakukan setelah selesai berperan serta dalam pembelajaran. Sebagai
15

guru yang baik akan mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada


siswa-siswanya melalui rangkuman rencana pembelajaran, dengan
demikian siswa dapat melihat keseluruhan tahap pembelajara dan
hubungan antara tahap-tahap tersebut.
Kemudian menyiapkan siswa yang bertujuan untuk menarik dan
memusatkan perhatian siswa, dan mengingatkan kembali pada hasil
belajar yang telah dimilikinya yang relevan dengan pokok
pembelajaran yang akan dipelajari. Tujuan ini dapat dicapai dengan
jalan mengulang pokok-pokok pelajaran yang lalu, atau memberikan
sejumlah pertanyaan kepada siswa tentang pokok-pokok pelajaran
yang lalu.
2) Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
Fase kedua pembelajaran langsung adalah melakukan presentasi
atau demonstrasi pengetahuan dan keterampilan. Kunci untuk berhasil
ialah mempresentasikan informasi sejelas mungkin dan mengikuti
langkah-langkah demonstrasi yang efektif dan dilakukan tahap demi
tahap agar siswa dapat memahami apa yang disampaikan.
3) Membimbing pelatihan
Salah satu tahap penting dalam pembelajaran langsung ialah
cara guru mempersiapkan dan melaksanakan pelatihan terbimbing,
keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan membuat belajar
berlangsung dengan lancar dan memungkinkan siswa menerapkan
konsep/ keterampilan pada situasi yang baru.
4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Tahap ini disebut juga dengan tahap retitasi, yaitu guru
memberikan pertanyaan lisan atau tertulis kepada siswa, dan guru
memberikan respon terhadap jawaban siswa. Kegiatan ini merupakan
aspek penting pembelajaran langsung, karena tanpa mengetahui
hasilnya latihan tidak banyak manfaatnya kepada siswa.
Kemudian guru dapat menggunakan berbagai cara untuk
memberikan umpan balik yaitu secara lisan, tes atau komentar tertulis
16

karena tanpa umpan balik siswa tidak mungkin dapat memperbaiki


kekurangannya, dan tidak dapat mencapai tingkat penguasaan
keterampilan dengan baik.
5) Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan
Pada tahap ini, guru memberikan tugas pada siswa untuk
menerapkan keterampilan yang sudah diperoleh. Kegiatan ini
dilakukan oleh siswa secara pribadi yang dilakukan dirumah atau
diluar jam pelajaran.
Sintaks model pembelajaran langsung pada penelitian ini mengacu
pada sintaks yang dikemukakan oleh Kardi dan Nur.
c. Model Discovery Learning
Menurut (Hosnan, 2014) discovery learning adalah salah satu model
untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama
dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan oleh siswa. Menurut Sani
(2014), discovery learning merupakan proses dari inkuiri. Discovery
learning adalah metode belajar yang menuntut guru lebih kreatif
menciptakan situasi yang membuat siswa belajar aktif dan menemukan
pengetahuan sendiri.
Menurut Marzano (dalam Hosnan, 2014) beberapa kelebihan dari
model discovery learning, yaitu sebagai berikut:
1) Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry.
2) Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
3) Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik.
4) Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan berpikir bebas.
5) Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan
dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Hosnan (2014) menyebutkan setidaknya ada 3 kelemahan dari
penggunaan model discovery learning ini, yaitu sebagai berikut :
1) Menghabiskan banyak waktu, karena guru harus menjadi fasilitator,
motivator dan sekaligus pembimbing.
17

2) Tidak semua siswa memiliki kemampuan berpikir rasional karena


belum terbiasa.
3) Tidak semua siswa dapat mengikuti model pembelajaran semacam ini
karena alasan tertentu.

Pembelajaran dengan model discovery learning memiliki beberapa


tahap/ fase, terdiri dari observasi untuk menemukan masalah, merumuskan
masalah, mengajukan hipotesis, merencanakan pemecahan masalah
melalui percobaan atau cara lain, melaksanakan pengamatan dan
pengumpulan data, analisis data, dan menarik kesimpulan atas percobaan
yang telah dilakukan atau penemuan. Menurut Sinambela (2017) langkah-
langkah pembelajaran menggunakan model discovery learning yaitu:
1) Stimulation (pemberian rangsangan)
Siswa diberikan permasalahan di awal sehingga menimbulkan
kebingungan yang kemudian menimbulkan keinginan untuk
menyelidiki hal tersebut. Pada saat itu guru sebagai fasilitator dengan
memberikan pertanyaan, arahan membaca teks, dan kegiatan belajar
terkait discovery.
2) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Tahap kedua dari pembelajaran ini adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
kejadian-kejadian dari masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
3) Data collection (pengumpulan data)
Pengumpulan data berfungsi untuk membuktikan pernyataan
yang ada sehingga siswa berkesempatan mengumpulkan berbagai
informasi yang sesuai, membaca sumber belajar yang sesuai,
mengamati objek terkait masalah, wawancara dengan narasumber
terkait masalah, melakukan uji coba mandiri.
4) Data processing (pengolahan data)
18

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan


informasi yang sebelumnya telah didapat oleh siswa.
5) Verification (pembuktian)
Pembuktian yaitu kegiatan untuk membuktikan benar atau
tidaknya pernyataan yang sudah ada sebelumnya yang sudah diketahui
dan dihubungkan dengan hasil data yang sudah ada.
6) Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi)
Tahap ini adalah menarik kesimpulan yang akan dijadikan
prinsip umum untuk semua masalah yang sama. Berdasarkan hasil,
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
Menurut Kemendikbud (2013) model pembelajaran discovery
learning memiliki dua langkah operasional yang harus dilaksanakan yaitu
langkah persiapan dan pelaksanaan.
1) Langkah Persiapan
a) Menentukan tujuan pembelajaran
b) Melakukan identifikasi karakteristik siswa
c) Memilih materi pelajaran
d) Menentukan topik yang harus dipelajari siswa secara induktif
e) Mengembangkan bahan-bahan ajar
f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks,
dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik
sampai ke simbolik
g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
2) Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan model discovery learning menurut
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) terdiri dari beberapa
langkah yaitu stimulation, problem statement, data collection,
verification, generalization. Langkah ini dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning
19

Tahap Pelaksanaan
Stimulation Pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
(stimulasi/ menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk
pemberian tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
rangsangan) menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai
kegiatan belajar dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Problem statement Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah
(pernyataan/ guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
identifikasi mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda masalah
masalah) yang relevan dengan bahan ajar, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
Data collection Ketika eksplorasi berlangsung guru memberi
(Pengumpulan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
Data) informasi sebanyak-banyaknya yang relevan. Pada tahap
ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collect) berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan
narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Data Processing Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan
(Pengolahan Data) informasi yang telah diperoleh para siswa lalu
ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara,
observasi, semuanya diolah, diklasifikasikan, ditabulasi,
bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
Sintaks model discovery learning pada penelitian ini mengacu pada
sintaks oleh Kemendikbud.
20

d. Model Discovery Learning dengan Pendekatan Saintifik


Sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendekatan
saintifik, Discovery Learning sangat sesuai dengan
Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 Lampiran IV
mengenai proses pembelajaran yang harus memuat 5M,
yaitu: (1) mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan
informasi; (4) mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan.
Tabel 2.2 Sintaks Discovery learning mealalui pendekatan saintifik

Tahap Pelaksanaan Pendekatan Saintifik


Stimulation Pada tahap ini pelajar dihadapkan Mengamati
(stimulasi/ pada sesuatu yang menimbulkan
pemberian kebingungan, kemudian dilanjutkan
rangsangan) untuk tidak memberi generalisasi,
agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Disamping itu
guru dapat memulai kegiatan belajar
dengan mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan aktivitas
belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.
Problem Setelah dilakukan stimulasi langkah Menanya
statement selanjutya adalah guru memberi
(pernyataan/ kesempatan kepada siswa untuk
identifikasi mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah) agenda masalah yang relevan dengan
bahan ajar, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis.
21

Data collection Ketika eksplorasi berlangsung guru Mengumpulkan data


(Pengumpulan memberi kesempatan kepada para
Data) siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang
relevan. Pada tahap ini berfungsi
untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya
hipotesis, dengan demikian anak
didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collect) berbagai
informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek,
wawancara dengan narasumber,
melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya.
Data Processing Pengolahan data merupakan kegiatan Mengasosiasikan data dan
(Pengolahan mengolah data dan informasi yang mengomunikasikan.
Data) telah diperoleh para siswa lalu
ditafsirkan. Semua informasi hasil
bacaan, wawancara, observasi,
semuanya diolah, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan
pada tingkat kepercayaan tertentu.
4. Materi Turunan Fungsi Aljabar

PENGERTIAN TURUNAN FUNGSI

Definisi turunan : Fungsi f : x → y atau y = f (x) mempunyai turunan yang


𝑑𝑦 𝑑𝑓(𝑥)
dinotasikan y’ = f’(x) atau = dan di definisikan
𝑑𝑥 𝑑𝑥

y’ = f’(x) = lim f(x + h) – f(x) atau dy = lim f (x +∆x) – f(x)


22

h→0 h dx h→0 h

Notasi kedua ini disebut notasi Leibniz.

Contoh 1:

Tentukan turunan dari f(x) = 4x – 3

Jawab

f(x) = 4x – 3

f( x + h) = 4(x + h) – 3

= 4x + 4h -3

f ( x  h)  f ( x)
Sehingga: f’(x) = lim
h0 h

(4 x  4h  3)  (4 x  3)
= lim
h0 h

4 x  4h  3  4 x  3)
= lim
h0 h

4h
= lim
h0 h

= lim 4
h 0

= 4

Contoh 2;

Tentukan turunan dari f(x) = 3x2

Jawab :

f(x) = 3x2

f(x + h) = 3 (x + h)2
23

= 3 (x2 + 2xh + h2)

= 3x2 + 6xh + 3h2

f ( x  h)  f ( x)
Sehingga : f’(x) = lim
h0 h

(3x 2  6 xh  3h 2 )  3x 2
= lim
h 0 h

6 xh  3h 2
= lim
h 0 h

= lim 6 x  3 h
h 0

= 6x+ 3.0

= 6x

RUMUS-RUMUS TURUNAN

dy
1. Turunan f(x) = axn adalah f’(x) = anxn-1 atau = anxn-1
dx

2. Untuk u dan v suatu fungsi,c bilangan Real dan n bilangan Rasional berlaku

a. y = ± v → y’ = v’ ± u’
b. y = c.u → y’ = c.u’
c. y = u.v → y’ = u’ v + u.v’
u u ' v  uv'
d. y   y' 
v v2
e. y = un → y’ = n. un-1.u’
DALIL RANTAI UNTUK MENENTUKAN TURUNAN

Apabila y = f(g(x)) maka y’ = f’ (g(x)). g’(x)

Dari rumus y = f(g(x)) → y’ = f’ (g(x)). g’(x)

du dy
Jika g(x) = u→ g’ (x) = dan f(g(x)) = f(u) → y = f(u) → = f’(u) = f’(g(x))
dx du
24

Maka f’(x) = f’ (g(x)). g’(x) dapat dinyatakan ke notasi Leibniz menjadi

dy dy du
 .
dx du dx

Dan bentuk tersebut dapat dikembangkan jika y = f ( u(v)) maka:

dy dy du dv
 . .
dx du dv dx

Contoh:

Dengan notasi Leibniz tentukan turunan dari :

4
y = (x – 3x)
2 3


y = cos5 (  2x )
3
Jawab:
4
y = (x2 – 3x) 3
du
missal : u = x2 – 3x → = 2x – 3
dx
3 1
dy 4 3
y=u 4 →  u
du 3
1
4
= ( x 2  3x) 3
3
Sehingga :
1
dy dy du 4 2
 . = ( x  3 x) 3 .(2x – 3)
dx du dx 3

=   4 x 2  3x 3
8  1

x 

Contoh:

Soal ke-1
25

Jika f(x) = 3x2 + 4 maka nilai f1(x) yang mungkin adalah ….

Pembahasan

f(x) = 3x2 + 4

f1(x) = 3.2x

= 6x

Soal ke-3

Turunan ke- 1 dari f(x) = (3x-2)(4x+1) adalah …

Pembahasan

f(x) = (3x-2)(4x+1)

f(x) = 12x2 + 3x – 8x – 2

f(x) = 12x2 – 5x – 2

f1(x) = 24x – 5

Soal ke- 4

Jika f(x) = (2x – 1)3 maka nilai f1(x) adalah …

Pembahasan

f(x) = (2x – 1)3

f1(x) = 3(2x – 1)2 (2)

f1(x) = 6(2x – 1)2

f1(x) = 6(2x – 1)(2x – 1)

f1(x) = 6(4x2 – 4x+1)

f1(x) = 24x2 – 24x + 6


26

B. Kerangka Berpikir

Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan siswa yang berupa


penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar
mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu
mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti,
memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang
sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Sedangkan indikator pemahaman konsep matematika menurut NCTM


(1989 : 223) dan Tim PPPG Matematika (2005:86) yang juga digunakan oleh
peneliti dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam:

1) Menyatakan ulang sebuah konsep

2) Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan


konsepnya )

3) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep

4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis

5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep

6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi


tertentu

7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah


Pemahaman konsep matematika dalam penelitian ini yaitu pemahaman
konsep turunan fungsi aljabar.

Akan tetapi kemampuan siswa masih rendah dalam pemahaman konsep


matematika, sehingga peneliti ingin melakukan inovasi untuk
mengingkatkan pemahaman konsep matematika siswa melalu penggunaan
model pembelajaran Discovery Learning melalui pendekatan saintifik
terhadap materi turunan fungsi aljabar.
27

Pemahaman konsep
matematika siswa rendah

Model
pembelajaran

Proses pembelajaran

Model discovery learning


Model pembelajaran langsung
melalui pendekatan saintifik

Pemahaman konsep
matematika
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemahaman


konsep matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model
pembelajaran discovery learning melalui pendektan saintifik dengan model
pembelajaran langsung
H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemahaman konsep
matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model
pembelajaran discovery learning melalui pendektan saintifik dengan model
pembelajaran langsung
28

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Al-Islam 1 Surakarta kelas XI semester


II tahun ajaran 2020/2021. Waktu penelitian dilaksanakan selama dua minggu, yaitu
pada tanggal 2 – 14 Maret 2020, dengan materi turunan fungsi aljabar.

Tabel 3.1 Tahap-tahap Penyusunan Skripsi

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul


‘19 ‘19 ‘20 ‘20 ‘20 ‘20 ‘20 ’20
Persiapan
Proposal
Revisi
Instrumen Tes
Penelitian
Kelas
Tes
Pengolahan
Data
Penyusunan

B. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experimental design.
Disebut quasi experimental design karena desain ini mempunyai kelompk
kontrol tetapi idak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengntrol variabel-
variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono,
2013:77). Kelompok eksperimen dalam penelitian ini ada dua kelompok.
Kelompok eksperimen pertama akan diberikan perlakuan berupa
pembelajaran matematika denganmodel discovery learning melalui
29

pendekatan sintifik, sedangkan kelompok eksperimen kedua akan diberikan


perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
langsung.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk
desain pretest-posttest control group design dimana kelompok kontrol dan
eksperimen terlebih dahulu diukur keadaan awalnya menggunakan pretest
kemudian diberi posttest setelah mendapat perlakuan untuk melihat ada
tidaknya pengaruh akibat perlakuan tersebut.
Rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Rancangan penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
A P1 X1 Pembelajaran Q1
Discovery Learning

melalui pendekatan

saintifik

B P2 X2 Pembelajaran Q2
Langsung

Keterangan:
A : Kelas Eksperimen 1
B : Kelas Eksperimen 2
P : Pemberian Pretest
X1 : Perlakuan pembelajaran dengan model Discovery Learning melalui
pendekatan saintifik
X2 : Perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung
Q : Pemberian Posttest
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMA Al-
Islam 1 Surakarta jurusan IPA tahun ajaran 2020/ 2021.
2. Sampel
30

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan random


sampling secara kelompok (cluster random sampling), yaitu cara
pengambilan sampel secara acak yang didasarkan pada kelas (kelompok).
Maksudnya yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel bukan
siswa secara individu melainkan kelas. Dari 4 kelas yang ada, diambil dua
kelas secara acak, dengan cara undian. Undian tersebut dilaksanakan satu
tahap dengan dua kali pengambilan. Nomor kelas yang keluar pertama
ditetapkan sebagai kelompok kontrol dan nomor kelas yang keluar
berikutnya ditentukan sebagai kelompok eksperimen.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik Sampling Random Kluster (Cluster


Random Sampling) dalam pengambilan sampel penelitian. Sampling Random
Kluster adalah sampling random yang dikenakan berturut-turut terhadap unit-unit
atau sub-sub populasi. Unit-unit atau sub-sub populasi ini disebut kluster
(Budiyono, 2015: 30). Dalam hal ini, seluruh siswa kelas XI jurusan IPA SMA Al-
Islam 1 Surakarta dipandang sebagai populasi. Sedangkan kelas-kelas dipandang
sebagai cluster atau kelompok-kelompok.

E. Variabel penelitian
Menurut Suryabrata (2006:25) variabel dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah penggunaan model pembelajan discovery learning melalui
pendekatan saintifik dan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran langsung.
2. Variabel terikat (dependent variable)
31

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi


akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah
kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada materi turunan fungsi
aljabar di SMA Al-Islam 1 Surakarta.
F. Instrumen pengumpulan data

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu jenis instrumen,


yakni instrumen tes. Instrumen tes ini berupa serangkaian soal-soal untuk
diselesaikan oleh siswa sebagai bahan penilaian akhir untuk mengetahui
kemampuan pemahaman konsep siswa.

Tes merupakan sebuah alat atau prosedur sistematis untuk mendapatkan


atau menggambarkan satu atau lebih karakteristik sistematis. “Tes merupakan
himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus
dilaksanakan oleh orang yang dites” (Jihad, 2008:67). Tes digunakan untuk
mengetahui sejauh mana seorang siswa telah menguasai pelajaran yang
disampaikan terutama meliputi aspek pengetahuan dan ketrampilan.
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif untuk
mengetahui perbedaan pemahaman konsep matematika siswa yang berbentuk
uraian berjumlah 10 soal. Adapun instrumen tes ini diberikan pada saat tes awal
(pre test) dan tes akhir (post test). Adapun tujuan diberikan tes awal (pre test) untuk
mengetahui tingkat pengetahuan awal siswa. Sedangkan tes akhir (post test)
diberikan kepada siswa setelah selesai mengikuti proses pembelajaran., isi soal tes
akhir adalah sama dengan soal yang telah diberikan pada tes awal sebelumnya.
Adapun tujuan tes akhir diberikan adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan
pada skor tes awal dan skor tes akhir.
G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ada dua yaitu melalui
tes, wawancara pada siswa, dan dokumentasi.

1. Tes
Tes adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk mengukur keterampilan
32

, pengetahuan, intelegensi, kamampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu


atau kelompok. Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk mengukur
peningkatan pemahaman konsep matematika siswa setelah diberi perlakuan.
2. Wawancara
Wawancara oleh peneliti yang dilakukan kepada guru mata pelajaran
matematika pada saat observasi awal. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
lebih ditunjukkan untuk mengetahui konsep pemahaman siswa pada materi
turunan fungsi aljabar.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berupa foto pada saat penelitian dilaksanakan untuk melihat
kondisi yang terjadi pada saat penelitian.
H. Teknik Validasi Instrumen
1. Instrumen Tes
a. Validitas Isi
Suatu instrumen dikatakan valid menurut validitas isi apabila isi
instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari
keseluruhan isi hal yang akan diukur. Uji validitas yang akan digunakan
dalam metode tes ini ialah uji validitas isi dengan langkah-langkah seperti
yang dikemukakan oleh Crocker dan Algina dalam Budiyono (2015: 49),
sebagai berikut:
1) Mendefinisikan domain kinerja yang akan diukur (pada tes prestasi
dapat berupa serangkaian tujuan pembelajaran atau pokok-pokok
bahasan yang diwujudkan dalam kisi-kisi),
2) Membentuk sebuah panel yang ahli (qualified) dalam domain-domain
tersebut,
3) Menyediakan kerangka terstruktur untuk proses pencocokan butir-
butir soal dengan domain yang terkait, dan
4) Mengumpulkan data dan menyimpulkan berdasar data yang diperoleh
dari proses pencocokan pada langkah (3).
Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi yang
tinggi, yang dilakukan adalah melalui expert judgement (penilaian yang
33

dilakukan oleh pakar) (Budiyono, 2015:49). Kriteria penilaian validitas isi


dijabarkan sebagai berikut,
1) Kesesuaian indikator kisi-kisi angket kreativitas dengan butir-butir
soal
2) Penggunaan bahasa yang baik dan benar
3) Kalimat soal mudah dipahami oleh siswa
4) Kalimat yang digunakan tidak menimbulkan intepretasi ganda
5) Tidak memerlukan pengetahuan lain untuk menjawab soal
b. Uji Daya Pembeda
Pada instrumen berupa tes hasil belajar, butir dengan indeks daya
beda yang tinggi dapat membedakan antara anak yang pandai dan anak
yang kurang pandai. Untuk menghitung indeks daya beda untuk butir ke-
i, digunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson, sebagai
berikut,

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
2 2
√(𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋) ) (𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌) )

dengan,

rxy = indeks konsistensi internal untuk butir ke-i

n = banyaknya subjek yang dikenai instrumen

X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba)

Y = total skor (dari subjek uji coba)


(Budiyono, 2015: 54)

Dalam penelitian ini, suatu butir soal dikatakan memiliki daya beda
yang baik apabila apabila rxy ≥ 0,30, apabila rxy < 0,30 maka butir soal
tersebut dikatakan tidak memiliki daya beda yang baik, sehingga butir
soal harus dibuang (tidak dipakai).
c. Tingkat Kesukaran
34

Tingkat kesukaran butir soal ialah proporsi peserta tes menjawab


benar terhadap butir soal tersebut. Tingkat kesukaran biasanya
dilambangkan dengan p. Semakin besar nilai p, berarti banyak siswa yang
menjawab benar pada butir soal tersebut. Dengan kata lain, semakin besar
nilai p, semakin rendah tingkat kesukaran dari butir soal tersebut. Tingkat
kesukaran berkisar antara 0.0 sampai dengan 1.0.
Rumus untuk menghitung tingkat kesukaran butir soal ialah:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟


𝑝=
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑠

Tingkat kesukaran butir soal dibedakan menjadi tiga kelompok,


yaitu mudah, sedang, sukar. Klasifikasi tingkat kesukaran adalah sebagai
berikut:
Soal dengan 0 ≤ 𝑝 < 0,30 adalah soal sukar

Soal dengan 0,30 ≤ 𝑝 < 0,70 adalah soal sedang

Soal dengan 0,70 < 𝑝 ≤ 1,00 adalah soal mudah

Dengan ketentuan apabila jawaban benar skornya adalah 1 dan


apabila jawaban salah skornya adalah 0. Soal-soal yang dianggap baik
adalah soal- soal dengan tingkat kesukaran sedang dengan nilai p yang
digunakan adalah 0,30 ≤ 𝑝 < 0,70 . Apabila 0 ≤ 𝑝 < 0,30 maka butir
soal terlalu sukar, sehingga butir soal tersebut harus dibuang (tidak
dipakai), apabila 0,70 < 𝑝 ≤ 1,00 maka butir soal tersebut terlalu mudah,
sehingga butir soal tersebut harus dibuang (tidak dipakai).
d. Reliabilitas
Untuk mengukur reliabilitas instrumen, digunakan rumus dari
Kuder-Richardson, sebagai berikut.

𝑛 ∑ 𝑠𝑡 2 − ∑ 𝑝𝑖 𝑞𝑖
𝑟11 =( )( )
𝑛−1 𝑠𝑡 2
Dengan,

r11= indeks reliabilitas instrumen


35

n = banyaknya butir instrumen

pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir ke-i

qi = 1 − pi

st2 = variansi total

(Budiyono, 2015: 57)

Dalam penelitian ini, instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki


indeks reliabilitas lebih dari atau sama dengan 0,70 (r11 ≥ 0,70).
I. Teknik Analisis Data
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang
diambil berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji Normalitas dalam
penelitian ini digunakan metode Lilliefors, hal tersebut karena uji
Lilliefors dapat digunakan untuk sampel yang kecil. Langkah-langkah uji
lilliefors sebagai berikut :
1) Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2) Taraf signifikansi:  = 0,05
3) Statistik uji:
L = max | F(zi)-S(zi) |
dimana,
F(zi) : P(Z < zi) dengan Z ~ N(0,1)
S(zi) : proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi
(𝑋𝑖 −𝑋̅)
zi : skor standar zi = 𝑠

s : standar deviasi
4) Daerah kritik :
DK = {L | Lα,n} dengan n ukuran sampel
5) Keputusan uji
H0 ditolak jika L ∈ DK
36

(Budiyono, 2009:170)
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah populasi
mempunyai variansi yang sama. Uji homogenitas dalam penelitian ini
digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat sebagai
berikut:
1) Hipotesis

H0 :  12   22 = …=  k (populasi-populasi homogen)
2

H1 : tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak


homogen)
2) Taraf signifikansi:  = 0,05
3) Statistik uji

2,303  k 
2 
c 
 f . log RKG   f j log S 2j 
j 1 
dimana,

χ2~ χ2(k-1)

k : banyaknya populasi (banyaknya sampel)

f : derajat bebas untuk RKG = N - k

fj : derajat bebas untuk S j2 = nj - 1

j : l, 2, ..., k

N : banyaknya seluruh nilai ( pengukuran )

nj : bayaknya pengukuran pada sampel ke-j

1  1 1
c= 1    
3(k  1)  f j f 

RKG =
 SS i
;
f j
37

 X  2

SS j   X 
j
2
j = (nj -1)sj2
nj

4) Daerah kritik:
DK = {X2 | X2 > X2α;k-1}
5) Keputusan uji
H0 ditolak jika X 2 ∈ DK

(Budiyono, 2009: 174−176)


c. Uji Independent Sample T-test
Independent Sampel t-test adalah jenis uji statistika yang bertujuan untuk
membandingkan rata-rata dua grup yang tidak saling berpasangan. Sampel
yang tidak berpasangan dapat diartikan sebagai sebuah sampel dengan
subjek yang tidak sama dan mengalami 2 perlakuan atau pengukuran yang
berbeda, yaitu pengukuran dengan model pembelajaran yang berbeda. Uji
Independent sample t-test digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan tes kemampuan pemahaman matematika siswa yang
menggunakan model pembelajran discovery learning melalui pendekatan
saintifik dan tes kemampuan pemahaman matematika siswa yang
mengunakan model pembelajran langsung .

J. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam 3 fase

1. Fase satu yaitu fase persiapan


Fase ini meliputi :
a. Penyusunan proposal

b. Mengurus perizinan penelitian

c. Berkoordinasi dengan guru dan kepala sekolah


d. Menyusun instrumen tes
e. Menguji coba instrumen tes
38

f. Menganalisis hasil uji coba dan merevisi instrumen


g. Finalisasi dan penggandaan instrumen tes
2. Fase Pelaksanaan Penelitian
Fase ini meliputi :

a. Mengadakan eksperimen kelas untuk pengambilan data

b. Melakukan post test untuk mendapatkan hasil

c. Menganalisis data hasil eksperimen dan post tes

3. Fase Penyusunan laporan


Fase ini meliputi :
a. Mengetik naskah
39

DAFTAR PUSTAKA

Bell, F. 2008. Teaching and Learning Mathematics (in Secondary School). Iowa:
Wm. C. Brown Company Publishers.

Budiono. 2009. Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Bandung: Nusa


Media.

Budiyono. 2003. Metode Penelitian Pendidikan.Surakarta: UNS


Press.

Budiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.

Budiyono. 2010. Handout Metode Statistika Multivariat. Yogyakarta: Pasca


Sarjana UNY.
Hudoyo, H. 2002. Teori belajar untuk pengajaran matematika. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran
Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
Purwoto. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.
Rusman. 2015. Pemebelajaran Tematik Terpadu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ruseffendi, E.T. 1980. Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid,
Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. 1984. Dasar-dasar Matematika Modern untuk Guru. Bandung:
Tarsito.
S. Nasution. 2007. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.
Siti, Ratih (2016). KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS
SISWA SMP DALAM PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL
TERBIMBING (DISCOVERY LEARNING)
Sudarman. 2007. Penerapan Adversity Quotient dalam Pembelajaran
Matematika. Jurnal Pelopor Pendidikn Volume 1, Suplemen, agustus 2007.
Santrock, J. W. 2009. Psikologi Pendidikan. Terjemahan oleh Diana Angelica.
Jakarta: Salemba Humanika.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
40

Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai